Tumgik
#porsiyangtertakartakkantertukar
dewiros · 4 years
Text
Bayi 0 hariku
Bayiku? Benar, bayi yang Allah SWT amanahkan kepada kami, aku dan suamiku.
Kebersamaan saat di dalam kandungan, kurang lebih 40 Minggu, berbagi banyak hal, mulai dari nutrisi makanan, hingga ragam warna perasaan. Aku dan bayiku bersama-sama ke manapun aku beranjak.
Memang, perihal rejeki usia mutlak di tangan Allah Yang Maha Kuasa, tapi rasaku sebagai Ibu "yang baru hari itu", tetap saja "drop", sebutlah rasa sedih yang manusiawi saat belum genap sehari bersama bayi yang semalam baru dapat kutatap langsung wajahnya dan kukecup sekali pipinya. Jam 8 pagi harus berpisah jarak.
Bayiku dirujuk menuju rumah sakit berbeda dengan tempatku melahirkan. Bayiku berangkat menggunakan ambulance menuju RSIA (Rumah Sakit Ibu dan Anak) di pusat kota, yang terdapat peralatan lebih memadai untuk memulihkan kondisi bayiku. Bayiku tidak sakit, hanya saja menurut penuturan pihak rumah sakit, terjadi aspirasi mekonium (tersedak air ketuban yang sudah bercampur dengan kotoran bayi sendiri saat di dalam rahim), tapi juga ada indikasi kelelahan yang di alami bayiku karena proses melahirkan yang hampir 24 jam sejak awal darah keluar dari jalan lahir. Saat lahir, bayiku menangis nyaring, aku melihatnya. Dua jam setelah lahir, sudah dibawa ke ruang perawatan tempatku berada, dan dari informasi perawat yang mengantarkan, ritme nafas bayiku belum stabil, tapi bisa dicoba untuk IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Tapi tak disangka, bayiku yang semula diam dan tertidur, malah menangis dan menolak untuk menyusu, hingga jam 02.00 dini hari kembali dibawa ke ruang bayi. Siapa sangka, shubuh suami diminta ke ruang bayi, dan ditawarkan rujuk untuk bayiku, karena ritme nafasnya masih belum stabil, sementara alat yang lebih canggih belum tersedia di RS tempatku melahirkan karena tergolong baru. Jam 08.00 pagi, bayiku benar-benar dibawa menggunakan ambulance menuju RSIA di tengah kota. Apalah daya, aku masih dalam pemantauan masa pemulihan, jadi hanya suamiku yang menemani bayiku. Sementara aku menyusul siang harinya setelah dinyatakan pulih dan boleh meninggalkan RS.
Setibanya di lokasi, aku disambut suamiku di depan gerbang IGD (Instalasi Gawat Darurat). Rasanya sudah tak karuan, tapi aku harus berusaha biasa saja, karena diantar oleh keluargaku. Selanjutnya, hanya aku dan suamiku yang boleh masuk. Hanya orang tua bayi yang boleh masuk ke NICU (Neonatal Intensive Care Unit). Setibanya di depan ruangan kami memakai pakaian pelindung dan mencuci tangan, lalu masuk ke ruangan tempat bayiku dipulihkan. Aku menyebutnya dipulihkan, karena bayiku tak sedang diobati, hanya dipasang selang oksigen dari tabung bertekanan yang dapat diatur dan disesuaikan tekanannya dengan kebutuhan. Bayiku sehat, itu yang selalu kupegang, kuyakini. Bayiku hanya perlu dipulihkan, karena memang tak ada satupun obat yang diberikan selama pemulihan.
Setibanya di ruangan, sebutlah lebay atau alay, tapi lututku lemas, air mata langsung menetes tanpa permisi, ya Allah, bayi 0 hariku, sedang berbaring tertidur seorang diri ditemani tabung oksigen berukuran besar dan suara monitor untuk mengontrol kemajuan pemulihan yang dilakukan. Tak ada obat ataupun tindakan lain, selain selang oksigen di hidung dan infus di tangan, karena ternyata hari itu bayiku harus berpuasa dari ASI ataupun Sufor. Jiwa emak Newbie ku benar-benar protes, tapi astagfirullah, bukankah semua nyawa dalam genggaman Allah dan keselamatan murni kuasa Allah.
