siskady
siskady
menjahit jejak
415 posts
Siska Dy | Ummu Hamza
Don't wanna be here? Send us removal request.
siskady · 9 months ago
Text
Salat dengan Sempurna
Hari itu, pengajian warga negara Indonesia majelis taklim Masjid ar-Rajhi yang biasa diadakan setiap hari Jum’at pagi, tidak begitu ramai. Mungkin karena sudah mendekati hari raya Idul Adha. Banyak teman-teman yang mengantar tuannya pulang ke kampung, dan bahkan tak sedikit juga yang pulang ke kampung halaman di Indonesia. Maklum, anak-anak sekolah baru saja terima rapornya. Jadi, banyak pekerja migran yang mengambil cuti tahunannya bertepatan dengan hari raya.
Karena keadaan yang tidak begitu ramai, dan Hilya pun juga tertidur lelap, aku bisa mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan selama kajian berlangsung. Dan yang menarik perhatianku adalah kultum yang disampaikan oleh Abu Sa’ad. Abu Sa’ad berprofesi sebagai perawat. Ia bekerja di sebuah klinik di Riyadh bagian selatan. Beliau mengatakan bahwa terdapat tiga penyakit yang banyak diderita oleh penduduk setempat, salah satunya adalah diabetes melitus.
“Salah satu komplikasi yang biasa dialami oleh penderita diabetes dapat menyebabkan kaki diamputasi. Dan ini memungkinkan penggunaan kaki palsu jika ingin berjalan dan beraktifitas. Nah, kalau sudah begini nanti jadi pasiennya Mas Abie. Pokoknya, semoga kita tidak ada yang menjadi pasien Mas Abie ya,” kata Abu Sa’ad. Begitu penggalan kultum yang disampaikan olehnya.
Sampai pada bagian penutup kultum, Abu Sa’ad berujar, “Kalau saya selalu berdoa, ‘Ya, Allah, izinkan saya mendirikan salat dengan sempurna.’”
Mendengar doa yang beliau lantunkan, aku tercekat. Ingin menangis mengingat betapa nikmat sehat yang telah Allah berikan, seharusnya dapat membuat kita menunaikan salat dengan sempurna. Salat adalah ibadah yang penting, sehingga dijadikannya sebagai rukun Islam yang kedua. Salat adalah ibadah yang pertama kali dihisab di hari perhitungan kelak. Maka, sudah sepantasnya kita beri perhatian pada salat yang kita tunaikan.
Semoga Allah mudahkan kita dalam menjaga dan mendirikan salat, dengan sempurna.
0 notes
siskady · 2 years ago
Text
Markah Zikir
Selama bermukim di sini, ada satu hal yang sangat nyata kelihatan dalam pandanganku. Ialah banyak tanda bertuliskan lafaz zikir, yang maknanya adalah doa dan puji-pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Aku bisa katakan, di sini markah zikir itu ada dimana-mana, kecuali termpat-tempat dimana yang memang terlarang untuk berzikir di dalamnya.
Di taman. Saat berkunjung ke taman dekat rumah di Kecamatan Ar-Rawabi, di salah satu sudutnya terlihat pemandangan seperti ini.
Tumblr media Tumblr media
Di mobil. Beberapa pemiliknya menempelkan stiker bertuliskan lafaz MasyaAllah. Niatnya lebih kepada menghindarkan diri dari penyakit ‘ain. Tapi, rupanya bisa menjadi pengingat bagi siapa yang melihatnya untuk senantiasa menyibukkan lisan dalam zikir.
Di jalan. Markah zikir dapat ditemui di pinggir jalan. Untuk jalanan di tengah padang pasir yang menhubungkan antar provinsi, markah biasanya berlatar warna cokelat tua. Beberapa kali ke luar kota, yang paling banyak kutemui markah zikirnya ialah ketika dalam perjalanan Riyadh-Madinah. Aku tidak sempat mendokumentasikan karena saat itu aku naik bus dan duduk di sebelah kiri, sedangkan markah zikirnya di pasang di sebelah kanan karena memang di Saudi mengemudikan kendaraannya di sebelah kanan. Jadi, kuambilkan video dari akun instragram saudinesia.
youtube
Di tempat umum lainnya. Banyak toko dan rumah makan yang memasang tulisan MasyaAllah Tabarakallah pada dinding gedungnya. Tulisan tersebut dapat dilihat saat kita hendak atau baru saja memasuki gedungnya. Sering juga aku melihat markah zikir ditempel pada dinding elevator. Abie pun pernah bercerita jikalau di tempat cukur rambut, juga terdapat stiker yang bertuliskan “Allahu Akbar” yang ditempel di tempat menunggu antrian. Ada juga seseorang yang membagikan pengalaman bahwa di kampus King Saud University terdapat banyak stiker dan tempelan bacaan zikir “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhim”.
Sungguh mengagumkan bagiku. Markah zikir ini membuat siapa pun yang melihat dan membacanya, menjadi berzikir kepada Allah, setidaknya dalam hati mereka. Semoga siapa pun yang menjadi bagian dalam pemasangan markah zikir mendapatkan pahala yang mengalir, menjadikan amal jariyah untuknya.
Dari Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menunjukkan seseorang kepada kebaikan, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR. Muslim, no. 1893)
 ***
Zikir
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, zikir memiliki arti puji-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang. Namun, sebenarnya jika kita lihat dalam al-Quran, kata zikir ada yang diartikan dengan menyebut (nama) Allah (Q.S. al-Ahzaab: 35) dan ada juga yang diartikan dengan mengingat (nama) Allah (Q.S. al-Baqarah: 152). Oleh karena itu, makna zikir sungguh sangatlah luas. Tidak hanya terbatas pada bacaan seperti tasbih, tahmid, dan takbir saja, melainkan juga ketika mengingat Allah atas nikmat yang diberikan dan mengingat perintah Allah lalu mengerjakannya, itu juga dapat dikatakan berzikir.
Berzikir adalah ibadah yang sangat mudah, dapat dilakukan kapan pun dan dimana pun, kecuali yang dilarang. Bahkan, tak perlu mengeluarkan biaya sedikit pun. Zikir dapat dilakukan sambil berdiri, duduk, ataupun berbaring. Dalam keadaan berhadats, junub, maupun haid juga diperbolehkan berzikir. Hal ini meneladani Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. “Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berdzikir (mengingat) Allah pada setiap waktunya.” (HR. Bukhari no. 19 dan Muslim no. 737)
Dalam berzikir, terdapat banyak keutamaan yang mana beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
Banyak berzikir merupakan perintah dari Allah kepada orang yang beriman. “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Q.S. al-Ahzaab: 41-42)
Allah menjanjikan ganjaran yang besar bagi orang yang lisannya selalu basah dengan zikir. “Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah Menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. al-Ahzaab: 35)
Allah mengingat mereka yang berzikir. “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku-pun akan Ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (Q.S. al-Baqarah: 152)
Zikir dilakukan dalam upaya menggapai rida Allah dalam bermuamalah. “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (Q.S. al-Jumu’ah: 10). Ayat tersebut merupakan perintah mencari rezeki setelah shalat Jumat dengan berdagang. Yang mana berdagang seringnya membuat lalai, sehingga diperintahkan untuk banyak berzikir.
Zikir menjadikan hati tentram. “(yaitu) orang-orang yang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahhati menjadi tenteram.”(Q.S. ar-Ra’d: 28)
Sesuatu yang ringan di lisan, namun berat di timbangan. “Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694)
Dan masih banyak lagi keutamaan berzikir. Semoga Allah mudahkan lisan kita dalam mengucap dan mengamalkan zikir. Sungguh, berzikir itu tidak merugi sama sekali, tidak memberatkan, disukai Allah, dan berat di timbangan akhirat kelak.
____
*Markah, dalam Bahasa Arab maupun Bahasa Indonesia, memiliki arti yang sama. Yaitu, tanda.
6 notes · View notes
siskady · 3 years ago
Text
Thobe dan Abaya
Thobe. Abie senang sekali mengenakan thobe, gamis panjang yang dipakai oleh laki-laki di Saudi. Benarlah, memang demikian adat dan budayanya laki-laki Arab, mengenakan gamis panjang dalam kesehariannya. Untuk negara selain Saudi, hanya sedikit perbedaan saja pada desainnya dan juga namanya. Seperti di UAE disebut emirati kandura, lalu di Oman dan Kuwait disebut dishdasha. Kalau di Saudi sendiri, disebut thobe dengan ciri yang paling menonjol adalah kerahnya yang agak kaku. Umumnya thobe berwarna putih. Tapi, tersedia juga warna-warna lainnya yang cenderung gelap, yang biasanya digunakan saat musim dingin.
“Masya Allah, thobe ini ya pakaian yang paling universal. Versatile. Bisa dipakai shalat, bisa dipakai kerja, sekolah, hangout, nikah, ke pasar, nonton pertandingan bola, dan banyak lagi. Pokoknya masuk untuk dipakai kemana saja dan untuk acara apa saja.” kata Abie dengan semangat.
