Tumgik
#Indonesia Menggugat
hibiscusbabyboy · 11 days
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
The Fiery Sea
(Dividers founded through @44pistolundermyhead )
4 notes · View notes
negarajiv · 2 years
Text
Ironi Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Tumblr media
Saat ini aku tengah menggarap skripsi salah seorang mahasiswi perguruan tinggi Islam di Jakarta. Sebagaimana biasanya penggarapan suatu skripsi di perguruan tinggi, tersedia panduan penulisan yang memuat segala macam ketentuan yang berlaku di perguruan tinggi tersebut.
Perguruan tinggi Islam yang satu ini juga begitu. Sebagai penggarap, aku tentu mendapatkan salinan panduannya. Namun aku tersentak sekaligus tergelitik saat membuka panduan tersebut.
Panduan tersebut memuat ironi yang menggelikan. Namanya panduan penulisan, namun berisi hal-hal konyol yang tidak efektif diterapkan dalam penulisan. Hal yang paling lucu adalah, penulisan panduan itu sendiri tidak berbasis panduan tersebut. Sehingga sejak semula, panduan itu sudah mengkhianati dirinya sendiri.
Mulai dari persoalan tata letak hingga referensi, panduan ini tampak sekadar terisi oleh seseorang yang menulisnya secara terburu-buru tanpa tahu betul, dan bahkan tanpa pernah menerapkan, bagaimana penulisan berdasarkan panduan tersebut sebenar-benarnya.
Lebih lucunya lagi, pada bagian akhir panduan, penulis atau penyuntingnya malah lupa menghapus notulen rapat terkait panduan tersebut yang sepertinya berbasis suatu percakapan di grup WhatsApp. Notulen rapatnya juga lucu, sebab partisipan saling menggugat suatu unsur panduan namun tanpa ada keterangan apa-apa bagaimana gugatan tersebut terselesaikan.
Berhadapan dengan fenomena ini aku jadi memaklumi mengapa kita suka dipandang sebagai bangsa berliterasi rendah. Karena memang ternyata literasi kita rendah. Persoalan penulisan panduan seperti ini dengan konyolnya terjadi di ruang perguruan tinggi, yang seharusnya menjadi pucuk tertinggi untuk urusan penulisan yang baik dan benar. Kalau para akademisi sendiri masih menulis secara asal-asalan, bagaimana dengan mereka yang bukan akademisi. Kalau para dosen sendiri tidak mampu memahami dan menerapkan penulisan yang baik dan benar, bagaimana mereka berharap para mahasiswa ngerti?
Kenyataan lain menunjukkan bahwa banyak dosen hingga profesor tersebut sampai kepada posisi tersebut dengan jalan-jalan sabotase. Belum lama berselang ada berita mengenai seorang rektor perguruan tinggi negeri, yang masuk jajaran sepuluh besar Indonesia, ternyata seorang plagiator yang mencomot karya tulis ilmiah orang lain dan merekanya menjadi milik sendiri demi bisa mencapai pangkat tertinggi di perguruan tinggi. Kegilaan macam apa ini?
Aku juga suka menjumpai fenomena seorang guru besar tapi pola pikirnya kecil. Ketika dia berbicara dan beradu argumentasi, sama sekali tidak tampak bahwa dia rajin membaca dan menulis. Ini aneh dan ironis. Guru besar di Indonesia lebih tampak dan suka menampilkan dirinya sebagai aristokrat, pejabat, atau selebiriti, daripada sebagai seorang "guru besar" yang seharusnya tugas utama mereka adalah menulis dan meneliti.
Kadang kalau direnungkan, sungguh sangat miris. Bagaimana para orang tua menggelontorkan biaya puluhan juta untuk anak-anak mereka mengenyam perguruan tinggi yang pada akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang bahkan belum mampu menulis? Bagaimana pula perguruan tinggi memasang tarif tinggi untuk biaya pendidikan tapi gagal menghidupkan budaya dasar akademisi; membaca dan menulis?
Perguruan tinggi tersebar di mana-mana, tapi semuanya dikelola selayaknya suatu perusahaan semata. Sebagai suatu bisnis kapitalis. Orientasi utamanya adalah uang dan keuntungan. Ketika ada dua pilihan antara progres peradaban tapi tidak punya prospek, dengan proyek medioker namun menghasilkan keuntungan, yang pasti menjadi pilihan, yang selalu menjadi pilihan adalah yang kedua. Maka tidak perlu heran kalau para pejabat perguruan tinggi tak ubahnya komisaris perusahaan dengan harta milyaran.
Mereka duduk nyaman dengan perut kekenyangan sembari melupakan dua dari tiga Tri Dharma; penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat. Sebab keduanya tidak menghasilkan keuntungan sebesar pendidikan dan pengajaran yang berbasis bisnis dan bisa begitu menggiurkan pundi-pundi uangnya.
12 notes · View notes
shadika · 2 years
Text
MARLINA: Penggal Kepala, Harga Yang Layak Untuk Pemerkosa
https://twitter.com/jakartabeat/status/935544081115054081?s=20&t=MycRuKei8zQnXCGWxMkhgQ
(menyalin tulisan saya beberapa tahun lalu untuk jakartabeat.net, yang entah mengapa kini platform tersebut berubah menjadi web judi online. lol. sangat disarankan untuk terlebih dahulu menonton film sebelum membaca review ini.)
Tumblr media
Entah sebuah kebetulan atau semesta memang sudah membuatnya demikian. Saat isu mengenai kesetaraan gender sedang marak dibicarakan, film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak langsung merebut panggung dan mencuri begitu banyak pasang mata masyarakat Indonesia dan belahan dunia lainnya. Film ini disutradarai oleh Mouly Surya dan naskahnya ditulis oleh Garin Nugroho. Sebuah kolaborasi yang amat apik dalam menuturkan narasi melalui audio-visual indah tentang perempuan Sumba Timur yang diri dan peranannya terepresi. Tidak heran jika sebelum diputar di bioskop Indonesia pun film yang berdurasi 90 menit dan dibintangi oleh Marsha Timothy (Marlina), Egi Fedly Markus), Dea Panendra (Novi), dan Yoga Pratama (Franz) ini sudah masuk dalam Directors’ Fortnight Cannes Film Festival 2017 dan memenangkan penghargaan NETPAC Jury Award di Five Flavours Asian Film Festival.  Jika para perempuan dan laki-laki di dunia dapat berkolaborasi dengan padu seperti ‘ibu dan ayah’ dari film ini maka ujaran seperti “Dibilang cantik katanya catcalling tapi dibilang gemuk katanya body shaming” tidak perlu diperdebatkan panjang lebar lagi karena kesadaran berempati sudah dimiliki.
Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak bercerita tentang perjalanan seorang janda dari latar belakang pendidikan dan ekonomi terbelakang di pelosok Sumba Timur dalam mencari keadilan setelah ia diperkosa oleh para lelaki. Film ini mampu ‘mengawinkan’ isu sosial yang relevan di Indonesia dan nuansa western cowboy yang seperti dijungkirbalikkan melalui potret seorang perempuan – Marlina. Betapa film ini sangat menohok para feminis atau pemerhati isu kesetaraan gender di kota, termasuk saya, karena mencari keadilan tidak harus selalu dengan berisik berteriak tetapi justru gigih bergerak. Ya, dalam keheningannya Marlina mampu menggugat.
Menonton Film, Membaca Masyarakat
Film hadir sebagai salah satu media yang persuasif dan efektif dalam proses sosialisasi budaya. Oleh sebab itu, sekali lagi saya pertanyakan apakah hadirnya film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak ini hanya sebuah kebetulan di tengah masyarakat yang kini begitu riuh dengan isu kesetaraan gender. Kini semakin banyak film yang berbicara sebagai karya mandiri bukan hanya ilustrasi atas tulisan fiksi maupun nonfiksi. Sebagai media massa, film digunakan sebagai refleksi bahkan pembentukan realitas baru.
James Procter menyatakan bahwa produk budaya (film, sastra, musik, berita, fashion, dan lain-lain) bersifat ideologis karena merupakan refleksi atau wujud legal berbasis ekonomi dari perpanjangan tangan kultur dominan (Marx, 1859). Mengingat bahwa produk budaya berarti meliputi segala hal yang kita temui dalam hidup kita maka kita yang pada awalnya hanya dibiasakan membaca teks tertulis, kini harus peka untuk membaca segala hal yang ada pada semesta ini sebagai ‘teks’. Upaya kritis tersebut diperlukan karena setiap harinya kita dijejali begitu banyak informasi yang dengan sengaja disusun oleh apa yang sebelumnya telah disebut sebagai ‘perpanjangan tangan kultur dominan’ yaitu pemerintah, media, perusahaan yang produknya diiklankan, selebtweet, termasuk sutradara sebuah film.