Bayiku hanya seorang diri di ruangan itu, karena di NICU dipisahkan ruangan bayi dengan diagnosa yang berbeda. Bayiku ditemani mba-mba perawat yang bergantian shift selama 24 jam, dan dikunjungi dokter jaga per sekian kali per harinya.
Hari pertama, kulihat bayi 0 hariku berpuasa, untuk membersihkan paru-parunya. Bayiku hanya dikasih dot kosong untuk menenangkannya saat menangis. Bayiku tidak dehidrasi karena terpasang selang infus di tangan kanannya yang mungil, ah lagi-lagi, tangisku pecah.
Hari kedua, aku menyimpan harap bayiku bisa kugendong pulang. Aku belum menggendongnya, karena malam itu masih pemulihan, aku baru mengecup pipinya nya sekali dan memangku saat IMD malam kelahirannya. Bayiku sudah boleh buka puasa, namun hanya 10ml sufor (saat itu aku belum pumping karena belum tau bayiku akan buka puasa). 10ml sangat sedikit dan diberikan per sekian jam, namun saat bayiku menangis kembali diberikan dot kosong. Pemulihan masih berlanjut, karena angka di monitor masih belum sesuai harapan.
Hari ketiga, aku tak berhenti berharap, agar bayiku bisa pulang besama kami. Allah, kondisi bayiku belum memihak, lagi-lagi harus ikhlas untuk tetap tinggal. Jujur aku drop, namun aku harus logis, bayiku membutuhkan bantuanku, dan ada 1 hal yang bisa kulakukan yakni memberinya ASI. Akupun mencoba pumping dan meski awalnya hanya sekitar 2 sendok makan, namun bertahap bertambah. Kebutuhan bayiku juga masih dibatasi, jadi masih bisa cukup dan diantarkan oleh suamiku ke rumah sakit, karena kami sementara memang menginap di rumah saudara kami sekitar setengah jam dari sana. Angka di monitor sudah sesuai harapan pada sore harinya, Alhamdulillah, semoga besok bisa pulang, dengan alasan harus mendapat izin medis dari dokter jaga.
Hari keempat hingga hari keenam, bilirubin anakku sangat tinggi (katanya), yakni diangka 16, sementara normalnya 10, agar bisa turun dengan cara dijemur di matahari pagi selama sekitar setengah jam setiap harinya. Awalnya kami ingin nekat membawa pulang bayi kami di hari ke empat, namun dokter belum bisa memberikan keterangan medis bahwa bayi kami siap dibawa pulang karena masih harus fotoscreen selama 3 hari ke depan. Kalaupun kami memaksa, maka statusnya pulang paksa dan kami harus menandatangani surat yang intinya pihak rumah sakit berlepas tangan apabila ada hal-hal yang terjadi di luar harapan karena kepulangan terpaksa bayi kami.
Benar, selama enam hari itu, yang bisa kulakukan hanya mengucap salam setiap memasuki ruangan bayiku, melantunkan ayat suci Al-Quran, mengajaknya mengobrol, menatapnya, menyentuhnya sesekali, dan menenangkannya saat menangis. Hanya itu.
*Ketika harapan tak bersanding lurus dengan yang ditakdirkan*
Harapan bunda, saat pertama pulang dari RS, cinta akan mendengar murattal Al-Quran bersama bunda di rumah, tapi takdir berkata lain, cinta harus mendengar suara monitor.
Harapan bunda, saat pertama pulang dari RS, cinta bisa bobo di samping bunda, berada di sekitar keluarga kita, tapi takdir berkata lain, cinta harus tidur sendiri, dan berada di sekitar tabung oksigen bertekanan tinggi itu.
