satriabangkit
satriabangkit
Orang ke-sekian
43 posts
Pendekatan, proses untuk saling mengenal. Kukira untuk menyatukan, seringnya menjatuhkan.
Don't wanna be here? Send us removal request.
satriabangkit · 2 years ago
Text
Apakah kamu sebuah Jawaban?
Hadirmu sudah sejak lama. Bertahun-tahun aku mengenalmu, selama itu pula sosokmu seringkali datang tanpa permisi. Tapi hanya sampai di situ saja.
Kehadiranmu dalam hidupku ya biasa-biasa saja. Tidak ada istimewanya. Kita hanya teman yang saling kenal karena situasi, saling tahu karena kondisi. Tidak ada romansa atau percikan apapun dalam cerita yang membawa namamu dan namaku.
Tapi kini, kita sama-sama dalam usia dewasa, kata mereka. Candaan bisa jadi sungguhan, pun sebaliknya. Guyonanmu bisa jadi pertanda, karena kamu sebercanda itu. Tindakanmu bisa jadi intermezzo saja, karena kamu tidak sebercanda itu.
Namamu sekalipun tidak pernah terlintas dalam benak, kecuali sebagai teman yang pernah melewati masalalu yang sama. Namamu, sesekali lewat sebatas pengingat kalau aku punya teman seorang dirimu.
Tapi kini, ketika kita sama-sama dalam fase yang menentukan. Namamu muncul dengan sendirinya tanpa diminta. Dirimu muncul bukan dengan paksaan, membawa firasat dan bertanda.
Lalu di penghujung malam, aku hanya bisa bertanya.
Apakah kamu jawaban atas segala kegundahan dan tangisanku dalam kesendirian?
1 note · View note
satriabangkit · 2 years ago
Text
Cerita tentang hari ini
Ah iya, hari ini aku hampir menangis lagi.
Bukan tentang apa yang terjadi di kantor, kemarahan yang menumpuk itu hanya akan terus jadi kemarahan dan tidak akan jadi air mata. Tangisanku bukan untuk kelalahan bekerja.
Bukan juga tentang keseharian, padatnya KRL, ramainya jalanan, hujan yang suka turun tiba-tiba. Itu tetap tidak cukup.
Ini kali ke sekian setelah berapa kali hampir menangis tanpa alasan. Ada teriakan dalam diri tapi tak ada suara. Ada amukan dalam hati tapi taada gemanya.
Kali ini, aku dan diriku berjarak. Diriku menangis, akunya masih tidak peduli.
0 notes
satriabangkit · 2 years ago
Text
Februari, setelah ‘yang katanya’ hari kasih sayang.
Berapa hari hampir ambruk dan untuk kesekian kalinya mengandalkan mantra-mantra ‘kamu gak boleh sakit, kamu gak bisa sakit.’
Bukan pengalaman yang menyenangkan tiba-tiba mimisan tanpa alasan. Bukan karena ngupil, bukan karena nyakar-nyakar hidung. Hanya karena kepedesan, dan tiba-tiba netes saat lagi nyuci baju, ditambah kemaren di atas motor hampir nyampe stasiun.
Aku punya ketakutan, selain komitmen, yang aneh. Ada rasa takut kalau sebenarnya ada cikal bakal penyakit parah yang belum ketahuan aja, dari dulu membayangkan beberapa vision ‘gimana kalo tiba-tiba aku mimisan di tengah-tengah khalayak umum’. Ketakutanku adalah semua yang kubayangkan jadi nyata.
Setelah hari yang katanya hari kasih sayang, aku masih sendirian. Masih dengan prinsipku sendiri untuk menyendiri dan tidak memberikan celah ke orang lain. Masih dengan mengejar tapi berharap ditolak, mendekat tapi berharap diberi jarak.
Karena aku masih takut mengetahui fakta bahwa aku layak bahagia.
0 notes
satriabangkit · 2 years ago
Text
Catatan Hari Ini.
Sudah siang, Pertanyaanku masih belum berubah sejak sekitar lima tahun lalu sampai dengan hari ini. Pertanyaanku masih belum terjawab entah secara langsung maupun tidak langsung. Pertanyaanku masih menjadi pertanyaan.
Masih siang. Kertas yang semula putih kini mulai penuh coret-coretan. Kertas yang awalnya kosong ini penuh warna hitam. Kertas yang merupakan teman kini menjadi lawan. Siang. Apasih? Ini apasih?
0 notes
satriabangkit · 2 years ago
Text
Belajar berdamai lagi.
Aku kira pengalamanku sudah cukup. Aku kira yang kualami bertahun tahun sudah bisa menciptakan konklusi, kesimpulan dan aku bisa baik-baik saja esok lusa.
