#(l. // mercury's bazaar.)
Explore tagged Tumblr posts
Text
&&: @etienneulven Location: Mercury's Bazaar Notes: have you ever had a nightmare about running into your one-night stand at the farmer's market?
The streets of the spice market were bright, bustling and disorientingly loud. There was a perpetual cloud of incense cast over the streets, lulling the shoppers into dropping tens of gold pieces on pinches of salts from far-off lands. The infernal steered well clear of the salt basins. It was always the fresh herbs that Neven gravitated to first, as he found fresh oils worked the best for his brews. The basket at his hip was already burdened with fresh stock. Burdock root for fever, white willow to mute the pain, widow root as antiseptic and Sinarian mint just because he enjoyed the smell of it. The Iskaran crushed a leaf of it between his fingers, inhaling the sharp note on the air when he spied a familiar face passing through the market. His hair and gait were unmistakable, but the streak of white fur trailing after him confirmed it. A smile spread uncontrollably in wake of his excitement.
“Etienne!” Neven called after the figure. Fumbling through his pockets with his free hand, the alchemist hurriedly tossed a few gold to the stall’s owner, overpaying with insistence that he’d promptly return the basket.
In the sepia shade of a vendor’s tarp, the cubi finally caught up.
“So you did make it here in one piece. I was getting worried.” Neven panted, trying to hide just how winded he was by his chase through the market. After a brief examination of his past acquaintence’s exposed skin for any obvious wear or injury, Neven’s hooded gaze flicked comfortably between Etienne’s eyes and lips. “City life looks good on you.” He complimented, his voice soft as sage, as warm as cinnamon.
1 note
·
View note
Text
REUSE, REDUCE, RECYCLE....latihan jadi pemulung
The Environmental Protection Agency reports the United States produces approximately 220 million tons of garbage each year. This is equivalent to burying more than 82,000 football fields six feet deep in compacted garbage. There are no statistics readily available for the entire planet. Each American makes about 4 pounds of garbage daily. If the rest of the world produced as much as Americans, there would be about 10 MILLION tons daily, or 4 TRILLION tons yearly. Enough to cover Texas twice. This also fills enough trucks to form a line to the moon. (wikianswer.com)
Seandainya sampah-sampah itu bisa jadi duit….hmm tapi ditangan pemulung, sampah memang akan menjadi uang. Sejak shubuh mereka sudah berkelana dari satu bak sampah ke bak sampah lain. Mereka berlomba dulu-duluan berburu sampah dengan tukang sampah yang memang dibayar untuk ‘mengosongkan’ bak sampah di setiap rumah baik di komplek elit, setengah elit sampai perumahan campuran….asalkan yang punya sampah udah bayar retribusi. Kalau belum bayar, sampai itu sampah menggunung, juga gak bakalan diangkut. Berterimakasihlah pada pasukan berani (tahan) bau yang mengurus sampah kita….gak kebayang kalau mereka tiba-tiba mogok kerja.
Selama di Jepang, peraturan mengharuskan aku berbuat ‘lebih banyak dan aktif’ dibanding di kampung halamanku, Indonesia tercinta. Saat pertama menerima kunci kamar asrama, bagian administrasi kampus juga memberiku satu bendel kertas ‘manual’ berisi how to…how to…yang Alhamdulillah bilingual….hehe…kalau huruf keriting semua bakalan langsung jadi sampah pertamaku tuh. Lha iya…buat apa ? Kalau dibaliknya masih kosong masih bisa dipakai untuk oret-oretan, atau untuk ngeprint di lab.