“Dan satu lagi, siapa pun bisa pakai thobe. Keluarga kerajaan, pejabat, orang biasa, siapa pun bisa pakai. Ini pakaian itu super duper ajaib.” tambahnya.
Eh lupa, thobe ini juga bisa kok dipadukan dengan busana lainnya. Jaket, jubah (bisht), jas.” ujarnya lagi.
Abaya, sama dengan thobe yang memiliki multifungsi, juga membuatku senang sekali mengenakannya. Abaya adalah terusan panjang yang biasa dipakai oleh perempuan di Saudi. Abaya ini bentuk dan fungsinya seperti outer, bukan gamis selayaknya di Indonesia. Jadi, mau pakai baju apapun, entah baju kaos lengan pendek ataupun gamis panjang sekalipun, di luarnya tetap menggunakan abaya lagi.
Dulu, ada aturan mengenakan abaya harus berwarna hitam. Tak hanya bagi para muslimah, aturan tersebut berlaku untuk semua perempuan di Saudi. Orang-orang Filipina dan India yang bukan penganut agama Islam pun juga harus memakainya. Namun, kini aturan itu dilonggarkan, seperti boleh mengenakan abaya selain hitam. Bahkan, sudah tidak harus lagi memakainya. Meskipun demikian, kulihat banyak perempuan Saudi masih berpedoman pada kebiasaannya, memakai abaya saat di luar rumah. Sepengamatanku, yang menanggalkannya justru kebanyakan dari perempuan pekerja migran dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Mereka ada yang mengenakan gamis warna-warni. Bahkan, kulihat juga sudah ada yang terbiasa keluar rumah menggunakan celana saja.
Untukku sendiri, abaya adalah pakaian yang nyaman. Kalau kemana-mana tidak perlu berganti baju, hanya tinggal menambahkan abaya saja sebagai pakaian luaran. Kenyamanannya tidak hanya karena mudah dikenakan, melainkan juga karena memenuhi syariat sehingga hati ini menjadi tentram. Abaya mampu menutupi seluruh tubuh, longgar dan tidak membentuk lekuk tubuh, tidak mengikuti pakaian popularitas karena hampir semua desainnya sama. Abaya tidak berfungsi sebagai perhiasan, justru abayalah yang menutupi perhiasan, agar si perempuan tidak menarik perhatian. Bukan hanya dengan emas dan perak saja kita berhias, melainkan juga pakaian yang kita kenakan –yang  bagus-bagus itu– termasuk juga berhias diri dengan pakaian popularitas.
 الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى كَسَانِى هَذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ
“Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai rezeki dari-Nya tanpa daya dan kekuatan dariku.”
Lantas, apakah semua orang di dunia ini harus memakai thobe dan abaya? Jawabannya adalah tidak. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang memakai pakaian tampil beda (syuhrah). Jadi, selama pakaian di daerah setempat telah memenuhi syariat, kita bisa mengikuti kebiasaan berpakaian orang-orangnya. Seperti di Indonesia, para laki-laki terbiasa memakai baju koko dan sarung saat hendak ke masjid, maka tak masalah kita membaur dan mengenakan baju koko dan sarung juga. Yang tidak boleh diikuti jika kebiasaannya menggunakan celana sampai di bawah mata kaki bagi laki-laki, karena memang sudah terdapat larangannya.
Mencocoki kebiasaan masyarakat dalam hal yang bukan keharaman adalah disunnahkan. Dan dalam upaya kami melaksanakan sunnah tersebut, mata dan hati kami menjadi lebih terbuka. Aku dan Abie menjadi lebih banyak belajar lagi mengenai adab-adab dalam berpakaian, dan kami menjadi paham apa yang dimaksud dengan pakaian yang bagus dan sederhana, namun bukan terhina. Kebaikan dan kesederhanaan pakaian itu tercermin dalam thobe dan abaya.
Tumblr media
1 note · View note
siskady · 3 years ago
Text
Sami’naa wa Atha’naa
Akhir pekan di Saudi jatuh pada hari Jumat. Alhamdulillah, kini aktivitas-aktivitas di hari Jumat pun sudah dapat dilakukan seperti biasa, karena pandemi telah berlalu. Termasuk kegiatan majelis ilmu di masjid-masjid ataupun di kantor dakwah.
Satu bagian yang menjadi kesukaanku adalah ketika Abie sampai di rumah setelah menghadiri majelis ilmu, dan kemudian membagikan apa yang ia peroleh padaku. Ada dalam satu Jumat, materi yang dibicarakan adalah tentang sami’naa wa atho’naa. Kami mendengar dan kami taat. Sami’naa wa atho’naa merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh orang beriman.
Sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sudah sepatutnya kita patuh pada ajaran Islam. Apapun itu, tidak ya tidak, boleh ya boleh, wajib ya wajib. Karena memang pada dasarnya manusia diciptakan untuk beribadah pada Allah. Jadi, sudah semestinya apapun yang dikerjakan oleh manusia itu berlandaskan aturan agama dan bernilai ibadah.
Pada kenyataannya, pengamalan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya memang masih banyak menuai perselisihan. Adakalanya seseorang hanya mau mengambil sebagian aturan, terutama yang menguntungkan dirinya saja. Allah Yang Maha Tahu sudah mengerti tabiat manusia yang demikian. Sebagaimana dalam firman Allah dalam al-Quran Surat an-Nuur ayat 48-52.
48. Dan apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya, agar (Rasul) memutuskan perkara di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak (untuk datang).
49. Tetapi, jika kebenaran itu di pihak mereka, mereka datang kepadanya (Rasul) dengan patuh.
50. Apakah (ketidakhadiran) mereka (karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang zalim.
51. Hanya ucapan orang-orang Mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
52. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.
Adapun sebagian hukum-hukum Islam yang banyak diperselisihkan seperti diantaranya adalah sebagai berikut.
1.       Warisan.
Islam telah mengatur bagaimana pembagian waris, yang mana dalilnya terdapat pada al-Quran surat an-Nisaa ayat 11, 12, dan 176. Dalam sebuah hadits, “Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat dengan mayit.’” (HR. Bukhari, no. 6746 dan Muslim, no. 1615).
Hal ini menunjukkan pentingnya mempelajari ilmu waris dan keharusan mengamalkannya karena Allah sudah memberikan ketetapan-Nya. Hukum waris tidak sesempit pengetahuan tentang laki-laki mendapat dua bagian, sedangkan perempuan mendapatkan satu bagian. Jika kita mempelajarinya dengan baik, maka kita akan paham banyak hal yang menyangkut waris itu sendiri. Seperti siapa saja ahli waris laki-laki dan perempuan, siapa saja yang tidak berhak mendapatkan waris dan siapa saja yang menjadi penghalang waris, apa dan siapa itu ashabah, berapa kadar waris yang diterima, dan semua hal tentang waris.
Sebagaimana orang yang beriman, jika Allah sudah menetapkan suatu perkara, maka kita harus mematuhinya. Allah telah memberikan hukum dengan seadil-adilnya. Jadi, semestinya tidak ada lagi anggapan yang mengira hukum Allah itu tidak adil. Yang demikian itu adalah pertanda bahwa telah ada prasangka buruk pada Allah Yang Maha Menciptakan. Tidak ada juga dengki dan iri hati kepada ahli waris yang mendapatkan sesuai kadarnya.
2.       Hukum kisas
Dalam Islam, kisas bermakna perbuatan pembalasan yang setimpal kepada pelaku kejahatan yang dilakukan atas diri manusia. Apabila ia membunuh, maka ia dibalas dengan dibunuh. Pemahaman terhadap kisas ini seringkali masih dianggap suatu yang menakutkan dan dianggap tidak manusiawi. Padahal, Allah telah berfirman bahwa kisas itu menjamin kelangsungan hidup manusia. Dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 178-179, Allah berfirman,
178. Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhan-mu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.
179. Dan dalam kisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.
Jadi, sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-nya, tak semestinya kita mengingkari hukum-hukum Allah tersebut. Tidak boleh ada yang menganggap bahwa menghukum pelaku kejahatan dengan perbuatan yang setimpal sama saja dengan mencederai hak asasi manusia. Sungguh, akal pikiran dan perasaan kita tak sebanding dengan ketetapan Allah dengan hikmah yang agung.
Sejatinya, dengan adanya hukum kisas ini justru dapat menjaga masyarakat dari kejahatan dan menahan setiap orang yang berniat jahat untuk menumpahkan darah orang lain. Hukum kisas juga mewujudkan keadilan dan menolong yang terzalimi dengan memberikan kemudahan kepada wali korban untuk membalas pelakunya. Selain itu, hukum kisas juga menjadi sarana taubat bagi pelakunya, pensucian dosa yang telah dilanggarnya. Ditambah lagi, agar tidak ada dendam kepada anak atau cucu pelaku kejahatan.