Harapan bunda, cinta tidak perlu pakai popok sekali pakai dulu sampai 2 bulan, biarlah bunda cuci popoknya setiap hari, tapi takdir berkata lain, cinta sudah harus pakai popok sekali pakai sejak hari pertama.
Harapan bunda, cinta akan sering mendengar suara bunda yang cerewet, secara langsung, sejak hari pertama pulang dari rumah sakit, tapi takdir berkata lain, cinta mendengar banyak suara perempuan, ibu perawat dan ibu dokter yang datang secara bergantian, sedangkan suara bunda, hanya sesekali mengucap salam, ngaji, atau ngobrol sejenak.
Harapan bunda, wajah bunda yang akan paling sering cinta lihat secara langsung sejak hari pertama pulang dari RS, tapi takdir berkata lain, cinta banyak melihat wajah ibu perawat saat di ruangan.
Harapan bunda, biarlah bunda belajar sejak awal, tentang banyak "perintilan" mengurus cinta, tapi takdir berkata lain, bunda belum bisa mandiin cinta, gantiin popoknya cinta, pakein bajunya cinta, gantiin bajunya cinta, semua masih belum, selama 6 hari itu.
Harapan bunda, bisa memangku cinta, menggendong cinta, peluk dan cium cinta sesering yang bunda bisa, sejak hari pertama pulang dari RS, tapi takdir berkata lain, bunda baru bisa mencium dan menggendong cinta sebentar di malam pertama, sisanya bunda harus bersabar.
Sekian, cerita 6 hari pertama bayiku, ke depannya, harus terus kami syukuri kebersamaan kami, yang semoga Allah berkahi. Benar, kalau tentang usia, bukankah letak kuasanya bukan di tangan manusia?
*Ini murni curhatan pribadi dengan sudut pandang pribadi, jadi mohon maaf apabila terkesan berlebihan, atau terdapat kesalahan terkait beberapa istilah medis dan lainnya.
*Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan konten yang kurang jelas.
*Terimakasih admin telah meloloskan tulisan sederhana ini, semoga bisa menjadi pengingat bagi penulis sendiri, untuk mensyukuri anugerah yang diberikan Allah, berupa keturunan.
Emak Newbie, 09-07-2020
2 notes · View notes
dewiros · 4 years
Text
#verylatepost
#first (1st)
Aku sampai, aku sampai.
Usai menikmati sedikit sensasi turbulensi, mungkin karena peralihan musim dari panas ke gugur. Ga tau juga ding, mungkin itu geh.
Aku yang menggunakan fasilitas roaming internasional dari provider ponselku, berkali kali mendapatkan pesan pop up dalam Bahasa Korea, yang setelah kutanyakan artinya, adalah peringatan kemungkinan terjadinya badai, sehingga dihimbau untuk tetap dalam ruangan, atau lebih berhati-hati saat terpaksa sedang beraktivitas di luar ruangan, dan menurutku ini layanan yang cukup keren.
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan di bagian Imigrasi, mulai Bismillah. Mengalir seperti ikan mengikuti arus air, begitu saran seorang teman, ikuti saja ke mana orang-orang melangkah, termasuk menaiki sejenis Subway di dalam area airport.
Di tengah kemegahan airport, aku mencoba berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris seadanya dengan petugas keamanan Airport, menanyakan pintu keluar yang tepat menuju Seoul Metro Subway.
Sesampainya di penginapan sementara, sebutlah kos-kosan gitu, tempatnya sederhana (sesuai harganya, hihi tapi bersih dan rapi banget).
Oh iya, pemiliknya oppa oppa gitu, eh jangan salah fokus yah, maksudku aku mah malah malu, soalnya dua kali ga paham-paham dijelasin kode pintu keluar.
