Tumgik
#Jan Klimak
Text
Drabina (do) raju
Dostałam dziś z wydawnictwa z Tyńca tekst Drabiny raju. Różne są wersje tego tekstu i różne opracowania. Ale nas dzisiaj interesuje najbardziej jak się tam dostać. W praktyce, nie w teorii. Konkretnie, dziś, tu i teraz. Nie jest ważne, czy to będzie drabina czy schody czy też inna lina.Ważna jest sama ziemia obiecana. Kiedyś przed laty, wygrałam w jakimś konkursie ogólnopolskim nagrodę za…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
cudznieba-blog · 6 years
Photo
Tumblr media
5 notes · View notes
Text
"Wyciszenie ciała, jest stanem uporządkowania zachowań oraz odpowiadających im odczuć. Wyciszenie duszy zaś to opanowanie myśli i niezmienna straż umysłu. Wyciszeniu sprzyja odważna i niestrudzona myśl, zawsze czuwająca u drzwi serca, by odpierać lub niszczyć wdzierające się tam wyobrażenia. Kto w głębi swego wnętrza praktykuje wyciszenie, ten rozumie co mówię. Jeśli natomiast ktoś jest początkujący, nie zaznał omawianego stanu. Kto doświadcza wyciszenia (hesychasta), nie potrzebuje słów, oświecają go bowiem czyny, nie słowa. Niech pamięć o Jezusie złączy się z twym oddechem, a wówczas poznasz pożytek wyciszenia (hezychii). Podczas modlitwy nie dopuszczaj żadnego wyobrażenia, tak, by Twój umysł się nie zagubił. Gdy ogień zamieszka w sercu, pobudza modlitwę. Gdy zostanie ona rozbudzona i wzniesie się ku niebu, wówczas ogień zstępuje do wieczernika duszy.
Św. Jan Klimak, "Drabina do Nieba"
Obraz: Sophus Arnold Siegfried Hass (1848 - 1908) - "Leśna sceneria z robotnikiem leśnym i wózkiem", 1889.
Tumblr media
0 notes
kerbaucokelat · 5 years
Text
Tanpa Punchline
Aku sedang terbaring menghadap jendela, menikmati tentramnya momen matahari terbit sambil menunggu masker mentimunku kering ketika sebuah berita merusak segalanya. (Rasain yang baca paragraf barusan sesak napas. Membaca kalimat amat panjang tanpa titik koma haha). Seorang komedian favoritku tertangkap menggunakan sabu. Pagiku sungguh astaga haduh. Kaget.
Penasaran, aku gugling soal nikmatnya nyabu. Yang aku baca memang kayaknya wasyik, memberikan euforia dan senang yang berlebihan. Efek stimulan dari zat yang salah duanya adalah aktivitas (maap) seks lebih agresif dan meningkatkan psikomotor biar engga gampang capek. Bahkan ada yang bisa tahan gak tidur dua hari. Dalam salah satu portal berita yang aku baca, alasan komedian ini pake pun sebagai penambah stamina agar kuat dan semangat bekerja.
Hmm
Tante..., setelah ini semoga baik-baik saja. Sehat dan bisa kembali melucu menghibur semua, Aamiin.
Sebelumnya, aku juga nonton wawancara Ari Lasso yang nyeritain pengalamannya dengan narkoba hampir dua dekade yang lalu. Intinya, memang nikmat. Hingga ketergantungan, kecanduan dan minta tambah dosis merusak segalanya. Sakit. Intinya kata Om Ari, udah gak usah pada coba deh karena bener-bener merusak dan sakit.
Masih dalam keadaan terkejut dan tak percaya, playlist spotifaiku memutar Superposition-nya Daniel Caesar ft (yang mulia) John Mayer,
Isn't it an irony?
The things that inspire me
They make me bleed
So profusely
I got everything I need
Time and space to think and breathe
What does it mean
When cash grows on trees?
Ebusyetttt kataku dalam hati, kok pas gini.
Dalam Superposition, Daniel bilang bahwa apapun yang ada di hidupnya saat itu dalam kekacauan. Satu-satunya aspek kehidupannya yang tidak bermasalah baginya adalah fakta ia bermusik. Hal ini dia lagukan dengan lirik,
This music shit's a piece of cake
The rest of my life's in a state of chaos
But I know I'll be okay
Bahwa hidup adalah kontradiksi. Bahwa kekuatan yang saling berlawanan sekalipun akan dapat membangun satu sama lain
Exist in superposition, life’s all about contradiction
Pria-wanita, kalah-menang, jatuh-bangkit, kontra tapi saling melengkapi, menekankan adanya keseimbangan agar hidup ini lebih harmonis. Wasyek sok iya deh lol
Seingat aku waktu madrasah dulu dalam islam pun ada konsep Yin and Yang kayak di lagunya Daniel ini, namanya tawazzun (seimbang), dalam kitab suci terwakili dengan kata Al-mizan yang artinya neraca keadilan
Pada akhirnya Allah pun tidak menghendaki manusia melawan kemanusiaannya sendiri. Benar kita butuh bekerja, butuh makan, minum dan tidur. Namun Allah juga tidak menghendaki kita bersikap israf seperti Ia katakan, “Makan dan minumlah jangan berlebih-lebihan”. Ambil yang dibutuhkan oleh jasad, akal dan roh kita, jangan dilebihkan
Yang paling parah, aku tau tapi aku masih sering (pura-pura) lupa, sesimpel ‘udah kenyang’ tapi masi maksa mau beli dimsum 2ribuan depan Mitra. Alhasil susah gerak, susah berdiri, inginnya rebahan sambil yutuban, mandi terlupakan apalagilah skripsi... eh gimana ni wkwk
Pada akhirnya apa hubungannya lagu dan tawazzun dengan kasus Tante Nunung? Ntahlah aku juga bingung. Benarlah bikin punchline di sebuah tulisan tu susah. Yang gampang memang nulis sambat sebab kata-kata pun mengalir bak air mengikuti emosyi. Yasudahlah ya, mari kita akhiri tulisan ini tanpa klimaks hhhh. Wassalamu’alaikum. 