Tidak jarang kita terbawa alur dalam sebuah film – tertawa, menangis, bahkan mempersalahkan tokoh tertentu. Sekilas mungkin kita terlihat menjiwai tetapi kita lupa bahwa film adalah second hand reality, seperti yang disampaikan oleh Stuart Hall, “The dog in the film can bark but it cannot bite!”. Perspektif kamera, pilihan kata dalam dialog, pakaian yang dikenakan, musik, dan unsur pendukung lainnya yang mendukung realitas sebuah film (Mise-en-Scéne) menjadikan film sebagai representasi budaya. Kembali Hall mengungkapkan bahwa film sebagai representasi budaya tidak hanya mengonstruksikan nilai-nilai budaya tertentu di dalam tubuh film itu sendiri, tetapi juga menjelaskan bagaimana nilai-nilai tersebut diproduksi dan dikonstruksi oleh pihak yang ‘berkuasa’ untuk dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film. Bagaimana ‘sistem tanda’ dalam sebuah teks budaya direpresentasikan, dalam hal ini film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak, inilah yang menarik untuk dibaca lebih jauh dan dijelajahi lebih teliti.
Perempuan Menghidupi, Perempuan Dialienasi
Dalam masyarakat Sumba, perempuan dapat dikatakan merupakan pusat dari sendi dalam keseharian hidup, mulai dari mengurus kebutuhan rumah tangga, bekerja, bahkan menyiapkan salah satu syarat mahar (dalam bahasa Sumba disebut mamoli) adat pernikahan yaitu kuda (dalam bahasa Sumba disebut belis). Perannya yang vital sayangnya tidak didukung oleh sistem sosial yang menempatkan perempuan sebagai individu yang independen. Hal ini bukan karena perempuan yang tidak cukup mampu, melainkan sudah terbuat ‘jarak’ antara diri perempuan itu sendiri dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan perempuan. Gadis Arivia dalam bukunya Filsafat Berperspektif Feminis mengutip pendapat Ann Forman bahwa laki-laki sangat eksis dalam dunia sosial dan pekerjaan sehingga berkesempatan lebih besar untuk mengekspresikan diri dan mengalienasi perempuan yang seringkali lebih banyak di rumah. Batasan-batasan yang dikonstruksikan oleh budaya patriarki dalam masyarakat ‘berbuah’ menjadi ketidakleluasaan perempuan dalam menentukan pilihan dan identitas perempuan itu sendiri sebagai individu.
Dalam babak pertama film ini yaitu Perampokan Setengah Jam Lagi, kita langsung disuguhi dengan gambaran nyata tentang budaya patriarki yang begitu mengakar dalam masyarakat. Sejak awal, salah satu perampok bernama Markus, tanpa malu-malu mengatakan bahwa ia dan gembongnya akan merampok harta benda dan ternak yang dimiliki Marlina, serta meniduri Marlina. Ia mengatakan bahwa malam itu akan menjadi keberuntungan bagi Marlina karena bisa tidur dengan banyak lelaki, sementara menurut Marlina pemerkosaan itu akan membuatnya menjadi perempuan paling sial. Alih-alih Markus meminta maaf, ia justru menganggap bahwa perempuan selalu menempatkan diri sebagai korban. Tidak hanya Markus, para perampok lainnya juga terbuka melecehkan Marlina baik itu secara verbal dengan mengatakan bahwa masakan Marlina lebih enak daripada masakan istri salah satu perampok. Pada dialog tersebut konteks yang disampaikan adalah menggoda bukan memuji, bahkan perampok tersebut pun secara fisik melecehkan Marlina dengan tanpa malu-malu memegang pahanya. Kelakar khas masyarakat patriarki sudah begitu sarat sejak babak pertama film ini, terutama tentang persetubuhan, bahwa lelaki yang menikmati dan perempuan digagahi. Kelakar (secara lebih luas juga bisa dalam bentuk anekdot, jokes, meme, dan lainnya) yang turun temurun mengakar dan parahnya lagi dianggap lucu, ternyata menjadi medium ampuh untuk melecehkan perempuan. Jika kelakar yang seperti itu dianggap wajar maka tidak heran jika tidak pernah diusut hingga tuntasnya kasus-kasus pemerkosaan seperti Sitok Srengenge pun dianggap wajar.
Tidak hanya di Sumba Timur, tetapi juga di Indonesia secara umum, kasus pemerkosaan sayangnya dianggap kurang ‘seksi menantang’ bagi media, ketimbang kasus korupsi atau penistaan agama saat pilkada DKI Jakarta kemarin. Jika menurut Anda di sini saya menjadi bias, perlu Anda ketahui bahwa saat mendapati fenomena tersebut pun saya juga merasakan bias. Bukankah korupsi dan pemerkosaan adalah sama-sama bentuk nyata seorang manusia dalam menistakan agama? Dalam film ini, Marlina dipaksa menggosok kemaluan pemerkosanya, ditampar karena menolak disentuh, ditarik celana dalamnya, vaginanya diterobos paksa, dan saat diperkosa pun masih juga dihardik, “Kau juga suka kan?”. Korupsi berarti mengambil hak orang lain dan pemerkosaan berarti merajam jiwa, menjajah tubuh, dan merampas kemanusiaan orang lain. Mungkin kasus pemerkosaan dianggap terlalu duniawi, sehingga perangkat hukum yang bau mani ini, suatu saat nanti perlu diganjar dan diracun sampai mati atau penggal kepala seperti yang dilakukan Marlina kepada para pemerkosanya.
Lebih jauh lagi, budaya patriarki memuat relasi kuasa yang tidak pernah imbang dan melulu bernafsu, agar yang mendapat manfaat selamanya tetap kuat dan perempuan yang diperalat semakin sekarat. Dalam masyarakat Indonesia, kita tentu sangat akrab dengan mitos atau takhayul yang mengungkung, terutama bagi perempuan, misalnya seorang janda cantik tidak boleh terlalu galak agar bisa ‘laku’ lagi, persis seperti ucapan Markus terhadap Marlina. Kita dapat melihat bagaimana budaya patriarki bekerja melalui mitos turun menurun dan menilai peran perempuan hanya dari sisi transaksional – cantik atau tidak dan laku atau tidak, bahkan sampai perlu repot-repot menentukan standar baku tentang bagaimana seharusnya perilaku seorang janda dalam masyarakat. 
Dalam film ini dikisahkan pula seorang perempuan yang tengah hamil sepuluh bulan yaitu Novi yang dicurigai suaminya bahwa anaknya sungsang. Bagi masyarakat Sumba, jika perempuan tidak kunjung melahirkan dan anaknya sungsang maka berarti perempuan tersebut berselingkuh. Yang menarik dalam film ini adalah keluhan panjang lebar Novi mengenai mitos tersebut berhasil dibuat menjadi komedi satir. Betapa hal yang selama ini ditabukan, salah satunya adalah perempuan yang juga berhak mendambakan dan ingin dipuaskan dalam persetubuhan, kemudian diutarakan oleh seorang korban budaya patriarki, ternyata menuai gelak tawa penonton dalam bioskop. Respon penonton begitu kontras jika dibandingkan dengan tanggapan dingin mereka terhadap kelakar tentang persetubuhan dari dialog para perampok, yaitu para laki-laki. Budaya patriarki itu sendiri tidak hanya diteruskan secara turun temurun oleh para lelaki, tetapi juga perempuan. Seperti yang juga dikeluhkan oleh Novi, justru ibu mertuanya yang menjejali mitos tersebut sehingga awet bersarang dalam benak suami Novi. Di sini kita bisa melihat cara kerja sebuah ideologi, salah satunya yaitu budaya patriarki, yang terus tumbuh tanpa pernah disadari karena adanya stigma atau label tabu, serta kurangnya pendidikan yang berkualitas. Budaya patriarki melanggengkan nafsu untuk menguasai dan menyulap akal sehat menjadi ‘impotensi’.
Alienasi yang dilakukan oleh masyarakat patriarki kian mempersempit wahana berkembang bagi korbannya untuk mengembangkan kualitas sebagai individu yang mandiri. Jika kita menariknya ke lingkup yang lebih luas lagi, independensi para korban budaya patriarki, baik itu anak-anak, perempuan, dan lelaki itu sendiri, membuat penolakan atas hegemoni kemanusiaan itu menjadi sulit dilakukan. Terlebih lagi jika pelecehan atau kekerasan tersebut dialami korban dalam ruang privatnya yang sempit, seperti dalam film ini pelecehan dilakukan di ruang tamu tempat jenazah suami Marlina disimpan dan pemerkosaan dilakukan di dalam kamar Marlina yang rumahnya terletak di tengah padang sabana dan jauh dari tetangga. Sebuah ironi bahwa Marlina dijajah di teritorinya sendiri. Selain kamar, dapur sebagai ruang yang erat dilekatkan dengan perempuan, juga dimasuki dengan paksa oleh Franz, perampok muda kesayangan Markus, saat mengooda Marlina. Di dapur pula, Novi harus mengganti pakaiannya saat ia bersiap akan melahirkan karena kamar Marlina justru digunakan oleh Markus. Kita dapat melihat bahwa perempuan dalam masyarakat patriarki, tidak memiliki ruang sama sekali untuk bergerak, bahkan dapur – sumur – kasur pun dalam film ini sudah dirampas dari perempuan. Meskipun demikian, kecerdikan dan keberanian para tokoh perempuan dalam film ini pun lahir saat mereka sedang berada di sana.