Kami berkomunikasi dengan bahasa isyarat, atau dengan bantuan WA (berfasilitas translate dari Bahasa Inggris-Bahasa Korea kayanya, hp punya Beliau, tapi ga tau juga sih, karena aku ga bisa Bahasa Korea dan Beliau ga bisa Bahasa Inggris). Aku beristirahat semalam, sambil murattalan, meski sedikit aneh kalo kedengeran ke kamar sebelah, tapi biarlah da ga bisa tidur tidur.
Aku melanjutkan perjalanan pada keesokan harinya menuju hotel tempat acara berlangsung.
Setelah melewati ragam momment nyasar dan diliatin mulu dari ujung kerudung sampe ujung sepatu (sambil pegang payung, bawa koper dan ujan-ujanan kopernya, akunya mah pake payung kan), serta dibantu oleh seorang supir bus jarak dekat yang baik hati (yang mengangkut aku dua kali karena tampak kebingungan), tapi akhirnya tiba juga di hotel, selanjutnya check in untuk menyimpan koper di kamar.
2 notes · View notes
dewiros · 5 years
Text
Cinta.
Perempuan itu, perlu bahagia.
Ada saatnya akan ada diri lain yang menitipkan kebahagiaannya melalui dirimu.
Perempuan itu, perlu cerdas.
Ada saatnya akan ada generasi penerus yang membutuhkan didikan dan keteladanan terbaik darimu.
Perempuan itu, perlu kuat.
Bukan untuk menandingi kekuatan laki-laki, tapi menguatkan diri dan orang-orang di sekitarmu, pada saatnya.
Menitipkan doa-doa terbaik pada pemilik kehidupan adalah ranah manusia.
Barakallah.
3 notes · View notes
dewiros · 4 years
Text
Sombong sekali.
Iyah, merasa memiliki, merasa bisa menjaga.
Ampuni.
Seperti terlupa, bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali pada Allah.
Bahwa yang hadir, ada saatnya akan pergi.
Bahwa yang dimiliki, eh dititipkan, akan ada saatnya diambil kembali oleh pemilikNya.
Bahwa setiap kondisi, dalam pengawasan dan pengaturan terbaikNya.
Bukan.
Bukan alasan untuk tak menjaga.
Itu sebuah keharusan, karena akan menjadi ladang kebaikan.
Semoga tak sombong.
Tak ada yang benar-benar milikmu, kecuali amal dan dosamu.
Ingatlah lagi, bukankah nafas ini saja, titipan dariNya?
1 note · View note
dewiros · 4 years
Text
Tak bisa kusebut "HANYA".
Setelah sekian waktu kebersamaan, Allah lengkapi dengan cinta yang dapat kulihat langsung, kusentuh langsung.
Setelah sekian ikhtiar tertuju, cinta mengajarkan langkah demi langkah merajut kekuatan, mengukir beragam prasangka baik pada skenarioNya.
Setelah sekian waktu bergulir, cinta menyadarkanku, betapa lemah dan perlu dikuatkannya aku terus dan terus, agar aku terjaga, dan tetap bersyukur.
Benar, semua itu terlihat HANYA, tapi sungguh, tak bisa kusebut HANYA.
Rasa yang tak akan ada yang mengerti, dan memang tak perlu.
Keramaian yang tak akan ada yang mendengar, dan memang tak akan.
Alhamdulillah.. Terimakasih untuk cinta yang Kau titipkan.
1 note · View note
dewiros · 5 years
Text
Bocil.
Sepulang sekolah tadi, sambil melepas sepatu sekolah, bocil boy said, "teh, nanti jam 3 jangan lupa pake kerudung yah". "Emang kenapa gitu?", tanyaku. Lalu dijawab, "Soalnya Ra** temenku mau main ke sini", jawab bocil, menyebutkan nama salah satu teman sekelasnya, laki-laki juga, kelas 1B. "Oh ok", balasku singkat.
Entah apa kelanjutannya kalau aku tanyakan lebih jauh, tapi kupikir biarlah sampai situ dulu percakapannya. Tentang dia yang mengingatkanku dan aku yang mendengarkannya.