ps: coba deh dengerin Superposition biar mmhhhaha, etapi yang paling penting sih jan lupa ngaji hari ini:)
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
Saat Sang Saka Merah Putih Pertama Kali Berkibar di Langit Indonesia
Saat Sang Saka Merah Putih Pertama Kali Berkibar di Langit Indonesia
Harianpublik.com – Di hari kemerdekaan Indonesia ke 72 ini, terselip rasa penasaran yang begitu besar untuk mengetahui apa yang terjadi dan dirasakan saat pertama kali sang Saka Merah-Putih berkibar di udara. Bagaimana peristiwa yang sesungguhnya saat para Proklamator membacakan Teks Proklamasi. Seperti apa suasana saat itu berhasil menggedor rasa penasaran.
Sampai saat ini cerita sejarah di seputaran pembacaan teks proklamasi dan penaikkan bendera pada 17 Agustus 1945 di pelataran rumah Bung Karno di Jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta, sulit diketahui. Padahal banyak orang yang merasakan penasaran dan bertanya-tanya seperti apakah suasana saat itu? Bagaimana rupa dan ekspresi yang ada saat peristiwa tersebut terjadi? Apakah kala itu ada upacara yang megah, ataukah upacara yang berlangsung cukup sederhana dan khidmat?
Untunglah, setelah berburu litelatur ada sebuah buku yang menggambarkan cukup rinci saat-saat penting itu, yakni buku bertajuk ‘Aku Ingat…, Rasa dan Tindak Siswa Sekolah Kolonial di Awal Merdeka Bangsa’, Penerbit Psutaka Sinar Harapan, tahun 1996.
Dalam buku itu terapat kisah yang disampaikan Etty Abdurrahman, lulusan HBS dan PHS Batavia yang pada masa awal kemerdekaan, yakni di  tahun 1947 pernah bekerja  di seksi bahasa Prancis, Siaran Luar Negeri RRI Yogyakarta.
Ety menggambarkan kejadian yang menjadi sejarah penting Indonesia:”…Orang-orang yang mendengar Proklamasi Kemerdekaan ini bertepuk tangan. Tidak ribut dan tidak meriah.Sopan dan terang.” Begitu kata Ety ketika mendengar teks Proklamasi dibacakan oleh Bung Karno kala itu.
Untuk detailnya beginilah kisah Ety ketika mengenang acara pembacaan proklamasi dan penaikan bendera merah putih pada 17 Agustus 1945:
…Aku berdiri di bawah pohon bungur yang berbunga ungu di pekarangan rumah Bung Karno, di Jalan Pegangsaan 56 Jakarta. Pagi cerah, Jumat 17 Agustus 1945, suasana tenang tidak ada yang bicara keras. Orang yang dipekarangan tidak banyak. Yang datang adalah orang-orang yang mendengar kabar bahwa hari itu akan ada acara istimewa dan tidak diumumkan.
Kami menunggu dan memperhatikan ruangan depan rumah itu, di mana ada beberapa orang yang mondar-mandir, masuk dan ke luar lagi.
Akhirnya pada pukul 10.00, Bung Karno dan Bung Hatta ke luar dari ruangan tengah dan berdiri di tangga diikuti oleh beberapa orang lain untuk mengikuti acara yang akan dimulai.
Dengan suara khas, Bung Karno membaca teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ditandatangani Soekarno-Hatta.
Tanggal 17 Agustus kami bebas dari segala penjajahan asing! Kami orang Indonesia mempunyai tanah air Indonesia yang berdiri sejajar dengan negara-negara merdeka di dunia ini.
Orang-orang yang mendengar Proklamasi Kemerdekaan ini bertepuk tangan. Tidak ribut, tidak meriah. Sopan dan tenang. Menunggu kemungkinan tindakan //represailes//  (pembalasan) dari tentara Jepang yang masih ada di Indonesia. Namun tidak ada tindakan apapun dari pihak Jepang, seakan mereka terima perubahan situasi di Indonesia dari tanah jajahan menjadi tanah merdeka.