Negara Absen Mengupayakan Keadilan
Babak kedua yakni Perjalanan Juang Perempuan dan babak ketiga yaitu Pengakuan Dosa memiliki tempo lebih cepat dibandingkan dengan babak pertama. Pada kedua babak ini, penonton dimanjakan dengan keindahan Sumba yang dicuplik melalui wide dan long-shot angle. Jalan panjang, menanjak, berliku, dan hanya satu-satunya tersedia untuk ditempuh Marlina dari rumahnya ke kantor polisi adalah perumpamaan yang amat tepat sebagai representasi perjuangan seorang korban pemerkosaan dalam memperoleh keadilan. Latar musik etnis - minimalis dari petikan jungga – alat musik petik khas Sumba yang dimainkan oleh Markus tetapi tanpa kepala dan diselingi oleh suara radio walau sekilas itu pun memperlihatkan tentang pemerkosaan yang terus menghantui Marlina sebagai korban dan kegaduhan atau gangguan akan silih berganti selama mengupayakan keadilan.
Alat transportasi tercepat untuk tiba ke kantor polisi adalah truk, yang disetir oleh laki-laki dan kebanyakan penumpangnya juga laki-laki. Satir pun kembali dihadirkan saat adegan Marlina dengan santai menenteng kepala Markus sementara para penumpang truk turun karena takut terkena tulah dan masalah jika berkendara bersama Marlina. Hanya seorang anak kecil yang berujar lirih bahwa tidak masalah jika setruk dengan Marlina, yang merepresentasikan bahwa suara anak-anak adalah suara kebaikan sementara suara orang dewasa sudah dibentuk secara paksa. Supir truk pun awalnya menolak untuk ditumpangi Marlina tetapi akhirnya ia menurut setelah Marlina meletakkan parang di leher supir tersebut. Kita dapat merefleksikan bahwa saat susah payah mengupayakan keadilan pun, korban pemerkosaan kian dialienasi dan dirintangi.
Yang justru sepenuhnya membantu Marlina selama perjalanan adalah para perempuan yaitu Novi, seorang perempuan tua yang juga ingin menumpang truk karena harus mengantar kuda demi mahar keponakan lelakinya, dan Topan seorang anak perempuan kecil yang menjual sate ayam di sebelah kantor polisi. Walaupun tetap sedikit dialog, interaksi Marlina dengan para tokoh perempuan cenderung lebih hangat jika dibandingkan dengan lelaki. Kendala berawal sejak polisi dan suami Novi yang sama-sama susah dihubungi saat Marlina dan Novi membutuhkan bantuan. Kesulitan terhubung melalui jalur komunikasi ini tidak hanya untuk menunjukkan kesenjangan teknologi di Sumba yang merupakan wilayah di pedalaman sehingga susah sinyal, tetapi juga merupakan representasi dari cengkraman budaya patriarki yang membatasi advokasi korbannya dan pelan-pelan membungkam ketidakadilan terhadap perempuan, karena toh Novi sama sekali tidak mengalami kesulitan saat menghubungi Marlina.
Ketidakpercayaan dan kekecewaan Marlina terhadap budaya patriarki semakin jelas terlihat saat ia terpaksa hanya duduk termangu saat para polisi sibuk bermain pingpong. Saat pengaduan pun, pertanyaan dan tanggapan polisi sangat tidak berimbang, seperti apakah hewan ternak yang dirampok itu dicap dan berapa persisnya jumlah hewan ternak yang diambil. Marlina yang berlatar belakang pendidikan dan ekonomi rendah, serta baru saja mengalami guncangan pasca pemerkosaan massal itu salah menyebut jumlah para pemerkosanya sehingga polisi sempat meragukannya. Selama pengaduan, polisi tersebut dengan santai merokok, meminta Marlina mendeskripsikan Markus, bahkan berkomentar “Kalau dia berbadan kecil, kenapa kau biarkan dia perkosa kau?”. Respon Marlina bukannya marah membabi buta, melainkan hanya napas yang memburu dan menjawab dengan pendek bahwa Markus memerkosanya beramai-ramai. Sepahit itulah jalan yang harus ditempuh bagi korban pemerkosaan dalam memperoleh keadilan. Kesan pedih seolah pemerkosaan dianggap sebuah tindakan yang wajar, ditunjukkan melalui adegan ini, dimana korban pemerkosaan harus menunggu lama hingga pengaduannya didengar, dipaksa mengingat rupa pemerkosa dan urutan kejadian saat pemerkosaan, dikomentari tanpa empati, serta diinformasikan bahwa proses visum dan olah TKP membutuhkan waktu berbulan-bulan. Dalam tatanan masyarakat patriarki, tidak hanya dalam bidang hukum, tetapi juga gaji/upah, akses dalam politik dan kepemimpinan, dan berbagai aspek sosial lainnya seringkali tidak berkeadilan bagi perempuan.
Menolak ‘Dikangkangi’ Budaya Patriarki
Seperti yang sudah dijelaskan pada awal tulisan ini bahwa teks media, apapun bentuknya, tentu secara sengaja menyusupkan pesan yang seringkali kita terima secara tidak sengaja, begitu pula film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak ini yang memposisikan diri sebagai film yang menolak praktik budaya patriarki. Jika sebelumnya kita memiliki pengalaman menonton film atau sinetron yang adegan pemerkosaannya justru mengksploitasi korban dengan visualisasi lekuk tubuh secara gamblang dari sorot kamera amat dekat dan menghadap ke bawah, sudut kamera dalam film ini justru dibuat sejajar dan amat berjarak, yang berarti bahwa film ini mengakui dan menghormati tubuh perempuan sebagai bagian dari subyek hidup yang memiliki hak sama dengan lelaki.
Sikap tegas dan berhati-hati yang juga ditunjukkan oleh Marlina dalam menghadapi hidupnya, sekilas tampak seperti sikap yang lazimnya dimiliki oleh lelaki. Sejak babak pertama sampai babak keempat yaitu Tangisan Bayi, Marlina memposisikan dirinya setara dengan lelaki. Dalam masyarakat adat Marapu, di Sumba Timur, perempuan tidak diperbolehkan masuk rumah sendirian. Namun, Marlina yang telah ditinggal mati oleh anak dan suaminya, tetap mampu hidup sendiri. Jika dalam film Novi digambarkan masuk ke dalam rumah melalui pintu dapur tetapi Franz masuk melalui pintu depan, yang amat menunjukkan ketimpangan gender, sekembalinya dari polisi Marlina justru masuk dari pintu depan. Ia seolah tidak gentar saat harus menghadapi Franz yang menyandera Novi di rumah demi kepala jenazah Markus dikembalikan Marlina. Konsistensi sikap dan perjuangan Marlina ini adalah harga mati bagi para perempuan yang ingin lepas dari belenggu patriarki.
Representasi penolakan Marlina terhadap dominasi patriarki juga digambarkan melalui ia yang mendekonstruksi gambaran umum western cowboy. Marlina, seorang perempuan korban pemerkosaan, menunggangi kuda yang tadinya mau dijadikan mahar oleh seorang lelaki dan motor trail yang justru milik lelaki yang memerkosanya. Kuda dan motor trail merupakan simbol maskulinitas, yang keduanya berhasil ‘ditunggangi’ Marlina. Seperti kebanyakan cowboy, Marlina pun seolah menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri dan perempuan di sekitarnya, yaitu Novi, untuk mengupayakan keadilan di saat ia sudah tidak memiliki kekuatan apapun dalam hidupnya dan di saat semua orang tidak peduli dengan pemerkosaannya.
Jika dalam kebanyakan cerita detektif disebutkan bahwa racun sangat identik dengan perempuan yang cenderung takut dalam membalaskan dendam, dalam film ini racun yang diberikan Marlina kepada para pemerkosa adalah bentuk kecerdikannya dalam bersiasat. Dalam waktu sempit dan latar belakang pendidikan terbatas, ia mampu bersikap dan mengambil keputusan demi menyelamatkan dirinya. Kualitas tersebut mutlak dibutuhkan oleh para perempuan dan siapapun untuk melawan dominasi patriarki. Kualitas yang direpresi oleh budaya patriarki agar kuasanya tetap langgeng. Bentuk perlawanan yang paling nyata tentu direpresentasikan melalui dibakarnya junggamilik Markus, seolah Marlina mampu mematikan ‘hasrat’ pelaku yang melecehkan perempuan, serta adegan kepala Markus dan Franz yang dipenggal dengan parang saat Marlina diperkosa. Para lelaki ditebas dengan parang – senjata yang mereka bawa mereka setiap hari, yang juga merupakan simbol dominasi dan penaklukkan.