3.       Masa ‘iddah seorang istri
Mengetahui segala sesuatu tentang masa ‘iddah bagi wanita yang ditalak atau ditinggal mati suaminya adalah sangatlah penting. Agar dapat memahami apa saja hak yang tetap diperoleh wanita ketika masa ‘iddahnya dan apa saja yang harus dilakukan wanita selama masa ‘iddah-nya.
Selalu ada faedah dan hikmah dari setiap hukum Allah. Mengapa wanita yang ditalak harus tetap berdiam di rumah suami (tidak boleh keluar kecuali ada hajat), agar  dapat diketahui terbebasnya rahim seorang wanita sehingga nasab anak yang mungkin dilahirkan jelas. Masa ‘iddah juga memberi kesempatan bagi suami yang telah mentalak istrinya. Dan juga mengapa wanita yang ditinggal mati suaminya tidak boleh berhias dan tidak boleh memakai wewangian, itu adalah sebagai bentuk berkabung atas kepergian kekasihnya. Hal ini guna memuliakan kedudukan sang suami di mata istri. Itulah mengapa, semua hukum Allah dan Rasul-Nya tentunya untuk kebaikan manusia itu sendiri, baik untuk menjaga hak suami maupun kemaslahatan istri, bahkan untuk hak-hak keturunannya kelak.
لا إله إلا أنت، سبحانك إني كنت من الظالمين
4 notes · View notes
siskady · 3 years ago
Text
Nikmat Itu Bernama Air
Ketika membicarakan tentang Arab Saudi, salah satu hal yang terpikirkan adalah minyak. Jelas saja, sudah lama sekali minyak menjadi sumber pendapatan terbesar bagi negara. Bahkan, di sini harga minyak lebih murah dari air. Tak hanya minyak, yang juga terlintas di pikiran kita tentang tanah gurun adalah keberadaan air. Ada beberapa kisah yang menceritakan betapa sulitnya mendapatkan air di padang pasir, salah satunya adalah kisah Hajar dan Ismail alaihis salam yang menjadi asal mula air zam-zam.
Saat pesawat mulai memasuki apron, terdengar pengumuman dari awak kabin pesawat bahwa suhu udara di kota tujuan –Riyadh– mencapai 37°C. Padahal saat itu, jarum pada jam tangan sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Memang kedatanganku di ibukota Kerajaan Arab Saudi ini bertepatan dengan musim panas, untungnya belum sampai pada puncaknya.
Nah, suhu udara di luar yang panas memengaruhi suhu air di kamar mandi. Jika menggunakan mesin pendingin air kamar mandi, butuh waktu beberapa menit agar air dapat digunakan. Jika air ditampung terlebih dahulu pada ember berukuran 60 liter, butuh waktu hampir semalaman agar air tidak panas lagi. Nikmat berupa proses yang tidak pernah kualami selama aku tinggal di Indonesia, baik itu di Bali ataupun Jawa.
Saat sedang musim panas begini, kadang saking sayangnya, kuletakkan ember di bawah tempatku berwudhu. Pikirku, bisa digunakan untuk istinja atau mandi nanti. Awalnya sempat ragu apakah boleh menggunakan air wudhu. Namun, setelah belajar lagi, aku menjadi tahu bahwa air bekas wudhu ini disebut air musta’mal. Terdapat perselisihan pendapat ulama apakah air musta’mal ini termasuk air yang mensucikan. Dan pendapat yang lebih kuat adalah air musta’mal masih tergolong air yang mensucikan selama masih tergolong air mutlak dan tidak najis.
Menampung air tidak hanya dilakukan saat musim panas. Biasanya Abie menampung air dalam jeriken-jeriken besar guna mengantisipasi ketiadaan air sewaktu-waktu. Kami tinggal dalam rumah kontrakan yang mana bersama-sama dengan orang lain. Rumah di Saudi itu punya banyak ruangan, pintu keluar, dan pagar. Hal ini dimaksudkan agar anak laki-laki dan anak perempuan yang beranjak dewasa tidak mudah bercampur baur. Atau jika si anak sudah menikah dan masih tinggal dengan orang tuanya, maka dapat tetap memiliki privasi masing-masing. Jadi, meskipun kami tinggal bersama keluarga lainnya, kami memiliki pintu masuk dan akses ke pagar sendiri-sendiri, tidak mudah untuk bertemu satu sama lain. Namun, karena satu rumah, kami memiliki beban yang tergabung untuk listrik dan air. Terkadang, orang yang mendapat akses untuk menghidupkan dan mematikan mesin air, lupa jika ia sedang mematikan mesin air sampai seharian, Bahkan, pernah sampai berhari-hari karena yang bersangkutan rupanya sedang tidak berada di rumah.
Nikmat yang lain lagi, bagiku, adalah merasakan penggunaan air desalinasi. Salah satu sumber air di sini adalah air desalinasi, berasal dari air laut dan diproses menjadi air tawar sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Rasanya tentu tidak sesegar air tanah di Indonesia. Ini menjadi bahan muhasabah untuk terus bersyukur pada Allah atas kemudahan mendapatkan air bersih selama di Indonesia.
Satu lagi nikmat air yang kutemui di sini adalah mudahnya mengakses air zam-zam, air yang memiliki keutamaan dan khasiat yang tidak ditemukan pada air lainnya. Selama pandemi kemarin saat jamaah umrah dan haji dari negara lain belum diijinkan masuk negara ini, air zam-zam dalam kemasan juga dijual di supermarket yang berada di Riyadh. Aku dapat dengan mudah membelinya sebanyak yang aku mau dan mampu. Namun, saat ini pasokan air zam-zam dalam kemasan kembali dipusatkan di sekitaran Mekkah saja.
Terdapat beberapa dalil yang menjelaskan mengenai kemuliaan air zam-zam ini. Diantaranya adalah sebagai berikut.
Nabi ﷺ menyebut air zam-zam, “Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.” (H.R. Muslim no. 4520)
Diriwayatkan dari yang lainnya, dari Abu Kuraib, “Rasulullah ﷺ pernah membawa air zam-zam dalam botol atau tempat air. Ada orang yang tertimpa sakit, kemudian beliau menyembuhkannya dengan air zam-zam.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda, “Air zam-zam sesuai keinginan ketika meminumnya.” (HR. Ibnu Majah)
Maksudnya do’a apa saja yang diucapkan ketika meminumnya adalah do’a yang mustajab. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ketika meminum air zam-zam, beliau berdo’a: “Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon waasi’an wa syifa-an min kulli daa-in” [Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, ilmu yang bermanfaat, rizqi yang melimpah, dan kesembuhan dari setiap penyakit]. Namun riwayat ini adalah riwayat yang dho’if (lemah).
 ***
Secuil obrolan dengan Abie mengenai air zam-zam.
Abie       : “Waktu ini, pas ngaji pak ustadznya lagi bahas air zam-zam. Kan air zam-zam itu sesuai keinginan yang meminumnya tuh.”
Aku        : “Terus?”
Abie       : “Kalau lapar, dapat kenyang. Kalau haus, jadi ga haus.”
Aku        : “Ya. Lalu?”
Abie       : ”Kamu tahu kalau para sahabat Rasul doanya apa? Jadikan air zam-zam ini sebagai pelepas dahaga di Padang Mahsyar kelak.”
Aku        : “Ya, Allah. Jleb banget. Aku mana pernah kepikiran begitu doanya.”
1 note · View note
siskady · 3 years ago
Text
Khadijah Hilya Zhafira
Abie senang sekali menceritakan bagaimana hari-harinya di kantor padaku. Pada satu hari ia menceritakan percakapannya dengan salah satu rekan kerjanya yang berasal dari Sudan, Osman, tentang nama anak kedua kami. Kurang lebihnya, percakapan mereka adalah seperti ini.
Osman  : “Masyaa Allah. Mabruk. Siapa namanya?”
Abie       : “Hilya.”
Osman  : “Hulya?” (anggapan Osman adalah namanya Julia yang dibaca Hulya)
Abie       : “La. Namanya Hilya. Artinya perhiasan.”
Osman  : “Oh, ya ya. Tapi dibaca Hulya kan?”
Abie      : “Wahai, Osman. Lihat! Aku mengambil kata Hilya dari Al-Quran. (Abie menunjukkan ayat 14 di surat an-Nahl pada Osman)
Osman : “Oh, Hilya. Masyaa Allah, perhiasan dari lautan. Seperti lu’lu’ wa marjan? Masyaa Allah, Masyaa Allah. Namanya indah.
*lu’lu’ artinya mutiara, marjan artinya batu permata yang berasal dari karang merah yang ada di kedalaman lautan.
