Tumgik
#museumkaa
susindra · 7 years
Photo
Tumblr media
Nge-date bareng Mas J. Serem nggak? Mistik, nggak? Cc Papi @indra3h #jalanjalansusindra #susindra #ceritasusindra #bandung #braga #museumkaa #museumbandung (at Bandung)
0 notes
womaninblog · 10 years
Text
Jalan-jalan Ke Kota Bandung
Nulis caratatan harian dulu lah. Biar ada jejak walau ngga menyejarah-menyejarah banget buat orang lain. Eh, siapa tau bisa jadi kayak catatan hariannya Anne Frank, atau Nh.Dini, atau Totto Chan, atau Sok Hok Gie, atau cukuplah dinikmati diri sendiri.
Penat jika terus-terusan mendekam di kosan, di Jatinangor yang sunyi-senyap ini, akhirnya Auliaers dan para pengikut setianya mengadakan perjalanan. Pagi-pagi pukul 08.00 wib dari Jatinangor ke stasiun Rancaekek kami mencari tiket kereta api murah dengan tujuan Bandung, ternyata sudah habis dan aka nada lagi pukul 10.00 wib. Aku, Tresna, Sabil, Vita, Puspa, dan Haifa (temannya Tresna dari UPI) akhirnya memutuskan untuk naik kereta api patas AC yang keberangkatannya pukul 9.25 wib. Niat awal ingin menghemat alhasil lebih boros sedikit. Tapi apalah, yang penting bisa naik kereta api ke Bandung.
Ini adalah perjalanan ke-3 kalinya aku dengan si mesin baja yang ukurannya panjang itu. Dulu, pengalaman pertama dan kedua menaikinya adalah saat Pergi dan pulang dari Jogja. Namun saat itu sang kereta berjalan di malam hari, jadi tidak bisa memandangi pemandangan yang ada di kiri-kanan saat perjalanan. Nah, kali ini bisa melihat pemandangan, tapi rasanya seperti iklan. Sangat singkat sekali. Menunggu keretanya datang kurang lebih 1.5 jam, perjalanan di dalam keretanya hanya sekitar 15 menit saja. Aku berangan, seandainya di Jatinangor ada kereta api yang ke Bandung, tentu aku akan sangat sering ke Bandung. Terlebih saat Jatinangor sepi seperti ini.
Tiba di St.Hall Bandung kami langsung singgah ke Pasar Baru. Niat cuci mata sambil menemani teman yang ingin mencari sesuatu, eh akhirnya sedikit tergoda dan merogoh kocek lebih dalam. Alhasil begini nih, seminggu ke depan harus mengencangkan ikat pinggang sepertinya. Hehe.. Setelah kelelahan bertawaf mengelilingi Pasar Baru, akhirnya kami memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Ya, aku memang paling tidak kuat lama-lama belanja. Bahkan kalau belanja sama ibu.
Karena sudah tiba waktu Zuhur, akhirnya kami langsung menuju ke Masjid Agung (Eh Masjid Agung apa Masjid Raya ya? Apapun lah, pokoknya yang lokasinya di samping alun-alun). Widiiiih, pengunjungnya rame pake banget ngga pake kecap. Ternyata sedang ada kajian minguan gitu di masjidnya. Hm,, tapi bukan hanya itu. Di luar masjid, tepatnya di alun-alun, meskipun panasnya luar biasa (ngga nyampe 60 derajat seperti di Mozambik sih kayaknya), ramai sekali orang-orang yang berjemur di halaman rumput buatan yang baru dibuat tersebut. Ada yang cuma Dunis (duduk-duduk manis), ada yang Selsis (Selfie Narsis), dan ada juga anak-anak yang bermain bola. Karena panasnya terik matahari di siang itu, akhirnya kami tidak tertarik untuk bergabung memanggang diri di sana dan memutuskan untuk mencari makan siang.
Untuk mendapatkan makan siang yang cukup murah, akhirnya kami menyusul Tresna dan Haifa ke Griya yang ada di dekat sana (lupa apa namanya). Awalnya benar-benar berniat untuk makan, namun tergiur masuk ke dalam Griya dan melihat-lihat isinya yang kebetulan sedang ada diskon. Setelah puas memandangi diskon-diskon tersebut akhirnya barulah kami makan di bawah Griya dengan jumlah uang di tangan yang sudah sangat menipis.
Setelah dari Griya kami memutuskan untuk kembali ke Alun-alun agar dapat memenuhi mimpi teman kami yang sejak seminggu lalu ingin sekali menaiki menaranya. Namun sayangnya menara baru akan dibuka setelah Ashar. Awalnya aku dan Sabil ingin langsung kembali ke Nangor karena sudah sangat kelelahan. Tapi apalah daya, kami tidak tau bagaimana akses menuju DU. Akhinya daripada nyasar dan tak bisa balik lagi, akhirnya kami kembali bergabung bersama rombongan. Maka, kami duduk-duduk sebentar sambil selfie-selfie manis di rumput (buatan) alun-alun (hasil kerdja Pak RK jang ketje pisan).
Karena tidak berhasil naik ke menara dan gagal naik Bandros, akhirnya kami memutuskan beralih ke Museum KAA yang lokasinya tidak jauh dari alun-alun. Dengan berjalan kaki (belum sampe ngesot sih), meski lelah tapi aku suka. Ya, aku suka karena akhirnya mimpi ke museum KAA dapat terwujud. Di dalam museum kami lebih khuyu berfoto-ria daripada mempelajari sejarahnya. Hehe.. Maklum, soalnya udah terlanjur kelelahan, kegerahan, dan kehausan, sehingga mengganggu kekhusyukan rasa ingin tau dan nasionalisme kami yang biasanya selalu membuncah. Hehe..
Sudah, sudah. Setelah dari KAA akhirnya kami langsung menuju DU untuk pulang. Di tengah jalan kami berpisah dengan Haifa. Setiba di DU, sementara Puspa, Sabul, dan Vita sholat Ashar, aku dan Tresna sempat mampir sebentar di tempat penjualan buku di depan Unpad. Ngobrol dengan penjual buku yang menurutku cukup banyak yang diketahuinya tentang negara ini. Beliau menunjukkan kami buku karangan Bung Karno yang judulnya “Di Bawah Bendera Revolusi”. Bapaknya bertanya kepada kami dengan agak sedikit berguyon, apakah kami mengenal penulisnya atau tidak, dan kami pun menjawabnya dengan guyonan bahwa kami tidak mengenal Ir. Soekarno (Huh, mana mungkin tidak kenal. Wong tadi saja kami berfoto di dekat patungnya waktu ke museum KAA. Barangkali Pak Karnonya saja yang tidak mengenal kami). Takjubnya, bapak yang menjual buku itu tau isi tentang bukunya. Oke, tau isinya sih bukan suatu hal yang menakjubkan kalau sudah dibaca. Bahkan suatu hal yang wajar menurutku. Tapi, bapak tersebut hapal isi beserta halaman dan paragrafnya. Nah itu yang membuatku agak takjub. Soalnya, sesuka-sukanya aku dengan suatu buku, tidak pernah aku menghapal halamannya. Bahkan mungkin untuk skripsi yang kutulis sendiri nanti.
Sudah-sudah-sudah. Aku capek. Sudah dulu ya. Mau nge-draft dulu, biar bisa kompre sebelum Ramadhan tahun ini. Aamiin. Mohon doa dan supportnya ya teman. Aku butuh bantuanmu. Da aku mah apa? Kalau sendirian, ngga ada bantuan dari kamu-kamu akan sulit rasanya. 
0 notes