Perlawanan korban budaya patriarki tidak mengajarkan perempuan mendominasi laki-laki dan tidak selalu laki-laki bersifat menyakiti. Terdapat sebuah adegan saat Ian, keponakan sang perempuan tua, menghajar Franz yang memfitnah Novi di depan suaminya. Dalam film ini pula, perempuan yang walaupun sedang dalam keadaan tidak menguntungkan, digambarkan memiliki belas kasih. Kita dapat melihatnya dalam adegan Novi yang tetap menyalakan tungku di dapur dan pelita di ruang tamu. Novi pun sempat batal membunuh Franz karena iba saat melihat Franz menangisi kepergian Markus. Begitu juga perempuan tua yang berkali-kali mengatakan bahwa perannya sangat penting untuk menikahkan keponakannya sehingga ia rela dating dari jauh untuk membawa kuda sebagai mahar. Ia juga yang menguatkan Novi untuk tidak mempercayai stigma tentang bayi sungsang. Selain itu, sosok Topan yang digambarkan melalui anak perempuan tanpa ibu yang justru mengambil peran besar di kedai sate dibandingkan dengan ayahnya sementara teman-teman lelaki seusianya yang tetap asyik bermain di lapangan, adalah cerminan bahwa perempuan pun tetap berkomitmen pada fungsi dan perannya masing-masing. Para perempuan tersebut, termasuk Marlina, bukanlah perempuan dengan nurani yang mati. Mereka tetap menyimpan luka dan membagi tangis kepada orang-orang yang hadir tanpa syarat untuk mereka, yaitu sesama korban patriarki.
Adegan membunuh dalam film ini pun tidak hanya dilakukan oleh perempuan tetapi juga oleh salah satu perampok yang membajak supir truk. Yang membedakan adalah, perempuan membunuh atas dasar membela dirinya dari pemerkosaan, sedangkan lelaki membunuh atas dasar ketamakan dan kekuasaan. Begitu juga relasi yang dijalin antara Franz dan Markus serta Marlina dan Novi. Keduanya adalah koalisi tetapi beda motivasi. Franz merasa berhutang budi karena Markus menjadikannya perampok – relasi modal dan kuasa, sedangkan Marlina merasa berhutang budi karena Novi membantunya mengupayakan keadilan – relasi yang tulus.
Sebuah Refleksi
Saya sempat bertanya-tanya apa makna yang coba disampaikan melalui sosok anjing dan jenazah suami Marlina, hadirnya Topan dalam sosok perempuan, serta siluet Novi saat mengganti bajunya di dapur. Imajinasi saya mendarat pada sebuah kesan bahwa anjing dan jenazah suami Marlina adalah gambaran sosok Sang Pencipta yang Maha Melihat – mereka dianggap tiada oleh para pemerkosa padahal menyaksikan semua yang terjadi di rumah itu, sekaligus yang Maha Adil – mereka dalam diamnya tidak sibuk memberi label pada Marlina dan setia menemaninya mengupayakan balasan yang setimpal.
Yang juga membuat saya begitu mengapresiasi film ini adalah riset yang tidak main-main, yang terlihat dari penggunaan ‘tanda’ khas masyarakat Sumba Timur, khususnya adat Marapu, seperti kubur batu di depan rumah sebagai cara untuk selalu mengingat keluarga yang telah berpulang yang walaupun dalam rangkaian adatnya menghabiskan banyak sekali biaya sampai Marlina dan suaminya pun harus berhutang, jenazah keluarga yang dibalut kain ikat dan diposisikan duduk seperti bayi dalam lindungan rahim ibu selagi biaya untuk upacara adat belum cukup dipenuhi, serta penggunaan nama Topan pada anak laki-laki Marlina yang telah meninggal dan anak perempuan yang menjadi pelipur Marlina. Dalam masyarakat Marapu, saat upacara adat dalam menguburkan jenazah itu dihadiri oleh seseorang yang namanya sama dengan nama jenazah maka ia akan amat diistemewakan karena dianggap sebagai bentuk baru yang dihadirkan kembali oleh Tuhan. Seperti halnya babak terakhir dalam film, siluet Novi berganti baju di dapur pun seolah menyambut kelahiran baru dalam wujud anaknya dan harapan baru bagi hidup Novi dan Marlina.
5 notes · View notes
priangancom · 16 days
Text
Penjara Banceuy, Saksi Bisu Lahirnya Pleidoi Indonesia Menggugat
BANDUNG | Priangan.com – Penjara Banceuy, Bandung, punya kisah sejarah yang menarik untuk disimak. Siapa sangka, penjara yang sebetulnya diperuntukan untuk para tahanan kelas teri ini pernah jadi saksi bisu perjuangan Ir. Soekarno. Penjara Banceuy, terletak di Kota Bandung. Didirkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1877. Ukuran sel di sana sangat sempit, hanya 1,5 meter x 2,5 meter…
0 notes
lampung7com · 1 month
Text
DPP GASAK dan 21 Elemen Rakyat Lampung, Membersamai Mahasiswa yang Tergabung dalam Lampung Menggugat
“Mendesak DPR RI tidak melawan dan mengubah Keputusan Mahkamah Konstitusi Dan Mendesak KPU Mengeluarkan PKPU sesuai Keputusan MK No 60/PUU-XXII/2024” BANDAR LAMPUNG – Indonesia sebagai negara Demokrasi, Indonesia sebagai Negara berdaulat, Indonesia sebagai negara hukum, yang berjalan diatas Konstitusi. Saat ini kedaulatan rakyat telah direnggut oleh para Wakil Rakyat itu sendiri, menyikapi…
0 notes
kabartangsel · 1 month
Text
Presiden Jokowi Tegaskan Langkah Besar yang Dilakukan Pemerintah dalam Peningkatan Produktivitas dan Nilai Tambah Nasional
Presiden Joko Widodo menegaskan langkah besar yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan produktivitas nasional dan nilai tambah dengan fokus pada pengolahan sumber daya alam di dalam negeri. Meski terdapat tantangan dalam mencapai tujuan tersebut, Presiden meyakini bahwa Indonesia dapat terus maju melangkah. “Walau banyak negara lain menggugat, menentang, bahkan berusaha…
0 notes
robotmarketing23 · 10 months
Link
0 notes
cinews-id · 11 months
Text
0 notes
terapihpvpadapria · 11 months
Text
RESMI! (WA) 081-1816-0173 | GARDA LAW OFFICE | Biaya Urus Perceraian Lewat Pengacara di Kembangan Selatan Jakarta Barat
Tumblr media
Kontak 081-1816-0173 Advocate for your company, family and personal. Garda Law Office didirikan tahun 2005, tumbuh dan berkembang bersama klien-klien kami untuk memberikan layanan terbaik dibidang Hukum Bisnis dan Perusahaan, Restrukturisasi, Keluarga, Pajak, Pidana dan Perdata Umum. Kami terdiri dari Advokat berpengalaman yang sangat memperhatikan kepedulian, profesionalisme dan hasil terbaik. pengacara indramayu,pengacara indonesia terkenal,pengacara itu apa,pengacara kondang,pengacara karawang,pengacara kuningan,pengacara lawyer
Biaya Urus Perceraian Lewat Pengacara: Mengatasi Proses dengan Bijak
Perceraian adalah langkah yang serius dan kompleks, dan memiliki pengacara perceraian yang tepat adalah langkah pertama yang penting. Dalam artikel ini, kita akan membahas biaya urus perceraian lewat pengacara, dan mengapa memiliki pengacara perceraian adalah pilihan yang bijak. Kami juga akan menjawab beberapa pertanyaan umum yang sering muncul terkait dengan proses perceraian.
1. Mengapa Penting Memiliki Pengacara Perceraian yang Tepat
Ketika Anda memutuskan untuk bercerai, memiliki pengacara perceraian yang berpengalaman dan terbaik adalah kunci untuk memastikan bahwa hak dan kepentingan Anda terlindungi dengan baik. Proses perceraian sering kali rumit, melibatkan berbagai masalah seperti pembagian harta bersama, hak asuh anak, dan masalah hukum lainnya yang memerlukan perhatian khusus.
Pengacara perceraian di Tasikmalaya, Jakarta Utara, atau tempat lain yang Anda pilih, akan membimbing Anda melalui seluruh proses ini, memberikan nasihat hukum yang penting, dan memastikan bahwa semua persyaratan hukum terpenuhi. Mereka akan membantu Anda untuk mencapai kesepakatan yang adil dengan pasangan Anda, menghindari kesalahan yang mahal, dan menghemat waktu serta stres.
2. Berapa Biaya Urus Perceraian Lewat Pengacara?
Biaya untuk menggunakan jasa pengacara urus perceraian bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti kompleksitas kasus dan pengacara yang Anda pilih. Pengacara perceraian terbaik mungkin akan membebankan tarif yang lebih tinggi, tetapi mereka juga membawa pengalaman dan keahlian yang tak ternilai.
