Tumgik
#Apa doa untuk mempercantik wajah?
indahauliasriutami · 1 year
Text
Hal yang Tak Kau Pesan Lewat DOA #6
“Saat kita ingin memulai sesuatu, berdoalah kepada Sang Maha Kuasa agar diberi kemudahan dan keberkahan. Jika tak bertumpu pada pertolonganNYA, akan terasa berat untuk dijalani”
Arisan keluarga di rumah Re tampak Riuh. Hampir seluruh keluarga besar dari Mama Re berkumpul di ruang tengah. Keluarga dari Mama Re sering bertemu, entah untuk arisan keluarga ataupun jalan-jalan. Arisan kali ini, bukan sekedar acara kumpul keluarga semata tapi ada arisan uang yang jumlahnya disepakati bersama. Tampak dua orang tante Re yang bercengkrama membahas topik tentang fashion terbaru, suami dari salah satu teman tantenya yang tertangkap tangan oleh KPK hingga membicarakan kebanyakan artis yang melakukan sedot lemak untuk mempercantik diri.
Aku masih tertidur malas diatas sofa sambil mencuri dengar yang dibicarakan oleh orang-orang sekitar. Jika diperhatikan keluarga ini memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Jika ditilik dengan lebih jeli, kecenderungan keluarga ini suka mengusik kehidupan orang lain sekalipun keluarganya sendiri. Tante maya sering menjadi bulan-bulanan di keluarga ini. Penampilan Tante Maya yang sederhana dan jauh dari definisi cantik keluarga ini membuat Ia menerima judgment  dan dibandingkan hidupnya dengan orang lain.
Aku belum melihat tante Maya, Istri dari adik Mamanya Re. Ia memang sering datang terlambat jika ada di acara kumpul begini, mungkin alasannya karena tidak mau berlama-lama di tempat yang membuatnya tidak nyaman. Aku sering menangkap raut wajah gelisah dan ingin kabur setiap tante maya berinteraksi dengan keluarga besar Mama Re.
Saat menikmati suasana nyaman di sofa dan hiruk pikuk arisan ini, seseorang memegang kakiku. Aku menggeram dan langsung melihat siapa pelakunya karena merasa diriku akan dijebak atau disakiti. Buluku berdiri dan menggerakkan telinga untuk memberi sinyal agar pelaku yang mengganguku mundur. Stevi bocah 5 tahun yang sering mengganguku itu cengengesan dengan wajah polosnya. “ Hey Bidu” sapanya menyebalkan. Dia anak tante Rina salah satu tante Re yang sedang asyik membicarakan aib saudaranya sendiri. Ku lirik Stevi males dan langsung ngacir tanpa menghiraukannya.
Beberapa saat setelah itu tante Maya datang bersama suaminya, adik mama Re. Hampir semua orang menatap kurang hormat terhadap keluarga itu. Tapi yang menarik perhatian, bocah yang menggangguku tadi sangat bersemangat minta dipangku oleh Tante Maya. Stevi seperti sangat di sayang tante maya, apalagi tante maya dengan ringannya membersihkan ingus Stevi.
Saking asyiknya memperhatikan interaksi keluarga ini, aku melupakan dimana keberadaan Re. Aku berjalan mencarinya. “Aduh” aku kaget saat stevi menarik ekorku, kutatap dia dengan tatapan marah, bocah itu tersenyum sambil memberikan pudding kepadaku. Aku melengos, mana ada kucing memakan pudding mangga.
“Hallo Stevi” Sapa Re yang baru muncul dari taman belakang. Sepertinya Re habis me-recharge dirinya karena merasa capek ketika bertemu banyak orang.
“Kakak Re” jawab Stevi bersemangat “Kak, kenapa Bidu ga pernah mau main denggan Tepi sih kak?” ucapnya sambil menunjukku. “Ayo kenalan lagi dari awal dengan Bidu” Ucap Re tersenyum lalu kemudian memangkuku ketika aku berkeliling di sekitar area kaki Re. “Bidu akan mau diajak main kalau Stevi jadi anak baik dan menunjukkan rasa sayang sama Bidu” Re membelaiku di punggung dengan baik “Rasa sayang seperti ini” lanjutnya. “Dulu Bidu juga awalnya gamau main sama kakak, tapi kakak coba dekati Bidu terus dan akhirnya bisa dekat seperti sekarang” Stevi menganguk-angguk seperti paham apa yang disampaikan oleh Re.
Aku mendengar Mama Re memanggilnya karena salah satu tante Re yang bernama Irma pamit untuk pulang lebih awal. “Ayo Stevi kita kesana dulu, tante Irma mau pamit pulang” Ucap Re sambil menggendongku dan membimbing Stevi menuju ruang tengah.
“Tante pamit ya Re, jangan lupa apa yang tante sampaikan tadi, dietnya harus lebih ketat lagi” ucap tante Irma saat kami menghampirinya. Re merespon dengan mengangguk dan tersenyum.”
“Jangan senyum-senyum aja jawabnya Re, jangan sampai calon suamimu berpaling karena takut dengan tubuhmu yang (tante Irma membuat gerakkan kedua tangan melingkar) dan tubuh tak proporsional” Ucap tante Re yang membuat Re malu berkali-kali lipat.
“Re sedang berproses tante, mohon doanya saja untuk Re lebih sehat” jawab Re akhirnya. Setelah Tante Irma pamit aku dan Re duduk di sofa di samping tante Maya dan Stevi memilih untuk duduk di pangkuan Tante Maya.
“Tante dapat info dari Om kamu akhir-akhir ini sering sakit ya Re, kamu jaga kesehatan sayang, lagi banyak yang dipikirkan ya?” Tanya tante Maya pada Re setelah beberapa menit mereka berbincang tentang berbagai hal.
“Entahlah tante, aku merasa seperti bukan pemilik tubuh ini” jawab Re lirih.
“Maafkan tante kalau lancang bertanya, apakah ini soal diet yang membuatmu sakit ?”
“Aku sudah olah raga tante, aku mati—matian berolah raga untuk menghilangkan lemak di tubuhku. Sejujurnya berat badanku turun, hanya saja orang-orang masih melihatku bertubuh besar. Tante juga melihatku merasa gendut kan?” Ucap Re karena merasa Tante Maya bisa menjadi orang yang bisa mendengar keluh kesahnya. Tante Maya hanya tersenyum meneduhkan untuk memancing Re bercerita lebih lanjut.
“Aku masih merasa bersalah dengan semua kebiasaan baru untuk menurunkan berat badanku tan, Olah raga menjadi sesuatu yang mengerikan bagiku. Aku terpaksa berolah raga. Semua tak bisa aku nikmati karena rasanya hidup ini seperti hukuman bagiku” Ucap Re lirih. Aku menggeliat di pangkuan Re yang kemudian dibalas oleh Re dengan membelaiku. “Tan, bagaimana sih cara menurunkan berat badan ?” Tanya Re putus asa.
“Re jangan terlalu…”
“Tante Maya, aku mau pipis, temani aku ya?” Ucap Stevi yang memotong ucapan Tante Maya. Tante Maya tersenyum “Re, tante ke toilet dulu anter Stevi ya, nanti kita lanjut” Ucap Tante Maya sambil mengusap punggu Re. Aku dan Re memperhatikan hingga punggung Tante Maya yang menggendong Stevi hilang di balik pintu toilet.
Re merasa enggan untuk bergabung dengan keluarga lainnya yang tengah asyik membahas sesuatu. “Kita ke kolam belakang aja yuk Bidu” Ucap Re sambil menggendongku ke bagian belakang rumah ini yang ada kolam ikan. Re mengambil makanan ikan dan menebarkannya keseluruh bagian kolam. Tampak ikan mengerubungi makanan yang diberikan oleh Re. Re duduk bersila di pinggir kolam sambil memelukku.
Saat kami tengah asyik memperhatikan gerakan ikan di kolam tante Maya duduk di samping kami.
“Bidu suka makan ikan ga Re?” Tanya tante Maya sambil mengulurkan tangannya memintaku untuk digendong olehnya.
“Suka Tan” Ucap Re saat aku sudah berpindah ke pangkuan Tante Maya
“Pernah menangkap ikan-ikan di kolam ini?” Tanya tante Maya penasaran
“Ga pernah tan, akses kesini tertutup untuk Bidu, kecuali ada yang mengizinkannya kesini kaya sekarang” Jawab Re. Aku mendengus sambil bersin, bisa-bisanya tante Maya berfikiri jika aku akan memakan ikan-ikan disini. Aku juga punya selera !
Tante Maya merespon dengan tersenyum “Aku hanya bercanda Bidu, pasti Re memberikanmu makanan yang lebih enak dari ikan-ikan ini kan?” Ucap tante Maya lalu mengusap kepalaku seperti paham apa yang ku pikirkan.
“Re, jangan terlalu kejam dengan dirimu” ucap tante Maya setelah beberapa saat terdiam. Ia menatap dalam ke mata Re dengan teduh. “Soal perubahan bentuk tubuh itu butuh proses, perlu dinikmati. Tak ada yang instan Re. Jika belum ada perubahan yang signifikan, tak mengapa kamu sudah berusaha dengan sangat keras, berterima kasihlah pada dirimu karena sudah berjuang. Itu hal yang harus dihargai”
“Tan…” Re tak bisa melanjutkan kalimatnya
“Kamu berharga Re, bagaimanapun dirimu. Cobalah untuk memberi tubuhmu waktu untuk berubah. Pelan-pelan nikmati prosesnya. Sayangi dirimu Re, karena hanya kamu yang bisa menyanyangi tubuhmu dengan tulus” Tante Maya memeluk Re dengan tangan sebelah yang tidak ia gunakan untuk menggendongku.
“Buka kacamata negatif yang kamu pakai sekarang Re, fokus untuk menjadi sempurna bukan untuk orang lain, melainkan bagi dirimu sendiri. Cintai dirimu Re, kamu berharga bagaimanapun adanya kamu” Tante Maya terdiam sejenak lalu berkata “Terkadang manusia memang butuh validasi dari orang lain, ya gapapa, Cuma belajarlah untuk merubah fokus. Fokus bukan lagi ingin diterima oleh orang lain, tapi diterima oleh dirimu sendiri” Re mulai meneteskan air mata di pelukan Tante Maya. Aku menggeliat karena merasa sesak diantara pelukan Re dan Tante Maya. Aku dipindahkan tante Maya ke sampingnya ketika menyadari ketidaknyamananku.
“Tante ini berat sekali bagiku” Ucap Re “Pasti berat Re” Respon tante Maya sambil mengusap punggung Re, lalu lanjut bertanya
“Apakah kamu punya cita-cita yang belum terwujud Re, cita-cita dalam artian mimpimu untuk bermanfaat bagi orang lain?”
“Ada tan”
“Apa?” Tanya tante Irma
“Aku ingin membangun sekolah untuk membantu anak-anak yang putus sekolah karena terhalang biaya. Tapi belum bisa kuwujudkan karena mama tidak menyetujui Tan”
“Kejarlah Re, jadilah apapun yang kamu mau dan impikan”
“Tapi Mama ga akan menyetujui Tan, Mama bilang itu bukan sesuatu yang harus aku kerjakan” Jawab Re. Tante Maya menghela napas panjang sebelum merespon jawaban yang diberikan oleh Re.
