Tumgik
#kotayangdikutuk
taeminiettaemiri · 5 years
Text
Tumblr media
Sejak dini hari matanya tak terlelap, terjaga karena tak ingin terlewat sampai siang. Nafasnya bunyi, seperti ada binatang kecil terperangkap di kerongkongan. Bantal yang ditumpuk sembarang seperti tak berguna ketika tak bisa meredam suaranya yang terengap-engap. Ketika pikiran tak bisa membuat terlelap dalam gelap, matanya terbuka lebih cepat dari alarm yang akan berbunyi nyaring satu menit kemudian.
Kota ini sepertinya dikutuk. Pagi hari tak ada embun, tak ada hawa dingin, tak ada keinginan untuk membuka jendela dan menghirup udara pagi ketika pemandangan yang disajikan hanyalah gedung beton segi empat yang saling berjejer dan saling berlomba siapa yang paling menjulang hingga menyentuh awan, saling tak mau kalah siapa yang lebih mengotori udara dan membuat bising ketika bor menembus dinding.
Sepeda motor berserakan seperti tak bertuan, aspal mengebulkan debu tebal bahkan sebelum sesuatu melintas pada permukaan. Kendaraan berjejal memadati jalan yang sering kali mengambil hak para pejalan, takut dipotong upah jika terlambat datang ke tempat penguasa korporat. Rambu lalu lintas hanya sebagai penghias yang tak diindahkan ketika ego buas yang diandalkan untuk saling salip dan melanggar tata tertib.
Di kota yang dikutuk itu, bulan tak langsung pergi dari langit sehabis gelap. Ia menunggu matahari muncul untuk bercerita keluh kesah terhadap tingkah laku manusia dengan hiruk piruknya yang tak lagi elok. Bulan dan matahari saling berhadapan di satu langit yang sama, terbentang sejajar berjarak putaran bumi dalam tata surya. Mereka geram, tak sudi melihat ke bawah ketika mereka pun tak memberi sejenak apresiasi pada mereka yang menerangi, namun matanya yang tak benar-benar tertidur itu tak hentinya menatap Sang Rembulan dan Sang Surya yang dipersembahkan oleh ibu Pertiwi.
0 notes