Sebelum Anda memutuskan untuk bekerja dengan pengacara perceraian, pastikan untuk membahas biaya dengan mereka secara rinci. Beberapa pengacara mungkin menawarkan biaya tetap, sementara yang lain akan mengenakan biaya per jam. Ini akan membantu Anda memiliki perkiraan yang lebih baik tentang biaya keseluruhan dan memastikan Anda mampu membayarnya.
FAQ
Bolehkah istri minta cerai karena merasa tidak bahagia?
Istri dapat mengajukan gugatan cerai karena merasa tidak bahagia, tetapi pengadilan akan memeriksa alasan ini dan apakah ada dasar hukum yang kuat. Perceraian tidak selalu disetujui hanya karena ketidakbahagiaan, tetapi faktor-faktor lain seperti KDRT, ketidaksetiaan, atau perselisihan serius juga dapat menjadi alasan hukum untuk perceraian.
Kasus perceraian terbesar karena apa?
Kasus perceraian terbesar bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakcocokan, masalah keuangan, ketidaksetiaan, dan KDRT. Ini bervariasi tergantung pada masing-masing kasus, dan kasus perceraian terbesar biasanya melibatkan kompleksitas yang berbeda.
Apakah gugatan cerai istri bisa ditolak?
Gugatan cerai istri bisa ditolak oleh pengadilan jika tidak ada dasar hukum yang kuat atau bukti yang mendukung gugatan tersebut. Pengadilan akan melakukan pemeriksaan yang cermat sebelum mengambil keputusan.
Berapa kali sidang gugatan cerai?
Jumlah sidang gugatan cerai bervariasi tergantung pada kompleksitas kasus dan kebutuhan hukum. Beberapa kasus mungkin memerlukan beberapa sidang untuk menyelesaikan semua masalah, sementara yang lain mungkin bisa diselesaikan dalam satu atau dua sidang.
Apa hak istri yang menggugat cerai suami?
Hak istri yang mengajukan gugatan cerai tergantung pada hukum yang berlaku di wilayah tersebut. Namun, hak-hak umum yang dimiliki istri dalam perceraian termasuk hak atas harta bersama, hak asuh anak, dan hak untuk meminta dukungan finansial dari suami jika diperlukan.
Dalam menghadapi proses perceraian, memiliki pengacara perceraian yang baik adalah langkah yang sangat penting. Mereka akan membantu Anda untuk mengatasi semua aspek hukum yang terlibat, sehingga Anda dapat melangkah maju dengan perceraian Anda secara bijak.
Kontak dan Janji Temu Hubungi:
Whatsapp : 081 1816 0173 https://wa.me/628118160173
Kunjungi website https://gardalawoffice.co.id
Baca juga : https://www.tumblr.com/terapihpvpadapria/733143065770000384/terkenal-wa-081-1816-0173-garda-law-office?source=share&ref=terapihpvpadapria
Mekar Jaya Sukmajaya,Sukmajaya Sukmajaya,Tirtajaya Sukmajaya,Cilangkap Tapos,Cimpaeun Tapos,Jatijajar Tapos,Leuwinanggung Tapos,Sukamaju Baru Tapos,Sukatani Tapos,Kecamatan Pinang Tanggerang
Pengacara Perceraian Jakarta, Pengacara Hak Asuh Anak, jasa perceraian,jasa pengacara perceraian jakarta,pengacara pidana,biaya pengacara pencemaran nama baik,pengacara terkenal di jakarta,pengacara terdekat dari lokasi saya,lawyer perceraian,pengacara perceraian jakarta barat,pengacara depok,pengacara untuk perceraian
0 notes
kbanews · 1 year
Text
Anies Baswedan and ‘Indonesia Menggugat’s Challenges in Uncovering the Spirit of Young Sukarno
ANIES Baswedan was barred from attending a discussion at the Indonesia MengSuga Building, last Sunday 8 October 2023. The event organized by Change Indonesia and spearheaded by Maman Imanul Haq and Andreas Marbun, had its permission revoked just a night before it was scheduled to take place. This interference follows a similar incident on October 1, 2023, when a group claiming to represent…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
bryanwir · 1 year
Text
Analisis Mendalam Dampak Elektoral Demokrat terhadap Prabowo menurut Denny JA
Pemilihan umum (Pemilu) seringkali menjadi momen yang menentukan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu, Pemilu menjadi momen yang membawa dampak besar bagi calon-calon yang berpartisipasi dalam pemilihan tersebut. Salah satu calon yang mengalami dampak besar dari Pemilu ialah Prabowo Subianto.
Dalam satu tahun terakhir, Indonesia telah menggelar Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif pada tanggal 17 April 2019. Dalam Pemilu ini, ada dua calon presiden yang bertarung memperebutkan kursi kepala negara, yaitu Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto. Setelah melalui Pemilu yang ketat, Jokowi berhasil memenangkan Pemilu dengan perolehan suara yang cukup signifikan.
Namun, dampak dari Pemilu tidak hanya terbatas pada pemenang saja. Calon yang kalah juga merasakan dampak dari Pemilu. Salah satu calon yang merasakan dampak dari Pemilu adalah Prabowo Subianto. Dalam beberapa waktu terakhir, Prabowo Subianto mengalami banyak tekanan di berbagai aspek kehidupannya.
Peneliti dan aktivis politik Indonesia, Denny ja, memberikan analisis mendalam mengenai dampak elektoral demokrat terhadap Prabowo. Menurut Denny JA, dampak elektoral demokrat terhadap Prabowo terlihat sangat signifikan dalam berbagai aspek yang terjadi pasca pemilihan.
Salah satu dampak elektoral demokrat yang dirasakan oleh Prabowo ialah terkait dengan kredibilitasnya di mata masyarakat. Dalam Pemilu Presiden 2019, Prabowo Subianto melakukan banyak kampanye yang menyerang pemerintah yang sedang menjabat, Jokowi-JK, dan juga berjanji untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik jika terpilih menjadi presiden.
Namun, setelah Prabowo kalah dalam pemilihan, banyak masyarakat Indonesia yang merasa kecewa dengan janji-janji Prabowo yang tidak terpenuhi. Masyarakat menilai bahwa Prabowo tidak dapat dipercaya karena telah banyak berjanji namun tidak bisa menghasilkan apa-apa.
Dampak elektoral demokrat lain yang dirasakan oleh Prabowo ialah terkait dengan perpecahan di internal Partai Gerindra yang dipimpinnya. Dalam Pemilu 2019, Partai Gerindra menjadi salah satu partai politik yang turut bersama dengan koalisi Prabowo-Sandiaga dalam memperebutkan kursi kepala negara.
Akan tetapi, setelah Prabowo dan koalisinya kalah dalam Pemilu, Partai Gerindra justru mengalami perpecahan di internalnya. Beberapa anggota Partai Gerindra menilai bahwa kondisi Partai Gerindra menjadi semakin buruk setelah bergabung dengan koalisi yang dipimpin Prabowo. Terlebih lagi, beberapa anggota Partai Gerindra juga tidak setuju dengan sikap Prabowo yang menggugat hasil Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Dampak elektoral demokrat terakhir yang dirasakan oleh Prabowo adalah terkait dengan keputusannya untuk tidak menerima jabatan di dalam kabinet Jokowi pada periode pemerintahan kedua. Setelah Jokowi memenangkan Pemilu, ia mengajak Prabowo untuk bergabung dalam kabinetnya sebagai salah satu menteri kabinet.
Akan tetapi, Prabowo menolak tawaran tersebut dan memilih untuk mengambil kursi di dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai Ketua Fraksi Partai Gerindra. Keputusan Prabowo untuk tidak menerima tawaran jabatan di dalam kabinet Jokowi pertama-tama dikaitkan dengan pertimbangan politik.
Namun, menurut Denny ja, keputusan Prabowo untuk tidak menerima tawaran jabatan di dalam kabinet Jokowi lebih dikaitkan dengan kekalahan yang dideritanya dalam Pemilu. Menurut Denny JA, keputusan Prabowo tersebut merupakan pengakuan tidak langsung bahwa dirinya sudah merasa sulit untuk memiliki pengaruh yang signifikan dalam pemerintahan saat ini.
Menurut Denny JA, dampak elektoral demokrat tidak hanya terjadi pada Prabowo saja, tetapi juga pada pihak-pihak yang terlibat dalam Pemilu 2019. Beberapa partai politik yang ikut serta dalam Pemilu 2019 juga merasakan dampak elektoral demokrat, terutama dalam hal kehilangan jumlah kursi di dalam parlemen.
Denny JA juga menekankan bahwa dampak elektoral demokrat terhadap Prabowo merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia semakin cermat dan kritis dalam memilih pemimpin. Masyarakat Indonesia telah sadar bahwa Pemilu bukanlah sekadar upacara demokrasi biasa, tetapi sebuah momen yang sangat penting bagi kehidupan negara dan rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, Denny JA menimpulkan bahwa calon presiden dan calon legislatif yang ingin berhasil dalam Pemilu berikutnya harus lebih cerdas, lebih tegas, dan lebih mampu memenuhi janji-janjinya. Masyarakat Indonesia tidak akan gegabah dalam memilih pemimpinnya, dan hanya akan memilih calon yang sudah terbukti memiliki kredibilitas dan kemampuan yang memadai untuk memimpin Indonesia.