“Om-mu pernah melihatkan potretmu saat balita dulu Re, waktu itu kamu sedang di taman bermain dengan adik dan kakakmu. Tante mengamatimu yang paling ceria di foto itu. Gadis kecil dengan bola mata besar dan pipi yang menggemaskan sedang tertawa dengan polos seperti percaya bahwa impiannya bukan hanya sekedar penampilan fisik saja. Gadis kecil yang tak masalah menjadi dirinya sendiri. Tatapan polos gadis kecil yang percaya mimpinya akan terwujud jika Ia tak menyerah untuk mewujudkannya”
“Aku ingat foto itu tan” respon Re dalam tangisnya
“Belajarlan tertawa dari gadis kecil itu Re, setiap orang punya sisi yang fisik yang akan dikomplain dalam hidupnya. Tapi bagi orang yang fokusnya bukan hanya soal fisik itu akan lebih ringan untuk menghadapi kehidupan” Ucap tante Maya yang masih perlu diterka oleh Re kemana arah pembicaraan ini.
“Apakah kamu pernah meminta kepada Sang Maha Pemberi untuk dimudahkan jalanmu dalam mencapai apa yang kamu inginkan?” Re terdiam ketika ditanya tante Maya, kemudian yang dijawab dengan gelengan.
“Apakah kamu pernah berdoa untuk diberikan kekuatan dalam menghadapi apapun ujian yang datang padamu?” Tanya tante Maya
Re menggeleng
“Apakah kamu pernah meminta untuk diberi rasa syukur terhadap apapun yang diberikan kepadamu” Tanya tante Maya kembali yang dijawab oleh Re dengan gelengan.
“Berdoalah Re, mintalah pada Sang Pencipta apapun yang kamu mau dengan spesifik. Namun hal yang terpenting, berdoalah kamu diberi hati yang lapang ketika Sang Maha Pengasih menunda pintamu” Re menangis tergugu dengan kalimat yang disampaikan oleh Tante Maya. Sepertinya Re menyadari bahwa Ia tak pernah melibatkan Sang Pencipta dalam setiap apapun yang dilakukannya. Aku juga ikut tersadar bahwa ciptaan tidak akan bisa apa-apa tanpa kuasa Sang Penciptanya. Cukup lama aku dan Re merenung dan memperhatikan pergerakan ikan-ikan yang hilir mudik di dalam kolam, sampai kami tak menyadari ada sesuatu hal besar yang terjadi.
Mama Re datang dengan terburu-buru dari ruang tengah ke arah kami. Mukanya tampak panik dengan mata yang memerah. Mama Re langsung memeluk Re. “Re, kamu udah tau ya?” ucap Mama Re yang langsung menangis sejadi-jadinya. “Mama juga kaget Re, syok. Astaga, adikku yang malang” ucap Mama Re dalam tangisnya. Aku yang awalnya berasumsi mama Re khawatir dengan keadaan Re yang menangis di depan kolam langsung bingung saat menndengar kalimat “adikku yang malang”.
“Maksud mama gimana?” Tanya Re sambil mengusap air matanya
“Kita harus segera ke rumah sakit Re, kita harus jemput jenazah Om dan tantemu” lanjut mama Re
“Aku ga paham ma, jenazah siapaa?” Tanya Re bingung
“Om dan tante Maya kecelakaan dalam perjalanan kesini Re, Jenazah mereka saat ini di Rumah Sakit Pondok Indah” Jawab Mama Re sambil menarik tangan Re untuk berdiri. Aku syok, apalagi Re yang tak kalah terkejut. Aku memperhatikan ke sekeliling area di depan kolam. Kosong. Tak ada sosok tante Maya yang beberapa detik yang lalu masih berusaha menyadarkan Re betapa berhargannya dia.
“Ga mungkin ma, barusan aku ngobrol dengan Tante Maya” ucap Re
“Dari tadi kamu disini berdua dengan Bidu saja Re. Mama yakin sekali soal itu. Mama tau kamu sedih Re. Kita semua sedih. Kita lagi berduka. Tapi kita juga harus berpikir logis, sekarang ayo kita harus ke RS”
“Ma, serius tadi aku disini bareng tante Maya dan Bidu”
Mama Re memeluknya dan menggusap punggung Re dengan lembut.
“Gapapa menangislah dulu sepuasnya Re, kita ga harus ke RS, kita langsung ke rumah om dan tantemu saja nanti” ucap Mama Re yang mencoba menghibur anaknya yang teguncang.
Aku bertanya ke daun pintu memastikan bahwa aku dan Re tak salah bahwa tadi ada tante Maya disini. Daun pintu menggeleng sebagai jawaban bahwa tak pernah ada tante Maya di depan kolam.
5 notes · View notes
punteuet · 2 years
Text
3 Bacaan Surat Untuk Mempercantik Wajah Dan Hati
3 Bacaan Surat Untuk Mempercantik Wajah Dan Hati
Ahmadalfajri.com – 3 Bacaan Surat Untuk Mempercantik Wajah Dan Hati Selamat datang kepada seluruh pengunjung setia di blog sederhana kami ini. Pada artikel kali ini, kami akan membagikan sebuah informasi ilmiah tentang surat-surat dalam Alquran yang dapat membuat kecantikan wajah dan hati. Fitrah dan naluri setiap wanita adalah ingin terlihat Anggun dan cantik. Banyak hal yang dilakukan agar…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
its-ffwwxyz · 3 years
Text
Soal mustajab nya doa bersama ujian diantaranya.
Bismillahirrahmanirrahim, Ya Allah hari ini aku mau bercerita dan tentu bersyukur tentang banyaknya cita dan asa yang sudah lama di munajat kan.
Soal paras dan fisik.
Sejak dulu beberapa tahun yang lalu, semasa masih duduk di bangku sekolah, aku memang bukan tipe orang yang fashionable, pintar mengurus diri atau suka bersolek mempercantik diri. Sehari-hari aku terbiasa untuk menjadi biasa saja atau mungkin terlalu tidak memperhatikan?
Seiring berjalannya waktu, dan aku yang bertumbuh. Lama-lama aku beberapa kali jadi mulai memperhatikan atau sadar kalau ternyata aku terlalu simple apa adanya, "Ya sudah gapapa, yang penting aku sehat dan bahagia" kata aku waktu itu di bangku sekolah
Kalau kita kilas balik, aku bukan orang yang sering menjadi topik pembicaraan atau "orang beken" lah istilahnya, gak pernah malah lebih tepatnya. Aku ya aku saja, biasa saja hidup berdampingan bersama orang-orang dengan kepentingan masing-masing.
Aku dengan kesederhanaan yang lebih mengarah ketidakpedulian akan penampilan, bodo amat, tapi sering insecure, tapi yasudahlah jalani saja. Aku dengan wajah polos bertubuh gempal, bahagia dan biasa saja kalo orang-orang menyisipkan "dut" tiap kali memanggil ku. Mungkin bisa di bilang aku menganggap itu semua sebagai ucapan sayang, waktu itu..
Waktu terus berputar, hari berganti, begitu pula lingkungan dan pola pikir orang-orang. Aku jadi mulai sangat memperhatikan dan cemas soal "penampilan fisik". Aku si bodo amat, lama-lama makin tambah insecure kalau terlalu kejauhan mikirin fisik.
Setiap hari aku berdoa, minta dilapangkan hati nya dimudahkan rezekinya, di sehatkan lahir dan batin, wajahnya, fisiknya, cantik luar dalam, tidak gemuk juga tidak kurus, ideal dan di teduhkan parasnya. Amiin Allahuma Amiin
Banyaaak cobaan nya, dari sempat turun beberapa kilo kemudian naik lagi. Dari wajah kusam kemudian break out jerawatan parah, kemudian di kritik a-z dan komentar pedas lainnya. Aku mulai cemas. Tapi Allah Maha Mendengar.
Sabar, berdoa, minta dukungan dari ayah ibu dan teman-teman terdekat. Aku berusah untuk benar-benar bodo amat atas setiap komentar² itu. Sulit, masih sering naik turun tapi aku yakin In sya allah pasti bisa di lewati, amiin pasti in sya allah.
Soal ujian dibalik mustajab nya doa, Subhanallah Masya Allah Tabarakallah. Beberapa doa yang di munajat kan satu persatu in sya allah sedang Allah kabulkan, tapi ada hal yang mulai aku resahkan, aku takut terjebak dalam ujian hati, takut tidak cukup bersyukur, nauzubillah'himindzalik Ya Allah. Perihalah hati ini dan jauhkan kami dari penyakit-penyakit hati yang menghitamkan hati.
Dari cerita dan tulisan hari ini aku mau berbagi dan tentu berdoa, semoga setiap apa yang Allah beri, yang sedang berproses dan atau sedang merintis menjadi lebih baik, semoga Allah ridho lillahita'ala. Semoga aku tidak terjebak dalam kubangan penyakit hati yang berbahaya. Soal fisik dan paras, in sya allah semoga Allah jadikan semua ini sebagai jalan menuju lebih baik lahir dan batin. Tentu bukan karena demi dipuji orang atau demi pembuktian pada orang-orang, tapi in sya allah semata-mata demi Ridho Allah.
Aku pernah mendengar, kalo Aisyah r.a istri Rasulullah SAW itu memiliki paras yang baik dan teduh dengan deskripsi tubuh yang tidak kurus dan tidak pula gendut, tidak pendek dan tidak pula terlalu tinggi. Beliau cantik hati juga fisik nya tidak berlebihan, ideal dan diridhoi Allah.
Menjadi luar biasa Masya Allah, seperti Beliau tentu tidak mungkin, tapi berusah menjadi lebih baik seperti beliau in sya allah pasti bisa. Aku berdoa semoga aku bisa menjadi cantik hati dan pikiran. Cantik jiwa dan raga nya. Cantik karena Allah dan untuk Allah. Cantik bukan hanya fisik nya saja tapi juga isi hatinya..
Bismillah semoga setiap usaha yang sedang diusahakan Allah ridhoi, semoga selalu di ingatkan dan diluruskan niat nya. Ujian terbesar nya ada didalam hati, naik turun, cobaan² pasti ada saja yang menghampiri. Tapi in sya allah, Allah pasti tuntun, Allah pasti tunjukan jalan yang terbaik, hasil yang terbaik juga akhir yang Terbaik.
Sehat selalu firda, semangat berusaha menjadi Lebih Baik setiap apapun itu. Usaha memperbaiki diri, usaha mempercantik diri. Parasnya fisiknya dan yang utama hati nya, jangan sampai terjebak dalam kesombongan atau penyakit hati lainnya. Jangan! Kalau dirasa timbul percikan² berbahaya itu, cepat² istighfar dan luruskan niat.
Bismillah, Fir semua cuma sementara, hanya titipan. Jangan cape buat terus berdoa dan memperbaiki supaya berakhir dengan Istiqomah tanpa penyesalan dan berakhir bahagia. Amiin Ya Rabbal'alamin
Hamasah!
13 Desember 2021
1 note · View note
fikr · 6 years
Text
Apakah Semua ini Nyata? ~
(Perjalanan Turki 4)
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Bulan berganti bulan, lalu berganti hari. Semakin mendekati ujian, semakin dekat pula dengan rencana liburan kami.
Beberapa hari sebelum kami berangkat, kami memasak kentang musthofa. Dan alhamdulillah saat aku bersilaturahmi ke rumah tetanggaku, gholi namanya. Memberi kami beberapa bekal, orek tempe, energen dan milo. Terimakasih banyak, ini sangat membantu kami.
Aku mengisi sebelah kanan koperku (bukan koperku deng, tapi koper pinjaman hohoho) penuh dengan makanan termasuk, 10 mie instan. Karena bagi kami perbekalan adalah koentji. Dan nanti jika sisi ini kosong aku bisa mengisinya dengan oleh-oleh pikirku.
Lalu koper bagian kiri kuisi dengan pakaian secukupnya. Karena aku tidak begitu suka ribet dan takutnya kalau terlalu banyak pakaian tidak akan terpakai di sana. Maka dari itu aku juga membuat list pakaian yang akan kupakai di sana.