Setelah kubaca sepintas Student Dormitory Leaflet, aku manggut-manggut, gak ada satu celahpun yang terlewat dari si pembuat peraturan, sehingga hak bagi satu penghuni dibatasi oleh kewajiban buat penghuni lain. Contohnya, “Do not make excessive noise (musical instruments, stereo, TV) that disturbs neighbors as walls are not soundproofed”. Atau, “Keep the common spaces neat so that everyone can use them comfortably. Common space is maintained using your facility fees. Please try to conserve water and electricity”
Dari sebegitu banyak tata cara yang paling memerlukan perhatian khusus adalah GARBAGE COLLECTION. Kampusku terletak di kota Ikoma, sedangkan Nara merupakan Perfecture (kalo ga salah…^_^ …..I’m not a good citizen, maklum deh I’m only an alien). Mak dar it….hehe..maka dari itu, pemerintah kota Ikoma membuat peraturan supaya semua warganya sebelum membuang sampah harus memilah-milahnya terlebih dulu. Kategori sampah terdiri atas BURNABLE dan NON-BURNABLE. Sampah bekas/sisa masak, tisu, plastic bungkus makanan, kotak kemasan susu cair, juice, itu tergolong burnable. Kotak bekas susu, juice, snack sebelum dimasukkan ke trash bag harus dikempiskan dulu, mungkin supaya tidak voluminous. Trash bag bisa berupa kantung sampah besar untuk buang sampah, bisa juga istilah kita tas kresek bekas belanja, asalkan bening (transparan) …di sini gak ada tas kresek hitam. Ada kresek yang tidak transparan, biasanya berwarna biru muda atau abu-abu, dipakai kalau kita membeli pembalut atau pantyline di mal atau convenience store. Oleh kasirnya langsung perabotan cewek itu dimasukkan ke kantung plastik semacam itu. Jadi ingat waktu SMP jaman baru puber kalau harus beli pembalut sendiri ke toko rasanya malu banget sama orang karena keliatan meskipun di dalam tas kresek yang bening. Trash bag harus transparan mungkin supaya petugas kolektor sampah langsung bisa lihat kalau-kalau ada sampah yang salah kapling.
Selain Burnable dan Non-burnable ada kategori RECYCLABLE WASTE, terbagi menjadi bottles and cans dan PET bottles. Bottles and cans termasuk kaleng bir, soft drink dari aluminium, kaleng makanan kemasan, semua harus harus dibilas dengan air tanpa sabun, kecuali botol bekas kosmetik dan spray cans.
Khusus sampah berupa botol plastic PET (Polyethylene terephthalate) bekas minuman soft drink, teh, juice, sebelum dibuang dibilas dulu; label dan tutupnya dimasukkan ke sampah burnable. Ternyata setelah tanya sama Profesor Google, di tempat pengolahan limbah plastik di Amrik sana, botol PET disortir dari barang lain, termasuk logam, beling, drink carton, plastik yang lebih rigid lagi seperti PVC ( Polyvinyl chloride, bahan untuk pipa, orang Indonesia bilangnya pipa paralon, padahal Pralon kan nama merek), HDPE, polypropylene. Juga harus dipisah dari plastik yang lebih tipis dan lentur seperti plastik untuk kresek (terbuat dari low density polyethylene). Botol PET ini nanti akan dipress menjadi balok-balok untuk disetor ke perusahaan recycle. Perusahaan recycle selanjutnya akan mencacah botol PET menjadi serpihan kecil disebut “PET flakes”, bukan corn flakes ya…Serpihan kecil ini masih mengandung sisa label kertas atau plastik dan plastic caps (tutup botol). Tutup botol akan dibuang melalui proses lain. Nah sepertinya pemerintah kota Ikoma sudah mengantisipasi atau mungkin diminta oleh perusahaan recycle, supaya tidak harus membeli alat khusus untuk membuang tutup botol, maka kami sebagai penghasil sampah tangan pertama diharuskan untuk memisahkan tutup dengan botolnya, juga mengelotok labelnya. Karena agak berbeda dengan di luar Nara, kulihat di tempat sampah rata-rata botol masih lengkap dengan tutup dan labelnya. Tetapi standar tempat sampah di Jepang (di Singapore juga) selalu ada tiga kompartemen berlainan warna dan gambar. Satu untuk kaleng bekas minuman, satu untuk botol PET, dan satu untuk yang selain itu.