Tentang dia yang sesekali bertanya, kenapa pake kerudung, atau kenapa pake kaos kaki, kenapa kalau ada "orang lain" laki-laki suka masuk dulu terus pake kerudung, kenapa kalau di dalam rumah (dan ga ada non mahrom ya pastinya) ga pake kerudung, dan pertanyaan spontan serupa, yang sudah berusaha kujawab sesederhana mungkin, namun semoga membangun sedikit-sedikit pemahamannya.
Usianya baru 7 tahun lebih beberapa bulan, bocilku tetap laki-laki, yang memiliki naluri melindungi. Yah, meskipun, belum tentu juga pemahamannya cukup baik tentang konsep "aurat". Tapi, dari sanalah para pemimpin dan pelindung keluarga kelak dimulai.
Hanya celoteh siang, pengisi beranda.
#99dewiros
#porsiyangtertakartakkantertukar
1 note · View note
dewiros · 5 years
Text
Cinta
Bunda memang belum bisa melihatmu
Bunda juga belum bisa berinteraksi denganmu
Tapi, beberapa pesan yang Bunda terima
Mengabarkan keberadaanmu dalam rahim ini
Doakan Bunda
Agar sehat, kuat, dan selamat bersama kita
RahmatNya begitu tak hingga
Telah menghadirkanmu dalam penantian Ayah dan Bunda
Sehatlah, tumbuhlah dengan baik
Bunda titipkan sebait doa terbaik padaNya
Untuk kita, kamu, cintanya Ayah dan Bunda
Bagi bertemu dan bersamanya kita kelak, insya allah
Kamu, cintanya Ayah dan Bunda
Semoga dijadikan hambaNya yang hanya meng-EsakanNya
Semoga dijadikan anak yang bisa menyelamatkan Ayah dan Bunda
Semoga dijadikan salah satu ahli QuranNya
Jakarta, 25 Juli 2019 - 10 weeks of cinta
2 notes · View notes
dewiros · 5 years
Text
Jarang ngerti
Allah, aku mau ini
Eh malah Allah kasih aku itu
Allah, aku butuh ini
Endingnya, Allah kasih yang menurutku aku belum perlu
Allah, aku suka ini
Dikejar, diusahain, malah makin dijauhkan
Allah,
Aku sudah melakukan A, semoga hasilnya A
Setelah kutau hasilnya, B
Ah Allah, aku ga bisa C
Entah gimana, aku bisa melewati C dengan lancar
Loh loh, bentar
Aku,
Ngerti ga seberapa sempurna takaran Allah bagi skenario di hidupmu?
Aku,
Ngerti ga maksud kasih sayang Allah selama ini?
Ah aku,
Dasar aku,
Jarang ngerti.
1 note · View note
dewiros · 5 years
Text
Mengelola perasaan asing
Ada beberapa situasi yang membuatku merasa asing, entah itu berkaitan dengan kondisi geografis, kondisi sosial, jenis kesibukan baru, atau semacamnya.
Merasa asing adalah sebuah fase awal penyesuaian, tapi juga bisa berujung pada perasaan tertekan yang berkelanjutan apabila gagal dikelola dengan baik.
Perasaan asing kerap kali aku alami, dan caraku mengelolanya adalah dengan melakukan beberapa jenis coping.
Pertama, biasanya aku banyak mengingat lagi apa tujuanku memutuskan untuk melangkah memasuki situasi itu.
Kedua, aku akan berdialog dengan diriku tentang berbagai kemungkinan yang aku hadapi di situasi asing tersebut.
Ketiga, aku akan lebih banyak mengingat Tuhanku, iyah tentu saja itu jurus terjitu, mengingat betapa rapuh dan baperannya aku.