Hingga saat yang dinantikan tiba. Hari senin tanggal 18 Februari 2019. Satu jam sebelum adzan subuh berkumandang, aku sudah beranjak dari tempat tidur.
Menyiapkan segala sesuatu dan mengecek apapun yang akan dibawa. Pukul 07.00 clt aku sudah siap. Aku mengontak kawanku biah, ternyata mereka belum siap. Hingga pukul 08.00 clt mereka baru berangkat dari rumahnya untuk menjemputku.
Aku menunggu di tempat yang kami janjikan. Sudah setengah jam berlalu, sepertinya mereka terjebak macet. aku bolak-balik melihat ke arah jam tangan. Inilah yang kutakutkan, jika tidak berangkat sejak dini nanti tertinggal. Karena jadwal penerbangan kami pukul 10.30clt.
Di sela- sela menunggu aku baru sadar. Topi kupluk jaket yang kupakai tertinggal di lemari. Meski hanya kupluk tapi berharga, karena di sana masih musim dingin. Dan kupikir lebih dingin dari kairo. Aku tidak ingin kepalaku sakit menahan dingin.
Bimbang yang kurasa saat itu. Melihat hp yang tak kunjung berdering. Melihat jam tangan yang berputar semakin cepat. Serta denyut jantungku yang berdetak semakin kencang. Kakiku terasa berat bergerak saat itu. Bingung ke arah mana aku harus bergerak.
Sudahlah akhirnya kuputuskan. untuk menitipkan koperku ke abang2 penjaga warung. Lalu aku berlari kembali ke rumah mengambil kuplukku.
Sekembalinya ditempat bertemu yang dijanjikan, nafasku tersengal-sengal.
"Ah masih belum ada telepon juga dari biah".
Gumanku, setelah melihat telepon genggamku.
Tak lama telepon berdering, alhamdulillah mereka sampai. Tapi.. aku harus berjalan beberapa meter lagi sambil menarik koper. Ya karena mereka lebih depan dari tempat janji seharusnya.
"Huft... habis lari-lari, tak apalah... anggap saja pemanasan".
Setelah memasukkan koperku ke dalam bagasi mobil, aku menyalami biah dan bella. Aku duduk di belakang kursi penumpang sisi sopir yang sudah terisi koper. Biah di sampingku dan bella tepat dibelakang sopir.
Saat itu aku merasa tegang. Berkali-kali menatap jam tangan. Sambil melihat jalan dan mulut berkomat-kamit membaca doa. Berharap agar kami tidak terlambat dan semua urusan dimudahkan olehNya.
Setelah sopir uber agak kebingungan mencari terminal 3, sampai kami masuk bandara 2 kali. Alhamdulillah pukul 09.30 clt kami sudah menginjakkan kaki di terminal 3.
Setelah menyelesaikan semua prosedur sebelum penerbangan. Dari check in, imigrasi dan lain sebagainya. Kami terbang menuju Athena, Yunani selama 2 jam.
Oia satu hal yang paling aku tunggu selama penerbangan ialah, saat makan. Karena aku paling suka mencoba makanan atau minuman. Apalagi ini maskapai yang baru aku naiki.
Seorang pramugari menyuguhi kami 2 buah roti lembut. yang didalamnya terdapat "sabaneh" dalam bahasa Mesir. Kalau di Indonesia seperti sayur bayam. Agak kaget sih gigitan pertama. Roti yang lembut banget bercampur dengan sayur sabaneh, yang biasanya aku buat sayur bening. ditambah tempe dan sambal kala makan siang di rumah. Saat itu sabaneh menjadi high class di mataku. Alhamdulillah 'ala kulli hal.
Pemandangan yang bergulung awan mulai berubah perlahan menjadi samudera. Disusul bangunan pemukiman yang tampak berjejer rapi. Tak jauh dari sana gunung-gunung mempercantik negara ini.
Ya tanpa terasa kami sudah sampai Athena, Yunani. Yang aku tahu negara ini adalah negeri para filsuf. Filsuf yang pemikirannya kupelajari saat aku masih berkuliah di Uin Sunan Kalijaga, Yogyakarta dahulu. Seperti Decrates dengan pemikiran terkenalnya "aku berfikir maka aku ada" lalu plato dan yang lainnya.
6 jam transit di negara ini, rasa-rasanya ingin keluar sebentar dan menengok ada apa di sini. Tapi katanya visanya mahal. Ya sudahlah.. tidak apa-apa belum rezekinya.
Sudah masuk shalat dzuhur, aku dan biah ke toilet untuk ambil air wudhu. Untunglah saat di sana tidak ada petugas toilet. Alhasil kami membuat basah lantai sedikit, namanya juga wudhu. Ya.. karena kalau ketahuan petugas toiletnya kami bisa kena omel. Meski sempat dilirik oleh orang yang keluar masuk toilet. Kami tak terlalu menghiraukan. Ya... aku pikir mungkin dia tidak pernah melihat orang berwudhu. Setelah selesai kami buru-buru keluar.
Meski bandara athena ini berlabel Internasional, tapi tidak ada fasilitas musholla maupun masjid. Akhirnya kami melaksanakan sholat di ruang tunggu, gate yang tidak dibuka. Lalu beristirahat makan siang dengan lauk telur goreng dan orek tempe yang ku buat dari rumah. Dengan sedikit rendang yang kami pesan, untuk kawan yang kami repoti selama di sana.
Setelah berkabar dengan ibu dan keluarga di rumah, membunuh waktu dengan wifian. Tapi ya maaf, namanya juga manusia ada bosan-bosannya. Jadilah aku diajak bella untuk berkeliling toko-toko di bandara.
Hanya mampu memandang tapi tak sanggup memiliki hiks. Ya... satu gantungan kunci saja setara 5 ayam geprek di warung sedulur. Oia aku menemukan telenan juga, tapi aku tidak memperhatikan produksinya negara mana. Telenan bisa sampe bandara juga ya ternyata, hmm... baru tahu.
Sudah lelah berkeliling kering kerongkongan kami. Budget mahasiswi, ya mau beli air di bandara harus berpikir 2 kali. Ya sudah bawa botol ke toilet, mengisi air d westafel. Masalah rasa tidak usah ditanya, air bersih ya sama aja seperti air aqua. Kalau ada kran air minum kami tidak akan ke toilet untuk isi air. Sayangnya tidak ada sih.
Seperti inilah tidak enaknya transit lama, terasa capeknya. Kalau ada musholla mungkin kami bisa ikut beristirahat. Tapi hanya ada sederet kursi. Aku tak mampu memejamkan mata di sana.
Setelah beberapa kali cek layar untuk melihat gate penerbangan kami, muncullah gate kami di mana.
"Yes abis ini aku mau tidur di pesawat", teriakku dalam hati.
Waktu itu kami bertemu dengan mahasiswi asal Malaysia, yang sedang study di Sudan. Dia dan rombongannya baru dari Mesir 4 hari. Lalu melanjutkan perjalanannya ke Turki satu pesawat dengan kami. Dan katanya dia transit selama 15 jam. What?? Tidak pernah terbayang sih bagaimana capeknya. Aku saja 6 jam sudah lelah pakai banget. Bersyukurlah kamu wahai manusia.
Kami berganti pesawat, pesawat yang kami naiki lebih kecil. Seperti pesawat penerbangan antar pulau. Ada baling-baling di bagian kanan dan kirinya. Sayangnya salah satu baling-balingnya ada di sebelah kananku. Karena bersuara telingaku sakit dan aku tidak terlalu bisa tidur, hiks.
Setelah beberapa menit aku terbangun dari tidur, pesawat bersiap landing. Dari jendela kulihat lampu dari pemukiman dan jalan menyala di antara gelap. Seperti bintang-bintang di langit.
Keluar pesawat tanah basah karena hujan mengguyur kota ini. Dari shuttle bus kulihat tulisan "Atatürk Airport" bertengger di bangunan. Di depannya terparkir pesawat turkish airlines dan beberapa maskapai lainnya.
Aku masih tidak percaya sudah sampai di sini, dan bertanya-tanya apakah semua ini nyata?. Kulihat jam di layar ponselku menunjukkan pukul 22.30 est. Satu jam lebih maju dari waktu kairo.
Kami mengantri di bagian imigrasi. Antriannya cukup panjang sekali zig zag, seperti mainan ular tangga. Seperti inilah gambaran negara yang sangat terbuka dengan imigran dan turis. Di dalam antrian aku melihat banyak orang dari berbagai negara. Ada yang berwajah oriental, eropa, afrika dan kearab-araban. Bahasa yang kudengar pun berbagai macam. Ada yang berbicara dengan bahasa italia sepertinya. Mamaia lezatos.
Di ujung antrian loket-loket berjejer. Di dalamnya polisi duduk, memeriksa paspor dan visa para pendatang yang akan masuk negara ini.
"Polisi di sini keren-keren" gumanku. Seperti di film-film action yang kutonton.
Setelah polisi cantik itu menstempel pasporku dengan tulisan atatürk dan tanggal kedatanganku. Ada rasa lega setelah itu. Aku dan biah masih menunggu Bella yang masih mengantri. Karena ada salah seorang di depannya bermasalah dengan dokumennya.
Setelah kami mengambil koper. Aku dan biah iseng melihat rate money changer. Kami malah di sapa oleh pegawai yang duduk di sana.
"Welcome..."
Karena keramahan mereka jadilah kami menukar sedikit uang dollar kami. Pikirku tidak ada money changer lagi di luar bandara. Sedangkan kami harus pergi besok pagi-pagi sekali.
Tapi tenyata tidak donk. Setelah kami keluar dari kerumunan para penjemput. Kami melihat ada money changer lagi di sana. Dan ratenya lebih tinggi sedikit. Sedikit ada rasa sesal bagi kami. Ya sudahlah.. jadikan pelajaran.
Beberapa menit kami menunggu kawan kami, Esra namanya. Perempuan asli Turki, masya allah cantiknya. Matanya berwarna kuning kehijauan. Dialah yang menjemput kami dan yang memberi kami tumpangan menginap di kediamannya selama di istanbul.
Setelah keluar dari bandara, mesin-mesin berjejer di sana. Di mesin inilah kami membeli kartu transportasi dengan harga 6 tl (turkish lira) dan mengisi dengan nominal uang sesuka hati. Istanbulkart namanya. seluruh transportasi dari otobüsü, metro dan tramvay. Membayar menggunakan kartu ini. Keren.. beginilah wajah negara maju.
Jika kamu berkunjung ke negara ini dengan kawan atau keluargamu. Sangat di sarankan, membeli 1 kartu setiap orang. Jangan seperti kami, yang membeli 1 kartu untuk 3 orang.
Karena 3 kali tap dalam satu waktu berbeda harganya. Orang pertama terkena harga 1 tl (turkish lira) sekian. Orang kedua terkena harga 2 tl sekian. Sedangkan orang ketiga, terkena harga 3 tl sekian. Jadi alangkah baiknya jika setiap orang mempunyai 1 kartu. Mana kami sadar setelah akhir-akhir, 3 hari setelah itu kami akan pulang.
Dari bandara sudah terhubung dengan metro. Kami naik metro dengan tujuan stasiun Şirinevler. Setelah sampai kami keluar. Hawa dingin malam musim dingin menyergap tubuhku. Tiap kami bercakap-cakap asap putih keluar dari mulut kami.
Kami menunggu otobüsü yang mengantar ke daerah tujuan kami, sefaköy. Kalau di jakarta seperti busway. Di dalamnya ada penghangat, jadi hangat.
Di halte siteler kami turun. Setelah berjalan sedikit, salah satu di antara beberapa apartemen kami masuki. Lantai 5 dan tidak ada lift. komplit sudah kami berolahraga angkat koper 5 lantai.