Cek Selengkapnya: Analisis Mendalam Dampak Elektoral Demokrat terhadap Prabowo menurut Denny JA
0 notes
riaunews · 1 year
Text
Pengelola Segel Gedung Indonesia Menggugat, Izin Diskusi dengan Anies Baswedan Digelar Lesehan
Pihak pengelola membatalkan izin Gedung Indonesia Menggugat yang akan digunakan Anies. (Foto:Istimewa/Liputan 6) Bandung (Riaunews.com) – Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan gagal menggelar diskusi di dalam Gedung Indonesia Menggugat saat menghadiri kegiatan di Bandung, Jawa Barat, Ahad (8/10/2023). Anies harus menerima kenyataan, kegiatan yang akan dia hadiri di Gedung Indonesia…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
atasya · 1 year
Text
Denny JA Mengapa Efeknya Melebihi Ekspektasi di Dunia Akademik
Dalam dunia akademik Indonesia, nama Denny JA sudah tidak asing lagi. Beliau merupakan seorang tokoh yang memiliki pengaruh yang luar biasa dalam berbagai bidang, baik sebagai pemikir, pengamat sosial-politik, maupun sebagai penulis. Kehadiran Denny JA di dunia akademik Indonesia tidak hanya memberikan kontribusi signifikan, tetapi juga mampu menghasilkan efek yang melebihi ekspektasi banyak orang. Denny ja, atau lengkapnya Dr. Djayadi Hanan, dilahirkan pada tanggal 9 April 1954 di Surabaya, Jawa Timur. Beliau memperoleh gelar sarjana ekonomi dari Universitas Airlangga dan melanjutkan pendidikan pascasarjana di bidang ekonomi politik di Universitas Indonesia. Setelah menyelesaikan pendidikan, Denny JA memulai karirnya sebagai pengajar di berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia. Pada awalnya, Denny ja dikenal sebagai seorang ahli ekonomi politik yang terampil dalam menganalisis situasi sosial-politik Indonesia. Beliau sering memberikan pandangan yang tajam mengenai berbagai isu yang sedang berkembang, seperti demokratisasi, pembangunan ekonomi, dan kebijakan publik. Tulisan-tulisannya yang kritis dan berimbang membuat Denny JA menjadi salah satu penulis yang paling dihormati di dunia akademik Indonesia. Namun, tidak hanya sebagai pengamat, Denny JA juga terkenal sebagai seorang penulis produktif dengan berbagai karya yang telah berhasil diterbitkan. Puisi Esai-Puisi Esai karya beliau, seperti "Indonesia Menggugat", "Indonesia Menjerit", dan "Indonesia Menangis" menjadi bukti kepiawaian beliau dalam menyampaikan gagasan-gagasan yang kontroversial namun relevan. Puisi Esai-Puisi Esainya tidak hanya menjadi bahan diskusi di kalangan akademisi, tetapi juga di masyarakat luas, mencerminkan pengaruh Denny JA yang melebihi ekspektasi di dunia akademik. Selain itu, Denny JA juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan politik di Indonesia. Beliau terlibat dalam beberapa lembaga penelitian dan organisasi kemasyarakatan yang berperan penting dalam pembangunan dan perubahan di Indonesia. Kontribusinya yang besar dalam memperjuangkan demokrasi dan keadilan sosial membuat beliau dihormati oleh banyak orang. Denny JA juga sering diundang sebagai pembicara dalam berbagai seminar dan konferensi nasional dan internasional, menjadi inspirasi bagi banyak generasi muda di Indonesia. Salah satu hal yang membuat Denny JA begitu berpengaruh adalah keberaniannya dalam mengemukakan pendapat yang berbeda dengan mayoritas. Beliau tidak ragu untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggapnya tidak tepat, bahkan jika itu berarti berkonfrontasi dengan kekuatan politik yang ada. Kualitas keberanian dan ketegasan pandangan Denny JA membuat banyak orang terinspirasi untuk berani berbicara dan bertindak demi perubahan yang lebih baik. Pengaruh Denny JA di dunia akademik juga dapat dilihat melalui institusi yang beliau dirikan, seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Pusat Data dan Analisis Tempo (Tempo Institute). LSI telah menjadi salah satu lembaga survei terpercaya di Indonesia, sementara Tempo Institute menjadi sumber data dan analisis yang diandalkan oleh banyak orang dalam mengambil keputusan penting. Institusi-institusi ini merupakan bukti nyata bagaimana pengaruh Denny JA meluas ke berbagai sektor di luar dunia akademik. Dalam beberapa tahun terakhir, Denny JA juga semakin aktif di dunia digital. Beliau sering membagikan pemikiran dan analisisnya melalui media sosial, blog pribadinya, dan kanal YouTube. Melalui platform-platform ini, Denny JA dapat mencapai audiens yang lebih luas dan memperluas pengaruh serta dampaknya.Cek Selengkapnya: Denny JA: Mengapa Efeknya Melebihi Ekspektasi di Dunia Akademik
0 notes
bryanos12 · 1 year
Text
Mempertanyakan Norma: Denny JA dan Perjuangan Aktif Perempuan dalam Menafsirkan Agama
Di tengah pesatnya perkembangan sosial dan budaya, muncul kebutuhan untuk mempertanyakan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Salah satu tokoh yang berperan aktif dalam mempertanyakan norma adalah Denny ja, seorang intelektual Indonesia yang terkenal dengan pandangannya yang kritis. Namun, tidak hanya Denny JA yang mempertanyakan norma, perempuan-perempuan juga turut serta dalam perjuangan aktif mereka untuk menafsirkan agama.
Denny ja dikenal sebagai sosok yang berani dan tidak takut untuk menggugat norma-norma yang ada di masyarakat. Pandangannya yang kritis dan tajam menghadirkan perspektif baru dalam memandang agama dan budaya. Dalam konteks agama, Denny JA berpendapat bahwa norma-norma yang ada saat ini perlu ditinjau ulang dan diperbaharui agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Namun, perjuangan aktif perempuan dalam menafsirkan agama juga tidak bisa diabaikan. Mereka berjuang untuk mendapatkan ruang yang lebih besar dalam menafsirkan agama sesuai dengan perspektif mereka. Perempuan-perempuan ini melawan norma-norma patriarki yang membatasi peran mereka dalam dunia agama. Mereka menuntut adanya kesetaraan gender dan menginginkan peran aktif dalam menafsirkan agama. Salah satu contoh perempuan yang berjuang dalam menafsirkan agama adalah Amina Wadud, seorang akademisi Muslim feminis. Amina Wadud memperjuangkan hak perempuan untuk menjadi pemimpin ibadah dalam shalat Jumat. Dia menafsirkan teks-teks agama secara inklusif, tidak membatasi perempuan dalam ruang publik agama. Amina Wadud berargumen bahwa agama seharusnya menjadi sumber keadilan dan kesetaraan, bukan alat penindasan. Selain Amina Wadud, ada pula Fatima Mernissi, seorang feminis Maroko yang menafsirkan Quran dengan sudut pandang feminis. Ia menekankan pentingnya memahami konteks sejarah saat menafsirkan Quran. Fatima Mernissi menyoroti pandangan patriarki yang terkadang telah mengubah makna asli dari teks-teks agama. Menurutnya, perempuan harus berperan aktif dalam menafsirkan agama agar keseimbangan gender dapat tercapai. Perjuangan perempuan dalam menafsirkan agama juga terjadi di Indonesia. Beberapa organisasi perempuan seperti Rahima dan Musawah berupaya memperjuangkan hak-hak perempuan di dalam agama Islam. Mereka mengadakan diskusi dan seminar untuk mempromosikan pemahaman agama yang inklusif dan adil terhadap perempuan. Melalui pendidikan dan dialog, mereka berusaha mengubah norma-norma yang membatasi perempuan dalam lingkungan agama. Namun, perjuangan aktif perempuan dalam menafsirkan agama juga mendapatkan berbagai tantangan. Norma-norma konservatif dan interpretasi agama yang patriarkal seringkali menjadi hambatan dalam mengubah pandangan masyarakat. Budaya yang kuat dan tradisi yang telah tertanam dalam masyarakat sulit untuk dirubah secara cepat. Meskipun demikian, Denny JA dan perempuan-perempuan yang berjuang dalam menafsirkan agama mengajarkan kita pentingnya terus mempertanyakan norma yang ada. Mereka memberikan inspirasi untuk berani melangkah keluar dari zona nyaman dan menantang pemikiran yang dominan. Dalam proses ini, mereka membuka ruang bagi perspektif baru yang dapat membawa perubahan positif dalam masyarakat. Dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman, pendekatan yang inklusif dan kritis dalam menafsirkan agama menjadi penting.