Menanyakan nama bayi memang sudah menjadi hal yang biasa ketika mendengar kabar sebuah kelahiran. Begitu juga saat Abie berbincang dengan atasannya yang berasal dari Palestina. Ketika Abie menjawab bahwa nama putri kami adalah Hilya, ia terheran dan menanyakan kenapa memberi nama seperti itu. Katanya, nama itu biasa dipakai perempuan Yahudi. Setelah Abie jelaskan lebih lanjut, barulah ia sadar bahwa ia salah dengar. Yang ia dengar pertama kali adalah kata Ilya, bukan Hilya.
Aku dan Abie sebagai orang tua tentunya ingin memberikan nama terbaik pada putra-putri kami. Selain menjadi tanda bagi si anak, nama juga menjadi suatu harapan dari orang tua agar anak memiliki akhlak yang baik sesuai namanya. Kami berdua sadar bahwa pemberian nama terbaik pada si anak sudah menjadi suatu urgensi tersendiri. Buktinya, terdapat beberapa dalil yang menyebutkan tentang nama-nama yang Allah cintai, tentang kebiasaan masyarakat yang memberi nama dengan nama–nama para Nabi dan orang-orang saleh. Tak hanya itu, dalam memberikan nama pada anak, juga terdapat hal-hal yang harus diperhatikan, seperti nama-nama yang diharamkan, agar kita dapat menghindari memberikan nama yang dilarang. Itulah mengapa memberikan nama terbaik menjadi sangat penting.
Tentang pemberian nama, ada sebuah pepatah arab berbunyi, “Dari namamu, aku bisa mengetahui bagaimanakah ayahmu.” Memang pemberian nama pada anak adalah menjadi hak dari seorang ayah, bukan ibunya. Karena nasab seseorang itu adalah pada ayahnya. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa tidak ada perselisihan di antara para ulama mengenai ayah yang berhak memberi nama anak. Dan Abie, menggunakan haknya dengan persiapan yang cukup matang. Mulai dari banyak membaca kitab agama sampai bertanya kepada gurunya, seorang ustadz yang sedang menempuh pendidikan master di Riyadh. Tak hanya itu, Abie juga mengizinkanku untuk turut andil dalam pemberian nama terbaik bagi anak kami.
Dulu, rasanya tidak begitu panjang prosesnya saat mencari nama untuk anak pertama kami, Hamza, yang seorang laki-laki. Setelah belajar agama, Abie ingin menamainya Abdullah, salah satu nama yang paling dicintai Allah. Lalu, ia juga ingin menambahkan kata Mumtaz. Dan ketika aku ditanya, aku ingin namanya Hamza karena aku suka kisah si Singa Allah ini yang begitu tangguh memperjuangkan jalan kebenaran. Sehingga, anak pertama kami diberi nama Abdullah Mumtaz Elhamza.
Lain dulu, lain sekarang. Anak kedua kami berjenis kelamin perempuan. Pengetahuan kami masih sangat terbatas tentang nama-nama yang baik dan cocok digunakan sebagai nama anak perempuan. Yang pasti Abie ingin menamainya Khadijah. Selebihnya, ia memintaku untuk membantunya memberikan tambahan namanya.
Mulanya, aku ingin mengambil rangkaian kata dalam al-Quran yang memiliki arti yang baik dan indah. Terinsipirasi oleh nama seorang teman, ialah ”Lisana Sidqin Aliyya“ yang diambil dari surat Maryam ayat 50 yang memiliki arti buah tutur yang baik dan mulia. MAsyaa Allah, cantik sekali namanya. Oleh sebab itulah, aku juga ingin menamai anak dengan penggalan dalam al-Quran, seperti “an-Najmu Tsaqib” yang berarti bintang yang bersinar tajam, diambil dari Surat ath-Thariq ayat 3. Pilihan lainnya adalah “Khairatun Hisan” berarti yang baik-baik dan jelita (mengacu pada arti kata sebelumnya, yaitu bidadari-bidadari di dalam surga), diambil dari surat ar-Rahman ayat 70. Namun, setelah kami berkonsultasi pada ustadz, kami mengambil keputusan untuk menggunakan kata per kata saja, bukan dalam rangkaian kata. Beliau mengatakan tidak apa-apa mengambil kata-kata dalam al-Quran untuk menamai anak selama tetap dalam kaedah Bahasa Arab yang benar. Dan rupanya, pilihan rangkaian kata dari kami seperti Khairatun Hisan akan menyalahi kaedah Bahasa Arab jika disandingkan dengan nama Khadijah di depannya. Karena khairatun itu adalah bentuk jamak dari kata khair, sedangkan Khadijah adalah seorang yang berdiri sendiri, bukan kumpulan orang yang banyak.
Dari proses yang tidak sebentar dan membuat kami belajar lebih banyak lagi tentang penamaan dan Bahasa Arab, akhirnya Abie memutuskan menamai anak perempuan kami Khadijah Hilya Zhafira – خديجة حلية ظفر
Khadijah, diambil dari nama istri Rasulullah ﷺ, Khadijah binti Khuwailid. Perempuan yang memiliki banyak keutamaan, yaitu menjadi muslimah pertama, wanita penghuni surga Allah, dan keutamaan-keutamaan lainnya.
Hilya, diambil dari kata dalam al-Quran pada surat an-Nahl ayat 14, yang berarti perhiasan.
Zhafira, memiliki arti beruntung. Diambil dari kata dalam perpatah arab Man Shabara Zhafira yang bermakna siapa yang bersabar akan beruntung. Abie mengetahui pepatah tersebut dari novel yang pertama kali ia baca, yaitu trilogi Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.
0 notes
siskady · 3 years ago
Text
Menjaga Si Mutiara
Satu.
Setelah beberapa bulan aku di sini, aku mulai sadar akan sesuatu hal. Ialah jika berpapasan dengan lawan jenis selama tinggal di Saudi, para laki-laki akan berjalan lebih ke pinggir dan mengalihkan pandangannya. Pernah satu kejadian, saat aku dan Abie pergi ke luar kota dan mampir di tempat istirahat untuk makan dan shalat. Aku dan Abie berjalan ke arah masjid, sedangkan dari arah sebaliknya ada segerombolan pemuda. Saat jarak kami sudah dekat, para pemuda itu membubarkan dirinya masing-masing. Berpencar. Buyar. Rupanya mereka memberi kesempatan padaku  untuk melintas di jalanan itu.
 Dua.
“Di sini budaya antrenya bagus ya. Mau pilih buah aja, si bapak-bapak tadi nungguin aku selesai dulu. Mau ambil barang di rak toko juga, laki-laki pada sabar mau gantian ambil barangnya.”
Abie hanya tertawa kecil mendengar apa yang kuungkapkan. Dia menanggapi begini. “Lah, kan dia laki-laki. Kamu perempuan. Masa mau desak-desakan gitu?”
Tidak dapat dielakkan bahwa di tempat dan kendaraan umum terdapat campur baur antara laki-laki dan perempuan. Meskipun demikian, semua masih dalam jarak yang aman dan terkendali. Bahkan, beberapa tempat masih menerapkan pemisahan antara single (khusus laki-laki saja) dan family (keluarga), atau kadang ada yang memberikan antrean khusus perempuan.
Jikalau campur baur susah sekali dihindari, maka dibuatlah sebagaimana kondisi baik laki-laki maupun perempuan untuk tetap tidak saling berinteraksi dan bersentuhan. Semisal di dalam bus, perempuan atau family duduk di depan, sedang para lelaki duduk di bagian belakang. Atau contoh lainnya adalah saat berada di elevator. Biasanya perempuan berdiri di bagian belakang atau menghadap ke tubuh suami. Terkadang juga, sebagian orang –baik laki-laki maupun perempuan– menghadap ke dinding elevator.
 Tiga.
Aku pernah ikut Abie pergi ke luar kota untuk urusan kantor. Kami pergi bersama karyawan laki-laki lainnya yang berasal dari Sudan. Jika Abie harus keluar mobil, entah itu hendak pergi ke kamar mandi atau minimarket, teman kerjanya juga ikut keluar dari mobil dan menjauh. Ia menjaga dirinya dan diri kami, agar tidak terjadi khalwat, berdua-duaan, dengan perempuan yang sedang tidak ada mahramnya.
 ***
Menghindar ke pinggir dan mengalihkan pandangan saat berpapasan, tidak berdesak-desakkan, menundukkan pandangan, dan menjauhkan diri dari ikhtilat dan khalwat merupakan hal-hal kecil dan mudah dilakukan dalam menjaga perempuan. Sejatinya perempuan itu bak mutiara. Dan layaknya sebutir mutiara yang berharga, Islam menjaga martabatnya dengan baik dan menempatkannya pada tempat yang mulia. Orang-orang yang paham akan agama Islam tentunya akan patuh untuk menjadi bagian dalam menjaga mutiara ini, baik laki-laki maupun perempuan itu sendiri.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memuliakan si mutiara adalah menjaga sekat-sekat pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Dengan begitu, akan terjadi kurangnya interaksi dengan lawan jenis. Sehingga, tidak ada campur baur tanpa ada hajat yang penting, apalagi tanpa ditemani mahram. Untuk itu, sangat penting bagi kita untuk mengenal siapa saja yang bukan mahram kita, agar kita dapat lebih berhati-hati lagi. Bahkan, sekalipun dengan ipar, yang sudah kita anggap bagian dari keluarga dekat. Yang mana terkadang membuat kita menjadi lalai dalam menjaga hubungan, seperti berduaan dengan ipar atau menunjukkan aurat di hadapan ipar. Padahal ipar itu bukan mahram.