Setelah menyapa keluarganya kami bebersih. Lalu mencoba tidur meski sudah larut malam. Karena esok pagi kami harus pergi ke kota pertama tujuan kami.
To be continue...
1 note · View note
baliportalnews · 2 years
Text
Pastikan Berada di Lokasi Lebih Layak, Bupati Tabanan Tinjau Pengerjaan Relokasi Patung Bung Karno
Tumblr media
BALIPORTALNEWS.COM, TABANAN - Sesuai dengan komitmen Pemerintah Kabupaten dalam mempercantik wajah Kota Tabanan, progress relokasi Patung Bung Karno dilangsungkan pada 8 September mendatang. Hal tersebut diungkap langsung oleh Bupati Tabanan, Dr. I Komang Gede Sanjaya, S.E., M.M., saat memantau tahapan proyek relokasi yang berlangsung di bundaran Kediri, Tabanan, Rabu (7/9/2022). Dikerjakan secara bertahap dengan kurun waktu yang singkat, relokasi ini menjadi bukti nyata keseriusan Pemkab Tabanan dalam melakukan pembangunan, sesuai dengan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana, Menuju Tabanan Era Baru yang Aman, Unggul dan Madani (AUM). Turut mendampingi Bupati sianh itu, Sekda Tabanan, Asisten 3 dan Kadis PU beserta OPD Terkait. Pengerjaan relokasi merupakan bagian dari program Pemkab Tabanan yang diprioritaskan di penghujung tahun 2022. Berasal dari aspirasi masyarakat yang diserap lalu ditetapkan dalam APBD anggaran tahun 2022. Proses pemindahan Patung Ikonik Bung Karno ini telah dimulai sejak awal bulan September. Rencananya, patung simbol proklamasi Bangsa Indonesia ini akan ditempatkan di Taman Bung Karno. Disebutkan oleh Bupati Tabanan, Sanjaya, Kehadiran jajaran Pemkab Tabanan di bundaran Kediri siang hari ini tidak lain dan tidak bukan ialah untuk melihat dan berkontribusi secara langsung, apa yang telah menjadi aspirasi masyarakat khususnya di Banjar Anyar dan Kediri. “Saya sekarang, pada hari Rabu (7/9/2022) bersama jajaran, hadir di bundaean Kediri, di mana berdiri patung yang sangat kita muliakan, Bung Karno. Ini adalah Janji kita di Pemerintah Kabupaten Tabanan yang memang menjadi Aspirasi Jero Bendesa Adat dan Tokoh Kita Di Banjar Anyar dan Kediri,” kata Sanjaya saat itu. Pihaknya menjelaskan, upaya pembongkaran dan berbagai aktifitas pembersihan sudah dilakukan di sini sejak beberapa waktu lalu. Sebab di tempat ini juga nantinya, akan kembali di bangun Patung Wisnu Murti yang memiliki nilai spiritual tinggi dan menjadi ikon masyarakat. “Di sini akan dibangun patung Wisnu Murti, patung yang sangat kita muliakan dan puja bersama, agar tidak mengganggu aktifitas dan transportasi maka dilakukan (pemindahan) pada 8 september jam 12 malam,” sambungnya. Tak lupa Sanjaya juga meminta doa restu masyarakat agar proses pengerjaan dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Nantinya di Taman Bung Karno, juga akan dibangun beberapa jenis bangunan yang mengelilingi sekitar Patung Bung Karno, seperti pembangunan gazebo dan kolam. “Kita yakini bersama tujuan kita sangat mulia dan baik, sudah kita lalui dengan upacara secara Hindu Bali, Astungkara, Tokoh-tokoh masyarakat dan Bendesa Adar sudah melaksanakan dengan baik,” ujar Sanjaya. Relokasi patung Bung Karno di jantung Kota Tabanan yakni Taman Bung Karno diharapkannya dapat menjadi sebuah kehormatan begitupun dibangun kembalinya patung Wisnu Murti juga akan menjadi kehormatan tersendiri bagi Masyarakat Tabanan. Hal ini sekaligus juga menjadi bukti komitmen, bahwa Pemkab Tabanan telah melaksanakan apa yang betul-betul menjadi permintaan dan aspirasi masyarakat. “Seperti yang telah disampaikan Pak Bupati, tepat di bawah patung tadi, sesuai diskusi dengan tim Nuarta, disepakati bahwa pemindahan patung akan dilaksanakan tanggal 8 September pukul 11 malam dengan pertimbangan lalu lintas dan tidak mengganggu aktifitas masyarakat, secara teknis patung akan dipindahkan sebanyak 90%, ada beberapa bagian yang mungkin akan disesuaikan dengan lebar jalan selama ke lokasi tempat penyimpanan sementara, sebelum dipasang di tempat yang sudah kita rancang, itu secara teknisnya,” ujar Made Dedy Darmasaputra, selaku Kadis PUPR yang saat itu menanggapi pernyataan Bupati Sanjaya.(bpn) Read the full article
0 notes
jurnalgee · 8 years
Text
Mengabadikan Senyummu Dalam Gambar
Aku melihat anak laki-laki itu mengenakan senyumnya yang paling lebar begitu keluar dari toko ini sambil menenteng kamera mirrorless keluaran terbaru yang baru dibelinya. Ayahnya ikut memasang raut bahagia di belakangnya. Detik itu, aku seperti terlempar ke masa lalu, terbawa ke dalam arus waktu yang sudah berlalu, menyelami kembali kenangan yang sangat menyenangkan untuk dikenang sekaligus sangat menyayat hati untuk dimaafkan.
Waktu itu, umurku sekitaran anak laki-laki tadi ketika sebuah keinginan untuk memiliki sebuah kamera muncul di dalam diriku. Aku tidak berani meminta karena saat itu, belum ada suatu hal membanggakan yang kulakukan yang pantas untuk ditukar dengan sebuah permintaan hadiah kepada ayah. Aku jatuh cinta dengan fotografi lewat salah seorang penyair yang kuhapal di luar kepala setiap baris sajaknya. Penyair itu mengunggah ratusan tangkapan kameranya di akun Instagramnya, penyair itu mengabadikan hal-hal yang sungguh sangat sederhana. Jendela dengan sinar senja, tiang listrik, kipas AC, gantungan pakaian dan hal-hal sederhana lainnya yang dia temui. Jauh dari kata mewah, tetapi justru karena itu lah aku jatuh cinta kepada fotografi. Penyair itu mengajarkan kepadaku bahwa bercerita tidak melulu dilakukan lewat tulisan, suara, atau video. Tetapi juga lewat pengabadian dalam bingkai fotografi. Saat itu, kira-kira di penghujung semester kelas 11, aku mulai menekuni fotografi. Aku tidak memulainya dengan membaca buku-buku fotografi ataupun browsing tips-tips mahir kilat di internet, aku memulainya dengan menenteng kamera saku pemberian ayah saat SD dulu berkeliling desa dan memotret apa saja yang menurutku unik. Sepanjang pagi aku menghabiskan waktu mengabadikan kejadian lewat kamera saku kecilku itu.
Sebenarnya di sekolahku sendiri ada komunitas fotografi, hanya saja waktu itu aku sudah telat untuk bisa bergabung di dalamnya. Lagipula waktu itu, aku tidak memiliki kamera single lens reflect, sebuah syarat yang diajukan untuk bergabung menjadi anggota komunitas. Aku tidak begitu kecewa, toh memang sudah begitu seharusnya, aku bisa bertanya kepada teman-teman yang ikut komunitas itu dan belajar darinya.
Sepanjang masa SMA itu, aku menghabiskan waktu berfokus pada fotografi. Aku mulai membaca buku-buku tentang teknik dan spesifikasi kamera, mempelajari cara menggunakan software-software yang bisa mempercantik hasil sebuah momen yang kuabadikan, dan sesekali mengelilingi tempat-tempat unik sambil menenteng kamera pinjaman dari teman untuk berburu momen untuk diabadikan. Sepanjang masa SMA sampai dengan kelulusan itu, aku juga menabung, menyisihkan uang saku harian untuk membeli kamera mirrorless yang sudah sejak lama aku mimpikan dan selalu aku sebut dalam doa-doa selepas shalat. Kamera yang sama dengan yang digunakan oleh penyair idolaku untuk mengabadikan setiap momen yang ditemukannya. Puncaknya, selepas kelulusan, aku memberanikan diri untuk meminta kamera itu kepada ayah. Hari itu, nilai kelulusanku cukup memuaskan, sekalipun bukan yang terbaik, dan atas alasan itulah akhirnya aku berani mengutarakan keinginan yang sepanjang kehidupan SMA itu aku pendam. Lagipula, aku juga memiliki tabungan untuk menambah kekurangan. Ayah menyetujui permintaanku dengan syarat aku harus menjaga kamera itu dan menggunakannya untuk kebaikan. Aku mengangguk mantap, memeluk kelingking ayah dengan kelingkingku.
Malamnya, aku tidur nyenyak sekali. Hari itu, sebuah kamera mirrorless yang selama ini aku mimpikan tergeletak manis di atas meja belajarku. Ibu sampai bosan mengingatkanku untuk bersyukur kepada Allah setiap kali anak perempuannya ini menceritakan tentang betapa bahagianya dia hari itu.
Hari-hari pun berlalu, beberapa bulan setelah itu aku pergi ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi. Kamera mirrorless yang kubeli sejak SMA itu belum pernah kupakai untuk mengabadikan sebuah momen sekalipun, kecuali saat aku menjajalnya untuk memotret wajah ayah di tokonya waktu itu.
Di kota yang penuh dengan budaya dan keunikan ini, aku menjelma seperti pena bagi sebuah buku harian. Aku mengabadikan hal-hal yang menurutku unik dari setiap pengembaraanku di kota pelajar itu. Aku pun bergabung dengan sebuah komunitas fotografi dan mulai mengenal lebih jauh tentang fotografi sejak saat itu.
Di komunitas fotografi itu lah aku bertemu dengan seseorang yang kelak mejadi batu loncatanku dalam berkarir sebagai seorang fotografer. Seseorang yang membukakan mataku bahwa mengabadikan sesuatu bukan saja soal kecantikan, atau kemewahan yang ingin kita pamerkan dengan menggunggahnya di akun sosial media. Lebih dari itu, mengabadikan sesuatu adalah sebuah perjuangan untuk merapikan kenangan, untuk mengabadikan kenangan, untuk menghargai waktu yang tak pernah bisa diulang.
Aku pertama kali mengenal orang itu saat ada tugas praktek lapangan dari mentor kelompok tugas komunitasku. Waktu itu kami dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang setiap kelompoknya. Aku atas dasar kepribadian yang pemalu tetapi suka berteman tidak mengenali dua orang rekan sekelompokku. Seorang perempuan dengan lesung pipi dan seorang laki-laki berkacamata dengan tahi lalat kecil di dekat hidungnya. Aku banyak diam sepanjang tugas praktek itu, waktu itu kami menyusuri jalanan sore Malioboro untuk mengabadikan momen dengan tema human interest. Aku membuntuti kedua orang rekanku yang berjalan perlahan sambil sesekali membidikkan lensa mirrorless-ku ke objek-objek yang menarik, sampai tiba-tiba laki-laki berkacamata itu bersuara,
“Kamu pake X70 ya?”
“Ah.” aku yang tidak pernah berbicara langsung kepada laki-laki ini, gelagapan.
“Bagus, hasil gambarnya bening, enteng juga. Jadi enak dibawa kemana-mana.”
“Hmm…” aku cuma berdehem, perempuan yang juga rekan satu kelompokku itu ikut memperhatikan gelagatku, aku agak canggung.
“Ohya, by the way kita belum kenalan. Saya Mada dari Sastra Inggris, UGM.”