Tapi sejak hari itu, aku sadar.
Aku juga masih buta.
Suatu siang saat dia mengabari ada di jakarta, dan akhirnya kutemani sampai kereta pulangnya tiba. Perasaanku sempat mencoba untuk kembali ke masa diriku dan dirinya masih dalam tahap kemungkinan.
Alur cerita mengalir dari pertanyaannya yang singkat : kenapa kamu belum menikah? Dan jawabanku sesederhana : karena kamu. Trauma darimu belum sembuh.
Cerita itu keluar. Sudut pandangku. Sudut pandangnya. Pembelaanku. Pembelaannya. Pada akhir, kami sama-sama tertawa.
Lantas, dia menasehatiku, sebagai orang yang lebih dulu menikah, memintaku untuk segera melangkah.
Lantas, dia mengaku padaku bahwa dia memiliki rasa bersalah, karenanya dia berusaha mengenalkanku dengan temannya, kenalannya, saudaranya.
Lantas, dia berkata. Dahulu aku mengabaikanmu karena pendekatanmu yang paling berbeda. Aku tak pernah mengira kamu juga ada rasa.
Lantas, dia menutup dengan kalimat. Lucu ya, hal yang kukira kecil ternyata memiliki dampak sebesar itu ke orang lain.
Aku tersenyum menatap matahari yang turun. Sore itu aku sadar.
Aku masih belum dewasa. Aku masih belum sembuh.
Aku masih mencari alasan untuk tak segera berlabuh.
0 notes
satriabangkit · 2 years ago
Text
Kalau aku diberi kesempatan.
Pastinya akan kuberikan yang terbaik.
Ku perlihatkan bagaimana jika ku mau dan ingin bertindak.
Sampai pada fase dimana kamu takkan menyesal memilihku, titik.
Kalau saja kamu mau memberiku kesempatan.
Aku tidak akan mengecewakanmu.
Aku akan selalu ada untukmu.
Aku tidak bisa menjanjikan kebahagiaan selalu,
Namun dimanapun kamu, aku juga di situ.
Hehe... Tapi aku juga tahu.
Fakta kalau kesempatan itu takkan datang darimu
0 notes
satriabangkit · 2 years ago
Text
Aku yakin
Kita masih pada jalur masing-masing dan menolak bertemu pada persimpangan.
Kamu menjaga jarak bukan karena aku terlalu menginvasi melainkan memastikan tidak ada lingkaran yang berdempetan sampai pada waktu kita benar - benar bertatapan.
Kamu sama cangunggnya denganku.
Aku tahu
Fakta bahwa aku belum masuk radarmu.
Kenyataan bahwa aku belum memiliki kesempatan untuk bersamamu.
Hal bernama realita masih membuatmu enggan menghabiskan waktu bersamaku.
Kalau begitu
Benar sudah kita berjarak
Betul sudah aku bergegas mundur
Sirna sudah harapku bersamamu.
0 notes
satriabangkit · 4 years ago
Text
Terjebak
Aku pikir; kita masih dalam persimpangan, masih berusaha menerka isi pikiran, masih berusaha memahami kemauan yang berbeda dan jarang menemukan titik temu.
Aku kira; memberikan nama panggilan hanyalah sebuah cara untuk meyakinkan diri kita bahwa : kita baik - baik saja, kita sedang menuju apa yang sudah dicapai orang lain.
Aku yakin; genggaman tanganmu bukanlah kebohongan, senyum bibirmu di pagi hari bukanlah ilusi, hangat tubuhmu bukanlah fatamorgana, dan kata cintamu padaku : bukan sebatas pemanis suasana.
Aku harap; langkah kakiku bisa mengimbangi lajumu, genggaman tanganku cukup untuk menenangkanmu, peluk yang kuberi mampu menghangatkanmu, dan kata cintaku padamu : terdengar meyakinkan untukmu.
3 notes · View notes
satriabangkit · 4 years ago
Text
Bukan tentang kenangan yang masih membekas dan menjadi hantu di tiap mata akan terpejam.
Penghujung hari kadang teramat baik, melelapkan diri tanpa sempat memikirkan satu dua skenario yang harusnya dapat terjadi, lantas tidak akan dijalani hidup penuh penyesalan.
Bukan tentang mimpi - mimpi yang terpaksa dikubur dalam - dalam karena tiada lagi ranting yang bisa jadi pegangan. Semua menjauh, melempar lebih jauh, memuntahkan segala bentuk realitas yang tidak memungkinkan dirimu untuk bermimpi.
Di saat fajar menyingsing, kedua matamu masih membiasakan diri dengan cahaya yang melewati sela - sela jendela, melupakan mimpi panjangmu berisikan petualangan dan harapan yang perlahan meminta untuk diingat kembali.