Untuk membuang minyak bekas menggoreng (jelantah), kita tidak boleh menuang begitu saja ke sembarang tempat apalagi ke sink bak cuci piring. Terlebih di Jepang yang hampir seluruh rumah berupa bangunan flat bertingkat, sehingga sistem pipa sangat penting perawatannya. Ada yang mampet sedikit saja pasti bakalan jadi bencana buat semua penghuni di satu blok gedung. Jadi minyak harus diserap dengan kertas koran atau kertas apa saja, malah ada semacam spons khusus yang dijual di toko 100 yen. Setelah semua minyak terserap baru kertas atau spons itu dimasukkan ke sampah burnable. Buat aku yang males ribet, yah selama di Jepang acara goreng menggoreng dibatasi hingga level terendah…kecuali kalau lagi kangen makan teri sambel….ya mau gak mau kudu harus nggoreng. Lagian makanan tumis-tumis, kuku-kukus, kuah-kuah lebih sehat dari pada deep frying food toh…? Hehehe…nge-les aje…ntar balik ke Indo gorengan lagi dweh…
Sampai dimana tadi ? Oh iya itu tadi baru 2 kategori umum. Dua kategori itu masih dibagi lagi; ada BURNABLE WASTE berupa botol plastic bekas kosmetik, paper cups, sandal jepit, barang-barang terbuat dari kulit, sepatu olah raga, barang-barang dari karet, CD, kaset. Barang-barang seperti ini akan diambil 2x dalam seminggu. Sampah lain lagi seperti furniture, electric carpets (untuk musim dingin), kasur, selimut, box/lemari plastic, pot bunga, koper (suitcase), ski boots, helm, mainan anak, masuk kategori BURNABLE BULKY WASTE. Sampah seperti ini diambil (frequency of collection) nya 3x dalam setahun. Yang termasuk UNBURNABLE WASTE berupa sepeda, sepeda motor (lebih dari 50 cc..hihi…gile, buang kok barang ginian), payung, panci, ceret, kompor, jam, vacuum cleaner, radio kaset recorder, kipas angin, heater (pokoknya semua home electric appliances), barang-barang keramik, diambil sekali sebulan. Ditambahi keterangan di manual-nya : weight cannot exceed that carried by two people; Request the store at which you bought these goods to take them back. Mungkin karena itu orang Jepang punya kebiasaan menjual kembali barangnya sebelum rusak tapi sudah bosan memakainya. Hampir setiap sebulan sekali mereka mengadakan bazaar semacam garage sale yang pesertanya adalah orang-orang yang ingin ‘membuang’ barangnya, mungkin mau beli barang baru tapi supaya rumahnya gak penuh, barang lama harus dihabisin dulu. Bagi si pembuang sudah tidak berguna tapi pasti masih berguna untuk orang lain. Menurut cerita teman-teman, kadang bisa dapat rice cooker, heater, bahkan laptop yang dibuang oleh pemiliknya di tempat pembungan sampah kampus...^_*
Kategori terakhir adalah HARMFUL AND DANGEROUS WASTE yaitu mercury batteries, dry battery, clinical thermometer, cermin, fluorescent lamp. Barang-barang ini harus dimasukkan ke dalam red bags khusus katanya. Akan dikumpulkan atau diambil 4x dalam setahun di bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
Di lab juga berlaku peraturan yang sama. Di setiap lorong bench kerja tersedia 3 macam bak sampah plastic yang diberi tiga macam trash bag, warna hitam untuk limbah plastic seperti tip pipet, cling wrap, rubber gloves ataupun sarung tangan plastic, botol bekas bahan kimia, weighing boat (plastic untuk menimbang zat kimia), pokoke yang judulnya plastic. Lalu trash bag warna biru untuk limbah kertas, seperti tisu, paper towel, kotak kertas bekas wadah plastic gulung, kotak kemasan bahan kimia. Trash bag bening untuk sampah domestic bekas wadah makanan; di labku tiap student dapat bench untuk laboratory work dan bench computer. Biasanya sambil browsing atau ngetik mereka bisa sambil ngemil atau makan siang, gak tau tuh di labku gak strict tidak boleh makan dan minum, padahal yang namanya lab pasti ada racunnya yang kadang gak tercium, gak terlihat…tapi di setiap sink tersedia sabun cuci tangan. Jadi limbah bekas bungkus roti, snack, beda dengan limbah eksperimen.