“Aku Farah.” perempuan berlesung pipi itu juga ikut memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangan, aku menjabatnya singkat.
“Saya Bening.”
“Nama yang bagus,” laki-laki itu berkomentar, aku tak kuasa mengulum senyum, “seperti nama adik saya, Wening.”
“Bening, kamu kuliah dimana?” tanya perempuan itu, meredakan kecanggunganku.
“Saya di UGM, Rah. Ilmu Komunikasi.”
“Kita semua satu kampus, berarti. Aku di Psikologi.”
“Wah, kebetulan ya. Tapi kok kita belum pernah ketemu ya?” laki-laki itu menimpali, aku hanya mengangkat bahu sebagai balasan.
“Kalian berdua pake Canon EOS ya?” aku memberanikan diri bertanya.
“Iya, aku pake EOS 60D, kalau Farah pake yang 700D, keluaran terbaru katanya.” laki-laki itu menjawab pertanyanku.
“Nice!” aku bingung mesti menimpali bagaimana.
“So, jadi kenapa lebih suka pake mirrorless?” perempuan berlesung pipi itu bertanya.
“Karena Aan Mansyur pake kamera ini,” untuk beberapa saat mereka sempat terbengong-bengong sebentar, sebelum akhirnya aku melanjutkan kalimatku, “dia yang bikin saya jatuh cinta sama fotografi.”
“Jadi bukan karena X70 udah pake sensor APSC yang bikin gambarnya bagus atau karena range ISO yang bisa sampe 51200 itu? Unique!” aku hanya mengulum senyum.
Sejak percakapan dalam tugas kelompok itu, masing-masing dari kami menjadi semakin akrab. Kami juga sering mengadakan diskusi-diskusi kecil di luar jadwal pertemuan komunitas jika ada waktu senggang yang bertepatan di kampus. Aku semakin handal menggunakan mirrorless-ku, dengan lensa non interchangeable itu beberapa hasil jepretanku pernah bertengger di beberapa media massa dan hasil dari hal itu bisa membuatku membeli bertumpuk-tumpuk buku setiap bulannya. Aku menikmati diriku yang semakin tenggelam dalam sebuah kesenangan yang membawaku bisa bertumbuh lebih baik dan merasa berdaya setiap harinya. Aku senang bisa menjalani passion-ku, “Passion,” kata Rene Suhardono, “it’s not about you good at, but it’s about what you enjoy the most.”
Di kelas aku mengambil konsentrasi jurnalistik. Menjelang skripsi, beberapa kali opini yang aku buat dimuat di koran lokal. Sejak semakin disibukkan dengan skripsi dan beberapa tugas mata kuliah yang menumpuk aku memutuskan untuk berhenti dari komunitas, Farah dan Mada pun begitu. Bahkan kabarnya, saat ini Farah sudah berstatus sebagai ‘istri’ seseorang, menyempurnakan terlebih dahulu separuh agamanya, sebelum purna dengan gelar sarjananya. Sementara Mada tidak pernah kudengar lagi kabarnya, aku pun tidak tertarik untuk mencari tahu.
Lalu, pada suatu Minggu pagi, di kawasan kampus UGM aku menikmati pagi dengan menyusuri stan-stan yang dipamerkan sepanjang acara mingguan Sunday Morning, aku membawa serta mirrorless X70-ku dan mengabadikan beberapa momen menarik yang kutemukan sepanjang perjalanan. Karena merasa lelah dan haus, aku berhenti di salah satu stan yang menjajakan jus dan membeli segelas jus belimbing. Sambil menikmati segelas jus belimbing itu, aku tidak henti-hentinya membidikkan lensa ke arah anak kecil yang sedang bermain dengan balonnya. Lucu sekali. Aku jadi membayangkan betapa kesepiannya ayah dan ibu di rumah, begitu anak tunggalnya merantau ke kota dan jarang pulang. Aku masih larut dalam pikiranku sampai tiba-tiba seseorang menyebut namaku dari belakang,
“Masih awet aja ya tu X70?” aku memalingkan wajah ke arah datangnya suara. Laki-laki berkacamata yang kukenali sebagai teman satu kelompok tugas-ku di komunitas fotografi itu dulu itu, berjalan ke arahku.
“Eh, Mada. Apa kabar?”
“Kabar baik. How about you?”
“Never been better.”
“Kemana aja selama ini? Sejak keluar dari komunitas?”
“Saya? Saya fokus ngerjain skripsi. Dua minggu lagi sidang.”
“Wuzz.. ajaib.”
“Kamu sendiri, selama ini kemana? Hilang tanpa jejak?”
“Kamu mau bilang rindu aja susah banget? Saya yang anak sastra aja nggak ribet.”
“Eh?!” aku berusaha memahami maksudnya. Tetiba saja ada yang menghangat di pipiku dan aku sadar pagi itu aku malu sekali, lebih tepatnya tersipu.
“Saya ikut bantuin temen bikin bisnis-nya. Lumayan profitnya, saya juga kecipratan.”
“Terus, kuliahnya ditinggal begitu?”
“Nggak, minggu depan saya sidang. Lebih cepet kan!”
“Wuzz.. selamat ya!” aku cuma bisa mengenakan senyum termanis yang aku punya di depannya. Tidak memberi jabat tangan karena memang itu yang ayah pesankan kepadaku sebelum beliau melepasku ke sini. Dia membalas senyumku dengan anggukan kecil, tetap berada dalam posisi berdirinya beberapa langkah dariku.
Semenjak pertemuan itu, aku kembali disibukkan dengan persiapan sidang skripsiku dan laki-laki berkacamata dengan tahi lalat kecil di dekat hidungnya itu tidak pernah lagi muncul.
Dua minggu setelah itu, aku menjalani proses persidanganku. Laki-laki berkacamata itu barangkali sudah menyelesaikan sidang skripsinya seminggu yang lalu. Entahlah, aku tak tahu. Setelah melalui serangkaian lemparan pertanyaan dari para dosen penguji yang bisa membuat nyali menciut itu aku pun dinyatakan lulus dan akan diwisuda beberapa bulan setelah hari itu. Aku senang sekali, mengabarkan berita gembira ini kepada ayah dan ibu di rumah dan berjanji bahwa minggu depan aku akan pulang kampung. Sambil mempersiapkan kepulangan itu, aku memasukkan beberapa lamaran sebagai jurnalis muda di berbagai media massa yang ada di Indonesia. Minggu depannya aku sudah menjejakkan kaki di tanah yang sedikit basah karena sering sekali terkena hujan dan udara paginya yang begitu segar karena letaknya yang berada di dataran tinggi
Sesampainya di rumah, ayah dan ibu menyambutku dengan hangat. Ayah bercerita bahwa satu hari sebelum kepulanganku ke rumah dirinya menyempatkan diri untuk memancing ikan nila di sungai agar ada hidangan kesukaanku itu saat aku berada di rumah nanti. Ibu bahkan bercerita bahwa dia sempat menyuruh seseorang untuk membersihkan dan merapikan kamarku yang tidak pernah disentuh selama hampir satu tahun itu. Aku pun menceritakan kepada keduanya tentang beberapa tulisan dan hasil jepretanku yang beberapa kali dimuat di media massa. Juga tentang niatanku melamar kerja sebagai seorang jurnalis di media masa itu. Keduanya mendukung apa yang aku cita-citakan dan memberiku banya petuah soal kerja. Aku menikmati saat-saat seperti ini, saat dimana aku merasa sebagai seseorang yang paling diperhatikan di dunia ini. Setelah merampungkan nasehatnya ada jeda yang cukup panjang diantara kami sampai akhirnya aku memutuskan untuk bangkit hendak melepas penat di kamar, belum purna aku menegakkan tubuhku, ayah bersuara,
“Bening, ada hal penting yang mau ayah bicarakan dengan kamu.” aku mengurungkan niatku dan kembali duduk menghadap ayah dengan setumpuk penasaran, ibu masih tetap di sebelahnya, air mukanya berubah sedikit cemas.
“Bening, tiga minggu yang lalu ada seorang pemuda datang ke rumah,” ayah memenggal kalimatnya membuatku hampir mati penasaran, “dia mengaku sebagai temanmu.”
“Siapa, Yah?”
“Namanya Mada.” deg! Tiba-tiba ada yang berdegup kencang dalam diriku, ada juga yang mengalir deras karenanya, ada yang beku dibuatnya.
“Dia baru saja lulus hari itu, dan akan diwisuda berbarengan denganmu kan?” aku mengangguk kecil, air muka ibu di samping ayah terlihat semakin cemas.
“Hari itu dia datang untuk meng-khittbah-mu, Ning.” begitu ayah menyelesaikan kalimatnya aku tak kuasa menahan gemuruh yang sedari tadi bergolak di dalam diriku, seperti ada kupu-kupu yang menari di dalam perutku.
“Ayah belum memberikan jawaban kepadanya. Ayah bilang semua bergantung kepadamu.” ibu terlihat menangkap kekagetanku dan menggeser duduknya di sampingku, tangannya pelan-pelan mengusap kepalaku.
“Besok, dia akan datang lagi ke sini. Ayah minta kamu sudah siap dengan jawaban yang akan kamu berikan kepadanya besok.” malam itu aku tidak bisa tidur dengan tenang, sepanjang malam aku menghabiskan waktu bermunajat di atas sajadah. Meminta petunjuknya dengan shalat istikharah, sampai akhirnya aku tersungkur karena lelah di pertengahan malam, dan samar-samar menyaksikan laki-laki berkacamata itu datang menghampiriku dengan sebuah mirrorless di tangannya.
Saat adzan shubuh berkumandang, aku terbangun. Segera memperbarui wudhu, menyelesaikan kewajiban pertamaku di pagi itu, lantas meminta petunjuk lagi kepada-Nya. Hari itu, aku sangat kalut, diriku dipenuhi dengan hal-hal aneh. Ada yang berdegup kencang, ada yang berdesir deras, ada yang beku, semuanya menjelma laksana ribuan kupu-kupu yang menari-nari di dalam perutku.
Sekitar pukul jam sembilan laki-laki berkacamata itu datang bersama dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Ayah dan ibuku menyambut mereka dengan hangat, aku menyembunyikan diriku di dalam kamar dan mengamati mereka yang pelan-pelan masuk ke dalam rumah. Aku terus menguping perbincangan diantara seorang laki-laki yang kutebak sebagai anggota keluarga Mada dan ayahku. Mereka berbasa-basi dan saling melemparkan pertanyaan soal kabar sampai akhirnya laki-laki yang lain dari keluarga Mada bersuara,
“Bening-nya ada kan Pak?”
“Ada, Pak. Di dalam kamar.”
“Boleh dipanggilkan, supaya lebih cepat proses ini berjalan.” beberapa saat setelah itu terdengar langkah kaki ayah mendekat ke arah kamarku, ia mengetuk pintu kamarku dan tanpa perlu menunggu jawabanku langsung membukanya. Aku melempar tatapan resah ke arahnnya, ia menghampiriku dan duduk di sebelahku, tangan kanannya merangkul pundakku.