Ada yang bilang semua tentang kemungkinan.
Ada yang berkata, mimpi bisa menjadi kenyataan.
Ada yang dahulu berkata, mimpimu hanyalah pemanis hidup pelarian dari realita.
Namun, kini dia berkata.. bermimpilah. Kejarlah impianmu itu.
Pertanyaanku hanya satu.
Ketika titik balik datang, apakah mimpimu sudah terlanjur hancur tak menyisakan jejak?
Jika iya.
Kemarilah.
0 notes
satriabangkit · 4 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
1K notes · View notes
satriabangkit · 4 years ago
Text
Tidak tepat.
Ketika memilih berlari menjauh, lari melebihi kecepatan normal, lari sekuat tenaga menjauh dari pengejar yang kelelahan lantas marah "kenapa kamu tidak mengejarku sekuat tenaga?"
Tidak juga tepat
Saat bermain petak umpet, bersembunyi di tempat yang gelap, pengap dan hening lantas menyalahkan pencari karena tidak menemukanmu, padahal kamu tahu dia takut dengan kegelapan serta takut sendirian.
Lalu apakah tepat?
Langkah kakimu yang mundur, menjauh dari masalah, lari tanpa ingin tahu kesimpulan akhir, lantas mengamuk ketika akhir yang menunggumu adalah kesedihan?
Memangnya bisa dibilang tepat?
Ketika pilihanmu adalah berada dalam bayangan. Memperhatikan dari kejauhan. Mencintai dalam diam. Peduli tanpa balasan. Namun sakit hati, terluka, menderita ketika tatapan matanya diberikan pada orang lain.
Apa belum cukup tepat?
0 notes
satriabangkit · 4 years ago
Text
Tentang Menasehati,
Semua menjadi serba salah ketika posisi mengharuskan kita untuk menegur, membenarkan apa yang dinilai salah, meluruskan apa yang disikapi menyimpang. Menasehati tidak pernah sesederhana itu, tidak juga rumit. Harus menanti waktu yang tepat, mencari kalimat yang tepat dan menutup dengan kesimpulan yang tetap. Tentang diri juga akan terlibat. Saat kita nasehati satu hati yang merasa tidak kita kenal dengan baik, lama tak bersua, lama tak bertukar kata atau bahkan hanya sebatas tahu saja “apa hak mu menasehatiku? mengenal kehidupanku saja tidak.” Apakah lebih sederhana menasehati teman yang dikenal baik? Diketahui luar dalam, tahu setiap inci masalah hidupnya dan selalu menjadi tempatnya bercerita. Oh, sungguhkah telingamu siap mendengar “Kamu tahu kehidupanku, kamu tahu inci demi inci masalahku. Kenapa aku tak boleh begini? Sementara yang kualami lebih dari ini? Kamu temanku kan?” Menasehati tidak lagi sesederhana mengatakan kebenaran atas suatu yang kita anggap salah. Tidak pernah sesederhana mudah karena berteman sejak lama. Apalagi menasehatimu kalau pilihamu itu salah, percuma. Menasehatimu tentang rasa tidak akan pernah berhasil.
0 notes
satriabangkit · 4 years ago
Text
Hidup adalah menemui simpangan demi simpangan, memilih lajur yang akan dilalui tanpa mengetahui apa yang terlewat dan tak bertemu. Pilihan demi pilihan menghampiri, mengoyak rasa percaya diri yang sudah dibina, diasuh, dilatih dan dibiasakan dengan realitas yang ada. Tetapi pilihan selalu datang dengan cara baru, mengukir tandanya sendiri, memaksa hati dan pikiran menolak satu sama lain.
Ketika logika mulai bertanya - tanya pada perasaan yang tak pernah berpikir, jawaban mana yang akan jadi pilihan akhir? Saat tangan samar - samar menggenggam dan bayangan masa depan indah sudah tersusun rapi dalam sudut memori, lantas wujud baru di depan mata muncul menghancurkan segala tembok perasaan yang lama terbangun, menciptakan realitas baru, pilihan baru, kemungkinan baru. Ketika semua masih samar - samar, kenapa kita tidak diberikan kebebasan memilih tanpa cela? Saat mempertahankan yang dimiliki atau memulai dengan yang baru memiliki resiko kebahagiaan yang sama, kenapa hati dan logika terus berperang tanpa penutup yang meredakan rasa?
Ketenangan memberikan kejelasan. Waktu memberikan jawaban. Saat kadang adrenalin memenuhi diri, menyerap suasana berlebih lantas bertingkah di luar skenario. Waktu menjawab dengan jawaban yang telah lama dimiliki, tetapi terkubur oleh sudut pandang yang tengah dijalani. Karena hidup selalu menemui persimpangan dan pilihan ada dalam setiap simpangan itu, kenapa pula tidak mudah kita dapati jawaban dari setiap pilihan?
