Tumgik
#Nelson Angkat
Text
Mantan Kepala BPKAD Kabupaten Serang Bantah Terima Uang Rp 400 Juta
SERANG – Sidang lanjutan kasus gratifikasi yang dilakukan oleh terdakwa Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Serang, Sarudin kembali digelar. Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Serang itu dengan agenda mendengar keterangan saksi Verbalisan dan keterangan terdakwa, Selasa (10/10/2023). Saksi Verbalisan yaitu Andri Setiawan selaku penyidik…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
baliportalnews · 1 year
Text
Pebalap Belia Astra Honda Racing School Ikuti Program Pembekalan Kelas Dunia
Tumblr media
BALIPORTALNEWS.COM, JAKARTA – PT Astra Honda Motor (AHM) kembali menyelenggarakan program pembinaan pebalap muda Tanah Air melalui Astra Honda Racing School (AHRS). Tahun ini, para pebalap yang lolos seleksi mendapatkan menu latihan yang semakin komplit, mengadopsi program pembekalan yang biasa dilakukan pebalap hebat kelas dunia. Sebanyak 16 pebalap belia potensial berusia 11-16 tahun terpilih untuk mengikuti program AHRS dan siap untuk ditempa menjadi pebalap berprestasi di masa mendatang. Tak hanya mendapatkan teori dasar balap dari mentor berpengalaman, mereka juga mendapatkan porsi latihan fisik, mengendarai motor trail di arena flat track, hingga diuji mentalnya di arena balap sesungguhnya melalui Honda Dream Cup. Pendalaman materi pelatihan AHRS 2023 dibungkus dalam kegiatan camp selama empat hari, Selasa-Jumat (20-23/6/2023) memanfaatkan fasilitas AHM Safety Riding Park, Deltamas, Bekasi. Pola pelatihan dengan jadwal dan disiplin yang ketat diharapkan mampu membentuk mindset dan perilaku dengan mentalitas dasar yang tangguh untuk diterapkan sehari-hari, bahkan saat berlatih sendiri demi menjaga kondisi. Andra Aryasetya Ismaya (14), pebalap asal Nusa Tenggara Barat, merasa sangat bangga menjadi bagian dari AHRS 2023. Proses seleksi yang telah dilalui menjadi sebuah motivasi lebih baginya untuk bisa berlatih serius dengan tujuan menggapai mimpi sebagai pebalap profesional. "Pelatihan fisik dan motor di sini betul-betul membuka wawasan saya bahwa menjadi pembalap bukan hal mudah dan perlu berbagai pengorbanan. Harapan saya, semua ilmu di AHRS bisa saya terapkan dan menjadikan saya pebalap yang lebih baik lagi," kata Andra. Nelson Caeroli Ardheniansyah (12) asal Yogyakarta, yang bergabung AHRS di tahun kedua, merasakan pola pelatihan yang baru sangat menarik dan tentunya positif. Selain mengendarai sepeda motor seperti tahun sebelumnya, pelatihan fisik yang diberikan semakin menantang baginya. ”Berbagai gerakan yang diajarkan mudah untuk dipraktikkan saat kembali ke rumah. Semoga ilmu yang saya peroleh dapat mewujudkan mimpi saya sebagai pebalap MotoGP di masa depan,” ujarnya. Tempaan Atlet Muda Sebagai atlet muda, para siswa AHRS perlu peningkatan standar secara fisik. Setiap pebalap belia mendapatkan porsi latihan fisik yang mengadopsi gaya latihan para pebalap hebat kelas dunia dari Benua Eropa. Mulai latihan menggunakan sepeda, berlari, angkat beban, dan aktivitas gim lainnya. Mereka didampingi trainer profesional untuk mengawasi dan supervisi latihan. Para pebalap AHRS juga belajar teknik dasar sebagai pebalap yang baik. Terlebih, fokus pada ketahanan, kelincahan, dan mengontrol sepeda motor. Latihan ini dikemas dalam flat track program menggunakan CRF150R Special Engine, dan materi-materi tambahan lainnya. Di dalam kelas, 16 pebalap AHRS tahun ini dibekali teori dasar seperti mengetahui jenis-jenis kompon ban, suspensi, posisi berkendara, aturan balap, dan hal-hal kecil lainnya di balapan seperti bermacam jenis bendera petunjuk. Pengetahuan dasar ini akan berguna saat para rider beranjak ke balapan level yang lebih tinggi. Setelah semua bekal dasar tersebut didapatkan, para pebalap diberi kesempatan menerapkan semua ilmunya dalam ‘mini race’ untuk memberikan sesnsasi balap. Honda NSF100 dijadikan tunggangan untuk memberikan pengalaman mengendalikan sepeda motor berkarakter balap. Pada step selanjutnya, para rider akan merasakan langsung balapan pada ajang balap sesungguhnya dengan mengikuti Honda Dream Cup (HDC). Atmosfer balap penting didapatkan untuk mengasah mental, sekaligus mendukung HDC sebagai ajang event one stop racingtainment di Indonesia. Lulusan Kelas Dunia Dimulai sejak 2010, AHRS menjadi ajang pencarian pebalap belia Tanah Air yang konsisten mengantarkan mereka menjadi pebalap-pebalap berprestasi di ajang balap Asia dan dunia. Mario Suryo Aji yang saat ini bersaing di kelas Moto3 World GP, merupakan lulusan AHRS tahun 2016, sementara Fadillah Arbi Aditama yang saat ini bersaing di Eropa pada ajang FIM JuniorGP merupakan lulusan AHRS tahun 2019. Sebelumnya terdapat Andi Farid Izdihar dan Gerry salim yang merupakan lulusan AHRS tahun 2010. Tahun ini, tercatat 68 pendaftar mengajukan diri untuk bergabung dalam program AHRS. Setelah melalui seleksi administrasi dan pendaftaran ulang, terpilih 43 pebalap belia berusia antara 11-16 tahun yang berhak mengikuti proses seleksi hingga mendapatkan 9 pebalap. Mereka lalu bergabung dengan 7 pebalap lainnya dari program AHRS tahun lalu. Pembinaan dalam program AHRS bertujuan untuk semakin mematangkan skill pebalap belia Tanah Air sebelum terjun ke balapan sesungguhnya di tingkat nasional maupun internasional seperti Asia Road Racing Championship, FIM JuniorGP, hingga level dunia di ajang Grand Prix. Latihan intens dilakukan melibatkan instruktur-instruktur berpengalaman, yakni Gerry Salim, Wawan Hermawan, dan Sudarmono, serta Exy yang berperan sebagai pelatih fisik.(bpn) Read the full article
0 notes
edpackpersada · 1 year
Text
Pallet Kayu Memudahkan Proses Pemindahan Barang
Pallet Kayu
Pallet Kayu yaitu sebuah alat yang berbentuk persegi datar dengan rongga-rongga. Fungsi palet dalam dunia cargo adalah untuk meletakkan barang-barang pengiriman yang disimpan di gudang. Barang yang diletakkan di atas palet, akan lebih muda di angkat dengan forklift karena terdapat rongga khusus garpu forklift pada bagian bawah palet. Selain untuk efisiensi pengangkutan barang, palet juga berfungsi untuk melindungi barang dari lantai yang berair.
Jenis kayu yang digunakan juga bukan sembarang kayu melainkan kayu dari pohon terpilih. Indonesia adalah negara pemakai pallet kayu terbanyak di dunia, sebab bahan baku kayu banyak terdapat Indonesia. Jadi material untuk pembuatan pallet kayu cukup mudah diperoleh.
Segera hubungi kami untuk mendapat penawaran terbaik. Kami akan memberikan pelayanan terbaik guna mewujudkan kemasan terbaik bagi Anda. Dan kami sangat terbuka untuk diskusi lebih lanjut untuk ukuran serta kuantiti yang berbeda.
Info Lebih Lanjut Hubungi Team Marketing Kami :
Boy                  : 0813-8442-2157
Janter Nelson  : 0813-8442-2156
Wishnu            : 0813-8442-2155
Chandra          : 0813-1542-3550
Citra                : 0813-8442-2153
Sartika              : 0821-2377-1720
Tumblr media
0 notes
lidikcyber · 2 years
Text
Kapolres Asahan Hadiri Pemusnahan Barang Bukti di Kejaksaan Negeri Kisaran
Kapolres Asahan Hadiri Pemusnahan Barang Bukti di Kejaksaan Negeri Kisaran
  Lidikcyber.com, Asahan – Kejaksaan Negeri Kisaran Jalan Wr Supratman No.7 Lestari Kelurahan Mekar Baru Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan memusnahkan barang bukti (BB) berupa Narkotika dan BB perkara tindak pidana umum lainnya, Selasa (06/12/2022) sekira jam 11.00 wib. Hadir dalam kegiatan tersebut Kajari Kisaran Dadyng Wibiyanto Atabay, Ketua PN Asahan Nelson Angkat, S.H, M.H, Kapolres…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
nkripost · 2 years
Text
Kapolres Asahan Hadiri Pemusnahan Barang Bukti di Kejari Kisaran
Kapolres Asahan Hadiri Pemusnahan Barang Bukti di Kejari Kisaran
Kajari Kisaran Dadyng Wibiyanto Atabay, Ketua PN Asahan Nelson Angkat, S.H, M.H, Kapolres Asahan AKBP Roman Smaradhana Elhaj, S.H, S.I.K, M.H, (Tengah) saat pemusnahan barang bukti Narkotika NKRIPOST ASAHAN | Kejaksaan Negeri Kisaran Jalan Wr Supratman No.7 Lestari Kelurahan Mekar Baru Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan memusnahkan barang bukti (BB) berupa Narkotika dan BB perkara tindak…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
skalaku · 5 years
Text
Tumblr media
Perlawanan Sunyi Mursi
Oleh : Ahmad Jilul Qur'ani Farid
Seorang kawan bertanya kepada saya, siapa politisi idola saya? Saya jawab saya tak mengidolakan politisi. Apa sebab? Karena orang yang hidup tidak dalam titik nadir adalah orang biasa-biasa saja, Hatta seorang politisi hebat sekalipun masih hidup dengan kenyamanan sosial dan materiil diatas rata-rata kebanyakan orang. Tidak ada yang istimewa.
Sementara nama-nama besar dalam catatan sejarah adalah tentang orang-orang yang teguh hingga titik nadir. Memilih untuk hidup menderita karena memegang prinsipnya atau memperjuangkan nasib orang banyak.
Antitesa utama dari kemewahan sosial dan materiil adalah jeruji besi, tentu tanpa sebuah tindakan kriminal dan pidana, alias tahanan politik, dipenjara karena melawan penguasa. Nelson Mandela dipenjara, Soekarno dipenjara, Tan Malaka dipenjara, Pram dipenjara, Hamka dipenjara.
Mungkin kita akan menganggap beruntung yang kemudian bebas, tapi bisa jadi lebih beruntung ia yang hingga akhir hayatnya mati dalam titik nadir, bagi saya kematian dalam titik nadir karena memegang prinsip adalah kematian yang mulia. Karena hingga mati ia tak tersentuh hipokritnya dunia, dalam kesenangan dan kemewahan pribadi semata.
Adalah Mursi, nama baru yang akan dicatat sejarah sebagai orang yang mati mulia. Ia berprinsip tak mengakui Pemerintahan yang terbentuk karena mengkudeta hasil pemilu yang sah. Andai ia mau mengangguk barang sekali, mungkin kebebasan akan dirasakannya sambil menikmati hari tua.
Kalau dalam pandangan kebanyakan orang, Toh apa lagi yang harus Mursi perjuangkan? Organisasi sudah bubar centang perenang, aktivisnya ditangkapi dan lari keluar negeri. Sudah tak ada harapan bagi Ikhwanul Muslimin di Mesir, ia sudah game over.
Tapi memang Mursi tak sedang membela Ikhwanul Muslimin, ia sudah tak punya daya dan upaya, yang masih bisa ia bela tinggallah suara rakyat yang memilihnya, meski mungkin para pemilihnya bisa jadi sudah melupakannya.
Bersenjatakan tubuhnya yang renta, ia lakukan perlawanan Sunyi, dengan mengorbankan satu demi satu organ tubuhnya digerogoti penyakit dalam penjara, ia tukar dengan prinsip bahwa kekuasaan As Sisi tidaklah sah dan pilihan rakyat harus dibela.
Diabetesnya terus menggila, sebelah matanya hampir buta entah kenapa, paru-parunya meradang akibat dinginnya penjara, jantungnya berdebar-debar akibat hipoglikemia, mulut dan rahangnya terluka.
Selama 7 tahun, Ia melawan hingga titik nadir, sampai tumbang, hingga raga kakek berwajah teduh itu tak lagi mampu lagi jadi senjata terakhir perlawanannya. Nahas, kalau dilihat dari kacamata materil. Hina, kalau dipandang dari perspektif penguasa. Menyedihkan kalau ditatap dari kacamata awam.
Tapi Mursi sudah menang, ia jauh lebih mulia dari penguasa yang ia lawan. Tanpa angkat senjata, As Sisi sudah kalah. Martabat Mursi melambung tinggi seperti jiwanya yang kini merdeka menghadap Rabbnya, sementara harga diri As Sisi jatuh karena dzalim membunuh seorang Kakek renta.
Selamat jalan kakek berwajah teduh, dada jutaan orang kini telah kau buat membara, akibat perlawanan sunyimu dalam dinginnya penjara. Panjang Umur Perlawanan! Pendek Umur Kedzaliman!
Tulisan ini saya kutip dari salah satu grup....
3 notes · View notes
sukabuminews · 2 years
Text
Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kisaran Kelas IB, Nelson Angkat, melantik dan mengambil sumpah jabwatn Erika Sari Emsah Ginting sebagai Wakil Ketua PN Kisaran Kelas IB, Kamis (31/3/2022).
0 notes
redaksisukabuminews · 2 years
Text
Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kisaran Kelas IB, Nelson Angkat, melantik dan mengambil sumpah jabwatn Erika Sari Emsah Ginting sebagai Wakil Ketua PN Kisaran Kelas IB, Kamis (31/3/2022).
0 notes
papuabaratonline · 3 years
Text
Ini Tanggapan Ketua MRPB Terkait Usulan TPN-OPM Ditetapkan sebagai Organisasi Teroris
Ini Tanggapan Ketua MRPB Terkait Usulan TPN-OPM Ditetapkan sebagai Organisasi Teroris
RANSIKI, Papuabaratonline.com – Menangapi pengusulan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) kepada DPR RI untuk menetapkan TPN-OPM sebagai organisasi teroris. Ketua Majelis Rekyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat, Maxsi Nelson Ahoren angkat bicara. Menurutnya, BPNPT dan Pemerintah dalam hal ini Negara tidak bisa berkesimpulan untuk menetapkan TPN-OPM sebagai organisasi terlarang, karena…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
bantennewscoid-blog · 7 months
Text
Rugikan Negara Rp324 Miliar, 8 Terdakwa Korupsi Proyek PT Telkomsigma Divonis Penjara
SERANG – Delapan terdakwa kasus korupsi proyek PT Graha Telkomsigma (GTS) divonis penjara oleh hakim dengan vonis berbeda. Empat dari 8 terdakwa merupakan mantan pejabat di PT GTS yang merugikan negara senilai Rp324 miliar. Sidang digelar pada Selasa sore dan berakhir Rabu (6/3/2024) Pukul 01.15 WIB dini hari. Sidang dipimpin oleh ketua majelis hakim Nelson Angkat di Pengadilan Tipikor…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
baliportalnews · 1 year
Text
Pebalap Belia Astra Honda Racing School Ikuti Program Pembekalan Kelas Dunia
Tumblr media
BALIPORTALNEWS.COM, JAKARTA – PT Astra Honda Motor (AHM) kembali menyelenggarakan program pembinaan pebalap muda Tanah Air melalui Astra Honda Racing School (AHRS). Tahun ini, para pebalap yang lolos seleksi mendapatkan menu latihan yang semakin komplit, mengadopsi program pembekalan yang biasa dilakukan pebalap hebat kelas dunia. Sebanyak 16 pebalap belia potensial berusia 11-16 tahun terpilih untuk mengikuti program AHRS dan siap untuk ditempa menjadi pebalap berprestasi di masa mendatang. Tak hanya mendapatkan teori dasar balap dari mentor berpengalaman, mereka juga mendapatkan porsi latihan fisik, mengendarai motor trail di arena flat track, hingga diuji mentalnya di arena balap sesungguhnya melalui Honda Dream Cup. Pendalaman materi pelatihan AHRS 2023 dibungkus dalam kegiatan camp selama empat hari, Selasa-Jumat (20-23/6/2023) memanfaatkan fasilitas AHM Safety Riding Park, Deltamas, Bekasi. Pola pelatihan dengan jadwal dan disiplin yang ketat diharapkan mampu membentuk mindset dan perilaku dengan mentalitas dasar yang tangguh untuk diterapkan sehari-hari, bahkan saat berlatih sendiri demi menjaga kondisi. Andra Aryasetya Ismaya (14), pebalap asal Nusa Tenggara Barat, merasa sangat bangga menjadi bagian dari AHRS 2023. Proses seleksi yang telah dilalui menjadi sebuah motivasi lebih baginya untuk bisa berlatih serius dengan tujuan menggapai mimpi sebagai pebalap profesional. "Pelatihan fisik dan motor di sini betul-betul membuka wawasan saya bahwa menjadi pembalap bukan hal mudah dan perlu berbagai pengorbanan. Harapan saya, semua ilmu di AHRS bisa saya terapkan dan menjadikan saya pebalap yang lebih baik lagi," kata Andra. Nelson Caeroli Ardheniansyah (12) asal Yogyakarta, yang bergabung AHRS di tahun kedua, merasakan pola pelatihan yang baru sangat menarik dan tentunya positif. Selain mengendarai sepeda motor seperti tahun sebelumnya, pelatihan fisik yang diberikan semakin menantang baginya. ”Berbagai gerakan yang diajarkan mudah untuk dipraktikkan saat kembali ke rumah. Semoga ilmu yang saya peroleh dapat mewujudkan mimpi saya sebagai pebalap MotoGP di masa depan,” ujarnya. Tempaan Atlet Muda Sebagai atlet muda, para siswa AHRS perlu peningkatan standar secara fisik. Setiap pebalap belia mendapatkan porsi latihan fisik yang mengadopsi gaya latihan para pebalap hebat kelas dunia dari Benua Eropa. Mulai latihan menggunakan sepeda, berlari, angkat beban, dan aktivitas gim lainnya. Mereka didampingi trainer profesional untuk mengawasi dan supervisi latihan. Para pebalap AHRS juga belajar teknik dasar sebagai pebalap yang baik. Terlebih, fokus pada ketahanan, kelincahan, dan mengontrol sepeda motor. Latihan ini dikemas dalam flat track program menggunakan CRF150R Special Engine, dan materi-materi tambahan lainnya. Di dalam kelas, 16 pebalap AHRS tahun ini dibekali teori dasar seperti mengetahui jenis-jenis kompon ban, suspensi, posisi berkendara, aturan balap, dan hal-hal kecil lainnya di balapan seperti bermacam jenis bendera petunjuk. Pengetahuan dasar ini akan berguna saat para rider beranjak ke balapan level yang lebih tinggi. Setelah semua bekal dasar tersebut didapatkan, para pebalap diberi kesempatan menerapkan semua ilmunya dalam ‘mini race’ untuk memberikan sesnsasi balap. Honda NSF100 dijadikan tunggangan untuk memberikan pengalaman mengendalikan sepeda motor berkarakter balap. Pada step selanjutnya, para rider akan merasakan langsung balapan pada ajang balap sesungguhnya dengan mengikuti Honda Dream Cup (HDC). Atmosfer balap penting didapatkan untuk mengasah mental, sekaligus mendukung HDC sebagai ajang event one stop racingtainment di Indonesia. Lulusan Kelas Dunia Dimulai sejak 2010, AHRS menjadi ajang pencarian pebalap belia Tanah Air yang konsisten mengantarkan mereka menjadi pebalap-pebalap berprestasi di ajang balap Asia dan dunia. Mario Suryo Aji yang saat ini bersaing di kelas Moto3 World GP, merupakan lulusan AHRS tahun 2016, sementara Fadillah Arbi Aditama yang saat ini bersaing di Eropa pada ajang FIM JuniorGP merupakan lulusan AHRS tahun 2019. Sebelumnya terdapat Andi Farid Izdihar dan Gerry salim yang merupakan lulusan AHRS tahun 2010. Tahun ini, tercatat 68 pendaftar mengajukan diri untuk bergabung dalam program AHRS. Setelah melalui seleksi administrasi dan pendaftaran ulang, terpilih 43 pebalap belia berusia antara 11-16 tahun yang berhak mengikuti proses seleksi hingga mendapatkan 9 pebalap. Mereka lalu bergabung dengan 7 pebalap lainnya dari program AHRS tahun lalu. Pembinaan dalam program AHRS bertujuan untuk semakin mematangkan skill pebalap belia Tanah Air sebelum terjun ke balapan sesungguhnya di tingkat nasional maupun internasional seperti Asia Road Racing Championship, FIM JuniorGP, hingga level dunia di ajang Grand Prix. Latihan intens dilakukan melibatkan instruktur-instruktur berpengalaman, yakni Gerry Salim, Wawan Hermawan, dan Sudarmono, serta Exy yang berperan sebagai pelatih fisik.(bpn) Read the full article
0 notes
edpackpersada · 2 years
Text
Produksi Pallet Plastik Terbaik Harga Terjangkau
Pallet Plastik
Pallet Plastik yaitu sebuah alat yang berbentuk persegi datar dengan rongga-rongga. Fungsi palet dalam dunia cargo adalah untuk meletakkan barang-barang pengiriman yang disimpan di gudang. Barang yang diletakkan di atas palet, akan lebih muda di angkat dengan forklift karena terdapat rongga khusus garpu forklift pada bagian bawah palet. Selain untuk efisiensi pengangkutan barang, palet juga berfungsi untuk melindungi barang dari lantai yang berair.