Pada beberapa situasi dan beberapa hal yang kulakukan, tentu saja tak selalu berjalan sesuai harapan. Pada beberapa situasi yang masih terasa asing bagiku, setelah berusaha melakukan beberapa coping di atas tentunya, aku biasanya mengumpulkan berbagai referensi pengalaman berhasil dalam melewati perasaan asing selama perjalanan hidupku, yang masih tersimpan dalam otakku.
Iyah, bukankah sebenarnya harus terbiasa dengan berbagai pergantian perasaan asing dalam hidup ini, mengingat di dunia memang perlu asing, hanya tempat menanam, bersenda gurau, dan mempersiapkan cara kepulangan terbaik.
Perasaan asing dapat dijadikan pengantar rindu, pada tempat nyaman untuk pulang yang sesungguhnya.
Jakarta, 12 Juni 2019
1 note · View note
dewiros · 6 years
Text
Tentang
Hamdallah, kita bersama
Meski masih ada tentang lainnya
Tentang jarak
Hamdallah, kita satu
Meski masih ada tentang lainnya
Tentang menanti
4 notes · View notes
dewiros · 7 years
Text
My life?
I just want to make it fun for me, and at least fine for some people. Even if its not fine for everyone. Its ok, because I don't want to make an impossible thing.
3 notes · View notes
dewiros · 7 years
Text
[Kemasan]
Seistimewa apapun kemasan
Memang tidak untuk dimakan
Tidak, apalagi menyehatkan
Tentu saja tidak
Tapi kemasan
Dihadirkan bukan tanpa tujuan
Kemasan membantu menjaga kualitas
Apa-apa yang dikemas
Kemasan
Menjadi salah satu awal
Sebuah penilaian
Terhadap apa-apa yang dikemas
Kemasan
Mungkin saja berisi sesuatu yang sudah tak layak makan/pakai
Tapi pesan itupun
Sebenarnya akan disampaikan oleh kondisi kemasan
Kemasan
Ada saja yang berisi sesuatu yang tak semuanya baik
Tapi kemasan
Tetap salah satu cara berkomunikasi
Jadi, periksalah lagi
Pesan dari kemasan
Kemasan
Tetap takkan bisa menutupi seluruhnya kualitas apa-apa yang dikemas
Yang baik, akan terlihat
Yang tidak, pun
Kemasan
Menyampaikan pesan
Lihatlah lagi, lagi
Kemasan
Saja
Takkan cukup kalau hanya itu
Iyah, tataplah berkemas
Dan tambah kualitas isinya
Agar kemasan, tetap mampu menyampaikan pesan baiknya
Tentang apa-apa yang di kemas
Itu.
11 notes · View notes
dewiros · 7 years
Text
Kalimat Ibu
Saat itu, sebulan setengah aku belum pulang.
Lalu, H-seminggu kepulanganku, akupun menelpon Ibu, berkabar.
Aku bilang, insya allah hari Jumat pulang, kan long weekend.
Ibuku bertanya, kapan aku ke Bandung lagi, akupun menjawab besoknya, Sabtu aku ke Bandung lagi.
Ibuku melanjutkan, "cape kan bolak-baliknya? cuma sehari, kenapa ga sampe Minggu aja"
Iya, nanti kalo cape, aku istirahat, tidur, terus ilang deh capenya. Kataku.
Iyah, kata Ibuku.
Ibukupun melanjutkan, "jangan terlalu cape, tenaganya disimpan untuk nanti"
Ah.
Untung via telepon. Seketika itu juga, air mataku mengalir tanpa permisi.
Aku tak pernah benar-benar bilang dalam konteks serius, seingatku.
Aku hanya sering berceloteh, bahwa kalau Allah kasih aku kesempatan menjadi seorang ibu, aku berharap bisa mengurus anakku secara langsung, seperti ibu.
Dan nampaknya, ibu memang benar-benar tau.
Bahwa menjadi ibu adalah cita-citaku.
Meski semua itu, masih di batas harap.
Semoga aku disehatkan, dimampukan.
Semoga.
Ah. Aku.