Cek Selengkapnya: Mempertanyakan Norma: Denny JA dan Perjuangan Aktif Perempuan dalam Menafsirkan Agama
0 notes
bryango1 · 1 year
Text
Menelusuri Kreativitas dan Inovasi Teknologi AI dalam Pameran Lukisan Denny JA
Pada tanggal 29 September 2021, Pameran Lukisan Denny JA diadakan di Gedung Indonesia Menggugat, Jakarta. Pameran ini menampilkan karya seni dari pelukis ternama Indonesia, Denny JA, yang mencakup teknologi kecerdasan buatan (AI).
AI adalah teknologi yang semakin populer dalam beberapa tahun terakhir, dan karya seni yang melibatkan teknologi AI semakin umum ditemukan di seluruh dunia. Pameran Lukisan Denny ja merupakan contoh bagus dari penggunaan teknologi AI dalam seni. Dalam pameran ini, Denny ja menampilkan beberapa karyanya yang melibatkan teknologi AI. Karya-karya ini mencakup berbagai genre, termasuk gambaran potret, abstrak, dan lebih banyak lagi. Namun, apa yang menarik dari pameran ini adalah proses kreatif yang Denny JA gunakan untuk menciptakan karya seninya. Dalam proses penciptaan karyanya, Denny JA menggunakan teknologi AI yang disebut GAN (Generative Adversarial Network). Teknologi ini memungkinkan Denny JA untuk menciptakan gambar baru berdasarkan data gambar yang sudah ada sebelumnya, dan dengan demikian menciptakan karya seni baru yang unik. Pada pameran, Denny JA memperlihatkan proses penciptaan karya seninya, termasuk penggunaan teknologi AI. Selain itu, pengunjung dapat berinteraksi dengan karya seni melalui penggunaan smartphone mereka, yang memungkinkan mereka untuk memahami lebih dalam tentang proses kreatif yang digunakan oleh pelukis. Selain karya seni yang melibatkan teknologi AI, pameran ini juga memamerkan karya seni tradisional Denny JA, seperti lukisan minyak dan akrilik. Namun, melalui karya-karya ini, Denny JA menunjukkan bahwa teknologi AI dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam menciptakan karya seni yang lebih unik dan menarik. Penggunaan teknologi AI dalam seni telah menjadi topik yang banyak diperdebatkan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa orang melihat teknologi ini sebagai ancaman terhadap kreativitas manusia, sementara yang lain melihatnya sebagai kesempatan untuk mengembangkan karya seni yang lebih menarik dan inovatif. Namun, melalui pameran Lukisan Denny JA, kita dapat melihat bahwa teknologi AI dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas manusia, bukan menggantikannya. Denny JA menggunakan teknologi AI untuk menciptakan karya seni yang lebih unik dan menarik, dan pada saat yang sama memungkinkan manusia untuk tetap berperan dalam proses kreatif. Pameran Lukisan Denny JA mencerminkan inovasi dalam seni yang muncul ketika teknologi AI digunakan dengan tepat dan bijaksana. Penggunaan teknologi ini dapat membantu seniman menciptakan karya seni yang menakjubkan dan lebih efisien, dan secara keseluruhan dapat memperkaya pengalaman seni bagi penonton. Denny JA dan karya seninya melalui pameran Lukisan Denny JA memperlihatkan bahwa teknologi AI dapat digunakan dengan cara yang inovatif dan kreatif, dan bahwa teknologi ini memiliki potensi besar untuk mengubah cara kita memandang seni dan kreativitas. Melalui inovasi dalam seni seperti yang ditunjukkan oleh Denny JA, kita dapat terus bergerak maju dalam menciptakan karya seni yang lebih unik dan inovatif.
Cek Selengkapnya: Menelusuri Kreativitas dan Inovasi Teknologi AI dalam Pameran Lukisan Denny JA
0 notes
fikramlolahi15 · 1 year
Text
⚜️ (Cuplikan cerita Origami : Kuda Kertas Eps. 4) ⚜️
_______________________________________________
.
.
.
.
.
“Itu satu kesalahan terbesar kamu yang hanya
bisa mendengar tapi tidak sepandai memahami.
Dia “Secrets Admirer” mu. Tau.!! Sudahlah
semuanya akan indah jika sudah waktunya”.
Bye-bye.
Sang penelpon itu berlayar tanpa
pamit.
Tatapan ku kosong, kebingungan atas
apa yang baru saja ku dengar, bukan jawaban
yang ku dapat, justru kini pertanyaan yang
menggugat.
ini masalah baru, ini baru masalah.
Semunafik inikah perasaan? Mungkin
belum tersinggung hanya karena kita belum
ditimpa, ada harap dibalas tanda tanya asekkk
kita larut dalam keterlelapan diri yang
berkepanjangan.
Mari kita acungkan salam jari tengah ke
langit Lazuardi biru, sambil menistakan kehendak
di atas kehendak.
Selamat tinggal kelam.
*****
𝗘𝗽𝘀. 𝟱
"𝗕𝗶𝗮𝗻𝗴 𝘄𝗮𝗸𝘁𝘂"
Pagi ini masih seperti
pagi-pagi yang kemarin. Mentari masih
menebari sinarnya.
Entah
kehadirannya masih dirindukan ataukah
dinafikan. Kemanakah dapat ku labuhkan
kegelisahan diri.
Dapatkah alam berbaik hati dan
membantuku melepaskan diri dari teka-teki ini,
dan membawaku jauh menerobos singgasana
cinta, tempat di mana para bidadari dan
malaikat berkumpul.
Penuh cinta dan bahagia
bukan labirin keterasingan.
Pagi ini sekilo rasa penasaran ku
jadikan bekal untuk ke kampus, seperti biasa tak
ada yang berubah, senyumku masih tetap
terlihat datar, penampilanku pun masih tetap
urakan, asas di hati pun masih tetap sama.
Tak ada renovasi hati apalagi relokasi.
Hari ini hanya satu mata kuliah yang ku
kontrak.
Viktimologi, salah satu cabang ilmu
hukum yang mempelajari tentang peran korban
dalam sebuah tindak pidana. Seusai mengikuti
pelajaran,
Warung kopi Ibu Aisyah pun menjadi
tempat alternatif bagi kami untuk
menumpahkan segenap unek hasil renungan di
atas closed tadi pagi.
Galang seribu rupiah untuk
kemerdekaan pikir menjadi alasan kopi satu
gelas.
“Budak”..!!Teriak Comandante Mandes.
“Siap tuan”.
“Siap berdiskusi?“
“Siapa Takut”.
Dan salam Aurecha,.
Tema diskusi kita pada kesempatan ini
adalah Badan Hukum Pendidikan (BHP).
Kali ini comandante Mendes yang memimpin.
Kolonialisme dan imperialisme tak lagi
bisa diandalkan sebagai metode untuk menjajah
di tengah abad milenium seperti sekarang ini,
maka dari itu kapitalisme mencoba
memodifikasi diri dalam bentuk penjajahan gaya
baru yang dikemas dalam bentuk yang rapi dan
elegan, atau terminologi yang umum digunakan
adalah Neolib dan Nekolim.
Indonesia sebagai sebuah negara berkembang
yang memiliki ketersediaan bahan mentah
menjadi sasaran utama pihak kapitalis melalui
jalur pendidikan.
Mengapa pendidikan? asumsinya
sederhana, ketika pikiran orang Indonesia
berhasil dicuci dan dipasok secara programatik
melalui kurikulum yang sejalan dengan syahwat
kapitalis, maka dengan demikian akan sangat
merubah kejahatan menjadi sebuah kebijakan.
Satu dari sekian banyak kejahatan yang ingin
dirubah menjadi arah kebijakan adalah BHP.
Sampai disini ada yang ingin beropini?
“Tentu dong”. Arkana menjawab.
Pada prinsipnya BHP merupakan upaya
kapitalis untuk mengambil alih tanggung jawab
negara terhadap sektor pendidikan untuk
segalanya diserahkan kepada pihak swasta
untuk mengelola. Dengan lain kata...
“Permisi. Key minta waktunya sebentar”. Derek
menyela diskusi kami
Saya memberi ketukan tiga sebagai syarat
mohon izin.
Ada keperluan apa Dee?
“Abang Genta ingin memanggilmu”
Agenda mendesak ya?
“Maybe” Sambil mengangkat kedua bahu ia
memberi isyarat.
Mm,. Tapi saya mohon izin dulu, nggak enak sama
kawan-kawan.
“Siipp.”
Fasilitator mohon izin. Saya berpamitan.
“Yupst,. Dipahami. Silahkan”.Jawab Mendes.
Salam..
Dengan diboncengi Derek, kami melaju
menuju pintu gerbang kampus, namun dari
kejauhan, ada hal yang tak biasa ku lihat
tertangkap oleh mata kasar ku.