Untuk satu lab disediakan wadah tempat limbah aluminium foil, limbah kaca/beling (tulisan katakana-nya garasu)…sempet bingung apaan siiih…garasu, garasi…ternyata asalnya dari “glass” hayah…gak bisa bilang L dan gak bisa nyebut huruf mati di ujung…
Ada lagi limbah yang berbahaya yaitu limbah gel agar bekas elektroforesis, karena gel ini menggunakan pewarna khusus untuk DNA yang disebut ethidium bromide, zat karsinogenik dan mutagenic. Gak tau tuh kapan tumpukan gel dibuangnya karena tiap kali aku buang gel masih banyak aja dalam wadahnya. Kalau tiap orang di lab dalam sehari buang gel rata-rata 160 ml aja, widiiih…ngeri deh.
Limbah lain adalah limbah kultur ataupun kontaminan bakteri, cendawan, penanganannya harus mengikuti peraturan / SOP yang berlaku universal bagi lab pengguna mikroba sebagai objek riset. Jika sudah tidak dipakai atau akan dibuang harus dimusnahkan dalam autoklaf dengan suhu dan tekanan tertentu (seperti panci tekan). Istilah ku dan teman-teman di labku di Indonesia di-killing. “Killing me hot-ly”…bukan softly….jadi inget lagu jadul
Kami di Indonesia sering saling ledek…wah kok keseringan killing dari pada kultur…hahaha..artinya kulturnya lebih sering terkena kontaminasi. Yang ditanam sel daun, yang tumbuh subur malah cendawan….yang dikultur cendawan malah yang nongol bakteri…cape deeeh. Berarti bumi Indonesia itu kaya,…bahkan di udara aja bertebaran keanekaragaman hayati berupa ribuan jenis spora mikroba. Tinggal pilih aja media yang sesuai…tunggu 2 hari…nongol deh mereka…trus dipanen….
Jadwal pengambilan sampah pun ada ketentuannya. Yang jelas hari minggu dan libur nasional tidak akan ada pengambilan sampah. Jadi ya kalau hari sabtu lupa buang sampah, you have to keep your garbage in your room until the next collection day. Sampah burnable diambil tiap hari rabu dan sabtu. Sampah botol PET tiap hari senin minggu kedua, sampah kaleng tiap senin pertama dan ketiga.
Di lab ternyata juga ada pembagian hari buang sampah. Labku jadwal buang sampah dan bersih-bersih lab adalah tiap jumat jam 13. Awalnya aku gak diberitahu, tapi ya ikut aja. Semua student dan asisten professor ikutan kerja. Cuma Yokota Sensei dan Akashi Sensei aja yang gak ikutan. Ada yang nyapu, ngepel, mengosongkan bak sampah lalu mengumpulkannya dan menggunakan trolley mereka bergantian membawanya ke luar gedung untuk dikumpulkan di container sampah khusus gedung BIO. Setiap gedung punya sendiri-sendiri kayanya. Di setiap dormitory juga ada bangunan khusus untuk buang sampah.
Oh ya aku teringat salah satu kebijakan salah satu hotel di Kobe, saat aku diajak ketemuan dengan teman kuliahku dulu. Dia sedang mengikuti workshop di Kobe selama seminggu. Jadi setiap pagi bagian housekeeping hotel menyediakan kertas yang mencantumkan option apakah kita meminta seprai, sarung bantal, selimut, handuk, hand towel, diganti hari itu, ataukah diganti 2 hari sekali. Jika kita tidak meminta untuk mengganti, tetapi hanya merapihkan saja, maka sebagai apresiasi, pihak management hotel akan memberikan reward berupa air mineral gratis sebanyak jumlah item yang tidak diganti. Dari prinsip ekologi dan penghematan energi jelas, jika belum terlalu kotor, buat apa dicuci karena dengan begitu akan menghemat air, sabun cuci, dan listrik untuk laundry.
Wahai teman, jika pembuat peraturan dan pelaksana peraturan mau bekerja sama, sebuah sistem akan berjalan tertib dan semua akan merasakan hasilnya. Dan jangan pernah menjadi penganut jargon “peraturan dibuat kan untuk dilanggar…”
November 6, 2010
0 notes