4 notes · View notes
dewiros · 7 years
Text
Begitulah kira-kira saat tak yakin, usia akan sampai besok
Badannya kerasa kaya diayun
Padahal lagi tiduran, jelang 00.00 WIB
Meski dibatasi jarak
Dengan sumber pusat getaran
Saat memilih akan kembali terlelap
Entah kenapa
Sedikit enggan
Sempat memantau kemajuannya di berita online
Dan terpikir
Untuk melakukan hal yang setiap malam lainnya
Rasanya tak kulakukan
Beberapa benda yang kalo masih sempat
Disimpan di sekitar, kalo-kalo masih selamat
Dan misal menemui situasi terburu, saat terbangun
Saat memilih akan kembali terlelap
Entah kenapa
Bergegas mengenakan pakaian lengkap
Tertutup aurat lengkap
Kaya yang seolah mau pergi
Kalo-kalo yang besok didapati adalah aku yang sudah kembali pada Tuhanku
Kalo-kalo yang ditemukan kemudian, adalah yang akan dipulangkan ke rumahku
Dengan mobil ambulance
Mungkin kurang lebih seperti itu
Saat tak benar-benar yakin
Esok masih akan terbangun
Saat tak benar-benar yakin
Esok ruhku masih kembali dipinjamkan ke tubuhku
Bagaimana dengan hari-hari selama ini?
Malam-malam selama ini?
Terlalu banyak lupa waktu pulang nampaknya
Ah aku
Diingatkan lagi
Semua akan kembali padaNya
Pada saat yang tak terduga
Waktu, cara, dan di mana
Semoga tak lupa
Bersiap-siap
11 notes · View notes
dewiros · 7 years
Text
Seserius itu
Ada yang bertanya padaku.
Kenapa hingga hari ini kau tak juga kunjung menikah?
Jawabannya, kalau Allah sudah "kun", nanti juga "fayakun".
Ikhtiar dong dew.
Iya, aku tau bukan itu jawaban yang kau inginkan, meskipun sebenarnya itulah jawaban finalnya.
Baiklah. Jadi apa yang mau kau tau?, kataku.
Dia melanjutkan, "jadi sebenarnya kamu mau mencari yang seperti apa?"
Akupun berceloteh. Panjang menurutku.
Ini.
Aku berharap bisa menemukan orang yang serius dengan hidupnya.
Harapannya, saat aku menjadi bagian dari hidupnya, akupun masuk dalam jajaran keseriusan itu.
Iya diseriusin, bukan sebaliknya.
Seseorang yang serius dengan hidupnya, menurutku akan berpikir berkali-kali untuk mendapatkan kebahagiaan hidupnya.
Hidup yang tak hanya here and now.
Tapi juga hidup yang nanti, kehidupan abadi setelah kematian.
Aku berharap, keseriusan itu menghantarkan pada kebersamaan kami, tak hanya di dunia, tapi juga di kehidupan abadi setelah kematian.
Bersama.
Menitipkan kebahagiaan, pada pemilik kehidupan.
Sebuah ingin, yang memang tak sederhana.
Meskipun aku tak pernah bisa menerka, pemilik kehidupanku, akan lebih dulu mempertemukan aku dengan jodoh atau maut.
Entahlah.
Pintaku, hanya satu.
Agar Allah, senantiasa selalu membantuku untuk menjaga diriku, hingga akhir.
Entah akhir penantian, atau akhir hayat.
Semua yang terbaik, takkan henti selalu kusemogakan.
Iyah, seserius itu.
2 notes · View notes
dewiros · 7 years
Text
Beningnya, tulang cumi
Kau tau?
Sampai kau benar-benar membersamai proses itu.
Akhirnya kau tau, betapa beningnya tulang cumi.
Loh, bukankah itu plastik?
Yah, nampak seperti itu, tapi itu tulang yang menyangga kehidupan cumi.
Cerita pagi itu.
Bersama cumi dan aroma cumi.
Sebuah situasi yang tak biasa kubersamai.
1 note · View note