Sebagaimana dalam hadits yang berbunyi, dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Kita harus menjaga akhlak dan adab bergaul dengan lawan jenis tak hanya ketika di dunia nyata saja, melainkan juga saat di dunia maya. Yang dapat dilakukan adalah berkontak seperlunya saja dan hindari menunjukkan kemesraan persahabatan dengan lawan jenis. Hal yang demikian ini dapat menjaga diri kita dan orang lain.
Yang kedua adalah menjaga rasa malu. Sifat malu memiliki banyak keutamaan. Diantaranya, malu adalah bagian dari keimanan, sifat warisan para nabi terdahulu, mendatangkan kebaikan dan menjauhkan manusia dari maksiat. Rasa malu itu mencakup hal yang luas sekali. Namun, kali ini bahasannya lebih kepada kaitannya dengan menjaga si mutiara.
Baik bagi laki-laki dan perempuan, rasa malu adalah dasar dari menundukkan pandangan. Cobalah lihat, ketika kita merasa malu terhadap apapun, secara otomatis kita akan melihat ke bawah atau menunduk, bukan? Dengan rasa malu yang dimiliki, tidak ada laki-laki yang berani melihat perempuan dari ujung rambut hingga ujung kuku kaki, apalagi sampai bersiul-siul dan dan jenis catcalling lainnya. Tentunya ini dapat menjadi upaya pencegahan terjadinya kasus pelecehan seksual dan zina. Begitupun juga dengan perempuan, dengan rasa malunya ia juga akan menundukkan pandangan. Sehingga tidak mudah baginya melihat lawan jenis, lalu memuji-muji –termasuk memuji idola– dengan kata-kata manis dan mencari perhatian.
Kita dapat mengambil teladan dari Nabi Musa dan anak-anak perempuan Nabi Syu’aib tentang memelihara rasa malu, yang diceritakan dalam Al-Quran Surat al-Qashash ayat 23-25.
Dan ketika dia sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya), dan dia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan sedang menghambat (ternaknya). Dia (Musa) berkata, “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua (perempuan) itu menjawab, “Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang ayah kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya.”
Maka dia (Musa) memberi minum (ternak) kedua perempuan itu, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku.”
Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, “Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.” Ketika (Musa) mendatangi ayahnya dan dia menceritakan kepadanya kisah (mengenai dirinya), dia berkata, “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.”
 Ketiga, perempuan harus menjaga dirinya layaknya mutiara yang dijaga oleh cangkang kerangnya yang tertutup rapat, yaitu menutup aurat yang sesuai syariat. Seperti, pakaian tidak tipis dan tembus pandang, tidak sempit dan menunjukkan lekuk tubuh, tidak menyerupai pakaian laki-laki dan bukan merupakan pakaian popularitas. Selain dalam hal berpakaian, perempuan juga dilarang ber-tabarruj –bersolek, memakai wewangian, menampilkan perhiasan dirinya– kecuali di hadapan suaminya.
Cara ketiga ini ada pada kendali si perempuan itu sendiri. Maka, mulailah dari sekarang untuk berusaha menyempurnakan hijab, menjadi mutiara yang indah di dunia dan semoga Allah berikan surga. Jangan lagi meremehkan masalah menutup aurat, karena bisa menjerumuskan diri ke dalam api neraka. Bahkan, mencium bau surga saja tidak Allah ijinkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah bagi kita semua.
4 notes · View notes
siskady · 3 years ago
Text
Penyakit ‘Ain
Semalam, aku dan Abie sedang mencoba untuk muhasabah diri. Mengingat tentang apa yang sudah terjadi pada diri kami, lalu kami pikir-pikir apa hikmah yang tersirat dari perkara tersebut. Adalah, tentang penyakit ‘ain, penyakit yang kami sadari keberadaannya, yang mana membuat kami selalu waspada. Dan lagi-lagi, semalam kami membahas tentang penyakit yang satu ini.
Bermula dari cerita Rawan, seorang teman kami dari bangsa Arab. Ia menceritakan dengan sekilas tentang suatu kejadian, bahwa pernah ada seorang pengantin perempuan yang cantik sekali di acara pernikahannya. Cantiknya cantik sekali, begitu dia mengungkapkan bagaimana orang-orang kagum akan kecantikan pengantin perempuan itu. Tapi, setelah acara pernikahan usai, si pengantin perempuan jatuh sakit. Seiring waktu, diketahuilah bahwa yang menyebabkan perempuan jatuh sakit adalah ibu si pengantin perempuan itu sendiri. Ibunya kagum pada kecantikan putrinya, dan tanpa sengaja ia tidak mengucapkan Masyaa Allah.
Di sini, orang-orang memang memiliki pengetahuan dan kesadaran akan adanya penyakit ‘ain. Saking sadarnya, banyak dari mereka mencoba untuk melindungi apa yang mereka miliki, seperti dengan menempel stiker Masyaa Allah Tabarakallah di mobil-mobil mereka. Tujuannya, jika ada yang melihat dan kagum pada mobil mereka, orang tersebut tak lupa membaca lafaz zikir tersebut. Tak hanya mobil, banyak juga toko yang memasang tanda lafaz zikir Masyaa Allah. Bukan hanya orang Arab, teman kami yang berasal dari Pakistan juga bercerita bahwa di depan rumah-rumah yang ada di negerinya dipasang atau diukir tulisan Masyaa Allah. Tujuannya sama, supaya terhindar dari penyakit ‘ain.
‘Ain memiliki arti, yaitu mata. Lantas, penyakit ‘ain berarti penyakit yang berasal dari pandangan mata, baik oleh orang yang dengki maupun takjub, yang dapat mengakibatkan orang lain menjadi sakit, atau bahkan meninggal. Namun, Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kejelekan ‘ain bukan hanya melalui pandangan mata, melainkan orang buta pun dapat memberikan pengaruh ‘ain meskipun ia tidak melihat, hanya lewat khayalannya saja.
Begitu menyeramkannya penyakit ‘ain ini, dan memang begitu nyata adanya. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “’Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa.” (HR. Muslim no. 2188).
***
Dalam pengalaman kami, banyak sekali orang yang mengira bahwa kami ini memiliki kenikmatan hidup yang istimewa. Kalimat-kalimat seperti, “Sampean enak ya, punya orang tua yang paham agama”, “Sampean enak ya punya suami kerja di luar negeri”, atau “Sampean enak ya bisa kuliah” ini seringkali kami dengar. Dan sungguh ini membuat kami ketar-ketir, karena pujian-pujian tersebut terasa berlebihan. Padahal, kami juga sama-sama manusia yang merasakan pasang dan surutnya kehidupan. Dan benarlah juga bahwa pujian yang mereka tujukan itu rasanya seperti memenggal leher kami.  Kami hanya bisa mengucapkan istighfar dan meminta perlindungan dari Allah.
Satu kejadian yang paling terasa, yaitu saat kami dulu masih sering mengunggah foto-foto kemesraan kami di media sosial. Unggahan foto yang kemudian mengundang komentar kekaguman dari orang lain. Percaya tidak percaya, setiap usai mengunggah foto, aku dan Abie akan menjadi bertengkar, bahkan untuk hal-hal yang sepele. Semenjak itu, kami pelan-pelan menghapus foto kami berdua dari media sosial. Kami hanya berlindung kepada-Mu, ya Allah.
Cerita lain adalah tentang anak kami, Hamza, yang telah meninggal. Banyak orang yang sudah melihat Hamza secara langsung, memuji keelokan parasnya. Sampai pernah ada satu bidan yang terus memandangi dan memegangi Hamza, lalu mengelus-elus perutnya sambil mengucapkan sesuatu dengan lirih. Kuberanikan bertanya, dan bidan tersebut berkata bahwa ia berharap untuk segera mendapatkan keturunan yang tampan seperti Hamza. Tak hanya itu, sampai di hari-hari terakhirnya pun masih banyak orang yang memanggilnya ‘anak ganteng’ meskipun sudah diberitahu bahwa namanya ‘Abdullah, bisa juga memanggilnya Hamza. Kami meminta perlindungan hanya darimu, ya Allah.