Aku terharu. Ingin menangis tetapi tidak ada air mata yang ke luar. Hanya tenggorokan yang terasa sakit, seperti ada barang yang bergumpal di dalam dan tidak dapat ditelan.
Aku sadar 17 Agustus 1945, dengan  Proklamasi  Kemerdekaan selesailah perjuangan politik dans elesai pula penderitaan pejuang-pejuan politik yang ke luar masuk penjara karena berani menentang pemerintah penjajah asing.
Aku melihat suatu kaleidoskop politik, mulai dari Trikoro Dharmo, Boedi Oetomo, Organisasi nasional dan regional. Serikat Islam, dan seterusnya sampai melalui jalan berliku-ilku mencapi klimaks yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Merdeka!Dari tempatku berdiri aku melihat bendera merah putih dinaikkan ke tiang bendera di sebelah kiri ‘Gedung Kemerdekaan’, nama yang kami sebut pada hari itu, di bawah pohon bungur. Merah-putih warna bendera kita , yang sekarang bisa berkibar bebas di atas kepala-kepala kita; Tidak lagui sembunyi-sembunyi  kalau lewat kantor penjajah asing.
Dengan kemajuan politik, kita dulu diizinkan memaki ikat leher untuk kepanduan (sekarang Pramuka). Tidak perlu lagi menunggu izin atasan atau pemerintah untuk memakai bendera merah-putih sebagai tanda Indonesia di gedung-gedung pemerintah dan di mana saja kita berada, baik di dalam maupun di luar negeri. Merah –putih kebanggan kita, dapatkan kita pertahankan bendera kita sesudah 17 Agustus 1945? Harus! Tidak ada jawaban lain.
Kesadaran itu meresap dalam tubuhku ketika melihat bendera kita di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, naik dengan perlahan ke atas kepala kami dan akhirnya mencapai puncaknya untuk berkibar bebas, lepas ditiup angin pagi.
Setelah acara selesai kami semua bergembira. Ada yang cepat meninggalkan tempat itu untuk mengabarkan kawan-kawan yang tak hadir pada acara penting itu.
Aku pulang dengan berbagai perasaan. Gembira, berat hati, lelah, perasaan tak tentu.
Kisah yang sama, juga dituturkan oleh RMA Soetrisno Mangoendihardjo yang saat itu menjabat sebagai Direkur Merpati Nusantara. Beginilah kisahnya ketika mengikuti langsung upacara bendera dan pembacaan teks proklamasi di pekarangan rumah Bung Karno tersebut:
…Pada hari Jumat jam 08.00 pagi saya sudah  menuju dari rumah (Jl Pekalongan 14) ke Matraman Planstoen lewat jalan Jan Pieterszoon Coen. Tentunya lewat  jalan Pieterszoon Coen engan harapan bisa bertemu adik gadis Wibowo. Yang pada waktu itu sayang anggap ‘mijn mesije’. Siap, pagi itu tidak ada.
Setiba di Matraman Planstoen 10, ternyata Soebianto tidak ada, Soedjono juga ke luar. Karena kuputuskan untuk pulang saja. Entah kenapa saya pilih Pegangsaan Timur, sampai sekarang pun saya tidak ingat. Melewati rumah Bung Karno saya lihat orang-orang di dalam rumah dan pekarangan. Karena ingin tahu saya berhenti dan masuk ke pekarangan.
Di situ saya lihat beberapa perwira PETA di depan, di serambi dan di belakang rumah, tetapi tidak adayang menegur saya, mungkin karena saya pakai celana pendek, kemeja putih, topi (seragam SMT). Saya juga melihat di sana beberapa murid SMT lain dari kelas yang lebih tinggi.
Tidak lama setelah masuk pekarangan saya  melihat dari jauh (belum sempat  meneronbos ke dalam) persiapan upara menaikkan bendera. Disiplin kami cukup tinggi, yang menyebabkan saya secara reflkes berhenti jalan dan mengambil sikap siap. Begitu bendera mulai naik, saya pun memberi hormat namun masih terlintas di beak mana ‘Hinomaru’ (bendera Jepang, dan mengata tidak terdengar lagu ‘Kimigayo’ (lagu kebangsaan Jeoang.
Waktu mendengar lagu Indonesia Raya baru saya rasakan bahwa sedang terjadi suatu oeristiwa istimewa. Pada waktu itu saya ingat bahwa beberapa hari sebelumnya Soebianto sudah memberitahukan bahwa Jepang kalah perang, dan kita haru sbersiap-siap. Siap untuk apa waktu itu saya belum paham.
Setelah upacara selesai baru saya ketahui banyak mahasiswa-mahasiswi di sana, dan dari mereka saya tahu bahwa kita sudah merdeka.
Berikut adalah cuplikan video saat Bapak Proklamator, Soekarno, membacakan Teks Proklamasi, pernytaan kemerdekaan INdonesia:
PIDATO LENGKAP PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945
    Sumber: Republika
The post Saat Sang Saka Merah Putih Pertama Kali Berkibar di Langit Indonesia appeared first on Ngelmu.
Sumber : Source link
0 notes