#Zodiak Bumi datar | Explore Tumblr Posts and Blogs

apleasantlydarkbouquetus · 6 years

Text

"Darling, you're not Charlie Brown," Erik berusaha menghibur lawan bicaranya itu sambil berusaha keras menjaga kata-katanya agar tidak ngelantur dan berpotensi menyinggung. Tapi lawan bicaranya tetap acuh. Ia terlihat makin sendu, ditemani remang-remang lampu neon di dalam bar itu, sambil terus menyandarkan punggungnya yang dilapisi jaket kulit itu ke sofa yang sama-sama dilapisi kulit. Menenggelamkan badannya dalam-dalam kedalam sunyi.⁣

"Hidup gue toh juga sudah ngenes, seperti dia. Nggak perlu lagi disetarakan dengan makhluk fiktif itu..." ⁣Dia akhirnya buka suara.

Erik terkekeh. Ia kembali menuangkan wiski kedalam sloki yang sudah tandas itu. Menenggaknya lagi. Ini sudah yang keempat, mungkin. Dan dia masih yakin sloki ini akan terus ia isi, berulang dan berulang sampai lambungnya tidak kuat lagi. Lawan bicaranya hanya menatapnya dengan awas, khawatir Erik kenapa-kenapa gara-gara terlalu banyak minum. ⁣

"Sudah puas maboknya?" ⁣

Erik menggeleng. "Memang orang mabok setengah-setengah?" Dia mengisi sloki kelima.

Lawan bicaranya hanya menatap langit-langit bar. Melayang, jauh, jauh entah kemana. Mungkin entah ke ujung langit, menabrak atmosfer atau sebuah planet yang belum dipetakan umat manusia, dan tersesat disana, tak bisa kembali. Mungkin pandangan kawannya tersesat dan tak mungkin kembali, kecuali ada keajaiban yang tiba-tiba jatuh dari langit yang entah dimana. ⁣

"Ibu gue pernah cerita, bahwa orang Batak gemar mabok. Dan mabok adalah sebuah bentuk prestise tersendiri..." Dia memecah keheningan yang keras seperti tembok itu. Tiba-tiba sekali. Keajaiban itu beneran, ternyata. ⁣

"Misal?" Erik yang tak menduga hal itu, berusaha menyambut percakapan yang muncul dengan setengah kesadaran yang ia miliki. ⁣

"Yah, kalau orang Batak bisa mabok tandanya dia berduit..."⁣

Dia mengarahkan kembali tatapan mata kecoklatannya itu kepada Erik yang mulai sempoyongan.

Erik hanya tertawa. Lepas, dan agak getir. ⁣

"Gue nggak percaya.."⁣

"Ayolah, sekali-kali percayalah pada hal yang tak pasti.."⁣

"Sumpah, gue nggak percaya.."⁣

"Percaya pada yang tidak pasti..."⁣

—"Percaya pada janji gebetan.."⁣

"Percaya pada janji kampanye.."⁣

—"Percaya pada ramalan zodiak.."⁣

"Percaya pada salesman acara properti di tv swasta..."⁣

—"Jadi budak korporat dan ikut investasi bodong..."⁣

"Terus percaya teori bumi datar dan konspirasi markas Illuminati di kota Garut.."

Erik terkekeh-kekeh lagi.⁣

*********⁣

Erik rasa, percakapan sembari minum-minum itu sudah cukup sampai disini. Ia harus berhenti sebentar. Dan lawan bicaranya, seperti yang sangat ia kenal, butuh waktu sendiri lagi. Waktu untuk mengasing lagi dalam dunia didalam tempurung otaknya. Waktu untuk membuatnya tetap merasa aman, merasa tenang, merasa yakin pada dirinya sendiri. ⁣

Dan Erik membiarkannya melamun, menatap kerumunan manusia yang duduk di depan meja bar. Menatap langit-langit yang kelam, kilatan lampu neon berwarna-warni yang menyakitkan. Seisi ruangan remang-remang. Dimana-mana bau alkohol dan asap rokok. Botol-botol Anggur Merah yang kosong bertebaran di atas meja. ⁣

Erik mengelap kacamatanya, memakainya lagi, dan menyenderkan punggungnya. Menatap lawan bicaranya yang masih asyik dengan dunianya sendiri. Dan Erik menyepakati sesuatu dalam hati: orang ini makin imut ketika dia tidak menyadari bahwa dirinya imut. Dan Erik mau ia seperti itu, seterusnya. ⁣

⁣

Dan pelan-pelan Erik pun bersyukur bahwa lawan bicaranya itu tidak rewel dan menyebalkan, tidak seperti yang sudah-sudah ia temui dan kemudian dia ajak ke sini.

Sementara lawan bicaranya itu, masih asyik memandangi dinding bar, dengan liar dan antusias, sampai tanpa sengaja dan juga sangat mendadak, sorotan matanya menyapu kearah orang di depannya, menghantam lensa kacamata Erik, tembus ke kornea matanya, masuk ke otak Erik, dan diproses dengan segala macam interpretasi yang membuat Erik gelagapan. ⁣

⁣

0 notes