Tak hanya pujian, kami juga terkadang mendapatkan sesuatu hal yang tidak mengenakkan. Dulu, saat ada salah satu kerabat mengetahui aku sedang hamil, ia tiba-tiba mengatakan bahwa ia sedang melakukan program hamil anak kedua. Pernah juga Abie mengungkapkan isi hatinya ingin memiliki mobil Mercedes-Benz, lalu kerabat tersebut mengatakan sesuatu yang bermakna bahwa ia lebih unggul karena telah memiliki mobil, meskipun bukan mobil mewah dan meskipun tak perlu kerja sampai ke luar negeri. Sungguh, kita tak pernah tahu ada dimana posisi diri kita di mata orang lain. Ada yang mengagumi, ada juga yang menghina. Ada yang menjadikan diri kita teladan, ada juga yang menjadikan diri kita saingan. Tak henti kami meminta perlindungan-Mu, ya Allah.
Dari segala yang telah terjadi, kami hanya bisa terus meminta perlindungan dari Allah. Bukan menerka-nerka sesuatu di luar batas kemampuan, melainkan berusaha mengambil hikmah dan menjadikannya pengingat bagi diri. Pengingat untuk senantiasa menyandarkan semuanya pada Allah. Pengingat untuk terus menjaga diri sendiri dan juga ikut menjaga orang lain agar tidak mengalami peristiwa yang sama. Pengingat bahwa dunia hanya tempat sebuah permainan dan bersenda gurau, bukan negeri tempat menetap selamanya. Pengingat untuk menjadikan diri sebagai orang asing atau musafir yang berlalu, sehingga dengan apapun yang telah dan akan dilalui seharusnya tak mempengaruhi apapun kecuali terus melanjutkan perjalanan menuju tujuan. Tujuan yang membutuhkan bekal berupa amalan baik.
Robbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah, wa qinaa ‘adzaaban naar. Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka. (Q.S. Al-Baqarah: 201)
0 notes
siskady · 4 years ago
Text
Perjalanan Sampai di Halaman Pertama Pasporku
Beberapa tahun silam, aku menulis keinginan untuk mengunjungi beberapa negara. Kutulis di pada halaman tumblr, seperti ini. 
“Tiga daerah luar Indonesia yang ingin dikunjungi adalah Mekkah-Arab Saudi, Selandia Baru, dan Spanyol. Impian setiap muslim adalah memenuhi undangan berhaji, lalu ingin melihat indahnya salju pertama di Selandia Baru, juga Spanyol yang sudah menghipnotis minta dikunjungi sejak aku duduk di bangku sekolah menengah pertama.”
Sejak saat itu, salah satu cara yang kulakukan untuk mewujudkannya adalah dengan tidak tergesa-gesa dalam membuat paspor. Tujuannya, agar aku dapat mengendalikan diri sendiri. Namun, rupanya tak hanya untuk diriku saja, melainkan juga dapat mengendalikan orang lain. Ketiadaan pasporku menjadi senjata yang cukup ampuh sebagai jawaban saat ada yang mengajakku berkeliling dunia.
Semisal, saat ada rekan yang berkata, “Ya Singapura atau Thailand bisa masuk budget lah. Biar pernah sekali-kali ke luar negeri.”
Atau saat sahabat lainnya memberi dukungan padaku untuk ikut program beasiswa kursus singkat di Benua Hijau. Dan jawabku selalu sama. Tak ada paspor. Cukup, itu saja. Pernah kukatakan alasan sebenarnya, lalu berujung pada adu argumen yang alot.
***
Aku begitu menikmati pemandangan hamparan gurun pasir dari balik awan tipis dalam perjalananku menuju Jeddah, Kerajaan Arab Saudi. Bangunan-bangunan terihat kecil namun cukup tertata, dan semuanya bercat cokelat sama persis seperti warna pasirnya. Lisan terus mengucap dzikir, bersyukur kepada Allah. Pipi terasa basah oleh air mata, teringat akan semua yang pernah dilalui.
Kilas balik kenangan saat aku masih mengenakan seragam putih abu, yang  kala itu  begitu senang mengerjakan latihan soal untuk masuk perguruan tinggi. Dikerjakan sampai terisi semua jawabannya, kemudian dihapus. Lalu, dikerjakan lagi. Begitu seterusnya, sampai aku menjadi terbiasa. Beruntungnya, dengan latihan ini, aku dapat mengerjakan soal-soal saat ujian masuk yang sesungguhnya dengan lebih cepat dan tepat. Allah mudahkan aku mendapatkan beasiswa untuk kuliah di jurusan akuntansi di Jakarta. Alhamdulillah.
Aku tak tahu mengapa saat itu aku bersikeras untuk kuliah, padahal bapak sudah mewanti-wanti kalau tak ada biayanya. Padahal ilmu akuntansi begitu asing bagiku, dan juga tak menunjang cita-citaku sejak kecil untuk menjadi guru matematika –mata pelajaran kesukaanku–. Tapi, satu hal yang kusadari, bahwa semua ini adalah kehendak Allah. Aku jadi mengenal Islam lebih dalam lagi semasa aku di Jakarta.
Lulus menyandang gelar dan bekerja sebentar di ibukota, kemudian aku memilih pulang ke Bali. Kuniatkan untuk meringankan hisabku dan bapak di akhirat nanti, atas tindakan anak perempuannya yang merantau sendirian tanpa mahram dan dalam kurun waktu yang lama. Sudah tidak ada urgensinya lagi berada di luar kampung halaman. Pikirku, sama-sama mencari uang, kupilih yang lebih aman dan menenangkan.
Pekerjaan pertamaku di Bali masih juga tak menenangkan hati. Meski sudah sebagaimana pun aku menghindar, aku masih saja kedapatan untuk melakukan pencatatan dan perhitungan persediaan khamr di akhir tahun. Astaghfirullah. Hati sungguh tidak merasa rida, rasanya ingin segera lepas dan segera menjauhi larangan-Nya itu. Allah Maha Tahu apa yang ada di dalam hati ini. Tak butuh waktu lama, Allah kembali memudahkan untukku mendapatkan pekerjaan baru. Allah pindahkan aku ke dunia filantropi.
Di tempat yang baru ini, aku bertemu dengan Abie. Ia jauh-jauh datang dari Jakarta untuk bekerja di salah satu yayasan terkemuka di Bali guna memenuhi syarat administrasi kelayakan mengikuti tes beasiswa program ekstensi agar mendapat gelar Bachelor Degree of Prosthetics and Orthotics di Bangkok. Sayangnya, Abie tidak lulus. Namun, siapa nyana, Abie justru mendapatkan tawaran pekerjaan di Kerajaan Arab Saudi. Qadarullah.
Aku dan Abie menjalin dan mengikatkan hubungan kami dalam pernikahan. Namun, setelah menikah, kami tak juga dapat tinggal bersama. Ia tidak dapat begitu saja membawaku tinggal bersamanya. Ia harus mengurus dan lulus ujian sertifikasi terlebih dahulu yang memakan waktu cukup lama. Belum sampai selesai prosesnya, aku mengandung buah hati kami. Lalu, Hamza lahir dan meninggal di usianya yang ketujuh bulan. Wabah COVID-19 yang melanda seluruh dunia pun belum kunjung usai. Rasanya, sulit sekali bagiku menginjakkan tanah di negeri yang didirikan oleh King Abdul al-Aziz dari keluarga Saud ini.
Tapi, Allah Maha Baik. Meskipun aku sudah menanti entah berapa tahun lamanya, tapi dalam waktu yang cukup singkat dan tak terduga, Allah mudahkan semua urusannya. Meskipun sampai saat ini penumpang umum dari Indonesia masih dilarang memasuki wilayah kerajaan ini, tapi atas kehendak-Nya, aku sampai juga di sini. Urusan visa, tiket, perjalanan, karantina, dan semuanya diberikan kelancaran. Allah berikan kemudahan lainnya berupa fasilitas tidak ada campur baur antara laki-laki dan perempuan selama di perjalanan sehingga aku merasa lebih aman dan nyaman. Dalam satu pesawat yang setiap deretnya terdapat sembilan kursi, hanya berisikan 55 penumpang dan beberapa orang awak kabin. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Sungguh, sempurna sekali rencana Allah. Jika Allah sudah berkehendak, maka terjadilah.
"Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Q.S. Ali Imran: 189)
***
Tulisan ini menjadi pengingat bagi diri untuk terus berprasangka baik pada Allah. Tak berhenti untuk percaya bahwa Allah akan mengabulkan doa dan mimpi kita dengan cara terbaik dari-Nya. Senantiasa untuk terus tak lelah dalam menjalani agama ini dengan baik, karena Allah akan memberikan balasan berupa kebaikan juga.
عفوك يا رب
3 notes · View notes
siskady · 4 years ago
Text
Berpikir Kejauhan
Abie pernah mengalami masa dimana ia enggan makan dan minum, tidur menjadi tak nyenyak, dan perasaan hati terus tak menentu. Ia berperilaku demikian setelah gagal memeroleh beasiswa program ekstensi Prosthetics and Orthotics Bachelor Degree di Bangkok, Thailand. Kala itu, aku menghiburnya dengan memberinya sebuah buku, karya A. Fuadi yang berjudul Negeri 5 Menara. Abie menjadi terpincut dengan Pondok Madani yang merupakan latar tempat dalam cerita buku novel tersebut. Ia pun bercita-cita akan menyekolahkan anak-anaknya di sana kelak. Pondok Madani yang dimaksud adalah Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo atau biasa dikenal Pondok Modern Gontor. Tak sedikit juga orang menyebutnya Gontor saja.
Begitulah. Sejak Hamza masih dalam kandungan, aku dan Abie berniat menyekolahkannya di Gontor. Namun, ketika Hamza telah lahir di bulan April 2020, keinginan kami berubah. Tujuannya ialah agar Hamza dapat mengenyam pendidikan di Universitas Islam Madinah Arab Saudi, namun bagaimana mencapai ke arah sana, kami menjadi lebih terbuka untuk menyekolahkannya di Gontor atau Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia.
Pernah Abie menceritakan hal ini pada seseorang. Alih-alih memberikan dukungan, orang tersebut justru memberikan tanggapan jikalau kami terlalu bepikir kejauhan. Sangat disayangkan mendengar hal tersebut dari orang yang kami percaya. “Ah, itu mah mikirnya kejauhan.” katanya santai. “Anaknya kan juga masih kecil, bisa jalan aja dulu.” tambahnya lagi.
Aku percaya bahwa setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, entah dengan cara yang biarlah seperti air mengalir atau dengan cara yang berpikir kejauhan dalam menyiapkan rencananya. Selama tidak melanggar syariat Islam, kita semestinya bisa saling menghargai keputusan masing-masing orang tua dalam pengasuhan anaknya. Saling menasehati dalam kebaikan itu lebih utama, tapi sebaiknya tak perlu sampai meremehkan kemauan baik para orang tua.
Bagiku, memiliki tujuan pendidikan untuk anak setidaknya sudah membantuku dalam pengasuhannya, terutama dalam pendidikan agama. Aku tinggal di daerah yang orang-orangnya bukan mayoritas pemeluk agama Islam. Tidak mudah mencari sekolah yang memiliki pendidikan agama Islam yang baik dan unggul. Kalaupun ada, biayanya tidak murah. Jadi, menurutku sangatlah wajar jika aku mencoba untuk bersiap, baik secara finansial, pendidikan dasar, dan juga mental si anak.
Memang, rezeki sudah diatur oleh Allah Yang Maha Pemberi, tapi memiliki niat dan menunjukkan kesungguhan untuk mendapatkan yang baik juga tidak apa bukan? Pun aku dan Abie juga tidak serta merta memaksakan ini semua bila ternyata di luar batas kemampuan anak. Tapi, satu hal yang pasti, kami ingin memberikan bekal padanya berupa ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya.
Qadarullah, rezeki Hamza di dunia telah habis pada saat usianya menginjak tujuh bulan. Putuslah juga jalan untuk mewujudkan keinginan kami. Bahkan, bisa jadi ini menjadi pembenaran bagi orang yang mengatakan bahwa kami berpikir kejauhan.
Tapi, percayalah. Pikiran yang kejauhan ini membantuku dan Abie mengikhlaskan kepulangan Hamza ke sisi Allah, meskipun pada awalnya terasa berat. Kami senang pernah mengusahakan yang terbaik untuk anak kami, meskipun masih dalam sebatas pikiran. Terlebih lagi, dengan pikiran yang kejauhan ini membuat kami yakin untuk bahagia. Bahwa anak kami, Hamza, ada dalam penjagaan Allah Yang Maha Baik. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari mengetahui buah hati kesayangan kelak ada di tempat terbaik, surga-Nya Allah. Dan siapa nyana, tujuan kami agar Hamza mendapatkan kebaikan bagi kehidupannya di dunia dan di akhirat dikabulkan. Alhamdulillah.
0 notes
siskady · 4 years ago
Text
Abdullah Mumtaz Elhamza
“Siska, anakmu sudah lahir. Siapa namanya?” tanya dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang saat itu membantu persalinanku di meja operasi.
“Abdullah, dok. Namanya Abdullah.” jawabku lantang meskipun mataku rasanya masih remang-remang melihat sekeliling.
Aku dan Abie memang sudah menyiapkan nama untuk putra kami sejak ia masih dalam kandungan. Kami memberikan nama yang baik sebagai bentuk usaha kami memenuhi kewajiban sebagai orang tua atas hak anak kami. Ialah putra kami bernama Abdullah Mumtaz Elhamza.
Abdullah, yang berarti Hamba Allah, menunjukkan penghambaan murni hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kami menamakannya Abdullah karena mengikuti anjuran Rasulullah ﷺ dan menginginkan kebaikan-kebaikan dalam diri putra kami sesuai namanya. Nama Abdullah mengandung sifat penghambaan dalam ibadah dan ini hanya ada kaitannya antara Allah dan hamba.
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya nama kalian yang paling dicintai di sisi Allah adalah ‘Abdullah dan ‘Abdurrahman.” (HR. Muslim no. 2132)
Mumtaz diambil dari kosakata Bahasa Arab, yang berarti excellent dalam Bahasa Inggris. Aku dan Abie kesulitan menjelaskan makna katanya yang cocok dalam bahasa Indonesia. Terkadang, jika ada orang yang bertanya, kami sesekali menjawabnya bahwa mumtaz berarti luar biasa, atau sesekali menjawabnya istimewa. Atau pernah juga kami menjawabnya unggul. Tapi seringnya, kami memberitahukan orang-orang tentang arti yang kedua, yaitu istimewa.
Elhamza, yang pada mulanya kami ingin menamakannya al-Hamza. Namun, dengan beberapa pertimbangan, kami akhirnya menggunakan kata Elhamza sebagai namanya. Elhamza diambil dari nama sahabat Rasulullah ﷺ, Hamza radhiyallahu ‘anhu, yang diberi julukan Asadullah (Singa Allah). Kami berharap, Hamza-anak kami, dapat memiliki semangat dan keberanian dalam menegakkan agama Allah seperti Hamza radhiyallahu ‘anhu.
Setiap pagi hari, baik saat memberikan pijatan lembut atau memandikan Hamza, aku memberitahukan apa makna dari namanya. Lalu, kusisipkan juga doa-doa baik untuknya. Agar ia menjadi anak yang saleh, terus berada di jalan Allah dan mati syahid.
Dan Maha Benar Allah. Kini, aku sadar bahwa Allah menjawab doa-doaku, meski dengan cara yang tak pernah kusangka. Hamza meninggal karena masalah pencernaan (perut) sejak ia lahir, yang insyaa Allah matinya dihukumi pahala syahid. Hamza meninggal sebelum ia baligh, Allah berikan surga untuknya.
Segala puji bagi-Mu, ya Allah, Tuhan semesta alam. Inna lillahi wa inna ilahi rooji’un. Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali.
13 April 2021. Tepat setahun dari hari kelahiran Hamza. Dan 131 hari yang lalu ia dikebumikan.
2 notes · View notes
siskady · 4 years ago
Text
Harga Kambing Mahal
“Sekarang harga kambing itu mahal.”
“Ga ah, siapa bilang?. Mau cari yang murah ada, yang mahalan juga ada.”
“Iya kok. Harga kambing itu memang benar mahal. Bahkan, lebih mahal dari mobil.”
“Ah, kamu ada-ada saja.”
“Loh benar kan? Buktinya, lebih banyak orang yang mampu beli mobil, dicicil setiap bulan. Tapi, ga mampu beli kambing untuk qurban yang setahun sekali.”
0 notes
siskady · 4 years ago
Text
Siapa Yang Gila?
Zaman sekarang, membeli barang dengan cara tidak tunai itu dianggap biasa saja. Bahkan, banyak yang memaklumi orang yang terlibat transaksi utang-piutang dan jual-beli yang ada unsur riba didalamnya. Alasannya, kalau tidak utang dan cicil, mana bisa punya ini dan itu. 
Sedangkan, kami yang berusaha menabung lalu membeli sesuatu dengan cara tunai, terkadang dilabeli bodoh. Sudah mendapat cap bodoh, masih juga menjadi tempat yang dimintai. “Kan ga punya tanggungan, berarti uangnya ngumpul dong,” begitu katanya.
Teringat dengan perkataan seorang teman padaku. “Sis, kowe eling ra? Dosen kita, Pak Lucky, pernah ngomong. Kowe nganggo klambi masuk ke lingkungan wong-wong sing wuda, terus sing dipikir gendeng sopo? Yo, kowe. Kamu yang berpakaian lalu masuk ke lingkungan orang-orang yang bertelanjang, siapakah yang dianggap gila? Ya kamu.”