Karena jawabannya selalu sama, dirimu.
0 notes
satriabangkit · 5 years ago
Text
Ketika jatuh hati adalah sebuah pilihan, antara mengemas rasa dan membungkamnya untuk waktu yang lama. Jeruji juga berteriak setiap dekapan perasaan dibuang dan dipojokkan, tidak pernah dijenguk dan diminta untuk menghilang. Agar ia tak lagi muncul ketika sapa diucapkan. Tidak membuncah saat nama diteriakkan.
Ketika langkah kaki menjadi penentu kemana hati berlabuh, mengabaikan pelabuhan rasa yang menanti dalam hening serta melupakan samudra cinta yang menemani setiap helaan nafas. Mengarungi kisah yang samar - samar memiliki, bias diratapi dan mengingatnya seperti ilusi. Kapan Nahkoda bisa memilih untuk selamanya bertahan dalam pelabuhan atau kembali memeluk samudra penuh ketidakpastian?
Hati akan jatuh saat ia jatuh, sebagaimana kapal akhirnya akan berdiam dalam sebuah museum tanpa merindukan lautan. Hati akan tertambat, menyatu dengan tiang penyangga dan menjalaninya hingga akhir masa.
Hanya saja, kapan?
0 notes
satriabangkit · 5 years ago
Text
Coba dipahami sebentar, menurutmu kenapa aku mengambil jarak? Jangan, jangan sekali - kali kamu berpikir bahwa rasaku sudah pudar dan hatiku kembali ke masa kekosongan. Namamu masih menjadi mimpi indah dan wajahmu masih memberikan getaran pada hatiku yang rapuh.
Bukan karena obrolan kita tidak lagi menyenangkan, menjadikan percakapan jarak jauh setiap malam menjadi hambar, hanya sebatas ritual sebelum kita terlelap ke dalam ilusi masing - masing. Aku tidak pernah bosan bertukar kata denganmu, entah matamu setengah terpejam atau menatapku dengan tajam.
Tapi bukan itu alasanku mengambil jarak.
Bagiku, jarak harus tetap diambil. Mengingat perlahan genggaman tanganmu mulai melonggar dan semakin banyak mata memandang dirimu dalam diam. Aku terpaksa mengambil jarak, agar jika akhirnya kamu memilih yang lain, maka aku sudah bersiap dan tidak terluka begitu dahsyat.
0 notes
satriabangkit · 5 years ago
Text
Sesekali menyerap rasa sedih, menyatukannya dengan diri menjadikannya bagian jiwa. Kesedihan yang memupuk, memunculkan skenario terburuk yang bisa terjadi lantas mengabutkan pandangan dan bias sudah segala tindakan. Kesedihan datang, menyapa dan memperkeruh suasana bukan karena dia iseng saja. Melainkan dia menyayangimu, memintamu untuk tumbuh lebih kuat lagi. Karena ada kesedihan yang lebih menyakitkan menunggumu hadir suatu saat nanti.
Berkali - kali menyantap rasa kecewa. Satu dua cerita tidak berakhir bahagia, menyisakan luka yang akan membekas bahkan sampai menimbulkan trauma. Kita, susah payah melupakan, tidak ingin menjadikannya kebiasaan. Kenapa kita harus membiasakan kecewa ketika bisa memilih bahagia? Kenapa kekecewaan lebih sering berkunjung dan mendarah daging daripada sapaan kebahagiaan yang bisa dilestarikan. Kisah - kisah yang penuh rasa kecewa masih akan mampir agar esok ketika kebahagiaan kecil hadir, tidak lagi ia kita sepelekan, agar kita menghargai sebatas senyum tipis yang ia timbulkan.
Lantas, bagaimana jika kebahagiaan itu tidak pernah datang?
0 notes
satriabangkit · 5 years ago
Text
"Cinta itu apa?" Tanyaku padamu sore itu.
Sepoi angin yang lewat mengaburkan pandangan wajahmu sesaat. Aku meniti jawaban dari mimik mukamu, tetap tidak kutemukan.
"Cinta itu, kita?" Jawabmu kemudian yang bernada tanya. Seperti murid yang ditanya guru dan menjawab dengan pertanyaan, memastikan jawabannya benar.
"Aku padamu itu cinta atau obsesi?"
"Apa kata hatimu?"
"Nafsu."
Kedua bola matamu perlahan menutup, disusul dengan helaan nafas yang berat. Memangkas jarak, lenganmu sudah melingkari tubuhku.
"Tidak apa, aku masih tetap mencintaimu, kok."
0 notes