Jenis kayu yang digunakan juga bukan sembarang kayu melainkan kayu dari pohon terpilih. Indonesia adalah negara pemakai pallet kayu terbanyak di dunia, sebab bahan baku kayu banyak terdapat Indonesia. Jadi material untuk pembuatan pallet kayu cukup mudah diperoleh.
Segera hubungi kami untuk mendapat penawaran terbaik. Kami akan memberikan pelayanan terbaik guna mewujudkan kemasan terbaik bagi Anda. Dan kami sangat terbuka untuk diskusi lebih lanjut untuk ukuran serta kuantiti yang berbeda.
Info Lebih Lanjut Hubungi Team Marketing Kami :
Boy                  : 0813-8442-2157
Janter Nelson    : 0813-8442-2156
Wishnu : 0813-8442-2155
Chandra             : 0813-1542-3550
Citra                  : 0813-8442-2153
Tumblr media
0 notes
lutfimuhamad · 4 years
Text
PERLAWANAN SUNYI MURSI
Ahmad Jilul Qur'ani Farid - Wartawan Majalah Gatra
Tumblr media
Seorang kawan bertanya kepada saya, siapa politisi idola saya? Saya jawab saya tak mengidolakan politisi. Apa sebab? Karena orang yang hidup tidak dalam titik nadir adalah orang biasa-biasa saja, Hatta seorang politisi hebat sekalipun masih hidup dengan kenyamanan sosial dan materiil diatas rata-rata kebanyakan orang. Tidak ada yang istimewa.
Sementara nama-nama besar dalam catatan sejarah adalah tentang orang-orang yang teguh hingga titik nadir. Memilih untuk hidup menderita karena memegang prinsipnya atau memperjuangkan nasib orang banyak.
Antitesa utama dari kemewahan sosial dan materiil adalah jeruji besi, tentu tanpa sebuah tindakan kriminal dan pidana, alias tahanan politik, dipenjara karena melawan penguasa. Nelson Mandela dipenjara, Soekarno dipenjara, Tan Malaka dipenjara, Pram dipenjara, Hamka dipenjara.
Mungkin kita akan menganggap beruntung yang kemudian bebas, tapi bisa jadi lebih beruntung ia yang hingga akhir hayatnya mati dalam titik nadir, bagi saya kematian dalam titik nadir karena memegang prinsip adalah kematian yang mulia. Karena hingga mati ia tak tersentuh hipokritnya dunia, dalam kesenangan dan kemewahan pribadi semata.
Adalah Mursi, nama baru yang akan dicatat sejarah sebagai orang yang mati mulia. Ia berprinsip tak mengakui Pemerintahan yang terbentuk karena mengkudeta hasil pemilu yang sah. Andai ia mau mengangguk barang sekali, mungkin kebebasan akan dirasakannya sambil menikmati hari tua.
Kalau dalam pandangan kebanyakan orang, Toh apa lagi yang harus Mursi perjuangkan? Organisasi sudah bubar centang perenang, aktivisnya ditangkapi dan lari keluar negeri. Sudah tak ada harapan bagi Ikhwanul Muslimin di Mesir, ia sudah game over.
Tapi memang Mursi tak sedang membela Ikhwanul Muslimin, ia sudah tak punya daya dan upaya, yang masih bisa ia bela tinggallah suara rakyat yang memilihnya, meski mungkin para pemilihnya bisa jadi sudah melupakannya.
Bersenjatakan tubuhnya yang renta, ia lakukan perlawanan Sunyi, dengan mengorbankan satu demi satu organ tubuhnya digerogoti penyakit dalam penjara, ia tukar dengan prinsip bahwa kekuasaan As Sisi tidaklah sah dan pilihan rakyat harus dibela.
Diabetesnya terus menggila, sebelah matanya hampir buta entah kenapa, paru-parunya meradang akibat dinginnya penjara, jantungnya berdebar-debar akibat hipoglikemia, mulut dan rahangnya terluka.
Selama 7 tahun, Ia melawan hingga titik nadir, sampai tumbang, hingga raga kakek berwajah teduh itu tak lagi mampu lagi jadi senjata terakhir perlawanannya. Nahas, kalau dilihat dari kacamata materil. Hina, kalau dipandang dari perspektif penguasa. Menyedihkan kalau ditatap dari kacamata awam.
Tapi Mursi sudah menang, ia jauh lebih mulia dari penguasa yang ia lawan. Tanpa angkat senjata, As Sisi sudah kalah. Martabat Mursi melambung tinggi seperti jiwanya yang kini merdeka menghadap Rabbnya, sementara harga diri As Sisi jatuh karena dzalim membunuh seorang Kakek renta.
Selamat jalan kakek berwajah teduh, dada jutaan orang kini telah kau buat membara, akibat perlawanan sunyimu dalam dinginnya penjara. Panjang Umur Perlawanan! Pendek Umur Kedzaliman!
Ditulis oleh: Ahmad Jilul Qur'ani Farid - Wartawan Majalah Gatra
0 notes
crimsoninmyth · 4 years
Text
LADY LILITH BY ROSSETTI (RAW)
warning: the story contains explicit details of sexual activity, language, and violence. it might be disturbing/inappropriate for some readers. discretion is advised. cast: kyokutei shinku; ivy wei rouge; ammar al-gaddafi; madam lilith; andrew; mentioned: kyokutei zen; kyokutei asahi; yohannes words: 13,296 estimated reading time: 66 minutes, 28 seconds language: Indonesian
 ⠀⠀ 𝐃𝐈 𝐒𝐄𝐁𝐔𝐀𝐇 𝐋𝐎𝐊𝐀𝐒𝐈 𝐁𝐄𝐊𝐀𝐒 𝐆𝐄𝐃𝐔𝐍𝐆 industri di Kota Antwerp, Belgia, berdiri rumah bordil bernama Le Royaume Rouge sejak sepuluh tahun yang lalu. Pemiliknya adalah seorang 𝑀𝑎𝑑𝑎𝑚𝑒 berusia tiga puluh tujuh tahun bersama anak perempuan—angkat—nya yang baru menginjak awal dua puluh tahun.   ⠀⠀ 𝐿𝑎𝑑𝑦 𝐿𝑖𝑙𝑖𝑡𝘩, begitu mereka memanggil si 𝑀𝑎𝑑𝑎𝑚𝑒, adalah seorang wanita yang penuh pesona, cerdas, dan memiliki kelasnya sendiri. Tak terhitung berapa banyak pria saling bertarung ‘tuk berada di satu ruangan yang sama bersamanya. Apa pun niatnya, berbincang, menikmati hidangan, atau saling memenuhi momen intim yang memacu gairah.   ⠀⠀ Untuk yang terakhir, Lady Lilith, sudah tak menerimanya lagi. Alasannya kepada klien adalah ia merasa sudah cukup menghabiskan waktu malamnya dengan banyak cinta dan sedikit desahan yang menggoda. Sekitar lima tahun yang lalu, ia memutuskan untuk menurunkan gelarnya sebagai ‘Lady Lilith’ kepada putri angkatnya yang masih muda. Meski pun begitu, banyak hati ditemukan hancur karenanya.  ⠀⠀ Bahkan setelah Lady Lilith yang pertama pensiun, dan memutuskan hanya menjadi Madam ‘tuk mengurus Le Royaume Rouge, beberapa pria yang penuh kekuasaan masih datang ke sana. Mereka minum, mengunjungi kasino, dan menonton pertunjukkan 𝑏𝑢𝑟𝑙𝑒𝑠𝑞𝑢𝑒 yang rutin dilaksanakan dua kali dalam seminggu. Dari sekian banyak jasa yang disediakan oleh Le Royaume Rouge, bisa dikatakan bahwa tempat ini bukan rumah bordil biasa.  ⠀⠀ Le Royaume Rouge berada di posisi kedua sebagai industri seks legal terbesar di Belgia. Bersama dengan Villa Tinto dan Rue d’Amour, rumah bordir milik Madam Lilith ini menyumbangkan banyak uang bagi negara.  ⠀⠀ Jika kau bertanya, apakah yang membedakan Le Royaume Rouge dengan dua kompetitor besarnya? Jawabannya adalah kekuatan wanita. Para pekerja di 𝑇𝘩𝑒 𝑅𝑜𝑢𝑔𝑒, begitu mereka menyebutnya secara sederhana, diajarkan untuk menjadi sosok intelektual menyerupai bunglon yang dapat masuk ke dalam status sosial apa pun. Mereka adalah simbol dari gairah, keindahan, dan kemampuan wanita ‘tuk meluluhkan hati pria; bukan ego mereka.  ⠀⠀ “Kunci dari menaklukan seorang laki-laki ialah ketika kau bisa berbicara dalam bahasa mereka,” kata Madam Lilith mengutip mendiang Nelson Mandela.   ⠀⠀ Madam Lilith mengimani ketika para pekerjanya pandai berbahasa, maka akan mudah bagi mereka untuk menyelami hati para klien. Terutama ketika pelanggan mereka adalah orang-orang dari berbagai latar belakang.   ⠀⠀ Bekerja di The Rouge sama dengan sekolah. Setiap minggunya, Madam Lilith mengadakan kelas bahasa, psikologi, bisnis, dan menari. Mereka yang memutuskan mengikuti Madam Lilith harus mengikuti kelas-kelas yang ditentukan tanpa terkecuali.   ⠀⠀ Bagi Madam Lilith, bisnisnya bukan hanya sekadar menjual seksualitas, dan kenikmatan semalam saja. Ada beberapa aspek yang harus dirinya perhatikan demi kesejahteraan para pekerjanya; para perempuan. Hal ini diterapkan Madam Lilith dengan harapan ketika mereka tak bersamanya lagi, setidaknya ada bekal yang bisa digunakan oleh mereka di tempat kerja selanjutnya. Baik itu rumah bordil lain atau ranah publik yang umum.   ⠀⠀ “Lulusan The Rouge adalah wanita-wanita terpelajar yang bisa mengambil alih posisimu sebagai istri dalam waktu satu malam,” ujar Madam Lilith.  ⠀⠀ Kendati demikian, Madam Lilith tak pernah mendoakan para istri kehilangan suami mereka. Perkataan itu hanya keluar ketika ia dan para pekerjanya direndahkan oleh orang-orang; tak jarang istri dari suami yang menghabiskan malam di The Rouge.  ⠀⠀ Siapa pun diperkenankan datang ke The Rouge. Tidak peduli pekerjaanmu, orientasi seksualmu, dan siapa dirimu. Semuanya akan diterima dengan hangat jika mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh Madam Lilith. Memiliki uang adalah esensial, tetapi, tahu bagaimana caranya menghormati wanita merupakan suatu kewajiban kalau kau hendak bermain kemari.   ⠀⠀ Madam Lilith tentu memiliki ketakutan sendiri akan ancaman dan teror yang diterimanya. Walau begitu, ia tak menghiraukan hal tersebut terlalu serius. Setidaknya itu yang bisa dilakukan oleh Madam Lilith untuk memenuhi permintaan si Tuan, orang yang menyokongnya dan The Rouge sejak delapan tahun terakhir.   ⠀⠀ Menjadi seorang simpanan bukan pekerjaan mudah. Apalagi Madam Lilith memiliki rasa cinta kepada si Tuan. Sesuatu yang diajarkannya kepada anak dan para pegawainya untuk dihindari.   ⠀⠀ “Kukatakan kepadamu, jangan menjadi seperti diriku yang mau hidup di dalam duri bunga mawar. Aku tak bisa menuntut lebih atas dirinya. Tubuh dan setengah hatinya dimiliki oleh istrinya. Sedangkan aku hanya memiliki sisanya walau ia selalu bilang bahwa hatinya hanyalah untukku. Aku ini bisa memiliki segalanya, kecuali dia seutuhnya. Hidup di balik tirai kamar tidak untuk semua orang. Aku harap kau mengerti risikonya sebelum mengabdikan dirimu kepada satu orang.”   ⠀⠀ Madam Lilith menyiah rambut anaknya yang pada waktu itu masih berusia sembilan belas tahun ke belakang telinga. Ia memandangi wajah gadis itu dengan saksama.  ⠀⠀ “Kau begitu cantik, anakku. Bibirmu dan pipimu merona bagaikan bunga mawar yang baru saja merekah, rambut dan alismu hitam seperti malam, dan matamu berkilauan seperti bulan. Seseorang sepertimu tidak harus mengikuti jejakku. Aku memberikanmu pilihan. Dengan bantuan Tuan, The Rouge akan jauh lebih berkembang, dan aku bisa membiayai studimu kemana pun yang kau mau. Aku juga bisa membuka jalan untukmu jika kau ingin bekerja di perusahaan raksasa. Apa pun, anakku. Apa pun yang kau mau. Kau tidak perlu menjadi teman tidur orang untuk sejumlah uang. Cintailah seseorang tanpa beban. Kau tidak harus menderita.” ⠀⠀ Ivy tersenyum pilu kepada Madam Lilith. Wanita yang merawatnya sejak berusia tiga tahun itu masih terlihat menawan dan terasa hangat. ⠀⠀ “Madam,” Ivy menaruh tangan Madam Lilith pada pipinya, “ketika usiaku genap dua puluh tahun, aku akan memberikanmu jawaban. Ketika hari itu tiba, aku harap kau tidak menentang pilihanku,” katanya. ⠀⠀ Madam Lilith menghembuskan napas yang berat. Penentuan jalan hidup Ivy tidak sepenuhnya berada di tangannya sebagai seorang ibu. Bagaimana pun, Ivy bebas menentukan takdirnya bersama Tuhan. Ya, Madam Lilith masih percaya terhadap-Nya. Terlepas dari dosa-dosa yang ia perbuat hingga sekarang. Suatu ironi klasik yang akan sering kau temui di belahan negera Eropa. Khususnya mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan dan harus memberi makan keluarga. ⠀⠀ Ibu biologis Ivy adalah contoh lainnya yang harus melewati ironi itu. Awalnya, ia datang dari Cina dengan niat bekerja sebagai asisten rumah tangga melalui agen penyalur jasa tenaga kerja. Dua bulan bekerja, dirinya mendapatkan kekerasan seksual dari majikan pria, dan dipecat oleh istri bajingan itu. ⠀⠀ Wei Yuan, nama wanita malang tersebut, tak berani melaporkan kejadian yang dialami kepada agennya. Ia hanya menelan kegusaran si Pemilik agen dan terus bekerja di rumah baru. Namun, semakin lama, perut Wei Yuan semakin besar. Tuan dan Nyonya-nya akhirnya mengetahui kebenaran itu dan bersedia menampung Wei Yuan hingga masa kontrak enam bulan mereka berakhir. ⠀⠀ Wei Yuan tahu agennya tak akan menerima wanita hamil. Dugaan itu terbukti saat ia bertemu dengan agennya; mereka menolak untuk mempekerjakan Wei Yuan. ⠀⠀ Pulang ke kampung halaman bagi Wei Yuan bukan pilihan. Ayah dan ibunya hanyalah buruh yang bekerja di ladang jagung milik seorang saudagar yang baik hati. Apabila ia ke kampung dengan perut yang besar, Wei Yuan hanya akan memberikan rasa malu dan penghinaan untuk keluarganya yang miskin harta. ⠀⠀ Akhirnya, Wei Yuan menyewa sebuah unit apartemen tua yang terletak pada pinggiran Kota Brussels. Ia menempati kamar lima di lantai dua. Wei Yuan tak begitu mengenal para tetangganya. Dirinya tahu ada seorang wanita di kamar nomor empat yang selalu pulang ketika subuh dan pakaiannya selalu pendek; begitu kontras dengan dirinya yang konservatif. Meski begitu, tatkala mereka bertemu, orang itu selalu tersenyum hangat, dan menyapanya. Bahkan dirinya sering memberikan makanan di hari-hari tertentu. Menakjubkannya adalah makanan-makanan itu tampak dari restoran mahal. ⠀⠀ “Namaku Christine Marie. Senang mengenalmu, Wei Yuan. Kau sudah mengandung berapa bulan? Apakah kau sering memeriksa kandunganmu?” ⠀⠀ Datang dari desa yang dipenuhi keramahan dan keluguan, Wei Yuan cepat terbuka kepada Marie. Apalagi sosok wanita itu sangat menyenangkan dan luar biasa cerdas. ⠀⠀ “Aku pernah memiliki klien dari Cina dan banyak belajar bahasa Cina darinya. Makanya aku fasih berbahasa Cina! Kau tahu, ia adalah seorang pengusaha ....” ⠀⠀ Selain cerdas, cantik, dan pandai berbicara, Marie juga memiliki selera humor yang baik. Ia adalah epitome wanita dewasa yang baik. ⠀⠀ Namun, suatu malam, Wei Yuan menemukan wajah Marie dipenuhi memar, dan tubuhnya lemah. Dengan susah payah, Wei Yuan membawa Marie ke rumah sakit, dan di sana dirinya mengenal Marie lebih dalam. ⠀⠀ “Orang-orang memanggilku ‘Lilith’. Referensinya adalah lukisan ‘Lady Lilith’ yang dibuat oleh Dante Gabriel Rossetti. Ibuku menyukai lukisan itu karena menurutnya ‘Lady Lilith’ memberikan semangat feminisme ‘tuk para wanita mandiri seperti dirinya. Ah, ibuku yang malang. Ayahku meninggal di laut dan membuat ibuku menjadi janda muda. Berbekal kemampuan melukis dan menjahitnya, ibuku membuka kursus melukis serta jasa menjahit pakaian.” ⠀⠀ Marie menatap langit-langit kamar rumah sakit sembari mengingat masa lalu keluarganya. “Ia meninggal di usia tiga puluh tahun karena kanker payudara. Saat itu kami tidak memiliki uang yang cukup untuk membawanya berobat ke dokter. Ibu hanya mengandalkan tanaman herbal dan jasa dokter gratis dari pemerintah setiap satu minggu sekali. Ibu meninggal di dalam tidurnya ketika aku ingin membangunkan dirinya ‘tuk sarapan pagi bersama. Ibuku sangat cantik, Wei Yuan. Ia dikenal sebagai kembang desa yang pintar dan penuh hidup.” ⠀⠀ Wei Yuan menggenggam tangan Marie sembari mengusap air matanya sendiri. Ia mampu memahami sedikit kondisi hidup wanita itu sebab dirinya pun bukan berasal dari keluarga yang berada. Mereka harus berjuang setiap harinya agar memiliki nasi di meja makan. ⠀⠀ “Apakah ceritaku membosankan hingga membuatmu menangis?” tanya Marie. ⠀⠀ “Tentu tidak!” seru Wei Yuan.  ⠀⠀ Marie tertawa lalu meringis. Ia lupa bukan hanya wajah tapi perutnya juga memiliki memar. ⠀⠀ “Ah, intinya aku merantau ke Brussels di usia muda lalu ditipu oleh seorang wanita yang suka merokok dan memiliki riasan tebal. Ia menjualku ke rumah bordil dan hingga saat ini aku bekerja di sana. Tentu saja aku memimpikan untuk segera bebas karena terkadang para klien adalah pria barbar yang kaya harta, tetapi, miskin etiket. Naasnya, rumah bordil tempatku bekerja tidak memiliki jaminan kesehatan dan keamanan untuk para pekerjanya.” ⠀⠀ “Itu sangat buruk.” ⠀⠀ “Sungguh buruk. Beberapa temanku meninggal karena kekerasan. Aku mengutuk tempat itu,” Marie menghela napas lalu menghembuskannya, “dan hari ini aku bebas darinya! Tentu dengan sedikit “oleh-oleh”. Tapi, Tuhan, ini lebih baik daripada terkurung di sana selamanya,” katanya bersemangat.  ⠀⠀ Senyum Wei Yuan mengembang lebar. “Selamat! Apakah kau sudah memiliki pekerjaan baru?” ⠀⠀ “Iya! Aku akan membuka rumah bordilku sendiri. Tentunya dengan sistem yang jauh lebih baik. Aku akan menjadi seorang 𝑀𝑎𝑑𝑎𝑚𝑒 yang dihormati semua orang dan tak akan dipandang lemah.” ⠀⠀ Wei Yuan tidak tahu harus berkata apa. Ia tentu bukan seorang yang familiar dengan konsep dunia malam. Namun, dirinya meyakini Marie bukan orang yang jahat. ⠀⠀ “Aku akan mendukungmu, Marie,” katanya. ⠀⠀ Marie mengacungkan ibu jarinya kepada Wei Yuan. “Ngomong-ngomong, apakah kau masih bekerja di toko swalayan jelek itu?” ⠀⠀ Wei Yuan mengangguk. “Iya. Hanya tempat itu yang menerima wanita imigran hamil sepertiku,” ujarnya. ⠀⠀ “Jika kau mau, bekerjalah di tempatku. Aku membutuhkan seseorang untuk mengatur jadwal klien. Kau tidak usah jadi—kau tahu maksudku.”  ⠀⠀ Wei Yuan terkekeh kecil sembari mengencangkan pegangan tangannya pada Marie. “Aku mengerti maksudmu dan aku bersedia. ⠀⠀ “Ah, Wei Yuan! Kau adalah juru selamatku!” ⠀⠀ Wei Yuan adalah benar-benar juru selamat bagi Marie; bahkan untuk waktu yang gelap, penuh darah, dan tragis. Tiga tahun The Rouge berjalan, Marie menjalin sebuah hubungan dengan seorang pebisnis asal Saudi Arabia. Hubungan seumur jagung itu diketahui oleh istri si Pengusaha dan ia mengirimkan orang ‘tuk memberikan peringatan kepada Marie. Sayangnya, hal itu cepat berubah menjadi kemalangan ketika peluru yang ditujukan pada lengan Marie dihalau Wei Yuan dan mengenai dada kirinya. Teriakkan penuh horor menggema di lantai bawah tanah tempat mobil para pengunjung The Rouge diparkirkan. ⠀⠀ Para suruhan yang keji melarikan diri dan Wei Yuan tewas di tengah perjalanan menuju rumah sakit. Ia meninggalkan Ivy Wei Rouge, anak tunggalnya, sebagai warisan untuk Marie. ⠀⠀ Kini, Ivy tumbuh sebagai gadis darah campuran yang menawan. Tutur kata, pola pikir, dan tingkah lakunya pun dibentuk sedemikian rupa oleh Madam Lilith agar menjadi wanita yang elegan dan bisa berjuang untuk dirinya sendiri. Ivy begitu menyerupainya ketika muda. Namun, ia tak bisa berdusta bahwa keluguan, sifat pemaaf, dan rendah hatinya seorang Ivy adalah genetik dari Wei Yuan. ⠀⠀ Wanita desa yang lugu yang hatinya sejernih mata air pegunungan. Begitu menyegarkan dan nyaman ‘tuk dipandang mata. Begitu kira-kira Madam Lilith memandang Wei Yuan. ⠀⠀ “Baiklah, sayang. Ah, dua hari lagi, Tuan Ammar akan datang, dan mengundangku untuk makan malam. Ia bilang dirinya datang bersama kawan dan memintaku untuk menanyakan apakah kau bersedia turut hadir? Sebab rasanya ia kurang nyaman jika hanya bertiga,” ucap Madam Lilith sembari merangkul kedua tangan Ivy di dalam miliknya. “Aku tidak bisa meminta bantuan Ella karena ia harus menjaga The Rouge ketika aku menemui Tuan Ammar.” ⠀⠀ Ivy mengangguk tanda mengerti. “Aku akan datang bersamamu.” ⠀⠀ “Terima kasih, Ivy-ku. Kau yang terbaik. Jika kau tidak memiliki gaun, maka belilah.” ⠀⠀ “Madam, aku punya banyak gaun untuk dipakai.” ⠀⠀ “O, Ivy. Mereka semua sudah lama dan jelek. Pergilah untuk membeli beberapa pakaian.” ⠀⠀ “Madam, pada akhirnya gaun-gaun itu tak akan aku pakai. Itu suatu pemborosan.” ⠀⠀ “Ivy, sayangku, anakku yang cantik hingga membuat putra dari seorang menteri rela berlutut di hadapanmu, seorang wanita tidak bisa hanya memiliki beberapa lembar baju. Serupa dengan kosmetik dan perhiasan.” ⠀⠀ Ivy terkekeh sembari memandangi Madam Lilith yang mulai berdiri. “Aku memiliki sepuluh gaun, Madam.” ⠀⠀ “Masih beberapa. Belanjalah bersama Harvey atau Zurie. Mereka memiliki selera mode yang bagus. Aku pergi dulu, sayang. Jangan sampai aku melihatmu menggunakan gaun jelek di hari itu.” ⠀⠀ Madam Lilith mengecup pipi Ivy kemudian pergi dari kamar sang gadis. Ia melangkah keluar dari rumah ‘tuk pergi menuju The Rouge.  ⠀⠀ Ivy bergegas keluar menuju balkon kamarnya dan melambaikan tangan ke arah Madam Lilith. Lambaian itu dibalas Madam Lilith dengan sebuah kecupan tangan sebelum ia masuk ke dalam mobil. ⠀⠀ Ketika kendaraan Madam Lilith telah menjauh, Ivy kembali masuk ke dalam kamarnya dan memegang kalung salib kecil yang bergelantung pada lehernya. Ia menutup mata dan berdoa agar Madam Lilith, ibunya, diberikan keselamatan di tempat kerja hari ini. ⠀⠀ Hari kedatangan Tuan Ammar yang telah dinantikan oleh Madam Lilith akhirnya tiba. Pada pukul empat sore, wanita itu terlihat sibuk membetulkan anting yang digunakannya agar terlihat indah pada telinga. ⠀⠀ “Ivy, sayangku, apakah kau sudah selesai berpakaian?” tanya Madam Lilith sedikit nyaring dari lantai bawah. ⠀⠀ Suara Madam Lilith membuat Ivy bergegas turun dari kamarnya. Terlihat ia memegangi gaun berwarna krim yang menampakkan keindahan bahu dan kalung salib pada leher yang jenjang. ⠀⠀ “Oh, Ivy. Astaga, kau sangat cantik,” ucap Madam Lilith sembari memegangi kedua lengan anak gadisnya lalu menyelesik gaun yang tampak sempurna di tubuh si Rouge muda. ⠀⠀ Ivy tersenyum lebar dan tangannya mengusap beberapa bagian hasil rancangan Dolce dan Gabbana yang melekat di tubuhnya. “Harvey berkata baju ini akan membuat kulitku terlihat lebih cerah.” ⠀⠀ “Dan Harvey tidak pernah salah mengenai mode. Apa yang aku bilang? Jika kau hendak berbelanja pakaian, maka ajaklah Harvey bersamamu. Anak itu akan menjadi seorang penata gaya yang luar biasa,” kata Madam Lilith. ⠀⠀ “Oh, Madam, aku jadi teringat Harvey akan melanjutkan studinya di London. Ini akan sulit bagiku untuk menemukan orang yang dapat memberikanku pandangan mengenai gaya busana dan tempat berbagi cerita.” ⠀⠀ “Ah, sayang. Kau bisa mengunjungi Harvey kapan saja di London. Aku akan memberikanmu izin untuk bertemu dengannya.” ⠀⠀ “Bukan seperti itu, Madam. Aku tidak ingin mengganggunya ketika belajar. Sepertinya aku harus melanjutkan kuliahku ke jenjang berikutnya sebagai pengalihan emosi.” ⠀⠀ Madam Lilith memandu Ivy ‘tuk melangkah bersamanya keluar dari rumah. Perbincangan mereka bisa dilanjutkan di dalam mobil sebagai pembunuh waktu. ⠀⠀ “Apakah kau sudah memutuskan subjek apa yang akan kau pelajari, sayang?” ⠀⠀ Kedua tangan Ivy beristirahat di atas paha Madam Lilith. Ekspresi wajahnya berbinar dengan harapan. ⠀⠀ “Aku mengambil psikologi untuk gelar pertamaku. Rasanya aku ingin meneruskan hal itu pada studi master,” ujarnya. ⠀⠀ “Linier? Pilihan yang bagus. Apakah kau akan terus berada di Belgia atau ingin merantau di tempat lain?” ⠀⠀ “Itu masalahnya. Aku belum memiliki penglihatan mengenai universitasnya. Aku tidak ingin berada terlalu jauh dari Madam dan The Rouge. Sepanjang hidupku, sepertinya belum pernah aku pergi dari negara ini. Hm, aku ingin berpetualang, Madam. Namun, dorongan itu belum terlalu kuat.” ⠀⠀ Madam Lilith mengelus rambut panjang milik Ivy sambil tersenyum. “Ambilah waktumu, Ivy. Aku akan selalu mendukungmu. Kau tahu itu, ‘kan?” ⠀⠀ “Sangat, Madam. Oleh karena itu, aku tidak ingin mengecewakanmu.” ⠀⠀ “Kau tidak pernah membuatku kecewa, Ivy. Kau adalah gadis yang pandai dan sangat peduli dengan lingkunganmu. Aku ingat kau selalu bilang bahwa suatu hari nanti akan dibangun sebuah yayasan untuk perempuan dan anak-anak di Belgia di mana kau menjadi penemunya. Kau mengatakan itu ketika masih kecil dan hingga sekarang, kau berperan aktif di komunitas bagi mereka yang membutuhkan. Ivy, kau adalah yang terbaik.” ⠀⠀ Perkataan Madam Lilith membuat kedua bahu Ivy terangkat dan senyum lebar merekah pada wajahnya. Gadis itu merasa hangat dan diberkahi karena dirawat dengan baik oleh seorang wanita penuh cinta seperti Madam Lilith.  ⠀⠀ Di atap sebuah restoran berbintang lima, Ammar Al-Gaddafi duduk sembari menikmati pemandangan sore menjelang malam Kota Antewrp dari atas. Matanya yang berwarna kehijauan terlihat berkilau tatkala sinar matahari melewati manik indah yang diturunkan oleh ayahnya. ⠀⠀ “Kota ini begitu estetis. Banyak misteri dan keanggunan di dalamnya,” kata Tuan Ammar. ⠀⠀ ”Ini adalah pertama kalinya saya ke sini dan bisa saya bilang Antewrp. Saya juga dengar mereka akan menjadi salah satu kota yang terdepan dalam perihal mode. Saya cukup mengagumi karya Olivier Theyskens di Rochas.”  ⠀⠀ Tuan Ammar memberikan anggukkan lemah. “Pandangan Theyskens mengenai romantisme berjalan lurus dengan konsep yang diusung oleh Rochas. Bisa kubilang dia adalah seorang genius.” ⠀⠀ “Ketika orang-orang berlomba membuat suatu inovasi yang tak bisa dipakai di kehidupan sehari-hari, Theyskens memberikan kenyataan.” ⠀⠀ “Kau sepertinya punya perhatian khusus kepada Theyskens, Shinku,” kata Ammar sebelum menyeruput kopinya. ⠀⠀ Kyokutei Shinku, seorang pria yang hampir berusia di pertengahan dua puluh tahun, tersenyum mendengar perkataan Tuan Ammar. “Mode adalah industri yang akan terus hidup, Tuan Ammar. Berapa triliun yang dihasilkan industri itu setiap hari, bulan, dan tahunnya? Saya sedang melakukan riset pribadi.” ⠀⠀ “Apakah kau ingin menjelajah ke dunia mode?” ⠀⠀ “Sebagai investor, mungkin.”  ⠀⠀ “Aku pikir kau sudah melakukannya?” ⠀⠀ “Belum, Tuan Ammar. Saya masih memilih tempat yang tepat.” ⠀⠀ “Kau selalu penuh pertimbangan logika dan emosional, Shinku.” ⠀⠀ Tuan Ammar tertawa hingga keriputnya terlihat. ⠀⠀ “Begitulah. Anda mengenal saya sejak remaja. Saya tidak perlu berpura-pura di hadapan Anda,” kata Shinku sambil merapikan jaket jasnya. ⠀⠀ “Kau mengingatkanku kepada Nona Karen dan Tuan Asahi.” ⠀⠀ “Saya mendengar banyak mengenai itu.” ⠀⠀ Tuan Ammar menghembuskan napas. “Shinku, apakah kau serius tidak ingin mencari tahu mengenai ayahmu?” ⠀⠀ Pertanyaan tersebut membuat Shinku mengalihkan pandangan. “Tuan Ammar, begitu mengejutkan,” ujarnya. ⠀⠀ “Mungkin karena aku adalah seorang ayah dan sudah tua. Sedikit konservatif pula; aku ingin tahu apa yang kau rasakan.” ⠀⠀ “Saya ini tidak merasakan apa-apa mengenai hal itu. Maksud saya, bahkan ketika kami bertemu, saya yakin tidak akan ada yang berubah.” ⠀⠀ Tuan Ammar tersenyum tipis. Sesuatu di wajahnya mengatakan ia mengetahui hal yang Shinku tak ketahui. Namun, ia lekas berlanjut pada topik lain. ⠀⠀ “Sepertinya Marie telah tiba.” ⠀⠀ Shinku melirik ke arah jam tangannya kemudian berdiri membeo Tuan Ammar. Mata mereka di arahkan pada lift yang sebentar lagi akan terbuka. ⠀⠀ “Madam, aku gugup,” kata Ivy di dalam lift. ⠀⠀ “Apakah kau salah makan?” ⠀⠀ “Tidak sama sekali. Aku menyantap hidangan kesukaanku siang ini.” ⠀⠀ ”Lalu kenapa, sayang?” ⠀⠀ “Entahlah, Madam. Bertemu dengan Tuan Ammar selalu membuatku gugup.” ⠀⠀ “Ah, Ivy. Kau sudah mengenalnya lama. Anggap saja ia seperti Paman Willson.” ⠀⠀ “O, Tuhan, tidak, Madam. Mereka berbeda,” kata Ivy sembari meremas kedua tangannya. ⠀⠀ Madam Lilith tertawa kemudian merapikan postur tubuh Ivy. “Angkat dagumu dan melangkahlah. Kita sudah tiba.” ⠀⠀ Madam Lilith menaikkan wajahnya dan berjalan penuh percaya diri menuju Tuan Ammar. Ia juga tak lupa memberikan pandangan santun kepada Shinku sembari tersenyum. ⠀⠀ Di belakang, Ivy membuat langkah kecil yang malu. Ia tak berani menatap kedua pria di sana dan hanya melihat pada sepatu mereka saja. Dari bentuknya, Ivy tahu yang mana milik si Tuan Ammar dan yang bukan. ⠀⠀ “Ivy, jangan menunduk di hadapan tamu,” ujar Madam Lilith. ⠀⠀ Tuan Ammar tersenyum. ⠀⠀ “Jangan terlalu memaksa Ivy. Ia butuh waktu,” katanya. ⠀⠀ Madam Lilith hanya bisa tersenyum sembari menggenggam tas Hermesnya. ⠀⠀ “Biarkan aku menarik kursi untukmu.” ⠀⠀ Tuan Ammar menyiapkan kursi untuk Madam Lilith kemudian mengecup punggung tangan wanita itu dengan lembut. Sudah hampir empat bulan sejak mereka bertemu dan Tuan Ammar rasanya ingin meledakkan segala jenis perasaan di dalam dadanya. Namun, ia harus bersabar.      ⠀⠀ Pemandangan itu membuat Shinku tersenyum tipis. Ia tahu Tuan Ammar telah memiliki istri; anak mereka bahkan adalah kawan Shinku. Ini semua merupakan rahasia keluarga yang enggan diintervensi oleh Shinku. ⠀⠀ “Silakan duduk,” katanya ketika menarik kursi untuk Ivy. ⠀⠀ “A-ah, itu, terima kasih,” ujar Ivy seraya duduk. ⠀⠀ “Golce dan Gabbana adalah pilihan yang tepat hari ini.” ⠀⠀ Shinku melirik Ivy, tersenyum, lalu kembali ke tempatnya. Hal itu membuat jantung Ivy berdegup sungguh cepat dan membuat kedua pipinya panas. Matanya masih enggan menatap sosok Shinku dan Tuan Ammar. ⠀⠀ Makan malam mereka dipenuhi dialog seputar bisnis, politik, dan mode. Terkadang, Tuan Ammar melontarkan guyonan kepada Madam Lilith, dan dibalas dengan cerdas. Shinku menikmati interaksi mereka. Dari sudut pandangnya, mereka telrihat seperti belahan jiwa yang melengkapi satu sama lain. Ironis, batinnya. ⠀⠀ “Apakah kau ingin berdansa?” tawar Tuan Ammar sambil meminta tangan Madam Lilith. ⠀⠀ ”Dengan senang hati.” ⠀⠀ Kedua insan itu mengikuti irama musik lambat yang dimainkan oleh beberapa musisi secara langsung. Beberapa kali Tuan Ammar membisikkan sesuatu kepada Madam Lilith yang membuat mereka tertawa. Di beberapa momen, mereka saling menatap satu sama lain, dan tak berkata apa pun. ⠀⠀ Ivy melihat adegan itu sembari mengunyah kentang tumbuknya. Ia begitu tenggelam dalam menonton sehingga tak sadar Shinku sedang memperhatikan dirinya. ⠀⠀ “Anda memiliki kentang di sudut bibir.” ⠀⠀ Informasi dari Shinku membuat Ivy terkejut dan tak sengaja menumpahkan anggur merah pada bagian bawah gaun. Tangan Ivy secara otomatis mengambil kain makan dan membersihkan noda anggur. Tapi, tak ada yang berubah. Ia panik. ⠀⠀ “Andaharus menggunakan air,” kata Shinku tiba-tiba sudah berlutut di hadapan Ivy sembari menuangkan air putih pada kain makan. ⠀⠀ Adam Kyokutei itu membersihkan tumpahan anggur merah pada gaun Ivy penuh hati-hati. Mungkin ada dua menit hingga Shinku memutuskan untuk berdiri. ⠀⠀ “Jangan lupa untuk mencucinya.” ⠀⠀ Ivy memandangi wajah Shinku dengan saksama. Ia sedikit tertegun dan tidak menyangka bahwa kawan Tuan Ammar adalah seorang pria muda. Dipikirnya orang di depannya ini seumuran dengan Tuan Ammar; ternyata tidak seperti itu. ⠀⠀ “Ada apa? Anda ingin berdansa juga?” ⠀⠀ “Eh? Oh ... tidak ... saya ... bukan,” kata Ivy sembari menggelengkan kepala. ⠀⠀ Meski Ivy berkata demikian, Shinku sudah menawarkan tangannya. Sedikit ragu, si Rouge muda menyambut tangan itu. ⠀⠀ “Lihat siapa yang bergabung,” kata Tuan Ammar ketika melihat Shinku dan Ivy berdiri tak begitu jauh dari mereka. ⠀⠀ “Oh, Tuhan. Ivy tampak sangat canggung,” timpal Madam Lilith.  ⠀⠀ Penglihatan wanita asli Belgia itu tepat. Ivy tidak tahu harus meletakkan  tangannya di mana sehingga membuat suasana agak canggung. ⠀⠀ “Saya tidak pernah berdansa,” katanya. ⠀⠀ “Bahkan di 𝑝𝑟𝑜𝑚 𝑛𝑖𝑔𝘩𝑡?” ⠀⠀ Shinku memandu kedua tangan Ivy untuk menempati bahunya. ⠀⠀ “Iya, saya tidak pergi ke 𝑝𝑟𝑜𝑚.” ⠀⠀ Ivy melirik ke arah tangannya dan mencoba mengatur napasnya. Ia tak ingin membuat Madam Lilith malu karena sikapnya. ⠀⠀ “Saya juga,” kata Shinku sembari menaruh kedua tangannya pada pinggang Ivy. “Saat itu aku bekerja.” ⠀⠀ Si Rouge muda sedikit terkejut atas sentuhan itu. “Oh, bekerja? Anda sudah bekerja sejak umur semuda itu?” ⠀⠀ “Ya, begitulah,” ujar Shinku. “Sedikit waktu untuk belajar mengenai tanggung jawab besar.” ⠀⠀ Kini Ivy memandangi wajah pria itu cukup berani. Di atas mereka terlukis gerombolan awan abu yang tak begitu kentara karena langit hitam. Hanya karena berkat sinar rembulanlah awan-awan itu dapat terlihat. Perlahan cahayanya menyoroti mereka; Ivy kehilangan napasnya ‘tuk beberapa detik. ⠀⠀ “𝙏𝙪 𝙚𝙨 𝙩𝙚𝙡𝙡𝙚𝙢𝙚𝙣𝙩 𝙗𝙚𝙡𝙡𝙚 𝙦𝙪𝙚 𝙡𝙚𝙨 𝙥𝙖𝙥𝙞𝙡𝙡𝙤𝙣𝙨 𝙚𝙣 𝙥𝙖̂𝙡𝙞𝙨𝙨𝙚𝙣𝙩.” ⠀⠀ “𝙌𝙪𝙚 𝙫𝙤𝙪𝙡𝙚𝙯-𝙫𝙤𝙪𝙨 𝙙𝙞𝙧𝙚?” ⠀⠀ “𝙅𝙚 𝙨𝙪𝙞𝙨 𝙙𝙚́𝙨𝙤𝙡𝙚́𝙚. Saya sedikit melamun,” kata Ivy sembari menggelengkan kepalanya.   ⠀⠀ Shinku tertawa kecil. Gelagat gadis itu begitu lugu dan menghibur. Tak banyak dirinya temukan orang-orang seperti Nona Rouge ini di sekitarnya.   ⠀⠀ Sementara itu, Ivy hanya bisa menunduk, dan berharap perilakunya tidak akan merugikan Madam Lilith di kemudian hari. Oh, Tuhan, ini sungguh bodoh, batinnya. Ia memang tak sering bertatap dengan laki-laki. Ivy menghindari hal itu karena Madam Lilith sering memperingatkannya agar tak gegabah ketika bertemu lawan jenis. Hanya Harvey yang diperbolehkan berada dalam jarak pribadi bersamanya.   ⠀⠀ “Apakah Anda ingin duduk?” tanya Shinku.   ⠀⠀ “Oh, saya akan mengikuti Anda saja, Tuan Shinku.”   ⠀⠀ “Kalau begitu mari kita duduk.”   ⠀⠀ Shinku melepaskan tangannya dari pinggang Ivy dan itu menghilangkan perasaan hangat disekujur tubuh sang gadis. Semilir angin malam kini baru dirasakannya berembus membelai diri. Ivy refleks memeluki badannya hingga ia duduk pada kursi.   ⠀⠀ Tak seberapa lama hawa dingin itu dirasakannya, sebuah kain—bukan—jaket jas yang familiar menutupi seluruh raganya. Aroma bunga mawar yang tak begitu feminin merasuk ke dalam hidungnya. Seketika dirinya tersadar pakaian itu adalah milik Shinku.   ⠀⠀ “Terima kasih,” kata Ivy sembari menatap si Kyokutei yang sudah duduk manis di  kursinya.   ⠀⠀ Pria itu tak menjawab, tetapi, ia tersenyum. Gelas anggurnya kemudian diangkat dan isinya diteguk habis dalam sekali gerakkan. Ivy berpikir bahwa orang di sana memang bukan tipe yang suka berbicara banyak—mungkin.   ⠀⠀ “Apakah malam ini menyenangkan, Shinku?”   ⠀⠀ Tuan Ammar menarik kursinya lalu duduk.   ⠀⠀ “Sangat menyenangkan, Tuan Ammar. Terima kasih atas undangannya. Saya menikmati malam ini.”   ⠀⠀ “Aku senang mendengarnya. Omong-omong, aku berkata kepada Madam Lilith bahwa kita akan pergi ke Heiken untuk berkemah besok. Madam Lilith tertarik untuk ikut, apakah tidak masalah, Shinku?”   ⠀⠀ “Tuan Ammar, saya tidak keberataan. Semakin ramai maka akan semakin seru.”   ⠀⠀ “Kalau begitu, besok pagi sekitar jam enam, kami akan menjemput kalian,” kata Tuan Ammar menatap ke arah Madam Lilith dan Ivy.   ⠀⠀ “Kami akan menunggu kedatangan kalian. Berkemah selama sehari di hutan akan menjadi suatu penyegaran yang baik. Benar, Ivy?” tanya Madam Lilith.   ⠀⠀ Ivy mengangguk kikuk. Ia tak tahu harus berkata apa. Menolak rasanya bukan pilihan ketika yang meminta adalah Tuan Ammar.   ⠀⠀ Esok paginya, Madam Lilith menaruh dua tas bermerek Louis Vuitton di depan pintu rumah; miliknya dan milik Ivy. Tas tersebut terlihat seperti akan meledak karena terlalu penuh barang. Setidaknya terdapat pakaian, peralatan rias, perlengkapan mandi, dan alat elektronik untuk rambut.   ⠀⠀ Sebuah mobil berjenis SUV keluaran Tesla berkendara memasukki kediaman Rouge dan berhenti tepat di depan pintu rumah. Tuan Ammar keluar dari sisi pengendara dengan pakaian yang santai, tetapi, masih menunjukkan wibawa.   ⠀⠀ “Selamat pagi, Marie,” bisiknya sembari mengecup pipi Madam Lilith.   ⠀⠀ “Selamat pagi. Kau terlihat bersemangat.”  ⠀⠀ “Aku tidak sabar ingin bersantai di Heiken. Di mana Ivy?”   ⠀⠀ Madam Lilith menengok ke dalam rumahnya. “Ah, gadis itu. Tadi dia sudah bangun dan sudah berpakaian. Mungkin ada sesuatu yang sedang dicarinya. Biarkan aku memeriksa Ivy.”  ⠀⠀ Tuan Ammar kini berdiri sendirian di depan pintu. Namun, Shinku segera bergabung dengannya sembari mengangkat dua tas.   ⠀⠀ “Oh, Shinku. Kau tidak perlu melakukannya,” kata Tuan Ammar.   ⠀⠀ “Santai saja, Tuan Ammar,” sahut Shinku sembari tersenyum. Ia lalu memasukkan kedua barang itu ke dalam bagasi mobil.   ⠀⠀ ”Rupanya Ivy sedang di kamar mandi dan akan segera turun,” kata Madam Lilith. Jalannya sedikit terburu-buru.   ⠀⠀ “Kita bisa menunggu. Perjalanan menuju Waterloo tak begitu jauh.”   ⠀⠀“Maafkan aku.”   ⠀⠀ “Kau tidak perlu meminta maaf, Marie. Ini adalah liburan. Rileks sedikit!”  ⠀⠀ Tuan Ammar terkekeh, lalu memeluk Madam Lilith.   ⠀⠀ “Oh, saya tidak melihat ada Tuan Shinku! Ini memalukan.”   ⠀⠀ Madam Lilith segera mendorong tubuh Tuan Ammar.   ⠀⠀ “Madam, saya tidak keberatan.”   ⠀⠀ “Diberkatilah Anda dengan segala kemurahan hati yang Anda miliki.”   ⠀⠀ “Amin,” kata Shinku, membalas humor dari Madam Lilith sembari tersenyum.   ⠀⠀ Suara langkah kaki cepat menggema dari dalam rumah. Ivy merapikan rambut dan pakaiannya sejenak sebelum sepenuhnya menunjukkan batang hidung. Terkutuklah saus lada hitam yang ia santap kemarin malam. Perutnya menjadi manja hari ini.   ⠀⠀ “Maaf membuat Anda semua menunggu,” kata Ivy, kedua pipinya merona.  ⠀⠀ “Tidak masalah, Ivy. Apakah kau sudah siap ‘tuk pergi?” tanya Tuan Ammar.   ⠀⠀ “Seratus persen siap, Tuan Ammar.”   ⠀⠀ “Syukurlah. Apakah kau tidak keberatan jika aku duduk bersama Ibumu di depan?”   ⠀⠀ Ivy melirik ke arah Madam Lilith lalu sedikit mencuri pandang kepada Shinku yang sedang bersandar pada tubuh mobil. Satu set pakaian dari Polo berwarna putih dengan aksen merah pada hem, sepatu olah raga dengan nada yang sama, dan kacamata hitam terlihat sempurna di dirinya.   ⠀⠀ “Iya, saya tidak apa-apa.”  ⠀⠀ “Well, mari kita masuk ke dalam mobil?”   ⠀⠀ Tuan Ammar membuka pintu untuk Madam Lilith; Shinku pun melakukan hal yang sama bagi Ivy. Tak seberapa lama, mobil itu berangkat menuju Waterloo, di mana perkemahan Heiken berada.      ⠀⠀ Selama di perjalanan, Tuan Ammar dan Madam Lilith berbincang seru. Mereka terkadang bernyanyi menikmati tembang yang diputar, dan beberapa kali melemparkan candaan kepada satu sama lain. Di beberapa situasi, Tuan Ammar menggoda Shinku mengenai masa kecilnya.  ⠀⠀ Shinku menimpali setiap gurauan yang ditujukan kepadanya dengan gaya santai. Ia tak memikirkan hal tersebut begitu dalam. Banyak waktu dirinya diam karena memeriksa informasi terbaru perusahaan yang diberikan oleh Watanabe Azuma.  ⠀⠀Di sebelah Shinku, Ivy memainkan lipatan roknya sambil mencuri-curi pandang. Jika kegiatan ini menghasilkan uang, maka Ivy bisa mendapatkan harta yang lumayan besar. Ada sesuatu dari Shinku yang membuatnya penasaran.   ⠀⠀ Rupanya perilaku Ivy itu diketahui oleh Shinku. Ia pun memutuskan menyimpan ponselnya dan menolehkan kepala untuk menatap Ivy. Terang saja, gadis itu segera menjadi merah padam, dan membuang wajah ke arah jendela. Shinku tertawa tanpa suara. Ia sebenarnya tak keberatan jika Ivy hendak memulai obrolan.  ⠀⠀ “Anak-anak, kita sudah sampai,” kata Tuan Ammar dan memarkirkan mobil tepat di depan sebuah rumah yang terbuat dari kayu.   ⠀⠀ Shinku segera turun, mencermati tempat tinggal itu, dan melihat ke area sekitar. Ini sungguh menakjubkan, batinnya.  ⠀⠀ “Keren, ‘kan?” tanya Tuan Ammar sembari mengeluarkan barang-barang dari mobil.   ⠀⠀ “Anda tampaknya sering menghabiskan waktu di sini, Tuan Ammar,” ujar Shinku.   ⠀⠀ “Terkadang aku membawa mitra bisnis kemari. Setidaknya lima belas orang bisa tinggal di sini. Ada empat kamar di bawah dan tiga kamar di lantai dua.”   ⠀⠀ “Kita bahkan memiliki lapangan golf kecil.”   ⠀⠀ Shinku membawa tasnya dan dua tas milik para Rouge.   ⠀⠀ “Kau ingin bergolf, anak muda?”   ⠀⠀ “Tentu saja. Apakah ada peralatannya?”  ⠀⠀ “Seingatku di dalam gudang di bawah tangga. Mari bermain setelah meletakkan barang-barang kita.”   ⠀⠀ Mereka berempat masuk ke dalam rumah kemah dan menempati kamar masing-masing. Shinku dan Ivy di atas; Tuan Ammar dan Madam Lilith di bawah. Orang tua tidak sanggup menaikki tangga, begitu kata mereka.   ⠀⠀ “Shinku, anginnya sangat bagus,” ucap Tuan Ammar sembari menaruh bola golf.   ⠀⠀ “Apakah Anda akan mencetak banyak skor, Pak Tua?”   ⠀⠀ “Oh, aku ini jago bergolf. Bahkan kakekmu mengakuinya.”  ⠀⠀ Shinku tertawa, lalu memegang tongkat golf miliknya.   ⠀⠀ Di dalam rumah, Madam Lilith membuat minuman, dan makanan untuk mereka berempat. Ivy pun turut membantu seraya memandangi kedua pria di sana dari balik jendela.   ⠀⠀ “Sayang, kau belum memasukkan jus jeruknya ke dalam gelas,” kata Madam Lilith.   ⠀⠀ “Astaga!”   ⠀⠀ Ivy segera menuangkan cairan jus ke dalam empat gelas di depannya. Ia kemudian menata beberapa kue di atas piring.   ⠀⠀ “Ivy, apakah kau sakit? Kau terlihat tak fokus hari ini.”     ⠀⠀ “Tidak, Madam. Aku baik-baik saja. Mungkin aku terlalu menikmati pemandangan Heiken.”   ⠀⠀ “Betul juga. Ini pertama kalinya kau mengunjungi perkemahan ini.”   ⠀⠀ Ivy mengangguk. “Apakah aku harus membawa kudapan ringan keluar?”    ⠀⠀ “Iya, sayang. Terima kasih.”   ⠀⠀ Tanpa melunturkan senyumnya, Ivy membawa kue dan jus jeruk keluar rumah. Ia mendekati meja panjang di dekat lapangan golf lalu menyajikan mereka di permukaan bidang datar itu.   ⠀⠀ “Oh, Ivy. Kau tidak perlu repot.”  ⠀⠀ “Tidak masalah, Tuan Ammar. Makanan akan segera siap. Aku akan membantu Madam lagi,” ucap Ivy sebelum bergegas ke dalam rumah.   ⠀⠀ “Pak Tua Ammar, saya tertinggal empat skor dari Anda.”   ⠀⠀ Tuan Ammar menoleh ke arah bola golf. “Shinku, kau harus mengontrol energimu. Kau bisa membunuh seseorang dengan kekuatan sebesar itu.”   ⠀⠀ “Itulah tujuannya,” kata Shinku sembari menaruh tongkat golf ke dalam tas.   ⠀⠀ Tuan Ammar tersenyum dan melakukan hal yang sama. Mereka sepakat untuk duduk setelah hampir dua jam berdiri.  ⠀⠀ “Besok kau akan bertemu dengan Yohannes?” tanya Tuan Ammar.   ⠀⠀ Shinku mengusap dagunya. “Iya. Saya harus memeriksa berkas salinan mengenai perjalanan senjata api milik Peter. Mereka bermasalah di tempat tujuan.”   ⠀⠀ “Bukankah sepupumu yang ada di Jerman bisa membantu?”   ⠀⠀ Shinku meletakkan gelas kemudian membetulkan kacamata hitamnya. “Saya sudah menemuinya sebelum kemari. Dia akan mengurus sisanya setelah saya kembali ke Jepang.”   ⠀⠀ “Bagaimana keadaan Peter?”   ⠀⠀ “Masih belum sadarkan diri. Sepertinya orang yang menyerangnya memberikan luka dalam di otaknya. Wilayah Eropa bukan kuasa saya, tetapi, Zen tidak tahu harus berbuat apa. Para komisaris mulai mengendus sesuatu yang salah di perusahaan.”  ⠀⠀ “Itulah sebabnya Asahi menyuruhmu untuk membantu Zen,” kata Tuan Ammar.   ⠀⠀ “Iya. Namun, saya pun tidak bisa berbuat banyak. Tugas utama saya adalah menenangkan Zen dan memasukkan sedikit logika ke dalam otaknya. Saya yakin setelah itu ia bisa mengatasi masalah ini.”   ⠀⠀ “Kakekmu merupakan Kyokutei sejati.”  ⠀⠀ Shinku menyeringai tipis. “Begitulah.”   ⠀⠀ “Apakah ada yang memesan kalkun?”   ⠀⠀ Madam Lilith membawa satu piring kalkun dan beberapa sayuran panggang. Disajikannya makan siang utama mereka itu di tengah meja.   ⠀⠀ “Luar biasa, Marie. Kau telah bekerja keras.”   ⠀⠀ Tuan Ammar mengusap punggung Madam Lilith sebagai bentuk apresiasi.   ⠀⠀ “Aku harap kalian tidak meinggalkan sisa!”   ⠀⠀ “Kami adalah pria dewasa yang butuh asupan besar. Percayakan semuanya kepada kami.”  ⠀⠀ “Tepat,” timpal Shinku.   ⠀⠀ “Sempurna! Ivy, ayo makan,” seru Madam Lilith sembari duduk di sebelah Tuan Ammar.   ⠀⠀ Ivy mengambil tempat di samping Shinku, meletakkan beberapa saos, dan membersihkan roknya. Tampak beberapa noda sehabis memasak di sana.   ⠀⠀ Ketika Shinku, Tuan Ammar, dan Madam Lilith mulai makan, Ivy terlihat menundukkan kepala ‘tuk berdoa. Hanya butuh dua menit sebelum dirinya bergabung di dalam acara santap-menyantap.  ⠀⠀ Cara makan Ivy terlihat lebih lambat dibandingkan dengan yang lain. Ia juga sangat kikuk sehingga menjatuhkan beberapa saos dan sayur ke baju atau ke tanah. Perilaku itu menarik perhatian Shinku. Ia menatap Ivy dari balik lensa kacamatanya dan bertanya-tanya kenapa gadis itu terlihat sangat lugu sementara lingkungan tumbuhnya jauh dari kata tersebut.   ⠀⠀ “Hati-hati,” ujar Shinku sembari memberikan tisu kepada Ivy. “Rok dan baju Anda kotor.”   ⠀⠀ Ivy segera meletakkan peralatan makannya ‘tuk menerima tisu yang diberikan oleh Shinku.   ⠀⠀ “Maaf merepotkan,” ujarnya lalu merapikan noda pada pakaian.  ⠀⠀ “Bagaimana kalau kita berkuda?” tanya Tuan Ammar.   ⠀⠀ “Oh, itu ide yang bagus. Aku ingat pernah berkuda di sekitar sini dan menemukan banyak bunga yang indah.”   ⠀⠀“Boleh, Tuan Ammar. Sepertinya akan menyenangkan,” kata Shinku.   ⠀⠀ Pada pukul empat sore ketika matahari tak begitu menyengat, peternakkan sapi sekaligus kuda milik Whitewood kedatangan empat orang tamu. Mereka memancarkan keberkahan dan menjanjikan uang bagi sang pria tua.   ⠀⠀ “Kau sepertinya pernah kemari,” kata Whitewood sambil menunjuk Tuan Ammar.   ⠀⠀ “Ya, saya pernah menyewa kuda dari Anda satu tahun yang lalu.”   ⠀⠀ “Oh, pantas saja aku begitu familiar dengan wajahmu. Begitu pula dengan Nyonya yang cantik ini. Senang bertemu dengan kalian lagi.”   ⠀⠀ Whitewood mengangkat topinya, menunjukkan kepalanya yang licin.   ⠀⠀ “Senang bertemu dengan Anda juga, Tuan Whitewood. Apakah kami bisa menyewa empat kuda?”  ⠀⠀ “Tentu saja. Kalian datang di musim yang tepat. Saat ini banyak tumbuhan sedang mekar di dalam hutan.”   ⠀⠀ Whitewood melangkah menuju kandang kudanya di sebelah barat. Ia diekori oleh keempat orang itu dengan patuh.   ⠀⠀ “Syukurlah kami datang di momen ini. Saya sangat menyukai bunga-bunga yang tumbuh tahun lalu,” kata Madam Lilith sembari melihat kumpulan domba di dalam pagar.   ⠀⠀ “Ha! Bagus untukmu!”   ⠀⠀ Pintu kandang dibuka lebar oleh Whitewood. Ia kemudian menengok ke arah kiri di mana ada beberapa pria sedang menumpuk jerami.   ⠀⠀ “Larrey! Kemarilah! Bantu aku!” teriak Whitewood.   ⠀⠀ Sesaat kemudian orang yang disebut sebagai ‘Larrey’ itu sudah berada di samping Whitewood. Rambutnya kemerahan dan matanya biru bagaikan samudera. Perawakannya tinggi besar seperti seorang peternak yang tangguh.   ⠀⠀ “Bawakan aku empat kuda dan pelananya,” ujar Whitewood.   ⠀⠀ “Siap, Kapten!”   ⠀⠀ Ivy melirik takut ke arah Madam Lilith. Ia pernah mengendarai kuda, tetapi, dirinya bukan seorang profesional yang mampu mengkoordinir seekor kuda di hutan.   ⠀⠀ “Madam, sepertinya aku tidak usah menaiki kuda,” bisik Ivy.   ⠀⠀ “Kenapa, sayang?”   ⠀⠀ “Apakah Madam lupa sejarahku dan kuda?”   ⠀⠀ Kedua mata Madam Lilith menyalak lebar dan ia menutupi mulutnya. “Oh, sayang. Tuan Ammar, Ivy dan kuda adalah ide yang buruk. Ia tak bisa mengendalikan seekor kuda,” ujarnya.   ⠀⠀ Shinku menengok ke arah Ivy dan Tuan Ammar melakukan hal yang serupa. Mereka seakan lupa mendengarkan pendapat gadis malang itu.  ⠀⠀ “Mungkin Ivy bisa naik di kuda yang sama bersama saya?” tawar Shinku.   ⠀⠀ Madam Lilith menatap Ivy, menunggu persetujuan dari gadis itu. Ia pribadi tak masalah apabila mereka berada di satu kuda yang sama. Menilai dari perawakan Shinku, Madam Lilith percaya pria itu memiliki kemampuan untuk menjaga puterinya.   ⠀⠀ “Hm,” Ivy memainkan mata kalungnya, “tentu,” ujarnya sedikit ragu.   ⠀⠀ “Masalah terpecahkan!” seru Madam Lilith. “Oh, Tuan Whitewood. Kami hanya butuh tiga kuda.”  ⠀⠀ “Tentu, Nyonya!”   ⠀⠀ Tuan Ammar tersenyum kepada Shinku kemudian membawa Madam Lilith keluar dari kandang. Shinku dan Ivy mengikuti di belakang dalam diam.   ⠀⠀ “Apakah tidak masalah?”   ⠀⠀ “Maksud Anda?”   ⠀⠀ “Apakah tidak akan terlalu berat?” tanya Ivy tanpa memandang Shinku.   ⠀⠀ “Saya sering mengendarai kuda bersama seorang teman.”   ⠀⠀ “Itu terdengar menakjubkan.”   ⠀⠀ “Terkadang itu menyulitkan karena ketika berburu, kinera saya menjadi lambat.”   ⠀⠀ Dada Ivy tiba-tiba merasa berat. Apakah dia menyulitkan?   ⠀⠀ “Oh, begitu. Saya akan belajar berkuda setelah ini,” gumamnya.   ⠀⠀ Shinku melirik Ivy dari sudut matanya. “Saya tidak membicarakan tentang Anda.”   ⠀⠀ “Ah, iya. Saya hanya merasa kurang nyaman ... entah kenapa. Mari jangan membahasnya lagi.” Ivy kembali memainkan kalungnya. Ini adalah suatu kebiasaan ketika dirinya berpikir. Shinku mendorong batang kacamata hitamnya lebih dalam dan memutuskan untuk diam. Sekitar tiga menit menunggu, tiga ekor kuda dipandu oleh Larrey dan Whitewood kepada mereka. “Ini adalah Anton, dia yang paling besar,” kata Larrey sembari menepuk tubuh seekor kuda hitam.   ⠀⠀ “Saya akan mengambil kuda ini.” Shinku mengelus wajah Anton dan membiarkan kuda itu mengendus tangannya untuk beberapa saat. Ia kemudian mencermati seluruh kaki Anton; takut jikalau ada luka. Untungnya tak ada yang perlu dikhawatirkan.   ⠀⠀ “Oh, terima kasih,” kata Madam Lilith ketika Tuan Ammar membantunya naik ke atas kuda.   ⠀⠀ Sementara itu, Ivy menghela napas dan melangkah pelan ke arah Anton. Ia menatap Shinku sejenak kemudian menaikki kuda. Saat Ivy merasa ia akan terjatuh, sebuah tangan menahan pinggangnya, dan mendorong jasmaninya agar sampai pada lapik.   ⠀⠀ Tak perlu dipertanyakan siapa yang membantu, Ivy sudah tahu. Namun, dirinya enggan menatap pria itu. Ia memutuskan untuk duduk sesuai posisinya. Ketika Shinku menaikki kuda, Ivy mencengkram ujung pelana agar keseimbangannya terjaga. Hanya Tuhan yang tahu betapa jantung Ivy hendak loncat dan berlari keluar ketika merasakan dada Shinku tepat di belakang kepalanya. Dirinya tak bisa bernapas secara normal.   ⠀⠀ “Kalian siap?” tanya Tuan Ammar kepada Shinku dan Ivy.  ⠀⠀ “Siap,” sahut Shinku.   ⠀⠀ Suara pria itu hampir membuat Ivy bergidik. Ia tahu jarak di antara mereka  tipis. Tapi, tak sampai level di mana dirinya dapat mendengar napas Shinku setelah berbicara.   ⠀⠀ “Bagus! Mari kita mulai.”   ⠀⠀ Tuan Ammar mengentak-entakkan tali pengendali kudanya dan melaju menuju arah hutan. Dari arah belakang, Madam Lilith mengikuti yang kemudian disusul oleh Shinku dan Ivy. Adegan itu terasa tak nyata bagi seorang gadis berusia sembilan belas tahun. Daun berguguran di antara sinar matahari sore terlihat berwarna keemasan. Ditambah Tuan Ammar dan Madam Lilith saling berpacu, untuk melihat siapa yang lebih cepat, membuat hati Ivy terasa hangat.  ⠀⠀ Madam Lilith terlihat begitu hidup dengan warna dan Tuan Ammar di sisinya. Wajahnya yang cantik menjadi jauh lebih menyilaukan ketika dirinya tertawa. Andaikan Madam Lilith sebebas dan sebahagia ini setiap harinya, batin Ivy.  ⠀⠀ “Shinku, kami ingin pergi ke mata air kecil di barat. Apakah kalian hendak ikut?” tanya Tuan Ammar.  ⠀⠀ “Saya masih ingin melihat pohon,” ujar Ivy tiba-tiba.   ⠀⠀ Shinku menatap Ivy selama beberapa detik kemudian ia mengalihkan maniknya ke Tuan Ammar. “Apakah ada titik poin temu?”   ⠀⠀ “Ada lapangan luas dipenuhi bunga di sebelah utara. Kalau tidak salah, ada papan penunjuknya. Orang-orang sering pergi ke sana untuk berpiknik,” kata Madam Lilith.   ⠀⠀ “Kalau begitu, mari bertemu di sana,” ucap Shinku.   ⠀⠀ “Baiklah. Sampai jumpa!”   ⠀⠀ Tuan Ammar tersenyum lebar lalu mengangguk kepada Madam Lilith. Mereka kemudian melaju ke arah barat bersama hembusan angin yang sejuk.   ⠀⠀ “Pohon jenis apa yang ingin Anda lihat?” tanya Shinku.    ⠀⠀ “Eh? Itu ... apa saja?” jawab Ivy ragu.    ⠀⠀ Shinku tersenyum tipis kemudian mengarahkan Anton ke sisi timur hutan. Pemandangannya tak jauh berbeda dari awal ketika mereka masuk. Hanya saja, suara hewan lebih nyaring terdengar. Terutama mereka yang berada di atas pohon. “Di sini banyak tupai,” kata Shinku.   ⠀⠀ Ivy mendongakkan kepalanya. Sinar matahari membuatnya tak bisa melihat binatang yang disebut oleh Shinku dengan jelas. Saat Ivy mencoba menyipitkan matanya, warna alam menjadi jauh lebih gelap. Namun, ia akhirnya bisa melihat tupai-tupai sedang menjelajahi batang pohon.  ⠀⠀ “Lebih jelas?”   ⠀⠀ Dengan otomatis, Ivy menatap Shinku. Kacamata hitam pria itu kini bertengger di hidungnya. “Iya, terima kasih,” katanya.   ⠀⠀ “Lihatlah sepuas Anda.” Shinku memandangi daratan sembari memegang kendali terhadap Anton. Mereka mengitari wilayah hutan sebelah timur selama hampir satu jam dan menemukan berbagai macam buah serta hewan yang tak begitu berbahaya.   ⠀⠀ “Beri biru ini sangat segar,” kata Ivy sembari terus mengunyah.  ⠀⠀  “Itu cukup mahal di negara saya.”   ⠀⠀ “Benarkah? Saya selalu ingin ke Jepang. Tapi ... tidak berani.”   ⠀⠀ Menghabiskan waktu bersama Shinku secara pribadi membuat Ivy berangsur nyaman di dekatnya. Meski begitu, ketika kulit mereka tak sengaja bersentuhan, ia masih merasa sedikit panas, dan malu.   ⠀⠀ “Belum pernah meninggalkan rumah?”   ⠀⠀ Ivy memandangi pepohonan dari balik lensa hitam. “Mhm. Madam Lilith merawat saya teramat baik. Ia bahkan melarang saya untuk pergi ke The Rouge dan berinteraksi dengan klien di sana. Madam sering bilang bahwa dunia luar itu kejam dan berbahaya, terutama pria. Kita, wanita, harus bisa menjaga diri sendiri.“   ⠀⠀ “Oh, menarik. Apakah saya terlihat berbahaya?”   ⠀⠀ “Eh? Itu ... Anda mengenal Tuan Ammar. Jadi, saya pikir Anda bukan orang sembarangan.”   ⠀⠀ “Begitu, ya.”   ⠀⠀ “Hm,” Ivy mengunyah buah berinya lagi, “Anda cukup menakutkan. Terlihat dewasa, bisa satu frekuensi dengan Madam dan Tuan, serta pandai mengendarai kuda. Ya, saya rasa sedikit berbahaya?” ujarnya hati-hati.  ⠀⠀ Shinku tertawa kecil dan itu membuat Ivy merona. Apakah ia mengatakan sesuatu yang jenaka? Jika ia menjadi Shinku, maka rasanya dirinya akan tersinggung.   ⠀⠀ “Sekarang saya mengerti.”   ⠀⠀ “Mengenai?” tanya Ivy.   ⠀⠀ “Diri Anda.”   ⠀⠀ “Saya?”    ⠀⠀ Ivy memainkan buah beri terakhirnya. Entah kenapa ia merasa gugup akan penilaian Shinku terhadapnya. Dirinya sungguh ingin itu adalah sesuatu yang baik.   ⠀⠀ “Ya, Anda. Beberapa pertanyaan saya telah terjawab.”  ⠀⠀ Pertanyaan? Pertanyaan apakah yang ada di dalam isi kepala Shinku? Ivy sangat ingin mengetahuinya. Apakah negatif? Apakah positif? Kenapa Ivy merasa khawatir?   ⠀⠀ “Bolehkah saya—“    ⠀⠀ “Shush.”   ⠀⠀ Shinku menunduk lalu menunjuk ke arah hamparan bunga di depan mereka. Di sana tampak Madam Lilith dan Ammar sedang duduk sembari mengecup bibir satu sama lain. Mereka terlihat begitu fokus di dalam dunia yang mereka konstruk.   ⠀⠀ Ivy tertegun melihat kegiatan itu dan terus menontonnya di balik perlindungan kacamata hitam milik Shinku. Diperhatikannya tangan Tuan Ammar berjalan mengikuti lengkuk tubuh Madam Lilith hingga ia tiba pada pinggul dan meremas bagian pipi bawah. Sementara itu, tangan si Nyonya Rouge telah tenggelam di antara kaki Tuan Ammar. Entah apa yang dilakukan oleh tangan itu. Namun, Tuan Ammar tampak tersenyum; terkadang memberikan ciuman-ciuman kecil pada leher Madam Lilith.   ⠀⠀ Ivy segera menggelengkan kepalanya dan tak sengaja memundurkan tubuhnya. Ia bergidik ketika merasakan sesuatu menyapa pinggulnya. Terasa keras, batinnya. Apakah itu bagian dari pelana kuda?   ⠀⠀ “Ah, sial,” kutuk Shinku dalam bahasa Jepang.   ⠀⠀ “Maaf?”   ⠀⠀ “Tolong jaga jarak Anda.”  ⠀⠀  Ivy kurang mengerti kenapa Shinku baru sekarang meminta batasan. Beberapa saat yang lalu dirinya merasa selangkah lebih dekat dengan pria itu. Kini, rasanya mereka kembali ke titik awal.    ⠀⠀ “Baik. Maafkan aku.” Dengan sedikit perasaan kesal, Ivy membuat jarak antara dirinya, dan Shinku. Ia juga lebih memilih untuk menatap rambut indah Anton yang berkilau karena ditaburi sinar matahari sore.  ⠀⠀ Perlahan matahari mulai terbenam dan itu menjadi tanda bagi Shinku ‘tuk mengingatkan pasangan di sana agar segera pulang. “Tuan Ammar!” serunya dari sisi lain.   ⠀⠀ Tuan Ammar segera menoleh ke arah Shinku dan melambaikan tangannya. “Kami akan segera menyusul!”   ⠀⠀ Shinku mengangguk tanda setuju lalu memacu Anton untuk membawa dirinya dan Ivy kembali ke peternakan. Beberapa menit setelah mereka tiba, Tuan Ammar, dan Madam Lilith muncul. Mereka mengembalikan kuda dan si Gaddafi membayar segalanya; sungguh perilaku yang mulia serta mengagumkan.   ⠀⠀ Setelah tiba di rumah kemah, mereka berempat setuju untuk membersihkan diri, dan berkumpul lagi di ruang makan pada pukul delapan tepat. Ivy diam sejenak di depan pintu kamarnya ketika Shinku melewati dirinya. Aroma parfum Shinku terasa khas baginya dan ia hendak mencium wangi mawar dewasa itu sekali lagi sebelum mengunci diri di kamar.  ⠀⠀ Madam Lilith adalah orang pertama yang selesai membuat dirinya tampak rapi untuk makan malam. Ia terdengar sibuk di dapur sedang memasak. Tak seberapa lama, Tuan Ammar bergabung, dan membantunya. Televisi pun dinyalakan untuk meriahkan suasana. “Sepertinya Ivy dan Shinku melihat kita di ladang bunga,” bisiknya.   ⠀⠀ “Lain kali tolong tahan dirimu,” sergah Madam Lilith tertahan sembari memukul perut Ammar pelan.   ⠀⠀ “Ha ha, maaf!”   ⠀⠀ Dari lantai dua, Shinku tersenyum melihat pemandangan itu. Ia melirik ke arah jam tangannya; masih ada waktu kurang lebih dua jam. Duduk di sofa sembari membaca majalah akan menyenangkan, pikirnya. Biarkan kedua insan itu hanyut dalam dunia mereka sejenak.  ⠀⠀ Si bungsu, Ivy, sedang berendam di bak mandi. Ia menatap air yang keruh karena telah bercampur sabun dan beberapa kelopak bunga mawar yang dibawanya dari rumah. Madam Lilith selalu menerima bunga mawar dari pengunjung setiap malamnya dan Ivy sangat suka memintanya untuk dikeringkan atau menjadi kawan mandi. Berbicara mengenai mawar, ia kembali teringat sosok Shinku. Di dalam bayangannya, pria seperti itu memiliki aroma parfum yang kuat hingga menusuk hidung. Beberapa kawan sekelas di kampusnya, bahkan Tuan Ammar, memiliki wangi tersebut. Ivy sering merasa pusing dan mual ketika menciumnya. Namun, Shinku sedikit berbeda. Mawar dicampur kayu cendana dan sedikit aroma segar lainnya adalah apa yang menempel pada tubuhnya. Sungguh keharuman yang lembut tapi menyimbolkan kekuatan.   ⠀⠀ Ivy menyandarkan tubuhnya dan menutup mata. Ia mengulang hari ini di dalam benaknya dengan rinci. Ketika dirinya sampai pada momen di mana Tuan Ammar dan Madam Lilith saling memadu kasih di hamparan bunga, ia merasa sedikit aneh. Bagaimana Tuan Ammar menyentuh Madam Lilith divisualisasikan benak Ivy begitu lembut dan penuh perhatian di setiap lengkuk yang ada. Tanpa sadar, ia menggerakkan tangan pada lengkuk tubuhnya. Perhatian Ivy kemudian jatuh pada bibir. Dirinya mengusap bibir dengan lembut sembari memberikan tekanan kecil menggunakan ibu jari. “Hah ....” Ivy menghembuskan napasnya dengan suara yang kurang senonoh. Ini adalah pertama kalinya ia merasakan seluruh tubuhnya panas dan berdenyut di bagian-bagian tertentu.  ⠀⠀ Semakin lama, Ivy merasakan tangannya turun ke arah perut hingga ke kaki. Ia merasa dorongan—atau kebutuhan—untuk mengeksplor tubuhnya.  ⠀⠀ “Hm,” ucap Ivy sembari menggigit bibir bagian bawahnya. Di dalam imajinya, Ivy menghirup aroma bunga mawar yang familiar di dalam ruangan remang. Sebuah tangan muncul perlahan dan menyentuh bagian dalam pahanya penuh perhatian. Tangan itu terus memberikan sentuhan sensorik yang membuat dirinya merinding. Hingga pada puncaknya, ibu jari pada tangan itu menekan pusat dari bunga mawarnya yang membesar. Ivy membuka mata; mendesah tercekat. “Shink—“   ⠀⠀ Kedua pipi Ivy yang merona semakin menjadi merah padam. Demi Tuhan, apa yang baru saja dibayangkannya? Sesuatu di bawah sana semakin berdenyut dan ia segera menutup rapat kakinya. Kepala Ivy terasa pusing; ia butuh waktu sejenak sebelum mampu memproses apa yang sedang terjadi.   ⠀⠀ “Tuan Shinku! Ivy! Makan malam sudah siap!” seru Madam Lilith dari bawah.   ⠀⠀ Seruan itu membuat Shinku meletakkan majalah pada tempat awal. Ia kemudian berdiri dan merapikan bajunya. Saat ini si Kyokutei hanya mengenakan kaos hitam, celana panjang, dan jubah beludru merah yang biasa ia pakai di rumah. Rambut pirangnya terlihat sedikit berantakkan sebab tergesek bantalan kepala sofa. Kaki yang melangkah otomatis terhenti sebab suara pintu dari kamar lain terbuka. Memperlihatkan sosok Ivy dengan gaun malamnya di ambang pintu sama tertegunnya dengan Shinku. Oh tidak, rasanya ia berdenyut lagi, batin Ivy. Dengan cepat, gadis itu menutup pintu, dan menuruni tangga untuk duduk di sebelah Madam Lilith. Ia tak ingin bersampingan dengan Shinku karena imaji itu akan kembali lagi.   ⠀⠀ “Kau begitu lapar, sayang?” tanya Madam Lilith.  ⠀⠀ Ivy hanya mengangguk.  ⠀⠀ Shinku mengernyitkan dahinya sembari turun. Ia mengambil kursi di dekat Ammar dan duduk di sana.   ⠀⠀ “Hanya spaghetti, Tuan Shinku. Maaf tidak begitu mewah,” kata Madam Lilith sembari tersenyum.   ⠀⠀ “Madam, ini sangat cukup. Percayalah,” sahut Shinku.   ⠀⠀ “Kalau begitu mari makan dan beristirahat. Besok kita harus bangun pagi,” ujar Ammar mengingatkan sebelum makan.   ⠀⠀ Suasana di antara keempatnya tampak biasa saja. Tuan Ammar dan Madam Lilith kembali mendominasi suasana. Shinku sesekali menimpali sembari melihat berita yang muncul pada layar televisi. Sedangkan Ivy memakan porsinya secara hati-hati dan terkadang melirik ke arah Shinku. Semua orang berada di zonanya masing-masing tanpa mengintervensi.  ⠀⠀ Ivy meletakkan piring-piring bersih pada tempatnya; sedangkan Shinku membersihkan area dapur menggunakan lap. Mereka setuju untuk membereskan pekerjaan sehabis makan sebab Tuan Ammar dan Madam Lilith telah memasak. Meja marbel pada bagian kompor sudah berkilauan. Shinku memutuskan untuk pindah ke wilayah belakang di mana Ivy berada. Dipandanginya tempat itu sejenak sebelum mulai melap marbelnya. Keberadaan Shinku membuat Ivy khawatir. Ia memutuskan untuk tidak menatap wajah pria itu dan menyalakan mesin pengering. Tangannya yang diletakkan pada pinggiran meja tak sengaja menyentuh tangan Shinku. Hal itu membuatnya bergidik dan memegang tangannya sendiri.   ⠀⠀ “Apakah Anda tidak apa-apa?” tanya Shinku.  ⠀⠀ Detak jantung Ivy rasanya kurang karuan. Hanya sedikit sentuhan tak bermakna membuatnya merasa panas. Ia bingung dengan apa yang terjadi dengan tubuhnya. Terlebih dirinya merasa malu dan berdosa karena telah membayangkan Shinku.  ⠀⠀ Tak mendapat jawaban, Shinku mendekati si Rouge muda dan meletakkan tangannya pada dahi gadis itu. Terasa sedikit hangat, batinnya. Sementara Ivy mengembuskan napas sembari menatap sayu ke arah Shinku. Ini benar-benar bahaya. Dirinya merasa sedikit pusing dan kembali berdenyut di sana. Kali ini lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Oh, Tuhan.   ⠀⠀ “Kembalilah ke kamar Anda. Saya akan membereskan dapur.”   ⠀⠀ “Tidak bisa,” kata Ivy sedikit terengah. “Kaki saya tidak kuat.”    ⠀⠀Shinku memandangi kedua penyangga tubuh milik Ivy. Mereka dirapatkan begitu erat oleh sang empunya. “Saya akan memanggilkan Madam Lilith untuk Anda.”   ⠀⠀ “Oh, jangan!” seru Ivy tercekat sembari menarik baju Shinku. “Itu adalah langkah buruk.”    ⠀⠀ “Langkah buruk? Saya tidak tahu apa yang terjadi kepada Anda. Apakah Anda memiliki penyakit khusus?”   ⠀⠀ Ivy bungkam dan menguatkan pegangannya pada baju Shinku lalu mengistirahatkan kepalanya pada bahu pria tersebut. Dapat dirasakannya tangan Shinku mengitari pinggangnya untuk membantu dirinya tetap berdiri tegak. Namun sialnya, bukan kata terima kasih yang keluar dari mulut Ivy, melainkan buangan napas yang bisa menjadi racun atau madu bagi yang mendengarnya. “Tuan Shinku, jangan panggil Madam Lilith,” bisiknya lirih. “Antarkan saja saya ke kamar. Itu akan cukup.”   ⠀⠀ Shinku paham. Seorang gadis yang masih kurang mengerti mengenai tubuhnya. Walhasil, ia menggendong Ivy menuju kamar; mengindahkan bahasa Dewa Eros yang samar-samar menggoda jiwanya.  ⠀⠀ “Apa yang Anda konsumsi hingga begitu sensitif seperti ini?” tanya Shinku penuh selidik   ⠀  “Tidak ada. Saya memang seperti ini jika membayangkan sesuatu yang kurang baik. Saya berdosa.”  ⠀⠀ Pengakuan Ivy langsung membuat Shinku teringat akan kejadian sore tadi. Tuan Ammar dan Madam Lilith di ladang bunga. Gadis ini memikirkan apa yang mereka lakukan secara rinci. Shinku kurang tahu harus berkomentar apa. Baginya itu adalah perihal pribadi. Kini Ivy terbaring di atas tempat tidur dengan bantuan Shinku. Sorot matanya terlihat letih dan tak berdaya; sedangkan kedua pipinya semakin memerah.   ⠀⠀“Biasanya saya akan tertidur dan perasaan ini akan hilang,” ujar Ivy.   ⠀⠀ “Kau tidak pernah menyelesaikannya?”   ⠀⠀ Ivy mengangguk lemah. “Saya takut. Bagaimana jika saya akan melakukannya berulang-ulang? Jika Madam Lilith tahu, maka dia akan kecewa.”   ⠀⠀ “Kecewa? Kau adalah wanita dewasa. Apa maksudmu?”   ⠀⠀ “Saya masih anak-anak di mata Madam. Dua hari lagi saya akan berumur dua puluh tahun. Saat itu saya akan memutuskan.” Ivy meremas bantalnya dan sedikit menggerakkan pinggulnya. Tuhan, ia tak ingin terlihat kotor di hadapan pria itu.   ⠀⠀ Meski Shinku tak mengerti apa yang maksud kalimat terakhir Ivy, ia tersenyum tipis. “Kau benar-benar unik.”  ⠀⠀ Tangan dan jemari Shinku; hal-hal itu membuat Ivy memekik tatkala mereka membawa selimut ‘tuk menutupi dirinya. Oh, sungguh penuh dosa isi kepalanya sekrang sebab ia memutar imaji di mana jemari itu menyentuh sistem inti planetnya.  ⠀⠀ “Ada apa?” tanya Shinku.    ⠀⠀ Ivy tak kuasa menjawab. Dia membenamkan wajah pada bantal dan mengeluarkan erangan kecil di sana. Jujur, dirinya belum pernah merasa semenderita ini ketika dorongan biologisnya muncul. Biasanya rasa itu akan bertahan lima menit atau menghilang ketika Ivy tidur. Namun sekarang, ia yakin tubuhnya tak akan berhenti terbakar bahkan saat dirinya hilang kesadaran.   ⠀⠀ “Jika itu begitu menyakitkan, maka lepaskan saja. Aku akan keluar,” ucap Shinku.   ⠀⠀ Mendengar pria itu hendak pergi, Ivy dengan spontan mencengkram lengan besar di sampingnya dan membalikkan tubuh secara pelan. “Saya tidak mengerti caranya. Tolong ajari.”   ⠀⠀ Shinku tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Kedua mata membulat lebar, tubuh yang kaku, dan pikiran tersendat gagal memproses permintaan Ivy. Apakah gadis ini sedang mempermainkannya? Ia tak akan menyentuh Ivy demi menjaga rasa hormatnya kepada Tuan Ammar dan Madam Lilith. Oleh karena itu, ia berkata, “Anatomi tubuh kita berbeda."  ⠀⠀ “Tuan Shinku, bahkan Anda tidak tahu?” tanya Ivy, suaranya bergetar seperti berusaha menahan tangis. Ia cuman ingin perasaan ini segera berakhir. ⠀⠀ “Ini sulit bagiku.” ⠀⠀ Ivy mengatur napasnya lalu menatap Shinku. Beberapa air mata akhirnya jatuh dari sudut. Hal itu membuat Shinku frustrasi. ⠀⠀ “Aku akan memandumu menggunakan kata-kata.” ⠀⠀ “Benarkah?” Ivy terdengar penuh pengharapan. ⠀⠀ Shinku tak menjawab, tetapi ia berdiri tegap, melangkah ke ujung ruangan, dan mematikan penerangan. Ini adalah pengalaman pertama Shinku untuk membantu seseorang melepaskan hasrat berahi mereka tanpa terlibat secara langsung. Jiwa kompetitfnya bangkit; Shinku ingin melakukan yang terbaik.  “Apakah kau sudah siap?” tanyanya. ⠀⠀ Ivy membenarkan posisi berbaringnya dengan hati-hati. "Sudah, Tuan.” ⠀⠀ “Letakkan tanganmu pada dada dan berikan pijitan kecil di sekitar buahnya,” perintah Shinku.  Sejauh pengalamannya, ada wanita yang tak memiliki reaksi apa-apa ketika payudara mereka diberikan stimulasi dan ada yang menyukainya. Titik rangsangan manusia beragam.    ⠀⠀ “Hah,” lenguh Ivy pelan ketika menuruti komando Shinku. Kedua matanya tertutup secara spontan; memfokuskan indera pada sentuhan. Perasaan ini baru baginya. Menggelitik dan menuntut lebih.   ⠀⠀ “Sepertinya itu berpengaruh kepadamu.”   ⠀⠀ “Iya, Tuan,” sahut Ivy seraya membuka ruang bagi saudari mudanya di bawah sana ‘tuk bernapas.    ⠀⠀ “Bawa tanganmu turun.”  ⠀⠀ Patuh, Ivy menelusuri perutnya dan berhenti pada tepian celana dalam yang ia gunakan. Dirinya dapat merasakan deretan pita kecil di sana. Oh, Tuhan, sungguh kekanakkan, batin Ivy mengenai seleranya.   ⠀⠀ “Tanganku sudah di bawah, Tuan Shinku.”   ⠀⠀ “Apa yang instingmu katakan?”   ⠀⠀ “Untuk melepaskannya.”  ⠀⠀ “Kalau begitu lepaskan.”   ⠀⠀ Perintah Shinku terasa seperti pelatuk untuk Ivy. Ia yang selama ini selalu bertahan untuk tidak menyentuh diri, hanya karena seorang yang asing, tiba-tiba dengan percaya diri menjamah daerah intimnya. Melodi keduniaan penuh berahi pun tak dapat terelakkan; pinggul turut terangkat ketika jari telunjuknya tak sengaja menyentuh bagian kecil yang menyembul. Ia mengintip siapa yang sedang datang bertamu sehingga memaksanya bangun. Urnanya kini merah karena jengkel dipermainkan.   ⠀⠀ “Rileks, jangan terburu-buru atau kasar. Gunakan ibu jarimu dan berikan pusaran lembut,” saran Shinku.   ⠀⠀ Ivy menjauhkan untaian gaunnya yang menghalangi. Perlahan, ia menggunakan ibu jari pada tangan kirinya untuk mengucap salam seperti yang dipandukan oleh Shinku. Sebuah gerak pusaran yang lembut dengan sedikit improvisasi berupa penekanan kecil sebagai permintaan izin ‘tuk menjelajah lebih dalam. Aneh, tetapi tubuh Ivy berangsur-angsur merasa lebih tenang dengan debaran di dalam dada yang smeakin ganas. Suhu tubuhnya pun dirasa meningkat ketika ibu jarinya mulai tenggelam sambil terus memijit sang penguntit. “Hangat,” ucap Ivy di sela aktivitas mencintai diri.   ⠀⠀ Shinku menyilangkan tangannya di depan dada. Ia sedang berusaha mengalihkan pikirannya. Data perusahaan yang dikirimkan Azuma terus muncul di dalam imaji visual; sesekali napas kasar dibuang tatkala mendengar nyanyian Ivy.  ⠀⠀ “Tuan Shinku,” panggil Ivy dengan napas yang tersendat.   ⠀⠀ “Ya?”   ⠀⠀ “Shinku ... ah ... Shinku.”  ⠀⠀  Lisan si Kyokutei kelu. Dalam temaram diamatinya pakaian dan selimut Ivy kumal, rambut panjangnya kacau, dan kaki tak beraturan geraknya. Taburan bintang jelas tengah ditatap Ivy. Di antara euforia itu napasnya tersengal dan sistem tubuh berhenti bekerja merasakan adrenalin yang menuju puncak.  ⠀⠀ Shinku memberikan waktu sebelum membuka mulut. “Apakah Anda merasa lebih baik?”  ⠀⠀ Tangan Ivy menarik selimut ‘tuk menutupi jasmani secepat kilat; tak peduli nektar dari mawarnya terus mengalir. Kepalanya kemudian mengangguk. Sungguh malu.  ⠀⠀ “Kalau begitu, saya akan kembali ke kamar. Selamat malam.”  ⠀⠀ Kecanggungan masih kuat memenuhi bilik. Hilangnya eksistensi Shinku tak mengubah apa pun. Ivy menghantam jidatnya beberapa kali pada permukaan kasur. Apakah ia baru saja berkhayal mengenai Shinku ketika orangnya ada di kamar yang sama? Oh, Tuhan. Ivy tak tahu di mana ia harus meletakkan tampang besok pagi.   ⠀⠀ Ketika Ivy berharap yang terburuk akan terjadi, Shinku bersikap tak ada yang terjadi di antara mereka saat sarapan berlangsung. Pria asal Jepang itu sibuk mengunyak kue panekuknya sembari memeriksa layar ponsel. Tidak seperti kemarin, Shinku mengenakan pakaian formal.   ⠀⠀ “Apakah mereka sudah mendapatkan alamatnya?” Tuan Ammar menatap Shinku sambil membersihkan tangannya menggunakan lap kain.   ⠀⠀ “Ya, mereka akan tiba sebentar lagi,” ujar Shinku lalu berdiri. “Aku akan keluar dulu.”   ⠀⠀ Tuan Ammar mengangguk dan memperhatikan Shinku keluar dari rumah perkemahan mereka. Madam Lilith dan Ivy turut melakukan hal yang sama. Sorot mata penuh tanya terpancar dari manik si Rouge dewasa.   ⠀⠀ “Apakah Tuan Shinku tak akan pulang bersama kita?” tanyanya.   ⠀⠀ “Sayangnya seperti itu. Ia harus segera pergi ke Brussels. Ada pekerjaan yang harus ia lakukan.”   ⠀⠀ “Aku pikir dia kemari ‘tuk berlibur.”   ⠀⠀ “Kyokutei Shinku tidak pernah berlibur,” kata Ammar sembari tersenyum.   ⠀⠀ Ivy menatap figur Shinku dari kursinya sedikit sedih. Ia merasa pertemuannya dengan pria itu begitu singkat. Memori yang ditinggalkan pun sungguh aneh dan unik hingga ia ingin menguliti seluruh tubuhnya sendiri dan membeli lapisan epidermis baru beserta wajah yang asing untuk Shinku lihat.   ⠀⠀ Jemari Ivy kini memainkan mata kalungnya yang berbentuk salib sembari bersandar pada dinding luar rumah kemah. Ia melamun menghadap ke arah lapangan golf yang kini dipenuhi beberapa pria yang datang ‘tuk menjemput Shinku. Mereka terlihat kasar dan menyeramkan. Dua pria bahkan didapati Ivy memiliki bekas luka senjata tajam pada wajah mereka. Hal ini membuat Ivy bertanya-tanya mengenai identitas Shinku. Namun, ia ragu, apakah ingin mengetahui kebenarannya atau tidak?   ⠀⠀ “Zen sudah mulai memahami kemana ia harus mengambil langkah,” kata Mark sembari memainkan tongkat golf.         ⠀⠀ “Butuh waktu dua minggu baginya sadar,” timpal Shinku.   ⠀⠀ “Dia terlalu memikirkan hal-hal kecil.”   ⠀⠀ Simon berkacak pinggang lalu menatap ke arah langit. “Hah, tampaknya hari ini akan cerah.”   ⠀⠀ “Setiap kau berkata seperti itu, pasti nanti akan hujan,” ujar Andrew.   ⠀⠀ “Simon Si Pembawa Hujan, kau harus bertanggung jawab atas payung kami,” goda Mark.   ⠀⠀ Shinku tersenyum lalu mengarahkan pandangannya ke arah rumah kemah. Ia menemukan sosok Ivy sedang menatapnya cukup serius.   ⠀⠀ “Tuan Shinku, Anda bisa berpamitan sekarang. Kami akan menunggu Anda di mobil,” kata Andrew lalu melangkah bersama ketiga kawannya menuju sebuah van mewah berwarna hitam.   ⠀⠀ Shinku pun segera membawa diri menuju rumah kemah. Namun, ia menemui Ivy terlebih dulu sebelum masuk ke dalam dan bertemu Ammar serta Madam Lilith yang sedang sibuk berbincang.   ⠀⠀ “Terima kasih banyak atas sambutanmu. Aku merasa senang selama kurang lebih dua hari ini,” kata Shinku.   ⠀⠀ Ivy masih memainkan kalungnya. Terkadang arah pandangnya ada di ujung sepatu Adidas yang ia kenakan lalu beralih kepada Shinku.   ⠀⠀ “Kapan Anda pulang?” tanyanya setelah memberanikan diri.   ⠀⠀ “Kemungkinan lusa.”   ⠀⠀ “Lusa? Itu sangat cepat,” ucap Ivy hampir berseru. “Oh, maaf.”   ⠀⠀ Semburat merah muncul pada kedua pipi Ivy. Entah seberapa jauh lagi dirinya bisa memalukan dirinya di hadapan Shinku.   ⠀⠀ “Tidak apa-apa. Saya dengar besok Anda akan ulang tahun, benar?”   ⠀⠀ Ivy mengangguk pelan. “Benar, Tuan.”  ⠀⠀ “Kalau begitu selamat ulang tahun, Nona Ivy. Saya yakin Anda akan mekar menjadi bunga yang sangat indah.”   ⠀⠀ Kedua netra Ivy menatap manik Shinku malu-malu dari rimbunan rambut mata. Ia sudah sering mendapatkan ucapan seperti ini dari kawan-kawannya. Kendati demikian, saat Shinku yang mengantarkan kalimat itu, Ivy tak bisa mengontrol senyumannya.   ⠀⠀ “Sepertinya putrimu menyukai seseorang,” ujar Tuan Ammar yang menonton adegan itu dari balik pintu kaca.   ⠀⠀ Madam Lilith meratapi tas Ivy yang berada di atas meja kemudian meremas kedua tangannya. “Bagaimana menurutmu?”   ⠀⠀ “Mengenai?”   ⠀⠀ “Tuan Shinku.”   ⠀⠀ “Seorang pria lajang yang mapan secara finansial, fisik, dan spiritual. Calon menantu idaman.”  ⠀⠀ “Keluarganya?”   ⠀⠀ Tuan Ammar menggosok dagunya yang berambut tipis. “Sekumpulan pasukkan dari neraka.”   ⠀⠀ Madam Lilith menghembuskan napas. “Oh, Tuhan. Semoga ini hanya cinta sesaat,” ungkapnya khawatir.   ⠀⠀ Ivy memasukkan helaian rambut ke belakang telinga. Ia kembali memandangi wajah Shinku tanpa menghilangkan senyuman lebarnya. “Saya akan tumbuh dengan baik,” katanya.   ⠀⠀ “Bagus. Saya harus berpamitan dengan Tuan Ammar dan Madam Lilith.”   ⠀⠀ “Tuan Shinku,” cegat Ivy cepat. “Apakah akan memberatkan jika saya menyimpan nomor telepon Anda?” tanya Ivy.   ⠀⠀ “Tentu saja tidak. Namun, sepertinya ponsel Anda ada di dalam. Taruh saja nomor Anda pada milik saya.” Shinku mengeluarkan ponselnya kemudian memberikan objek itu kepada Ivy.   ⠀⠀ “Terima kasih,” ucap Ivy dengan girang sembari menyimpan nomornya pada kontak Shinku.   ⠀⠀ “Saya akan mengirimi pesan nanti. Permisi.”   ⠀⠀ Ivy mengangguk dan hanya bisa memandangi Shinku. Saat eksistensi Shinku lenyap, ia menempelkan dahi pada dinding rumah, dan menahan teriakkan keluar dari mulut. Oh, Tuhan, ini tak akan menjadi begitu buruk, batinnya. 
   ⠀⠀ 𝐃𝐈 𝐏𝐈𝐍𝐆𝐆𝐈𝐑𝐀𝐍 𝐊𝐎𝐓𝐀 𝐀𝐍𝐓𝐖𝐄𝐑𝐏 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐃𝐀𝐌𝐀𝐈, Ivy terus memeriksa ponselnya. Seperti seorang remaja yang kasmaran, ia menunggu salam dari Shinku. Padahal baru beberapa jam sejak mereka mereka berpisah.  ⠀⠀ “Ivy? Apa yang kau lakukan di kamar hingga tak mendengarku memanggilmu untuk makan siang?” Madam Lilith bersender pada fondasi ambang pintu kamar Ivy. Ekspresinya tak begitu senang.   ⠀⠀ “Maaf Madam, aku tidak mendengarmu.”   ⠀⠀ “Nah, sekarang kau mendengarku, ayo turun, dan makanlah. Aku membuatkan sup jagung kesukaanmu.”  ⠀⠀ Ivy menatap ponselnya ragu. Namun, tatapan Madam Lilith membuatnya merasa kecil sehingga ia segera berlari ke arah wanita itu, dan turun bersamanya untuk menyantap makan siang. Di ruang makan terdapat beragam hidangan yang menggugah selera. Sayangnya, Ivy tak selera makan. Pikiran Rouge muda itu dipadati oleh Shinku.  ⠀⠀ “Ivy, jangan bermain dengan makananmu,” peringat Madam Lilith.   ⠀⠀ “Maaf Madam.“ Dengan cepat, Ivy meneguk supnya hingga habis.   ⠀⠀ “Oh, sayang. Ada apa denganmu?” Madam Lilith menyentuh dadanya sendiri sembari menatap Ivy dengan khawatir.   ⠀⠀ “Aku baik-baik saja,” sahut Ivy lalu menaruh mangkuk supnya. “Bolehkah aku kembali ke kamar?”   ⠀⠀ “Ya, sayang. Beristirahatlah.”   ⠀⠀ Atas izin Madam Lilith, Ivy terburu-buru berjalan menuju kamarnya. Ia tak menyadari bahwa tingkah lakunya diperhatikan oleh sepasang mata penuh rasa gelisah khas seorang ibu untuk anaknya.   ⠀⠀ Matahari berganti bulan; terik berubah menjadi syahdu. Ivy dalam balutan gaun malamnya masih menunggu pesan dari Shinku yang sepertinya tak akan pernah tiba. Sembari memainkan rambutnya, gadis itu memandangi layar ponsel lalu beralih pada tumpukan buku psikologi dan novel romansa yang menjadi satu di atas meja nakas.   ⠀⠀ “Sepertinya aku bersemangat untuk hal yang sia-sia,” ujarnya.   ⠀⠀ “Apakah itu?”   ⠀⠀ “Ah! Madam!” Ivy memegangi dadanya; jantungnya seperti melompat keluar.   ⠀⠀ “Maaf, sayang. Aku tak bermaksud membuatmu terkejut,” kata Madam Lilith sambil mengambil tempat di sebelah Ivy. “Apakah kau menunggu sesuatu? Kau bersikap aneh seharian ini. Makan malam pun kau lewatkan.”   ⠀⠀ Ivy mengembuskan napas. Ia sebenarnya tak ingin melibatkan Madam Liilith ke dalam kegundahan hatinya. Namun, jika bukan kepada wanita itu, dirinya tak tahu harus bercerita kemana. Harvey? Oh, ide buruk. Pria itu hanya akan heboh sendiri.   ⠀⠀ “Madam,” Ivy memutar tubuhnya agar mereka saling menatap, “apakah ini normal untuk memiliki rasa kepada seseorang yang tak begitu kau kenal? Maksudku, ini begitu mendadak; seperti sebuah perampokkan atau ujian di sekolah. Aku tidak memiliki analogi yang bagus,” tuturnya.    ⠀⠀ Tangan lembut yang hangat milik Madam Lilith menggenggam kuasa milik Ivy. Senyum manis terlihat mengembang di wajahnya. “Pengalaman mencintai bagi setiap insan adalah hal personal. Artinya, kau dan aku akan memiliki kisah percintaan yang berbeda serta beragam. Normal atau tidaknya apa yang sedang kau alami, aku tidak bisa memberikan jawaban, Ivy. Aku tidak tahu bagaiamana caramu memandang momen yang terjadi antara dirimu dan dirinya sehingga percikkan api romansa itu timbul. Namun, anakku, sebagai seorang ibu—walau aku tak melahirkanmu—aku ingin yang terbaik untukmu. Jika aku boleh lebih lanjut memberikanmu nasihat, aku ingin kau berhati-hati. Aku tahu kau mengerti maksudku, ��kan?”  ⠀⠀ Ivy menatap manik Madam Lilith dalam. Ia kemudian menganggukkan kepala seraya tersenyum pahit. “Terima kasih, Madam. Aku sangat menyayangimu,” ujarnya. ⠀⠀ “Oh, sayang.” Madam Lilith menarik tubuh Ivy ke dalam peluknya. Penuh kasih sayang dibelainya rambut panjang sang gadis dan ditanamkannya sebuah kecupan jua pada kepala. “Aku akan selalu mendukungmu. Apa pun keputusan yang kau pilih. Kau memiliki janjiku.”  ⠀⠀ Ivy merebahkan kepalanya pada pangkuan Madam Lilith, memainkan mata kalungnya, dan memandangi vas yang berisikan mawar merah di meja kumpulan parfum. Itu membuat pikirannya menyebut satu nama ‘tuk kesekian kalinya di hari ini. Sungguh, sang pemilik identitas harus membiarkan otaknya beristirahat. Ivy ingin terlelap sejenak membawa gagasan pemikirannya ke semesta semu. 