Sebuah pemandangan yang
membawaku di antara rasa salah dan malu.
Ternyata dia si gadis bermata empat yang
menyisihkan dua pertanyaan besar di benakku,
nampak begitu renta dalam balutan perban yang
membungkus cedera luka kejadian naas itu.
Dee
itu kan Si Kuda Kertas? Derek menghentikan
sepeda motornya.
Aku berjalan menemui V.
Bagaimana Kabar Sekjen? Pertanyaan ringan
namun terasa berat ku utarakan kepadanya.
“Alhamdulillah, sudah mulai baikan nih.”
Sorry,. Waktu di RSU saya tid....
“Yaa nggak apa-apa kok. Doanya cukup
mewakili.”Jawabnya pelan.
Makasih atas pengertiannya. Kami permisi dulu.
“Ok. Sampai Nanti”.
Seraya melambaikan tangan yang masih dibalut
perban.
Percakapan itu berlangsung datar.
Kami pun melanjutkan perjalanan menemui
Genta.
Dee,. Minta sedikit bocorannya dong.
Apa maksud Abang memanggilku, saya yakin
kamu pasti tahu kan?
“Abang ingin memperkenalkan kamu dengan
seseorang”
Siapa?
***
“Bidadari”
Widihhh,. Seram. Maksud kamu ini ada kaitannya
dengan konsolidasi hati nurani?
“Mangkanya, cari pacar biar tak dijomblangin
orang”
Siapa yang nyuruh.!!
“Sadar nggak sih kamu, hampir separoh aktivitas
kamu itu hanya belajar doang, lama-lama
bukannya pintar, takutnya kamu jadi gila.
Key.. Hati itu butuh etalasenya juga.
Sudah cukup lama, aku tidak pernah dengar ada
cewek yang masuk daftar target.
Di mana kau
sembunyikan naluri predator mu seperti waktu
SMU dahulu, atau jangan-jangan kamu belum
siap merelokasikan hati untuk yang lain?”
Macam dukun saja kau, sok tahu.
Tak terasa Black Horse (julukan motor milik Derek) yang kami
tumpangi itu sudah menerobos pintu gerbang
Universitas berbasis agama itu.
Perjalanan kami disepanjang lokasi
kampus itu diantar oleh tatapan keheranan para
mahasiswanya.
Betapa tidak, mereka yang rapi, kalem,
penuh sahaja berpapasan dengan kami yang
nauzubillah.
Untunglah Abang segera menemui kami
di depan salah satu ruang belajar mereka,
sekurang-kurangnya kehadiran Abang bersama
kami menepis segala anggapan minor yang
bersarang di kepala mereka.
“Assalamu’alaikum Wr. Wb”. Sang fanatisme itu
memberi salam.
Waalaikumsalam. Balas kami.
“Key,. Abang tadi yang menyuruh Derek untuk
menjemput kamu di kampus, ada hal yang ingin
Abang bicarakan, tapi nantilah, kita ngopi sambil
berdiskusi. Biar Afdol”. Kata Abang.
Beliau menuntun kami menuju kantin.
Di tengah perjalanan mataku liar memandang
sekeliling.
Luar biasa, mahasiswinya bening-bening,
tatapan mereka teduh, wajah mereka
penuh cahaya.
Menacup kan. Mungkin ini seperti
suasana yang dilukiskan kitab-kitab suci
tentang keindahan taman surga.
Mungkin juga ini yang menjadi alasan
Derek rajin menemui Abang. Lama-lama
betah juga tinggal di lingkungan ini.
Aahaaaa,. Aku paham Dee, bukan diskusi
bersama Abang yang menjadi alasan kau sering
mampir di sini, tapi ada maunya. Iyaa khan?
“Soudzon kamu”. Balas Derek.
Wiiliihhhh,. Lagaknya, sejak kapan lidah kamu
akrab dengan istilah Arab.
“Sejak mengenal Siti Qomariah”. Jawab Abang.
Aooo. Mataku melotot penuh keheranan. Siapa
perempuan itu?
“Yang pasti bukan neneknya kan?. Pacarnya lah.
Tidak seperti kamu. Diskusi, diskusi dan pada
akhirnya jomblo juga”. Abang menghinaku.
Mampuusss kamu”. Sumpah Derek sambil
tertawa. Wahh,. Kamu ini sahabat atau penjahat?
Tak terasa kami sudah berada di dalam
kantin.
“Mau pesan apa?” Tanya Abang.
Terserah Abang saja, kami mengikuti. Jawab ku.
Genta Revolusi kemudian memesan menu…
“Ohh iyaa. Gimana kabar dan studi kamu?”
Hamdala sehat dan lancar Bang.
“Kalo abang nggak salah ingat, terakhir kita
bertemu itu di acara dialog hijrah waktu kan?”
Iyaa Bang. Jawabku singkat
“Permisi,. Pesanannya Bang”. Kata pramusaji
kantin disela pembicaraan kami.
Menu Kopitiam plus pisang goreng.
“Masih ingat MC-nya?”Lanjut tanya Genta
Lupa.!!
“Truss,. Yang kamu ingat?”
Hehehehe,. (Sambil menggaruk kepala) nggak
ingat sama sekali.
“Astagfirullah, Dee sebentar bawa anak ini ke
dokter saraf, dia butuh reparasi otak, sudah
amnesia stadium akhir kayaknya.
Namanya
Zahra Noushin, dia salah satu kader Abang yang
paling Abang sayangi, bagus perangainya.
Pokoknya dijamin soleha?”
Lahh, . Apa hubungannya MC itu dengan saya?
“Itulah yang menjadi alasan mengapa abang
menyuruh Derek membawa kamu kesini”.
Menurut Abang kamu itu cocok bila didampingi
Noushin.
Mangkanya di setiap ada kesempatan Abang
selalu menceritakan sedikit banyak tentang
siapa kamu.
Dia mengenali cintamu jauh
sebelum mengenali ragamu di acara dialog itu.
Jadi kesimpulannya kau hari ini harus final
tanpa kecuali”.
Wellehhh,. Itu Zionisme bang, mengeksekusi
tanpa permisi duluan.
“Sudah bersyukur wajah pas-pasan dikasih yang
cantik belagu, pantesan nggak laku-laku. Ta
telpon orangnya”. Genta berjalan keluar kantin.
Sejak kapan lelaki itu beralih profesi
menjual jasa di biro jodoh. Pikir ku dalam hati.
Key,. kita sikat isi piring mumpung si fanatik itu
lagi di luar.
Pisang ludes tanpa ampas.
Tak seberapa lama Abang tepat dihadapan kami,
tapi kali ini dia tidak sendirian.
“Ini dia orangnya.
Cakep kan?”. Puji lelaki itu.
Di antara rasa penasaran dan seruan
menjaga pandangan beda jenis kelamin, aku
menunduk, mencoba tuk menakar, menggambar
dan mengingat semua rekaman dalam lipatan
ingatan.
Aurecha. Aku tahu siapa dia. Bisikku dalam hati.
“Kenapa bengong? Abang tahu sekarang, kamu
tersanjung kan melihat parasnya, Abang
mengetahui itu dari caramu”.
Pemuda mana yang tidak salah tingkah jika
dihadapannya berdiri seorang bidadari seperti
dia. Aku membela diri.
“Dhek,. Ajak pemuda berandal ini jalan-jalan”.
“Iya Bang”. Angguk Noushin, sambil berjalan
mendahului.
“Keyva U harus final hari ini”. Cetus si fanatik.
“Kaa..(Bersamaan).
“Kamu duluan” Ajaknya kaku.
Sejak kapan kamu dekat dengan Abangmu yang
fanatik itu?
“Sejak pertama kali masuk kampus ini,
kebetulan Abang Genta itu teman dekatnya
kakakku. Yahh semacam mandat untuk
menjagaku di sini. Dari Abang banyak hal yang
bisa ku ketahui termasuk seseorang yang saat
ini ada di sampingku”.
Begitu. Tapi kita mau kemana? Penasaran.!!
“Udahh,. Ikut aja, yang jelas aku tidak
membawamu ke Kantor Polisi”.
Khahahahaha.. Memangnya aku maling?.
“Yaa,. Maling hati”. Sambungnya.
“Nah, tujuan kita sebenarnya ke sini”
Di depan gedung itu, di bawah papan
berukuran 3x6 cm itu tertulis “PERPUSTAKAAN”.
Dahi ku mengerit. Tak paham maksud Noushin.
Mungkin begini tradisi para kutu buku
berpacaran, segalanya harus dekat dengan ilmu
pengetahuan, takut keblingjer. Tapi kita kan
bukan pacaran ☯
��ᴜʟᴀᴜ ʙɪꜱᴀ, 23 ꜱᴇᴘᴛᴇᴍʙᴇʀ 23
#Coretantetelawas
FB : FIKRAM LOLAHI
IG : @fikramlolahi_
Twitter : @fikramlolahi15
Tumblr : @fikramlolahi15
*****Bersa...
Tumblr media
0 notes