“Bening, anak satu-satunya ayah yang sudah besar. Ayah tahu keputusan ini berat buat kamu, entah apa alasannya ayah bisa mengerti itu dari tatapan matamu. Tapi satu hal yang perlu kamu tahu, ayah dan ibu sama sekali tidak memaksa kamu, ayah dan ibu sama sekali tidak berniat untuk menjebloskan dirimu ke dalam kehidupan rumah tangga yang tidak sesuai dengan kehendak hatimu. Tapi yang perlu Bening juga ingat, bahwa makruh hukumnya bagi seorang perempuan untuk menolak pinangan seorang laki-laki baik yang datang kepadanya dengan niat yang baik pula. Ayah sendiri percaya kalau Mada itu laki-laki yang baik dan sungguh-sungguh berniat untuk membahagiakan kamu. Kamu sendiri yang lebih tahu seperti apa dia karena paling tidak kamu pernah mengenalnya. Ingat, Ning, yang paling penting diantara dua orang yang bersama-sama berniat untuk membangun rumah tangga bukanlah soal sejauh apa kalian saling mengenal. Karena setelah pernikahan nanti, akan lebih banyak hal-hal baru yang masing-masing dari kalian akan temui dari pasangan kalian yang tidak pernah kalian ketahui sebelumnya, sekalipun sudah puluhan tahun kalian saling kenal. Oleh karena itu, menerima dan menghargai apa-apa yang masing-masing dari kalian temui nantinya adalah hal yang sangat penting karena tanpa menerima akan sulit untuk bisa tumbuh bersama-sama.” aku mengusap air mata yang tetiba keluar dari mataku.
“Ayo, kita temui mereka. Mantapkan hatimu, Ning.” aku bangkit diiringi ayah, mematut diri di depan cermin sebentar lalu melangkah ke ruang tamu.
Di sana terlihat Mada yang sedang duduk manis dengan kemeja putihnya itu mengobrol dengan ibu dan seorang perempuan yang ke sini bersamanya. Aku hanya mencuri pandangan sekilas, selebihnya terus menundukkan kepalaku dan melindungi wajahku dengan kerudung panjang yang kukenakan. Ayah mendudukkanku tepat di samping itu, setelah itu tanpa ba-bi-bu, Mada mulai bersuara,
“Bening, sebelumnya mohon maaf kalau saya lancang. Mohon maaf kalau saya berani-beraninya mendatangi rumahmu tanpa meminta izin terlebih dahulu dari kamu. Kamu tidak perlu bingung darimana saya bisa tahu alamat rumahmu, semenjak memutuskan untuk berhenti dari komunitas fotografi itu saya memang memilih untuk menghilang. Menghilang sejenak untuk menghargai kehadiran, menjauh sejenak untuk menghargai kerinduan, tetapi tidak dengan kehilangan informasi tentang kamu. Selepas mandeg dari komunitas itu saya melebarkan sayap sumber informasi tentang kamu, saya menanyai siapa saja yang mengenal dirimu dan diam-diam selalu mengawasi apa yang kamu lakukan. Saya juga mengarsipkan setiap koran-koran ataupun majalah yang memuat hasil tulisan ataupun jepretanmu. Saya sudah jatuh cinta kepada kamu sejak pertama kali melihat kamu di komunitas itu, Ning. Jauh sebelum kamu dan saya secara tidak sengaja ditempatkan dalam satu kelompok. Kamu yang dengan lugunya terburu-buru ikut berkumpul masuk ke barisan karena datang terlambat. Kamu yang tidak banyak berbicara dengan mulut, tetapi berbicara banyak lewat tulisan-tulisan dan foto yang kamu unggah di blog. Saya mencintaimu walaupun saya belum mengenal kamu sepenuhnya waktu itu.” aku mencerna setiap kalimatnya dengan dada bergemuruh, ada yang menyeruak dalam mata, memaksa membasahinya.
“Maka izinkanlah hari ini saya menyampaikan niat baik saya untuk menyempurnakan kehadiranmu dalam hidup saya, untuk mengabulkan doa-doa yang selama ini saya sematkan setiapkali saya selesai shalat. Untuk menggenapkan kerinduan yang selama ini ganjil. Izinkanlah saya menyempurnakan agama saya bersamamu, Ning.” begitu Mada selesai mengungkapkan kalimatnya, air mataku sempurna mengalir deras, tak terbendung disertai helaan nafas kecil. Aku mengangkat wajahku, melemparkan pandanganku nanar ke arahnya. Ia membalas tatapanku dengan tatapan cemas.
“Saya menghargai maksud baikmu, Mada. Sangat menghargai,” aku mengeluarkan kalimat itu dengan suara bergetar, “tetapi saya mohon beri juga saya waktu untuk mengenal dirimu.” aku langsung menundukkan kembali wajahku begitu selesai mengucapkan kalimat itu.
“Lalu keputusannya?” seorang laki-laki dari keluarga Mada bertanya
“Saya menerima niat baiknya, dengan satu syarat beri saya waktu satu bulan untuk bertaaruf dengan Mada, setelahnya silahkan tentukan tanggal akadnya.” aku lega sekali mengucapkan kalimat itu, seperti ada beban yang lepas dari pundakku. Yang bergemuruh itu luruh, yang berdesir deras itu hanyut, yang beku itu mencair, dan jutaan kupu-kupu di dalam perutku itu terbang pergi. Aku mendengar Mada, dua orang laki-laki dan seorang perempuan yang datang bersamanya itu mengucapkan puji syukur, begitu juga ayah dan ibuku. Sejujurnya ada yang sedang tergesa ingin segera menempelkan keningnya di sajadah detik itu juga, aku.
Satu bulan masa taaruf yang kuajukan aku jalani dengan penuh kegembiraan. Aku yang sebelumnya tidak pernah berkomunikasi dengan Mada lewat jejaring sosial, sepanjang bulan itu memulai percakapan. Ia bercerita banyak hal tentang dirinya, tentang bisnis kedai kopi yang dijalankan bersama temannya itu. Dia juga bercerita soal kemahirannya meracik dan menghias kopi. Sesekali kami keluar bersama untuk hunting foto, sesekali dia menuliskan berbaris-baris puisi sembari menemaniku menggarap berita-berita yang harus aku kirimkan ke media massa. Waktu itu aku sudah resmi bekerja sebagai seorang jurnalis muda di media massa lokal.
Waktu berjalan begitu cepat, satu bulan berlalu dan masa taaruf yang kuajukan sudah habis, tanggal akad pun ditentukan, dua minggu setelah masa taaruf itu berakhir. Berbagai persiapan dilakukan dan aku dipenuhi dengan kebahagiaan menyongsong hari itu tiba.
Desain tempat yang digunakan sebagai tempat dilangsungkannya akad nikah nanti terlihat begitu menawan di mataku, aku sendiri yang membuat desainnya, memadukan kesan minimalis dan bahagia. Undangan sudah disebar jauh-jauh hari sebelum hari ini, cathering dan persoalan tetek bengek lainnya sudah diurus oleh orang dari keluarga Mada. Pagi itu, aku sedang dirias untuk ijab qabul, kerudung putih panjang dengan manik-manik yang bertaburan di atasnya melekat di atas kepalaku, sebuah gaun putih yang lumayan lebar melekat di tubuhku. Orang-orang terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing, ayah sibuk menerima dan memberi instruksi para tetangga yang datang membantu, ibu juga sibuk membantu ibu-ibu lainnya di dapur.
Mada sedang dalam perjalanan menuju ke sini, sehari sebelum akad pernikahan ini akan digelar ia menginap di rumah pamanku yang terletak lumayan jauh dari sini. Selepas dirias, aku menyibukkan diri dengan melihat-lihat orang-orang yang terlihat sangat sibuk itu, ketika sampai di dapur ibu mendekatiku dan menyuruhku untuk tetap di kamar rias saja, tujuannya supaya pakaian yang kukenakan tidak kotor dan riasanku tidak luntur. Aku menurut dan kembali ke kamar, penghulu yang akan memimpin akad nikah nanti sudah hadir sejak tadi, aku mengirim pesan pendek lewat aplikasi messenger ke Mada, menanyakan keadaan dan posisinya. Beberapa menit setelah itu Mada membalas pesanku, bilang bahwa dirinya baik-baik saja, dan sedang dalam perjalanan menuju ke sini.
Satu jam setelah pesan itu, Mada dan rombongannya tidak kunjung datang, orang-orang yang tadi disibukkan dengan tetek bengek persiapan terlihat sudah selesai dan sekarang justru kelihatan bingung. Penghulu yang rencananya akan memimpin akad pernikahanku dengan Mada sudah uring-uringan dari tadi, bilang jika memang mau terlambat mohon memberi kepastian karena ada pasangan lain yang hendak dinikahkannya hari itu. Ayahku meminta maaf begitu mendalam kepada penghulu itu, aku bisa merasakan betapa malunya dia hari itu. Aku kembali mengirim pesan ke Mada lewat aplikasi messenger, tidak hanya itu, aku bahkan meneleponnya tetapi tidak ada balasan. Aku semakin cemas, penghulu di luar sana terdengar makin uring-uringan. Aku tambah cemas. Beberapa saat setelah itu terdengar keributan maha hebat di luar kamar rias. Aku keluar dan mencari tahu apa yang terjadi, seorang laki-laki berusaha menghalangiku untuk mencari tahu. Aku memberontak dan mendekatkan diri kepada kerumunan yang sedang sibuk berdebat itu, ada ayah di sana. Aku menatap nanar orang-orang itu satu per satu, lalu dengan mulut bergetar bertanya,
“Ada apa ini?”
“Mada,..” ayah menjawab dengan suara bergetar.
“Kenapa dengan Mada? Dia sedang menuju ke sini kan?” suaraku tidak kalah bergetarnya, aku hampir saja limbung hari itu jika tidak ada yang memegangi pundakku.
“Mobil yang membawa Mada ke sini kecelakaan, Ning.” aku sempurna limbung setelah itu dan tidak tahu apa yang terjadi setelahnya.
Yang aku tahu setelah itu, aku masih sempat mendengarkan suara Mada di rumah sakit, meratapi mengapa kejadian ini menimpanya, dan nyaris melaknati Tuhan atas kehendaknya. Aku ingat betul di tengah nafasnya yang putus-putus dan wajahnya yang bersimbah darah itu, dia berkata,
“A….aku akan,.. menikahi….mu, Ning. Aku…. sudah membawa mirrorless seri terbaru… sebagai maskawin.” dan setelah itu semuanya terasa sangat menyakitkan.
Aku memandangi anak laki-laki yang baru saja membuka pintu kaca toko ini lalu keluar diikuti ayahnya di belakang. Aku tersenyum memperhatikan kamera mirrorless yang dibawanya keluar. Lalu menghadap pramuniaga dan berkata,
“Saya mau mengabadikan kenangan dengan kamera yang sama dengan yang baru saja dibawa keluar anak laki-laki bersama ayahnya tadi.”
11 notes · View notes
Text
in my cubical stories #0004
saya merenungkan sapaan orang-orang yang tiga tahun belakangan ini akrab sekali di telinga saya. yaitu : “haii Gadis cantik.”
Gadis cantik. seakan-akan cantik adalah nama belakang saya, padahal aslinya Gadis Santoso. begini, bukannya saya merasa sombong dengan sapaan orang tersebut, bukan. hanya saja lama kelamaan saya jadi mikir “itu orang bilang cantik maksudnya apa sih? serius gue yang cantik atau dia lagi ada maunya? atau sebenernya dia muak sama gue dan itu adalah sindiran halus dia untuk gue? kalo sampe iya berarti gue harus buru-buru evaluasi diri gue, nih. gue salah apa? gue udah bikin apaan sampe harus disindir halus begini.”
mungkin saya memang agak rumit karena hal simpel begitu aja dipikirin amat. hanya aja begini, saya punya masa lalu yang agak kurang enak untuk dikenang. tapi sebagian besar dari masa lalu saya sih saya syukuri yah. kan gak ada yang sempurna :)
dulu ketika masa kanak-kanak yaa sampai sekitar kelas 2an Sekolah Dasar, saya terlihat cantik, lucu dan semua orang pasti gemes kalo liat saya kala itu. bahkan ketika saya duduk di kelas 1 SD saja saya ditaksir banyak sekali teman-teman seumuran saya atau bahkan kakak kelas 😅 (nah, kadang saya bingung sama dunia ini. kenapa bocah-bocah udah paham taksir taksiran)
ketika memasuki kelas 3 SD semua berubah apalagi saat itu tubuh saya semakin menggemuk, saya jadi terlihat kurang menarik. mulai sejak itu sampai kira-kira SMP kelas 3, saya selalu jadi bahan bullying hanya karena gemuk. gak usah dijelasin yah kayak gimananya, karena buat saya gak penting ngubek-ngubek luka lama. yaa intinya begitu.
karena itulah saya merasa bahwa saya jauh dari cantik. kala itu ketika sangat rajin berdoa. devosi, novena dan puasa saya jalani demi sebuah keikhlasan hati. iyaa, saya minta Tuhan meluaskan hati saya untuk bersabar menanggung bullying yang diberikan anak-anak yang hatinya kurang tersentuh kasih itu. kira-kira begini doa saya : “Tuhan, Gadis minta hati yang luas, hati yang sabar dan hati yang ikhlas. berikanlah Gadis kesabaran ketika mereka semua menghina Gadis, berikanlah Gadis hati yang luas untuk bisa memaafkan segala perbuatan mereka yang menyakitkan, berikanlah Gadis hati yang ikhlas supaya Gadis tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Tuhan, Gadis mau percaya kalau Tuhan mengijinkan semua ini terjadi karena rencana Tuhan jauh lebih indah dan lebih baik daripada pengertian Gadis. Tuhan, Gadis mau untuk selalu percaya bahwa Tuhan menginginkan Gadis lebih kuat dari ini. Gadis mau percaya bahwa Tuhan akan siapkan rencana yang luar biasa untuk Gadis. kalau Tuhan Yesus mengajarkan kami semua untuk memberikan pipi kiri ketika pipi kanan ditampar, berikanlah Gadis kekuatan untuk meneladaninya. mampukanlah Gadis untuk membalas setiap kejahatan dengan kebaikan dan kasih.” dan saya menangis begitu dalam setelah mengucapkan bait demi bait doa itu.
apakah spiritual saya tersebut berhasil, jawabannya ya. sangat berhasil dan bukan hanya itu, teman-teman saya yang lain menerima sebuah contoh baik dari apa yang saya lakukan tersebut. mereka selalu bilang, “kok lu sabar banget sih, Dis?” saya hanya tersenyum sambil bilang, “kalau marah hanya akan buang-buang energi, untuk apa marah?”
begitu SMA, kehidupan saya berubah. saya bukanlah seorang yang mengalami bullying seperti ketika sama SD dan SMP dulu. di SMA saya memiliki banyak teman, mendapat banyak kesempatan berorganisasi dan menjadi sosok yang agak berbeda, cumaa yaa gak cantik. istilahnya yaa gawl gitu kalo kata kids jaman now. ketika kuliah juga sama.
begitu 2011 ketika saya mulai menjalin hubungan dengan pria yang bisa dikatakan gak biasa, semua berubah. entah apa yang berubah, saya mah merasanya sama-sama aja. di tahun itu saya menjadi kekasih seorang pemain bola di Liga Indonesia. kalau ditanya cowoknya terkenal gak, untuk yang ngikutin bola indonesia sih pasti kenal. sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, kehidupan percintaan saya ketika itu (ini kata-katanya gelik yah) yaa diseputar persepakbolaan indonesia. macarin pemainnya dan jurnalisnya. supporternya enggak, waktu itu pernah sih dideketin cuman gak nyambung. pikir saya : supporter indonesia banyak yg gak tertib, males punya pacar gak tertib aturan.
awalnya sama beck sebuah club sepakbola di kota penghasil mebel terbaik, kemudian bubar jalan. deket sama gelandang sebuah club sepakbola di kota pempek, tapi trus yaudah. gak usah dijelasin kenapanya yah. pokoknya yaudah, dan sejak itu jadi akrab sama si kota pempek karena deketnya sama orang yang berhubungan di kota itu. setelah sama si gelandang, sama jurnalis di kota pempek itu. trus yaudah dan sama si striker, sama si striker yaudah juga. kalo sama si striker intinya mah cinta datang terlambat 😂😝 dan setelahnya sama si kiper di kota yang sama juga 😂 satu club? iya. yaudah yah gitu aja. yang mau dibahas bukan ini sebenernya, yaudahlah selingan yah.
nah selama 3 tahun itu, saya ngalamin titik balik juga. dan ketika itu saya balik mendekatkan diri lagi ke Tuhan setelah sebelumnya saya sempat menjauh dariNya. dari situ saya belajar untuk merawat diri sebagai bentuk pengalaman kasih untuk diri sendiri dan sebagai wujud syukur atas segala pemberian Tuhan pada saya. kala itu pun tubuh saya menyusut berat badannya sebanyak 28kg selama 10bulan. rahasia penyusutan berat badan saya bukan karena saya diet, kala itu saya agak setress dengan hubungan percintaan saya. kasarnya yaa, setress karena punya pacar yang hatinya kurang baik. apapun yang mantan pacar saya lakukan, saya akan selalu belajar untuk gak mengumpat mereka. gimana pun mereka pernah saya sayangi dan menyayangi saya. apapun yang mereka lakukan kepada saya akan kembali ke mereka, Tuhan sudah atur. saya gak akan ikut-ikut.
melihat kondisi fisik saya yang menyusut itulah maka orang-orang melihat saya berbeda. mereka memandang saya lain, ternyata saya cantik kalau saya kurusan. wajah saya yang tadinya banyak jerawat dan flek hitam pun berangsur bersih dan karena itu banyak yang notice kalau saya terlihat lebih segar, bersih dan cantik (lagi)
luka membawa berkat, saya jadi mengerti bahwa saya harus mempercantik diri, saya harus membuat diri saya menjadi sosok yang jauh lebih baik dari sekarang. fisik, hati dan pikiran saya pun saya upgrade semua hanya demi THE NEW FLORENTINA GADIS. dengan perubahan itu, saya hanya ingin seorang saya bisa tetap bertahan di segala jaman. saya ingin diri saya yang apa adanya ini bisa menjawab setiap tantangan jaman yang kian maju. pada akhirnya saya ingin ketika nanti saya menjadi ibu, saya tidak ingin anak saya menyebut saya “ahh Mama mah kuno.” big no! saya adalah ibu mereka tapi saya juga adalah sahabat mereka yang paling baik. saya ingin di masa depan nanti saya dekat dengan anak-anak saya. pemikiran yang panjang tersebut membawa saya di titik ini.
“haii cantik.”
“Gadis cantik, Gadis manis.”
“Gadis yang makin hari makin cantik aja.”
begitu katanya mereka, hmm i just copied yah. ketika kata-kata itu diluncurkan untuk saya, dalam hati saya berkata begini : “praise the Lord, pujian itu milik Tuhan.”
karena bila Tuhan tidak mengijinkan, saya tak akan pernah memperoleh sebuah permenungan di atas dan tak akan pernah mendapatkan sebuah pemikiran seperti diatas.
percayalah bahwa selalu ada darah dan keringat dibalik keindahan yang kamu lihat :)
saya mencintai proses demi proses karena Tuhan tidak pernah meninggalkan penyertaannya pada saya :)
0 notes
nasmayanas-blog · 7 years
Text
RIDWAN KAMIL DAN KONSEP LEADERSHIP YANG EFEKTIF
Tampilnya Ridwan Kamil sebagai Walikota Bandung cukup menyentak. Sebab dia tidak hanya menggebrak dengan perolehan suara mencapai 45%, mengalahkan tujuh pasangan calon yang tak bisa dibilang enteng dalam Pilkada Kota Bandung tahun 2013, tapi dia juga muncul ke permukaan dengan konsep, pemikiran, kebijakan dan bahkan juga angan-angan untuk kejayaan Bandung di masa depan. Oleh Nasmay Lofita Anas - Indonesian Leaders Sesuatu yang baru bagi warga kota yang dikenal juga dengan sebutan Paris van Java adalah tampilnya Ridwan Kamil sebagai walikota. Terutama setelah begitu banyak walikota datang dan pergi, tapi nyaris tidak meninggalkan apa-apa bagi peningkatan pembangunan. Apalagi sesuatu yang memberikan harapan hidup yang lebih baik bagi seluruh warga kota.
Dengan latar belakang arsitek yang karyanya sudah mendapatkan pengakuan dan penghargaan di mana-mana, dia menjadi calon walikota yang paling cepat dikenal pemilih. Dan dengan tampilan fisik yang tinggi semampai, murah senyum dan terkesan selalu rapi dia menjadi idola para pemilih, terutama pemilih muda.
Selain itu, dia juga muncul sebagai pemimpin yang merakyat. Artinya, dia bukan tipe pemimpin yang jauh di awang-awang, atau pemimpin yang ibarat bulan, dapat dilihat tapi tak dapat dijangkau.
Kang Emil –demikian dia akrab disapa– adalah pemimpin yang siap berkubang lumpur bersama rakyat yang dia pimpin.
Dia muncul dengan karakter pemimpin yang menggerakkan.
Kalau kita berkaca kepada falsafah Jawa, seorang pemimpin itu ing ngarso sung tolodo, ing madyo mangukarso, tut wuri handayani (di depan jadi contoh atau suri teladan, di tengah jadi penggerak, di belakang memberikan dorongan semangat).
Kang Emil menampilkan dirinya sebagai penggerak, pembangkit semangat, motor yang mendorong masyarakat untuk melakukan suatu langkah yang akan membawa mereka kepada kemajuan yang diangan-angankan.
Dengan berjalannya waktu, sosok dan kiprah Kang Emil tidak hanya menarik perhatian masyarakat kota Bandung, tapi juga masyarakat lain di seantero Nusantara.
Karena itu bahkan dia pernah digadang-gadang untuk menjadi salah satu bakal calon gubernur DKI Jakarta. Bersama Walikota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) dan pernah didorong untuk ikut bertarung melawan Basuki Tjahaya Purna alias Ahok. Tapi sebagai tokoh yang memiliki integritas kuat, dia memutuskan untuk tidak menuruti desakan sejumlah pihak itu.
Konsep Pemikiran dan Kebijakan
Sejak pertama kali menduduki kursi orang nomor satu di Bandung, warga kota menaruh harapan yang sangat besar kepadanya. Karenanya jadi cukup menarik sebagai alumnus Tehnik Arsitektur Isntitut Teknologi Bandung (ITB) dan Master of Urban Design University of California, Berkeley yang melontarkan pesan-pesan pembangunan yang dibungkus dengan ungkapan “Duit Sajuta”.
Ungkapan itu berarti, setiap insan wajib memegang teguh “Duit Sajuta”, yang merupakan singkatan dari Do’a, Usaha, Ikhtiar, Tawakkal, disertai Sabar, Jujur, dan Taqwa.
Pesan yang diawali dengan doa ini tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi warga kota yang terkenal agamis. Itulah konsep pemikiran pertama yang unik yang digagasnya untuk kota Bandung, yang juga dia lengkapi dengan gagasan “Bandung Juara”.
Konsep pemikiran tersebut dia hiasi dengan gebrakan-gebrakan yang tidak kalah unik. Yaitu ajakan yang dimulai dari dirinya sendiri, seperti: naik sepeda ke kantor, rapat dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, diwajibkan pejabat memiliki akun Twitter, temui demonstran secara langsung, rombak ruang kerja, singkirkan gadget saat rapat dan sejumlah gebrakan lain yang setiap saat bisa kita pantau di Twitter pada alamat @ridwankamil.
Langkah ke-dua paling menarik dan sempat melahirkan polemik di tengah-tengah masyarakat. Yakni keinginannya untuk meningkatkan level of happiness (indeks kebahagiaan) warga Bandung. Yaitu dengan membangun taman-taman baru sambil merenovasi dan mempercantik taman-taman yang sudah ada. Sesuatu yang dianggap aneh, karena kota Bandung menghadapi sejumlah persoalan pelik –terutama masalah sampah, banjir dan kemacetan– yang sangat urgen untuk diselesaikan.
Para pengkritik melecehkan dirinya dengan anggapan bahwa hanya karena latar belakangnya yang arsitek maka dia melakukan semua ini, tapi oleh karena itu maka dia mengabaikan kebutuhan penyelesaian masalah sampah, banjir, dan kemacetan yang sudah demikian parah Namun Kang Emil tetap santai menjalankan ide-idenya.
Barulah belakangan orang melihat bahwa ide dan pemikirannya sebenarnya luar biasa. Buktinya, meski dianggap lamban, namun secara konsisten dia terus saja menjalankan apa yang sudah dia programkan.
Dengan demikian jalan yang dulu berlubang-lubang sekarang sudah mulus, taman-taman kota berdiri di berbagai tempat, trotoar jalan juga dipercantik dan jadi sangat manusiawi. Bandung sebagai kota tua yang bersejarah, dengan leadership walikota yang dikenal juga dengan inisial RK ini, benar-benar berubah jadi cantik.
Seakan tidak terbayangkan sebelumnya, sekarang Bandung memiliki taman-taman tematik yang cantik, seperti: Taman Film, Taman Vanda, Taman Pustaka Bunga Cilaki, Taman Fotografi, Taman Jomblo (Taman Pasupati), Taman Skate Board, Taman Film, Taman Musik Centrum, Taman Lansia, Taman Super Hero, Taman Petpark, Taman Dewi Sartika, Taman Teras Cikapundung, Taman Balaikota, Taman Cikapundung Riverspot dan Taman Cibeunying.
Taman-taman itu sekarang menjadi tempat bercengkerama, berkumpul dan mengadakan berbagai kegiatan yang sangat menyenangkan bagi warga kota Bandung. Beberapa taman karena cantik dan eloknya bahkan juga sempat dijadikan warga sebagai tempat kegiatan fotografi, termasuk tempat pengambil foto pra-nikah.
Setelah tiga tahun lebih pemerintahannya berjalan, sekarang Kang Emil benar-benar ingin mewujudkan cita-cita luhurnya. Yaitu untuk membangun kota Bandung menjadi kota yang smart, livable dan sustainable. Semua itu tidak hanya dia jadikan sebagai wacana semata-mata, tapi benar-benar dia wujudkan dengan kerja nyata.
Dengan demikian, nyaris tiga tahun belakangan, masyarakat benar-benar dibuat terkesima melihat kehadiran walikota arsitek yang inspiratif.
Karena begitu tampil di panggung kekuasaan sebagai orang nomor satu di kota Bandung, dia langsung menggulirkan karya-karya terobosannya.
Sebagai pemimpin tertinggi di kota Bandung, Kang Emil telah memperlihatkan tanggung jawab yang luar biasa dalam menciptakan visi, misi dan strategi pembangunan kota Bandung tercinta. Meski muncul sebagai pemimpin yang dilegalkan lewat proses Pilkada, namun dia tidak terperangkap dalam konsep kepemimpinan politik yang menaruh jarak dengan mereka yang dia pimpin. Terlebih lagi terhadap kalangan birokrat yang berada di bawah kepemimpinannya.
Dia rupanya lebih tertarik untuk keluar dari konsep kepemimpinan seperti itu. Dia mencoba menerapkan kepemimpinan yang sejalan dengan apa yang pernah dilontarkan Anis Baswedan. Yaitu bahwa persoalan-persoalan kebangsaan Indonesia tidak bisa diselesaikan oleh satu orang, tapi harus melibatkan semua orang. Karena itu konsep kepemimpinan yang lebih dia pilih adalah “konsep kepemimpinan yang menggerakkan”, bukan yang memerintah orang lain untuk bergerak sementara dia sendiri diam.
Dengan konsep menggerakkan, seorang pemimpin tampil ke muka sebagai “guru”, dengan pengertian yang digugu dan ditiru. Konsep ini secara sederhana dipandang sebagai kepemimpinan yang dekat dan tak berjarak dengan rakyatnya.
Konsep ini juga dapat mendorong para birokrat untuk merasa di-“orang”-kan, sehingga mampu berinovasi dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Dengan konsep kepemimpin yang meleburkan dirinya dengan rakyat, jadi tidak aneh bagaimana dia berjoget-joget di tengah jalan bersama para Bobotoh Persib ketika klub kesayangan Maung Bandung itu meraih kemenangan dalam suatu pertandingan.
Sama tidak anehnya ketika dia kedapatan naik sepeda ontel dengan pakaian khas Sunda, beriringan bersama para pencinta sepeda kuno lainnya yang juga berpakaian lengkap khas Sunda, seperti bendo, baju kutung, celana komprang dan tarumpah.
Sebagai seorang arsitek hebat, RK telah menciptakan banyak hal, seperti Taman Bermain Bandung, Komunitas Bandung Berkebun, Deklarasi Babakan Siliwangi sebagai Hutan Kota Dunia PBB, Masjid Merapi, Rumah Gempa Padang, Lampu Botol (Walking Brain), Bottle House, Museum Tsunami Aceh, Discovery World Taman Mini Indonesia Indah, Essence Apartment, Kirana Two, Senayan Aquatic Stadium, hingga Masjid Al-Azhar di Summarecon Bekasi.
Dan sebagai the Caretaker of Bandung yang bahkan juga digelari Superhero Bandung ini dia juga telah membangun banyak hal yang membuat kota Bandung sekarang benar-benar berubah jadi cantik. Tapi di samping itu, dia tak kekurangan ide-ide cemerlang, untuk mewujudkan cita-cita menjadikan kota ini pas dengan “Bandung Juara” yang juga telah dia gagas sebelumnya. Yaitu, dengan melahirkan gerakan-gerakan seperti: Gerakan Pungut Sampah, Gerakan Sejuta Biopori, Taman Tematik, Fasilitas Wifi di Rumah Ibadah, Kawasan PKL Terlarang, One Day No. Rice, Fun Days, Senin Bis Gratis, Selasa Tanpa Rokok, Rebo Nyunda, Kamis Inggris, Jumat Bersepeda, Sabtu Festival, Bus Bandros (Bandung Tour On The Bus) gratis, dan Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah.
Dan yang lebih menarik, baru-baru ini RK juga membocorkan rencana pembangunan kota ini melalui akun Twitter miliknya. Menurut dia, Kota Bandung segera memiliki wajah baru. Beberapa daerah di Paris Van Java akan ditata jadi lebih teratur dan indah, salah satunya di kawasan Cibiru, Antapani dan Arcamanik.
RK juga mengunggah sketsa rencana tata kota melalui akun fan page Facebook miliknya. Dari sketsa tersebut terlihat di kawasan Cibiru akan dibuat underpass dan exit toll Cileunyi.
“Warga Bandung, ini gambar desain untuk terowongan underpass di bundaran Blue Water (Cibiru). Untuk mengurai macet Bandung Timur. Doakan lancar, Insya Allah dimulai tahun depan juga. Hatur Nuhun,” tulisnya.
Warga Bandung benar-benar terpesona dengan kepemimpinan Arsitek Ridwan Kamil. Karena itu, mana mungkin mereka mau melepas dia untuk bertarung jadi calon gubernur di DKI Jakarta.
Bahkan ketika didorong untuk bertarung dalam perebutan kursi Jabar Satu alias gubernur Jabar, tampaknya warga Bandung belum kelihatan rela. Sebab masih banyak harapan yang digantungkan masyarakat Kota Kembang kepadanya.
Catatan: Tulisan ini juga dapat dibaca di majalah Indonesian Leaders edisi 016/2017.
1 note · View note
perjalananhidup · 7 years
Quote
Bicara soal kecantikan jadi ingat cerita semalam, Kecantikan itu sekarang udah canggih semua bisa dengan mudah dimanipulasi Keingat semalam umi bilang : " Kak kamu kapan ada waktu luang?" M : "belum tau mi, emang knp mi? " U : " itu umi pengen ajak kamu kedokter alhamdulillah umi ada rezeki, emang umi udah niatin buat kamu" M : " emang knp mi? Orang yuka sehat kok :) " U : " itu buat perawatan wajah mu, umi suka kasian lihat wajahmu jerawatnya kok jadi tambah banyak gtuu sekalian diobatin ajah " M : (ketawa) :) :) Terkadang ketika sedang bicarain soal wajah jujur dalam diriku masih ada rasa kurang percaya diri, malu, rasanya ingin cepat2 bersihkan dan mulus tapi itu semua belum bisa dan aku hanya berandai2 ajah hhe Dibilang sana sini, kok ini sih... Ih kayak ini tau.. Dan bla bla bla yah buat aku itu udah biasa dan kebal mungkin :) Karena dari dulu juga alhamdulillah udah jalan berobat kemana aja tapi belum bersih juga sebenarnya cocok pakai apa aja ditempat perawatan cuman yang gak cocok itu *uangnya* hhe. Karena aku sadar udah berobat ngeluarin uang yang cukup banyak dan itu hanya untuk wajah aja dan gak cuman sekali, aku berfikir masih banyak kebutuhan yg lebih penting dan itu gak cuman buat aku orangtuaku harus membiayai ke-8 saudaraku juga ,yang itu pengeluarannya juga gak dikit :) karena semua masih sekolah. Sekarang mah kudu banyak2 bersyukur ajah doa ku yang terpenting semoga kedua orangtuaku selalu diberi kesehatan dan kekuatan sama Allah :) semoga aku dan ke-8 saudaraku bisa sukses bareng dan bisa bahagiakan mereka Aamiin Karena aku teringat banget kata2 umi yang itu jadi motivasi buat aku sampai sekarang, ketika dimana udah titik paling jenuh dan khilaf aku bilang, Umi kenapa sih muka aku beda sama kakak2 dan adek2? Kenapa yang diantara anak umi perempuan2 aku kayak gini? Dengan santainya umi jawab: " kak yuka itu stimewa, kak yuka harus bersyukur Allah kasih wajah kak yuka kayak gtu karena Allah sayang sama kak yuka, karena mungkin Allah takut ketika nanti wajah kak yuka bersih kak yuka belum bisa jaga diri nanti malah jadi fitnah, sombong, riya' nanti ada yang iri mangkannya Allah melindungi kak yuka" MasyaAllah lagi2 umi emang paling hebat buat aku bisa kasih jawaban yang itu jleb banget buat diriku, Alhamdulillah masih dapat support yang luarbiasa dari mereka, Sekarang walau kadang umi masih suka ngajak buat berobat tapi diri ini yang gak enakan masih berat, nanti aja klo udah bisa cari uang sendiri hhe Intinya semoga kita selalu bersyukur apa yang telah Allah berikan kenikmatan semua kepada kita, Buat kalian yang wajahnya udah cantik, bersih jaga diri baik2 gak usah dimanipulasi2 tetep apa ada nya ajah yang terpenting tetep jaga kebersihan dan perawatan sendiri pakai air wudhu yang paling bagus. Dan terpenting bisa jaga diri dan terus membentengi diri dari hal2 yang tidak diinginkan.. Dan buat kalian yang kayak diriku bisa terus banyak bersyukur karena diluar sana masih banyak yang lebih parah mungkin, jangan berkecil hati dan sedih tetep semangat dan percaya diri ins yaa Allah suatu saat nanti juga bakal sembuh dengan sendirinya :) Yang terlebih penting cantik itu bukan dari fisik aja dari akhlaq dan hati kita Terus berbenah diri untuk mempercantik dengan akhlaq yang baik.. Jadi tetep cantik baik dari dalam dan luar :) -semoga bermanfaatt
0 notes