“Padahal, wong sing nganggo klambi ki sing menutup aurat. Sing berlaku baik, tapi tetep dipikir wong gendeng. Padahal, orang yang berpakaian itu yang menutup aurat. Yang berperilaku baik, tapi tetap dianggap seperti orang gila.” tambahnya lagi.
0 notes
siskady · 4 years ago
Text
Rindu Masjid
Satu hari Jumat di bulan Juni 2020, ibu-ibu di sekitaran rumah kecewa karena pedagang sayur keliling tak kunjung datang. Esok harinya, saat ia sudah kembali berjualan, ia pun dicerca dengan banyak pertanyaan. Ia hanya menjawab, “Maaf, ibu-ibu. Kemarin Jumat-an pertama di masjid dekat rumah. Akhirnya masjid dibuka, setelah sekian lama ditutup karena virus corona. Saya mau dapat saf yang paling depan.”
Teringat dengan Mas Abie yang kala itu juga rindu pada masjid. Belum sampai tiga hari Saudi memberlakukan lockdown dan melarang shalat jemaah di masjid, ia sering berkata, “Aku tuh ga pengen kemana-mana, aku cuma kangen shalat di masjid aja.”
Begitu juga dengan Bapak. Meskipun tidak secara langsung ia mengatakannya, tapi terlihat jelas bahwa ia merindukan shalat dan menghadiri kajian di masjid. Bapak masih tetap shalat jemaah di masjid saat awal dimulai ada pelarangan shalat jemaah di masjid untuk mencegah penyebaran virus corona. Namun, tidak lagi sejak masjid benar-benar ditutup karena diminta oleh pihak desa. Aku sering mendengar bapak bertanya-tanya ketika melihat seseorang melewati depan rumah kami dengan mengenakan pakaian koko dan peci di saat jam-jam shalat. Tanyanya, “Apa Musala Al-Falah sudah buka?”
Alhamdulillah, Allah memberikan nikmat berupa orang-orang yang baik nan saleh di sekelilingku. Ketika banyak orang yang merindukan pergi jalan-jalan ke tempat hiburan dan ingin berlibur karena wabah virus corona ini, keluarga dan orang-orang di sekitarku justru merindukan masjid, rumah Allah. Semoga Allah memuliakan mereka dan siapa saja yang memakmurkan masjid.
0 notes
siskady · 5 years ago
Text
Barakallah
Teringat mamak yang setiap aku salim padanya saat hendak pergi ke luar rumah, ia mengatakan, “Barakallah.”
0 notes
siskady · 5 years ago
Text
Orang Tua Pun Harus Saleh
“Sejak dia kecil, saya itu sudah doakan supaya dia jadi orang baik. Tapi kok ketika sudah besar, dia jadi seperti ini,” kata seorang bapak.
Sudah beberapa kali, bapak itu berkata hal yang sama. Ia begitu kecewa pada anak laki-laki sulungnya yang tumbuh tak seperti harapannya. Dengan usaha beliau seperti menyekolahkan anaknya ke sekolah muslim dan memasukkannya ke Taman Pendidikan Alqur’an terbaik agar salah satu angannya terpenuhi, ialah si anak menjadi pemuka agama. Alih-alih demikian, si anak justru berpindah keyakinan menjadi bukan muslim lagi. Naudzubillahi min dzalik.
“Dulu itu saya sudah bilang untuk cari gadis lulusan pondok saja, pasti kan mengerti agama. Kalau bisa yang anaknya pak ustadz sekalian. Tapi, ternyata dia malah memilih perempuan itu,” tambah si bapak itu.
“Yah, doakan saja. Terus diberitahu kalau yang dia lakukan itu salah,” begitu jawab orang-orang yang mendengar cerita si bapak.
***
Dalam batinku pun bertanya mengapa doa baik si bapak untuk anaknya tidak dikabulkan oleh Allah. Bukankah doa orang tua itu begitu mustajab? Begitu istimewa karena memiliki keajaiban mudah diijabah.
Dari Abu Hurairah radiallahu anhu, Nabi ﷺ bersabda, “Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Abu Daud no. 1536)
Orang tua tentunya menginginkan yang terbaik untuk anaknya, apapun dilakukan baik melalui usaha maupun doa. Namun, jika anak terjerumus pada kenakalan atau menjadi tak sesuai harapan, orang tua perlu kembali melihat dan merenungkan kembali apa yang telah diperbuatnya selama ini. Karena terlepas sebagai orang tua yang juga hanya manusia biasa, perlu diingat lagi bahwa ada hal-hal yang menghalangi terkabulnya doa.
Penyebab utama doa baik orang tua untuk anaknya tak kunjung dikabulkan adalah jauhnya dari ajaran agama. Karena orang tua yang tak paham agama, tentunya akan berdampak pada amalan sehari-hari, yaitu jeleknya amalan. Kurangnya pemahaman agama juga menyebabkan seseorang berbuat maksiat, entah sadar ataupun tidak. Sedari kecil, anak memiliki kebiasaan mencontoh. Jika orang tua tak dapat mencontohkan amalan saleh dan mentoleransi adanya perbuatan maksiat, tidak menutup kemungkinan si anak juga akan demikian nantinya. Semisal, anak yang terlibat dengan riba mungkin karena terbiasa melihat orang tuanya yang tak mempermasalahkan transaksi riba yang haram, sehingga menganggap bahwa riba dibolehkan. Termasuk juga, mencontohkan kebiasaan adat, tradisi, dan budaya turun-temurun yang tidak sesuai ajaran Islam, yang mana secara tidak langsung memberikan pemahaman pada anak bahwa ia juga harus melakukan amalan itu kelak.
“Tidaklah seseorang muslim memanjatkan doa pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: (1) Allah akan segera mengabulkan doanya, (2) Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan (3) Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdoa.” Nabi ﷺ lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan doa-doa kalian.” (HR. Ahmad 3/18)
Kurangnya pemahaman dalam agama juga dapat membuat orang tua menjadi salah dalam memenuhi kewajibannya, seperti memberi nafkah dengan jalan atau barang haram pada anaknya. Jalan yang haram seperti mendapatkan uang karena berbohong, berdagang dengan mengurangi timbangan, terlibat di dunia ribawi, mencuri –termasuk korupsi–, dan perbuatan tercela lainnya. Sedangkan, barang yang haram adalah seperti bangkai, daging babi, darah, khamr, dan yang terkadang sering terlewatkan ialah daging hewan yang tidak disembelih atas nama Allah. Atau bahkan yang tak kasat mata, seperti korsvet pada kue pastel, juga rum pada kue black forest. Silakan baca tulisan Kembali Peduli pada Isi Perut di sini, agar kita benar-benar memerhatikan apa saja yang masuk ke dalam perut
Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada Rasul-Nya. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rejeki yang baik-baik yang telah kami rejekikan kepadamu.’” Kemudian Nabi ﷺ menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai, dan bedebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah memperkenankan doanya?” (HR. Muslim no. 1015)
Kesalahan lain yang biasa diabaikan oleh orang tua adalah menyerahkan segala pengajaran agama pada guru, baik guru di sekolah maupun guru mengaji. Padahal si anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama orang tua –terutama ibunya– dibandingkan dengan gurunya. Itulah mengapa disebutkan bahwa Al-Ummu madrasah Al-ula (ibu adalah sekolah pertama) bagi kehidupan setiap insan. Maka, sangat penting bagi orang tua untuk terus belajar dan menambah ilmunya, agar dapat memberikan pengajaran yang baik kepada anaknya. Dengan begitu, orang tua menunjukkan sikap tawakkal kepada Allah yang sebenarnya. Karena tawakkal bukanlah hanya pasrah saja.
Oleh karena itu, jika ingin anak menjadi saleh, maka ayah dan ibunya pun harus menjadi saleh terlebih dahulu. Agar dapat memberikan contoh yang baik dan dapat mengingatkan pada kebaikan. Agar dapat membimbing anak dan menjauhkannya dengan lingkungan dan teman yang buruk. Orang tua perlu lebih banyak muhasabah dan introspeksi diri lagi jika menemui kenakalan pada anaknya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan hidayah dan taufik-Nya kepada para orang tua, dan memberikan anak yang saleh yang dapat menjadi amal jariyah bagi keduanya.
3 notes · View notes
siskady · 5 years ago
Text
Anak Saleh
Satu cerita dari Abie melalui panggilan video saat aku masih mengandung Hamza, ialah mengenai percakapannya dengan Miss Islam, salah satu rekan kerjanya.
“Bagaimana kandungan istrimu?”
“Alhamdulillah sehat. Doakan supaya anak yang dilahirkan nanti menjadi anak yang saleh ya.”
“No, Abie. Kamu itu orang tuanya, doamu untuk anakmu-lah yang terpenting. Kamulah nanti yang membuat anak itu menjadi saleh, itulah tugasmu.”
***
Semoga kita tak melewatkan tanggung jawab sebagai orang tua agar anak-cucu keturunan kita menjadi saleh. Bismillah.
0 notes