⠀⠀ 𝐒𝐄𝐈𝐒𝐈 𝐊𝐄𝐃𝐈𝐀𝐌𝐀𝐍 𝐑𝐎𝐔𝐆𝐄 𝐓𝐄𝐑𝐋𝐈𝐇𝐀𝐓 𝐒𝐈𝐁𝐔𝐊.  Orang-orang berlarian ke sana kemari menata bunga, balon yang mengandung gas helium, dan lain-lain yang meneriakkan sebuah perayaan ulang tahun.   ⠀⠀ “Oh, Madam Lilith, di mana saya harus meletakkan hadiah-hadiah ini?” tanya Joanna, sang asisten rumah tangga yang telah bekerja selama hampir enam tahun.   ⠀⠀ “Taruh di ruang tengah. Terra meletakkan beberapa hadiah di sana.”   ⠀⠀ ”Baik, Madam. Oh, selamat pagi, Nona Ivy. Apakah Anda tidur dengan nyenyak?”  ⠀⠀ “Sangat nyenyak. Terima kasih banyak atas kerja kerasmu, Joan,” kata Ivy sembari tersenyum lebar.   ⠀⠀ “Apa pun untuk Anda, Nona. Gaun merah berenda itu sangat cocok di kulit Anda. Oh, saya harus bergegas sebelum Harold berkicau kepada saya. Permisi.” Joanna berlari kecil ke ruang tengah bersama tumpukkan hadiah pada dekapan. Ivy memandang adegan itu cukup jenaka. Betapa ia ingin tertawa saat ini, tetapi, hati dan pikirannya sedang lelah. Kedua bagian diri itu menghabiskan malam berkontemplasi seraya menunggu sebuah pesan yang ternyata tak pernah hadir di notifikasinya.  ⠀⠀ “Setelah aku pergi dari kamarmu, kau kembali bangun?” Madam Lilith mengatur beberapa bunga ke dalam vas.   ⠀⠀ “Iya, Madam. Apakah terlalu tampak?”  ⠀⠀ “Dua kantong mata dan bibir yang kering. Aku rasa itu tidak begitu sulit untuk ditebak. Gunakanlah riasan dan berikan bibir indahmu nutrisi, sayang.”   ⠀⠀ Ivy terkekeh sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga. “Aku akan melakukannya nanti. Hari ini yang hadir hanyalah orang terdekat, benar?”   ⠀⠀ “Tentu, Ivy-ku. Sesuai permintaanmu. Kita hanya akan makan pagi lalu berfoto untuk media sosial dan pulang ke rumah masing-masing. Kau bahkan tidak perlu hadir. Kami para wanita tua tak ingin membuatmu mati bosan karena mendengar celoteh kami mengenai para suami,” kelakar Madam Lilith.   ⠀⠀ “Rencana yang luar biasa, Madam. Aku tak sabar untuk melarikan diri dari meja makan,” timpal Ivy.   ⠀⠀ “Larilah selagi kau bisa, sayang. Oh, apakah kau sudah memeriksa tumpukkan hadiah yang dikirimkan untukmu? Tengoklah ke ruang tengah. Siapa tahu mereka bisa memperbaiki suasana hatimu yang serupa cuaca Antewrp bagian selatan.”  ⠀⠀ Ivy tertawa untuk yang pertama kalinya hari ini. Terima kasih kepada Madam Lilith. “Baiklah. Aku akan melihat barang-barang itu.” ⠀⠀ Kepala Madam Lilith menengok ke belakang dan senyumnya mengembang. Semoga saja gadisnya itu akan bahagia.  ⠀⠀ Deretan kotak yang dibungkus kertas kado tampak mulai menyerupai bentuk pohon natal yang dihiasi dengan tas-tas bingkisan di setiap sisinya. Ivy memeriksa setiap nama pengirim hadiah dengan saksama.   ⠀⠀“Ah, Paman Roger. Bibi Jace, Harvey, Nona Weather, Joanne, Madam Lilith, ....” Ivy terlihat bersemangat ketika menyebut identitas para dermawan yang mengiriminya hadiah ulang tahun. Sebagian besar hadiah itu berasal dari para pekerja The Rouge atau kawan-kawannya di sekolah dan di kampus. “Sudah habis,” ucapnya kemudian terdengar sedikit kecewa. Ia mengharapkan mendapatkan satu nama yang sejak kemarin menghantui dirinya.   ⠀⠀ “Oh, Nona Ivy. Anda seperti anak kecil yang tak sabar!” seru Joanna.   ⠀⠀ “Aku gembira ketika mendapatkan hadiah, Joan!”   ⠀⠀ “Beruntunglah Anda, Nona Ivy. Lebih banyak hadiah untuk Anda!” Joanna meletakkan beberapa kotak dan tas-tas bingkisan dari jenama terkenal. Ia kemudian meninggalkan Ivy ‘tuk membantu pelaksanaan penyajian makanan.   ⠀⠀ “Oh, Laura! Harris, Jovin, dan Tuan Kyokutei Shinku.” Suara Ivy otomatis berbisik ketika mengucap nama pria tersebut. Meski begitu, debaran jantungnya tak pelan sama sekali. Dia malah semakin keras dan kencang.“Aku rasa aku akan mengambilnya,” ucapnya seraya  menengok ke kiri dan ke kanan.  ⠀⠀ Pemandangan itu sungguh lucu. Ivy mengambil tas bingkisan dari Shinku seperti seorang pencuri kemudian secepat mungkin dirinya berlari menuju kamar di lantai kedua.  ⠀⠀ “Oh, Nona Ivy! Anda akan jatuh!” peringat Joanna saat menghidangkan ayam panggang di atas meja makan.   ⠀⠀ “Joanku yang malang, kau tertinggal berita,” ucap Madam Lilith sembari memotong daun bunga mawar.   ⠀⠀ “Maksud Anda, Madam?”   ⠀⠀ “Ivy sudah jatuh.”   ⠀⠀ Joanna berkacak pinggang, dahinya mengernyit, dan alisnya naik sebelah; ia tak mengerti apa yang dimaksud oleh Madam Lilith. Ia hendak meminta penjelasan lebih lanjut, tetapi, Madam Lilith sudah menjauh sembari membawa vas bunganya.   ⠀⠀ Di lantai atas kediaman The Rouge, Ivy mengunci kamarnya. Ia tak ingin siapa pun menginterupsi kegiatannya saat ini. Tas bingkisan dari Shinku kini ditaruh di atas ranjang; Ivy mundur beberapa langkah dan meloncat kegirangan beberapa kali. “Ya Tuhan! Ya Tuhan! Ya Tuhan!” serunya tertahan.       ⠀⠀ Gadis itu tak menyangka akan mendapatkan hadiah dari Shinku sebab pesan yang dijanjikan oleh sang pria tak kunjung diterima ponselnya. Namun, mari nomor duakan hal tersebut untuk sementara waktu, Ivy benar-benar ingin membuka hadiah yang ada di dalam sana. “Baik, mari kita mulai,” ujarnya sembari bertelut.  ⠀⠀ Suara gemeresik dari tas bingkisan samar-samar terdengar ketika Ivy menarik keluar satu kotak berukuran medium dengan pelan. Tak ada jenama yang menandai asal-usul hadiah itu. Saat tutup kotak dijauhkan, Ivy menemukan satu kotak parfum, kartu ucapan, dan buku menidurkan diri di atas sesuatu yang terlihat seperti pakaian. “Arcana Rosa,” ucapnya saat membaca tulisan yang tercetak pada kotak parfum.  ⠀⠀ Ivy hanya butuh waktu kurang dari satu menit untuk membongkar wadah pelindung si Arcana Rosa. Dipandanginya botol kaca yang elegan itu cukup lama sebelum aroma magis yang terkandung di dalamnya dihirup. Karakteristik wangi kayu yang kasar dan gelap bercampur dengan bunga mawar yang ringan menciptakan impresi maskulin dan feminin yang sempurna. Setelah beberapa saat wanginya mereda, Ivy dapat mencium aroma buah seperti leci. Saat otak si Rouge muda memproses wangi tersebut lebih dalam, ia teringat akan aroma kayu eksotis yang gelap dari Timur Tengah. “Rasanya bukan suatu yang baru. Di mana aku pernah menciumnya?” gumam Ivy.  ⠀⠀ Botol parfum diletakkan di atas kasur, tangan mengambil kartu ucapan, dan seketika aroma Arcana Rosa yang rasanya sudah disemprotkan selama beberapa jam menyeruak ke dalam indera penciuman Ivy. Barulah dirinya sadar jika parfum tersebut digunakan oleh Shinku. “Apakah itu artinya kami mempunyai wewangian yang sama?”  ⠀⠀ Ivy menenggelamkan wajahnya pada kasur. Ia dapat merasakan wajahnya merona secara instan. Setelah dirinya tenang, Ivy memutuskan ‘tuk membaca kartu yang telah ditulis oleh Shinku. 
“Selamat pagi, Nona Rouge. Izinkan saya mengucapkan selamat ulang tahun yang kedua puluh untuk Anda. Sebelumnya saya harus meminta maaf karena memberikan Anda hadiah yang saya asumsikan Anda akan menyukainya. Satu botol parfum kesukaan saya, satu buku mengenai petualangan dunia, dan satu gaun dari Dolce dan Gabbana yang baru dirilis tahun ini. Untuk yang terakhir, saya kurang tahu ukuran Anda, dan hanya menduga-duga saja. Sekali lagi, selamat ulang tahun, Nona Rouge. Semoga Anda mekar dengan indah.”
 ⠀⠀ Ivy menengok ke dalam kotak sesaat lalu kembali lagi pada kartu ucapan. “Catatan, sepertinya Anda memberikan nomor telepon yang salah. Alih-alih berbincang dengan Anda, saya tiba-tiba harus berurusan dengan seorang nelayan bernama ‘Hendrijk’ karena telah mengganggunya malam-malam. Di bawah ini adalah nomor telepon saya. Hubungi ketika Anda memiliki waktu. Salam Kyokutei Shinku.”  ⠀⠀ Seluruh tubuh Ivy terjatuh di atas lantai. Ia tak tahu harus beraksi seperti apa saat ini. Apakah harus bersyukur atau malu? Ia tampaknya sudah tak memiliki harga diri lagi di mata Shinku.   ⠀⠀ “Oh, nomor,” ujar Ivy lalu mengambil ponselnya. Begitu cepat sang gadis menyimpan data itu seolah-olah takut akan kehilangannya. “Aku akan mengiriminya pesan.”  ⠀⠀ Sementara itu di Brussels, Shinku sedang duduk di taman milik sepupunya, Kyokutei Zen, sembari membaca koran pagi. Ia ditemani Andrew dan Simon yang menyantap hidangan pagi mereka. Shinku menutup korannya saat menemukan sebuah pesan dari nomor tak terdaftar di kontak. Ia memeriksa isinya lalu tersenyum tipis. “Aku akan membuat panggilan sebentar,” katanya lalu masuk ke bagian taman yang lebih dalam.    ⠀⠀ Satu menit, dua menit, dan di menit ketiga, ponsel milik Ivy berdering. Ia kelimpungan ketika menemukan nama Shinku pada layar.   ⠀⠀ “Bernapas!” seru Ivy sebelum mengangkat menerima telepon tersebut. “Selamat pagi?”   ⠀⠀ Suaraku, tolong jangan retak, batin Ivy.   ⠀⠀ “Selamat pagi, Nona Rouge. Rasanya saya harus memanggil Anda seperti itu sekarang.”   ⠀⠀ “Ivy saja cukup, Tuan Shinku. Saya merasa belum cocok dipanggil seperti itu.”   ⠀⠀ “Lalu, kapan Anda merasa pantas disebut demikian?”  ⠀⠀ “Mungkin ketika umur saya dua puluh lima tahun?” tanya Ivy tak yakin.   ⠀⠀ “Bagi saya, saat ini adalah momen yang tepat.”   ⠀⠀ “Kenapa begitu, Tuan Shinku?”   ⠀⠀ “Karena Anda telah memasuki usia dewasa.”   ⠀⠀ Ivy memutar ujung rambutnya sembari tersenyum lebar. “Saya kurang paham maksud Anda, tetapi, saya akan memikirkan hal tersebut.”   ⠀⠀ “Tampaknya Anda sangat suka berpikir, Nona Rouge. Apakah tadi malam Anda memikirkan sesuatu juga hingga tak bisa tidur?”   ⠀⠀ Ivy tertegun atas pertanyaan Shinku. Mungkin adam itu tak memiliki motif tertentu dan ini hanyalah pertanyaan basa-basi. Kendati demikian, baginya yang menghabiskan malam kemarin berkontemplasi memikirnya sang pria, ini adalah hal yang mengejutkan. Seluruh anak rambut di tubuh Ivy naik.   ⠀⠀ “Ah, itu—sepertinya. Oh, Tuan Shinku. Terima kasih atas hadiah-hadiahnya. Anda adalah orang yang sepertinya perhatian. Saya pernah bilang hendak berkeliling dunia dan Anda memberikan buku mengenai topik tersebut. Kemudian, baju Dolce dan Gabbana, saya menggunakan jenama yang serupa di hari pertama kita bertemu. Lalu, parfum ini. Saya tidak tahu kenapa Anda memberikannya kepada saya. Apakah ada sesuatu yang saya tak sadari?” tanya Ivy.  ⠀⠀ Shinku memandangi kebun bunga mawar yang ditanam Zen. Jari telunjuknya menyentuk permukaan salah satu bunga itu kemudian sebuah seringai tipis muncul di wajahnya. “Tidak ada, Nona Rouge. Apakah Anda menyukai aromanya?”    ⠀⠀ Sebuah dorongan untuk berteriak girang muncul di dalam diri Ivy. Tapi, ia segera tenang, dan menjaga sikapnya. “Sungguh wangi yang unik dan menyenangkan, Tuan Shinku. Saya menyukainya.”   ⠀⠀ “Syukurlah kalau begitu. Saya dengar dari Tuan Ammar, Anda akan mengadakan acara makan bersama. Apakah ini saatnya kita harus mengakhiri panggilan ini?”   ⠀⠀Ivy tentu merasa durasi dialog mereka sangat singkat. Masih ada sesuatu yang ingin ia sampaikan. “Tuan Shinku, saya punya permintaan.”  ⠀⠀ “Apakah itu?”   ⠀⠀ Ivy memainkan mata kalungnya. Ia merasa gugup dan takut atas permintaan yang dirinya akan buat kepada Shinku. Kendati demikian, hal ini telah dipikirkannya secara teliti—dalam satu malam. Hasilnya adalah bagaimana pun Ivy mencoba memikirkan pilihan yang lain, ia selalu kembali ke tempat yang sama dan itu membuatnya yakin bahwa apa pun ujungnya, saat ini, dirinya tak akan ragu untuk maju.   ⠀⠀ “Nona Rouge, apakah Anda sedang mabuk?”   ⠀⠀ “Tidak, Tuan Shinku. Saya serius mengenai permintaan ini. Ini memang sangat aneh dan sekarang saya tak tahu seperti apa citra diri ini di dalam benak Anda. Tapi, rasanya saya tak melihat siapa pun selain Anda.“  ⠀⠀ Shinku menyimpan kuasa bebasnya ke dalam saku. “Nona Rouge, Anda adalah seorang perempuan yang secara fisik pun karakteristik dapat digilai oleh seluruh laki-laki. Jika berbicara mengenai ego dan harga diri saya sebagai seorang pria, tentu saja permintaan dari Anda akan  saya terima dengan senang hati. Namun, ini tidak segampang itu.” ⠀⠀ Ivy menggigit bibir bawahnya. “Apakah karena Tuan Ammar dan Madam Lilith?” tanyanya. ⠀⠀ “Rasa hormat saya kepada mereka adalah nyata wujudnya. Lebih lanjut, Madam Lilith sudah membesarkan Anda dengan baik agar tidak familiar dengan lingkungan yang hitam. Saya tidak ingin menodai kerja keras Madam.”  ⠀⠀ Kalimat yang diutarakan oleh Shinku mengenai sasaran. Ivy yang ditumbuh di sekitar The Rouge tak pernah diizinkan lebih lanjut ‘tuk memahami apa saja yang terjadi di sana. Madam Lilith selalu mengajarinya ihwal di luar The Rouge yang berkenaan   mengenai kehidupan ideal masyarakat. Apa yang diucapkan oleh Shinku juga mengonfirmasi terkaan Ivy tentang dirinya yang bukan individu biasa.  ⠀⠀ “Tuan Shinku, saya sudah dewasa. Saya membuat keputusan ini setelah proses pertimbangan yang intens.” Ivy menolak mundur. ⠀⠀ “Nona Rouge, kita baru mengenal beberapa hari. Berikanlah diri Anda waktu untuk berpikir lebih matang mengenai hal yang Anda inginkan. Saya merasa saat ini Anda digerakkan oleh tindakan impulsif. Apakah Anda yakin telah dewasa?”  ⠀⠀ Seketika tubuh Ivy tak berkutik. Ia pikir apa yang sudah diproses otaknya secara khusyuk adalah yang terbaik. Namun, Shinku tanpa usaha mematahkan keyakinannya. Di situ ia sadar permintaannya belum memiliki fondasi yang kuat. Dada Ivy terasa seperti ditusuk oleh sebuah belati. Ia masihlah seorang anak-anak yang terburu-buru karena takut mainan kesukaannya akan hilang karena dibeli orang lain atau di dalam kisahnya pergi tanpa kabar. Ivy pun tak mau menjadi serpihan memori belaka. Dirinya harus berusaha lebih keras.  ⠀⠀ “Tuan Shinku, berikan saya waktu.”  ⠀⠀ “Waktu untuk?”   ⠀⠀ “Untuk membuktikan kepada Anda bahwa saya adalah seorang wanita dewasa. Bisakah Anda memberikan saya kesempatan itu?”   ⠀⠀ Shinku mengusap bibirnya lalu tersenyum. “Tentu.”   ⠀⠀ “Hingga saat itu tiba, saya akan mengejutkan Anda. Tolong tunggu saya yang sedang mempersiapkan diri ini. Saya akan mengabari Anda lagi. Tuan Shinku, semoga Anda selalu sehat!”    ⠀⠀ “Anda juga, Nona Rouge. Semoga hanya yang terbaik untuk Anda,” ucap Shinku kemudian memutus panggilan di antara mereka.  ⠀⠀ Ivy menghela napas lalu menghembuskannya kasar. Di dalam jiwanya kini membara sebuah api mengenai janji dan ikhtiar ‘tuk buktikan kepada seluruh orang, bukan hanya Shinku, bahwa ialah insan yang matang, dan patut dipertimbangkan. Penuh gairah, Rouge muda itu menarik ritsleting gaun yang digunakan dan meninggalkannya terjatuh di pinggiran ranjang. Ia menatap kaca yang menunjukkan seluruh kesempurnaan dan ketidaksempurnaan jasmaninya; mengapresiasi mereka sejenak sebelum menarik gaun merah di dalam kotak: Golce dan Gabbana berwarna merah dari Kyokutei Shinku. Ivy tersenyum ketika menemukan pakaian tersebut memeluk tubuhnya sangat baik. Betapa indahnya menunjukkan lekukkan tubuh yang sering tersembunyi di balik celana dan lapisan kain gaun yang mengembang. Sebagai ceri di atas kue, Ivy memoleskan lipstik merah yang dianugerahkan Madam Lilith kepadanya kira-kira satu tahun lalu. Benda itu tak pernah sekali pun digunakannya sebab ia merasa kurang pantas saat memakai warna merah. Namun, sejak hari ini, Ivy akan terus menggunakannya.      ⠀⠀ “Michael, Lisa, Bonnie, oh, kalian. Apakah sudah lapar?” tanya Madam Lilith ketika menyambut para kawannya.   ⠀⠀ “Oh, Madam. Kami sungguh kelaparan—oh, hai, astaga, ya Tuhan!” seru Michael histeris.   ⠀⠀ “Michael! Kenapa begitu—oh, Bunda Maria!”   ⠀⠀ Di belakang Madam Lilith, Ivy terlihat menuruni tangga. Begitu tenang dan percaya diri, wanita itu berdiri di samping Madam Lilith yang tertegun. Keseriusan memenuhi binar mata.   ⠀⠀ “Madam, aku telah memutuskannya. 'Le Royaume Rouge’ adalah milikku,” ucapnya tegas.         
0 notes
papuabaratonline · 5 years
Photo
Tumblr media
MRPB Ingatkan Pemprov Terkait Rencana Perubahan UU 21 Tahun 2001 MANOKWARI, Papuabaratonline.com – Ketua MRP Provinsi Papua Barat, Maxsi Nelson Ahoren angkat bicara soal rencana Perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
0 notes
bantennewscoid-blog · 11 months
Text
Mantan Kepala BPKAD Serang Divonis Bebas
SERANG – Mantan Kepala BPKAD Serang Sarudin terdakwa kasus gratifikasi sebesar Rp400 juta untuk membiayai proyek pacarnya, Restia Dian Aini, dari perusahaan CV RDA divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri Serang, Selasa (14/11/2023). “Mengadili terdakwa Sarudin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana korupsi,” kata ketua majelis Hakim, Nelson Angkat. Hakim berpendapat…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes