tiaaa0w0
tiaaa0w0
Tia Chan
11 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
Kumpulan Video RIR di Like an Edison sebelum bubar
youtube
youtube
youtube
youtube
youtube
1 note · View note
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
Rides In ReVellion setelah bubar :( (Memori RiR dan curhatan Tia)
hehe mau masukin kesini , kebetulan RIR juga favorit aku 😊 aku baru suka mereka sejak bulan Desember 2024, kebetulan juga aku balik Vkei'an lagi memang 2024. mereka disband pada 11 maret 2025 (itu LIVE terakhir mereka di Osaka BIGCAT). ueueue aku sedih sih tapi mau gimana lagi. dimanapun membernya berada bakal support terus 😊 aku suka semua member, tapi favorit aku TaJi ((masukin ke daftar Honmei yg kesekian )) karena dia lucu banget sama rupanya orangnya kocak ((walaupun ternyata keliatan polos XD)). sebelumnya banyak drama memilukan yang aku baca di web, antar member ((mungkin nanti baca sendiri aku selipkan linknya)). tapi pengen mengucapkan makasih udah membuat band yang luar biasa 😊 2015-2025 itu lope banget. lagu yang Falling Star itu aku suka banget, karena TaJi juga ikutan nyanyi bagus banget suara TaJirrrrrr . suka semuanya, KuRo suaranya awwww bgt, Nagisa manisss bunda nagisa aku manggilnya, Tsubaki yg suka pake hitam2 pendiam banget sama kek bunda Nagiiiinyann, Shiyu juga ternyata kocak T3T XD kalo liat di video2 Like an Edison itu kocak bgt mereka apalagi Shiyu, Taji, KuRo.. kalo Nagi sama Tsubaki kayaknya lebih suka diem XD emang beda bgt dua eniihh
Tumblr media
tentu saja aku masih mengikuti tiap solo karir member, tapi yg menonjol kelihatan cuma KuRo, TaJi sama Shiyuu. Nagi sama Tsubaki aku ga terlalu mengikuti sih karir mereka, tapi kadang lewat di timeline aku dan tidak lupa aku retweet dan like.
Untuk Taji dan Shiyu yappppp.. aku agak kaget sih sebenarnya. sebelumnya aku liat foto TaJi duluan yg muncul di MaQia, postingannya sengaja banget spill member satu persatu. dan yang bikin aku kaget itu Shiyu yang jadi Drummer nya. aku agak kaget aja TaJi gak vkei'an lagi, kukira dia bakal buat band vkei lain taunya join lento oga. TaJi sempat galau juga dia kayak buat status di X soal dia keluar dari dunia Vkei.
Tumblr media
Dan meskipun ada banyak genre dan berbagai macam adegan, dalam arti secara mental, "Visual Kei" sudah tertanam dalam DNA-ku dengan sangat dalam, dan meskipun aku mencoba menghapusnya, itu bukan sesuatu yang bisa dihapus. Aku rasa darah Visual Kei akan terus mengalir dalam diriku selamanya. Mulai sekarang pun, aku ingin terus menjadikan hal itu sebagai kepribadian dan senjata, lalu mengangkatnya menjadi gaya dan musikku sendiri, dan terus berjuang dengan itu.
Tumblr media
Kegiatan baru telah dimulai, lingkungannya juga berubah total. Tentu saja ada rasa cemas, tapi aku sangat antusias membayangkan kisah seperti apa yang akan dimulai dari sini. Aku yakin, bagi kalian yang sudah mendukungku sejak dulu, perubahan ini juga mungkin menimbulkan rasa cemas. Pasti ada juga orang-orang yang memilih untuk menjauh, dan aku tidak bisa memaksakan siapa pun untuk terus mendukungku. Namun, aku tidak akan pernah melupakan rasa terima kasih atas dukungan yang telah kalian berikan selama ini. Kalau suatu hari nanti kita bisa terhubung lagi dengan perasaan yang sama seperti dulu, maka saat itu, aku akan sangat senang dan berterima kasih. Yang pasti, untuk sekarang, aku akan menghadapi lingkungan baru ini dengan sepenuh tenaga dan semangat
Tumblr media
TaJi dan Shiyu di MaQia
Tumblr media
Dunno TaJi yang paling banyak nge-tweet. Mungkin karena dia juga Leadernya RiR.
Sebenarnya aku agak nyesek bacanya..tapi yaudah aku translate ya~
Rides In ReVellion LAST LIVE Benar-benar live yang paling luar biasa. Penuh dengan cinta, ya… Teman-teman yang berkumpul karena merasakan hal yang sama lewat musik yang sama— karena kalian semua ada di sana, aku memiliki tempat untuk kembali selama 10 tahun yang panjang. Terima kasih dari lubuk hati yang terdalam. Sampai sejauh ini, aku terus berjalan tanpa henti. Sebenarnya, keputusan untuk berhenti jauh lebih membutuhkan keberanian daripada keputusan untuk terus melanjutkan. Kejujurannya, aku merasa takut karena Rides In ReVellion yang selalu ada di sisiku akan menghilang dari kehidupanku sehari-hari. Ada perasaan hampa, seolah ada lubang di dalam hatiku. Tapi setelah kaki yang terus melangkah ini beristirahat sejenak, aku akan mulai berjalan lagi, menuju masa depan. Mari terus hidup dengan kuat dan menciptakan masa depan yang indah. Dan jika suatu saat di masa depan, perjalanan para member dan semua orang yang mendukung kami secara ajaib bertemu kembali, aku ingin sekali memulai Rides In ReVellion lagi.
Tumblr media
Setelah live, aku ngobrol bareng teman-teman sampai pagi, dan sepulangnya pun masih terbawa suasana, jadi belum bisa tidur. Tadi aku menuliskan perasaanku saat ini, dan sambil membaca pesan-pesan dari semuanya, air mataku kembali menetes. Sekarang, sepertinya aku akan mencoba tidur. Selamat malam.
Sebenarnya sehari sudah LIVE terakhir aku sempat kirim ke TaJi , terus beberapa hari kemudian dia balas DM ku... jujur aku kaget..ternyata dia sebaik itu sama fans :")
Tumblr media
Rides In ReVellion adalah masa muda bagiku. Jejak pertemuan dengan kalian semua, waktu yang kita habiskan bersama, akan selalu menjadi kenangan berharga selamanya. Terima kasih banyak karena telah mengizinkanku untuk melewati masa muda yang kujalani dengan sepenuh hati bersama kalian.
Tumblr media
Awal dari kehidupan tanpa Rides In ReVellion. Kalian semua pasti juga masih merasa sakit, kan... Aku sendiri masih belum bisa menghilangkan perasaan seperti ada lubang di dalam hati. Tapi entah kenapa, yang muncul secara alami di benakku hanyalah kenangan-kenangan indah. Mungkin butuh waktu sampai kita bisa tertawa dari hati lagi, tapi hari ini, besok, dan seterusnya... aku percaya kalau perasaan kita tetap terhubung satu sama lain. Jadi, ayo kita berjuang bersama! Oh iya, sebenarnya hari ini setelah ini, aku akan bertemu dengan para member dan staf juga
Tumblr media
Setelah membaca satu per satu surat yang aku terima, aku mendengarkan THE LAST ReVellion, dan rasanya benar-benar menyentuh hati. Lirik yang ditulis oleh KuRo terus-terusan terasa sangat nyambung dengan perasaanku sekarang
youtube
MV yang buat aku cinta sama RIR
youtube
ini juga TaJi nyanyi sama KuRo
youtube
Twin Vokal lagi
Tumblr media
ini [Zero]Hz 2man sama RIR, mereka nyanyi karetasoreiyu tapi ROY kun nangis
https://x.com/official_RIR/status/1882368342037766402/video/1
2man nangis nyanyi lagu AxiZ
youtube
RIR versi akustik
youtube
Video jadul RiR dulu Video KuRo yg kocak bgt bilang "I love Fan / kipas angin, debut di ANIME USA
I love RIR . Walaupun bubar tapi tetep dihati 🥹🫶 moga nanti bisa comeback lagi pas anniversary atau kapan gitu. Aamiin
Fact juga, Kuro , Shiyu sama Taji itu lumayan aktif di IG. Sama suka ngasih like kalo komen sama story kalo kita mention mereka atau ngetag distory.
0 notes
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
Gitar-gitarnya Chiaki kun yang pernah dia perkenalkan XD
wkwkw mau drop disini sama translate XD
Tumblr media
Anak pertama yang mau aku kenalin: Fender Stratocaster (nama panggilan: Kakō-kun) Alasannya? Karena dia yang paling dekat barusan 😆 Kalau nggak salah, aku pernah pakai dia beberapa kali di live, tapi sekarang udah jadi alat khusus rekaman aja. Gitar ini dimodif ala-ala vintage, tapi cuma bohongan sih. Pernah dikatain sama SORA-kun, "Ih, gitarnya kotor banget!" — padahal dia cuma tampil kusam vintage, bukan kotor beneran 😢 Kasihan juga ya si Kakō-kun ini.
Tumblr media
Anak kedua yang mau aku kenalin: Gibson Les Paul (nama panggilan: Do-M-kun) Gitar yang satu ini… pernah patah jadi dua waktu dipakai di live di Nakano Sunplaza. Pickup-nya udah dimodif jadi EMG. Sempat lama "diambil alih" sama Mii-chan, tapi akhirnya si tukang selingkuh ini balik juga ke rumah (btw, Mii-chan juga pernah bikin gitar ini patah, lho).
Tumblr media
Anak ketiga yang mau aku kenalin: FUJIGEN (nama panggilan: Fujikun) Aku beli gitar ini karena butuh gitar buat tuning rendah (down tuning) 6 senar. Penampilannya ala Telecaster dan kelihatan super imut, tapi suaranya bener-bener garang. Kalau ngomongin soal kualitas dan harga, FUJIGEN ini sih sangat worth it dan aku rekomendasikan banget. Oh iya, di bagian belakang gitarnya ada stiker yang… sumpah, norak banget 😅
0 notes
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
About Chiaki Ichinose (honmei saya XD)
mau drop funfact dia disini ^^
Tumblr media
Chiaki Ichinose Merupakan vokalis sekaligus gitaris. Lahir pada 2 Maret, dengan golongan darah B. Ia berasal dari Prefektur Osaka. Dalam kredit lagu, namanya ditulis sebagai Ichinose Chiaki (一ノ瀬千秋). Gitar utama yang sering ia gunakan adalah Gibson ES-335 dan Fender Telecaster, sementara untuk ampli combo, ia memakai merek Fender. Saat tampil live, ia juga sesekali memainkan drum dan bass. Hampir seluruh lagu dikerjakan olehnya, mulai dari penciptaan lagu, penulisan lirik, hingga aransemen. Meskipun tinggal di Prefektur Osaka hingga lulus SMA, selama 6 tahun masa SMP hingga SMA ia bersekolah di sekolah swasta terpadu di Prefektur Nara. Ia pindah ke Tokyo untuk melanjutkan studi di Universitas Hosei. Di universitas, ia sempat membentuk sebuah band bersama teman kampusnya, namun band tersebut bubar. Pada Desember 2010, Chiaki kemudian membentuk band Acid Cherry King bersama Sacchan dan Kira (mantan anggota). Lalu pada September 2011, band tersebut berganti nama menjadi DEZERT seperti yang dikenal sekarang. Ia diketahui sebagai perokok, dengan merek rokok favoritnya adalah Seven Stars. (wikipedia)
Tumblr media
Chiaki kun juga kocak, pernah kehilangan tutup mikrofon XD
"Kepada para member, Cover mic ini tiba-tiba hilang entah ke mana, dan aku sudah mencarinya selama hampir satu jam. Karena belum bisa masukin vokal guide, jadi aku bakal telat banget... Maaf banget ya..."
Tumblr media
"Sudah ketemu! Entah kenapa ternyata ada di toilet! Aku langsung buru-buru sekarang!"
Tumblr media
youtube
Pernah ngobrol sama Shou di channel DEZERT
Tumblr media
MV Saikyoiku menurut ku chiaki kun mirip IZAM
Tumblr media
Chiaki tanpa make up (ganteng banget T_T
Tumblr media Tumblr media
Band lama chiaki kun Yukiline sama【1≠Password】
Tumblr media
Ini waktu DEZERT party Shou ngajak chiaki nyanyi Yami ni Chiru Sakura 😦 aku pengen banget dengar chiaki kun nyanyi lagu itu tapi gabisa liat huhu
Tumblr media
Chiaki kun punya tahi lalat didekat mata sama deket bibir XD
Tumblr media
Honmei saya ini bisa cantik dan juga bisa jadi ganteng XD
youtube
Chiaki loncat2 kesenangan dikasih pinjam Miyako gitar waktu LIVE XD
youtube
Centil banget di Hibiya XD
Chiaki kun ga sadar waktu pemotretan , kalau perutnya keliatan wkwk . jadi dia bilang gini XD
"Waduh. Baru nyadar, tapi outfit ini bikin perut kelihatan pas live nanti… Gawat banget. Untuk sementara sampai bulan Juni kayaknya aku bakal pakai daleman dulu deh… Tapi sebelum tur dimulai, bakal aku usahain biar perutnya udah siap dipamerin ke dunia. Maaf ya 😂"
Tumblr media
terus juga setelah buat kutipan gitu, chiaki bilang mau diet karena malu liat perutnya.... tapi beberapa hari kemudian dia upload foto lagi makan junkfood wkwkw XD
Chiaki suka nonton Gore dari kecil
Chiaki punya kakak perempuan
Chiaki dulu kapten Basket sempat ngejar inter-high
Chiaki DO kuliah sekitar tahun 2015
Chiaki penggemar Sadako
0 notes
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
DEZERT 真宵のメロディーMayoi no Melody
Tumblr media
ada yang udah nonton MV dan dengerin lagu nya? T_T jujur aku kaget ini ternyata ada MV nya hahaa. aku nungguin banget loh sampe hidupin notif Youtube Premier Channelnya DEZERT XD.
pas awal MV nonton aku ga ngeh, ternyata Chiaki di MV nya metong pas mau di akhir baru diperlihatkan gitu kan ya T_T omaigattttt , tapi DEZERT selalu amazing gitu ya buat lirik dan musik dan ada maknanya gitu, sampai aku ngulik maksud lagunya apa. mungkin setelah aku tangkap maksud dari lirik sama hubungan dengan di MV chiaki meninggal itu kira-kira begini...
refleksi dari lagu dan mv yang jujur tentang luka dan hidup :")
Ada lagu yang nggak cuma buat didengar, tapi buat dirasain Bukan lagu yang bikin semangat, tapi lagu yang ngerti Yang diem diem duduk di samping kamu dan bilang “Nggak apa apa kalau kamu capek Aku tahu rasanya”
Lagu ini Mayoi no Melody adalah salah satunya
Luka yang kita simpan diam diam
Dari awal lagu ini langsung bawa kita ke ruang gelap Tempat di mana kita masih hidup tapi rasanya hampa Masih bernafas tapi nggak yakin buat apa
「痛みを知らないままよりマシさ 知らないけど..」 “Meskipun sakit itu lebih baik daripada nggak pernah ngerasain apa apa Tapi entahlah”
Kadang justru rasa sakit itu yang bikin kita sadar kalau kita masih ada Masih di sini masih berusaha
Tentang kehilangan yang bikin diri kita ikut hilang
Ada satu bagian lirik yang nusuk banget
「愛していた人がまた透明になった」 “Orang yang kucintai menjadi transparan lagi”
Kadang kita kehilangan seseorang bukan karena mereka mati Tapi karena mereka perlahan memudar Jadi transparan Ada tapi nggak bisa digapai
Dan di MV nya ada adegan di mana Chiaki sendiri jadi transparan lalu menghilang Itu rasanya kayak bukan cuma orang lain yang pergi Tapi kita pun ikut hilang bareng mereka Perlahan kosong mati rasa
Adegan Chiaki terbaring di jalan bukan mati tapi mati rasa
Satu momen di MV yang susah dilupain Chiaki terbaring di pinggir jalan Dua mobil hancur kayak habis tabrakan Tapi tubuhnya tenang Nggak ada darah Nggak luka
Dan justru karena nggak ada darah momen itu jadi makin menusuk
Seolah olah yang mati itu bukan tubuhnya Tapi rasa di dalam dirinya Udah terlalu lelah Udah terlalu banyak nahan sendiri
Dua mobil rusak itu kayak simbol Dua sisi dalam diri yang saling tabrakan Antara "aku pengen hidup" dan "aku pengen berhenti"
Burung burung harapan kecil yang belum mati
Lagu ini nyebut burung burung berkali kali Kadang mereka terbang kadang mati Tapi akhirnya mereka terbang lagi
「もう大丈夫 鳥達は飛んだ」 “Sudah nggak apa apa Burung burung itu sudah terbang”
「もう大丈夫 鳥達は死んだ」 “Sudah nggak apa apa Burung burung itu sudah mati”
「鳥達はまた飛んだんだ」 “Tapi burung burung itu akhirnya terbang lagi”
Burung burung itu bisa jadi simbol dari kita Kita yang pernah hancur pernah jatuh pernah berhenti percaya Tapi suatu hari bisa terbang lagi
Lagu yang nggak nyuruh kamu sembuh
Lagu ini nggak maksa kamu buat bangkit sekarang juga Nggak ada tuntutan untuk kuat atau waras Yang ada cuma pelukan diam yang bilang
「傷ついたなら泣けばいいんだよね? 知らないけど…」 “Kalau kamu luka nangis aja Boleh kan Nggak tahu juga sih…”
Dan
「掴んだ手で歌うメロディー」 “Nyanyiin melodi itu dengan tangan yang masih bisa menggenggam”
Selama kamu masih bisa megang sesuatu Meskipun kecil meskipun gemetar Itu udah cukup
Bahkan kalau hidup nggak punya makna pun
「生きることに意味はない その先へ」 “Hidup itu nggak punya makna Tapi kita tetap jalan melewatinya”
Lagu ini jujur banget Nggak semua hal harus punya arti Kadang kita cuma jalan aja Bertahan Dan itu valid
Doa kecil yang masih bisa kamu tinggalkan
Ada lirik lain yang pelan tapi dalam
「僕たちが残せるものなんてどうせ ほんとに小さな祈りだけさ」 “Apa yang bisa kita tinggalkan di dunia ini paling cuma doa kecil yang nggak seberapa”
Kadang kita ngerasa hidup kita nggak penting Kita bukan siapa siapa Nggak ninggalin hal besar Nggak jadi tokoh apa apa
Tapi justru di tengah dunia yang terlalu keras Doa kecil itu jadi satu satunya hal yang jujur Satu satunya bentuk harapan yang masih kita punya Sekecil apa pun Itu tetap berarti
Dan akhirnya kamu belum selesai
Kalau kamu malam ini lagi ngerasa kosong Ngerasa kehilangan arah Ngerasa kayak kamu yang dulu udah nggak ada lagi
Lagu ini akan duduk di sebelah kamu Nggak banyak omong Nggak maksa Cuma bilang
“Aku tahu rasanya Aku di sini Kamu belum sendirian”
youtube
pokoknya semuanya cakep banget di MV ini T_T aku nangis sih jujur pas MV nya diputar~ jangan lupa didengarin ya gess
btw ini liriknya~
もう大丈夫、鳥達は飛んだ 君の明日もどうせやってくる 生きている、その明日が辛くても 痛みを知らないままよりマシさ 知らないけど..
掴んだ手で歌うメロディー 縋った生で汚してくれよ 打ち鳴らしたピストルで殺してくれよ こんな手で探すメロディー ありあまるほどの夢と不安をどうか照らしてよ 真宵の中
もう大丈夫、鳥達は死んだ 気高く逞しく生きる為 愛していた人がまた透明になった 傷ついたなら泣けばいいんだよね? 知らないけど...
掴んだ手で殺すメロディー 縋った生で穢してくれよ 傷だらけのスピードで走ってくんだよ こんな世界で生きて 僕たちが残せるものなんてどうせ ほんとに小さな祈りだけさ
わかるだろう? 掴んだ手で歌えメロディー 恨んだ生で歌ってくれよ 打ち鳴らしたプライドで生きてくんだよ その手で抱きしめて ありあまるほどの絶望と希望をどうか愛してね 真宵の中
鳥達はまた飛んだんだ “生きることに意味はない”その先へ
Mou daijoubu, toritachi wa tonda Kimi no ashita mo douse yattekuru Ikiteiru, sono ashita ga tsurakute mo Itami o shiranai mama yori wa mashi sa Shiranai kedo…
Tsukanda te de utau merodii Sugatta sei de yogoshite kure yo Uchinara shita pisutoru de koroshite kure yo Konna te de sagasu merodii Ariamaru hodo no yume to fuan o douka terashite yo Mayoi no naka
Mou daijoubu, toritachi wa shinda Kedakaku takumashiku ikiru tame Aishiteita hito ga mata toumei ni natta Kizutsuita nara nakeba ii nda yo ne? Shiranai kedo…
Tsukanda te de korosu merodii Sugatta sei de kegashite kure yo Kizudarake no supiido de hashitte kun da yo Konna sekai de ikite Bokutachi ga nokoseru mono nante douse Hontou ni chiisana inori dake sa
Wakaru darou? Tsukanda te de utae merodii Urandasei de utatte kure yo Uchinara shita puraido de ikite kun da yo Sono te de dakishimete Ariamaru hodo no zetsubou to kibou o douka aishite ne Mayoi no naka
Toritachi wa mata tondan da "Ikiru koto ni imi wa nai" sono saki e
0 notes
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
DEZERT mengenang konser solo perdana mereka di Budokan dan mengungkap tekad baru mereka untuk 2025.
2025.02.21 20:00
Tumblr media
DEZERT Gelar Konser Tunggal Perdana di Nippon Budokan: Sebuah Malam Penuh Harapan dan Awal Baru
Pada 27 Desember 2024, DEZERT akhirnya menggelar konser tunggal perdana mereka di Nippon Budokan bertajuk DEZERT SPECIAL ONEMAN LIVE at NIPPON BUDOKAN「君の心臓を触る」(Menyentuh Jantungmu). Tempat duduk penuh hingga deretan paling atas di lantai dua menjadi bukti nyata bahwa impian lama mereka benar-benar terwujud—impian yang pernah diungkapkan oleh vokalis Chiaki dalam MC panggung di Shibuya CLUB QUATTRO, Desember 2019: “Kami akan tampil di Budokan yang penuh.”
Seluruh 21 lagu yang dibawakan malam itu, termasuk encore, menjadi momen yang tak terlupakan. Di malam bersejarah tersebut, baik panggung maupun penonton diselimuti cahaya harapan.
Sekitar sebulan setelah konser tersebut, wawancara ini pun dilakukan.
◆ Gambar / Video DEZERT
Apa yang dirasakan keempat anggota DEZERT saat akhirnya berdiri di panggung impian itu? Kini, di awal tahun 2025, ke mana arah pandangan mereka tertuju?
Wawancara ini tidak hanya mengajak kita mengenang malam tersebut, tapi juga menggali makna dari lagu “Ordinary”—yang dibagikan secara gratis di venue dan kini telah dirilis secara digital—serta rencana tur 47 prefektur yang akan mereka jalani. Semua ini menjadi langkah awal mereka menuju babak baru.
Kami hadirkan wawancara panjang ini untukmu—tentang mimpi yang jadi nyata, dan perjalanan yang terus berlanjut.
Tumblr media
 ◆   ◆   ◆
■ Sebenarnya, aku nggak suka hari konser Budokan itu datang.
— Sudah satu bulan sejak konser tunggal pertama DEZERT di Nippon Budokan bertajuk “Menyentuh Jantungmu”. Boleh diceritakan lagi, seperti apa hari itu dan bagaimana perasaanmu setelahnya, Chiaki?
Chiaki: Setelah semuanya selesai, yang paling terlintas di kepala adalah, “DEZERT ini kayak ekskul sekolah, ya.” Aku sempat bilang di beberapa wawancara, kalau Budokan itu bukan garis akhir, bukan juga cuma batu loncatan, tapi titik tertinggi kami untuk saat ini. Tapi ya... setelah konser selesai, aku sama sekali nggak merasa puas atau lega. Rasanya kayak... pertandingan babak pertama di kejuaraan nasional.
Kamu tahu, kan? Sekolah-sekolah yang jago banget di daerahnya, tapi belum dikenal secara nasional. Nah, rasanya kayak sekolah kayak gitu yang akhirnya bisa maju ke babak pertama di turnamen besar. Bukan soal menang atau kalah, tapi lebih ke “Kami berhasil tampil di babak pertama.”
— Jadi, menurutmu titik tertinggi DEZERT saat ini adalah babak pertama kejuaraan nasional?
Chiaki: Ini baru bisa aku ucapin setelah Budokan selesai, sih. Tapi di zaman sekarang, tujuan kita di musik itu bukan cuma jualan CD. Bukan soal bisa jual sejuta kopi atau enggak. Hal paling konkret dan gampang dilihat ya kapasitas venue konser.
Memang, banyak juga orang yang bilang, “kapasitas itu nggak penting”, dan aku juga pikir itu keren-keren aja. Tapi kenyataannya, ada orang yang datang nonton ke Budokan karena memang itu Budokan. Ada kesan spesialnya, kan?
— Iya, ada rasa istimewa kalau konsernya di Budokan.
Chiaki: Tapi kami memang dari awal sudah memutuskan, “Kami akan tampil di Budokan demi melangkah ke tahap berikutnya.” Jadi Budokan bukanlah akhir dari segalanya. Tapi tetap saja, saat ini posisinya baru kayak babak pertama kejuaraan nasional. Masih panjang jalannya.
— Kamu bilang “belum ada menang atau kalah” tadi. Tapi gimana, ada rasa berhasil nggak?
Chiaki: Lebih dari sekadar hasil, konser di Budokan ini ibaratnya kami berhasil maju ke babak pertama itu. Itu aja dulu.
Tumblr media
▲千秋(Vo)
— Kalau dari kamu sendiri, SORA, bagaimana kalau menengok kembali hari itu?
SORA: Buatku, hari itu nggak bisa dilihat cuma sebagai satu hari doang. Soalnya itu adalah puncak dari rangkaian panjang perjalanan menuju Budokan. Sejak diumumin di Shibuya Kokaido, atau bahkan sejak MC-nya Chiaki di Shibuya CLUB QUATTRO sebelumnya—sejak saat itu udah kayak nyulut sumbu ke arah Budokan. Jadi meskipun tentu aku merasa terharu, rasanya bukan karena kami “membawa” orang-orang ke sana, atau kami yang “dibawa” ke sana. Lebih tepatnya, itu adalah satu hari yang kita semua lewati bersama. Tapi ya... setelah selesai, yang aku rasain justru cuma panik.
— Panik? Bukan perasaan berhasil?
SORA: Aku tahun ini genap 34 tahun, dan aku pengen terus nge-band sampai mati. Kalau dipikir-pikir, itu berarti aku harus terus bikin sesuatu yang bisa bikin fans deg-degan, bikin kami sendiri ikut terpacu—selama 20, bahkan 30 tahun ke depan. Dan saat aku sadar itu, rasanya kayak, “Eh… tunggu, itu gila banget nggak, sih?” Itulah paniknya. Tapi ya, pastinya aku bersyukur juga. Di hari itu, aku bisa ketemu banyak orang, ada pertemuan baru, ada reuni juga. Semua itu berkat konser di Budokan. Tapi entah nanti kami main di mana pun, kami harus terus bisa bikin orang-orang semangat kerja demi bisa datang, atau bikin diri kami sendiri berdebar-debar nunggu harinya datang.
Kalau pakai kata-katanya Chiaki tadi, tampil di “kejuaraan nasional” itu artinya kita harus bener-bener mikirin hal-hal kayak gitu setiap hari. Makanya, ya jelas bikin panik. Tapi dalam arti yang positif, sih.
— Bisa dibilang kamu jadi lebih serius memikirkan masa depan setelah Budokan?
SORA: Iya, kurasa sekarang masing-masing dari kami udah punya bayangan jelas, mau ke mana setelah ini. Tapi gimana menyampaikannya, dan gimana menjaga semuanya tetap berjalan, itu yang harus terus dipikirkan ke depannya. Dan makin ke sini aku sadar… pekerjaan yang aku pilih ternyata berat juga, ya (tertawa).
Tumblr media
— (Tertawa) Kalau kamu sendiri, Sacchan, bagaimana?
Sacchan: Aku juga sebenarnya nggak punya perasaan yang terlalu “wah” hanya terhadap hari itu doang. Tentu itu hari yang luar biasa, nggak diragukan lagi. Dan seperti yang lainnya bilang, aku juga ngerasa kami berhasil kasih penampilan yang bagus. Tapi ya... cuma sampai situ. Soalnya jujur aja, aku sebenarnya nggak suka banget waktu hari konser di Budokan itu makin deket.
— Kenapa memangnya?
Sacchan: Aku sendiri nggak yakin gimana perasaanku bakal berubah setelah tampil di Budokan… Ada hal yang belum aku bereskan di dalam diri, dan makin dekat ke hari-H, perasaan itu malah makin muncul ke permukaan. Bukan karena aku pengen berhenti nge-band atau gimana, bukan. Tapi aku khawatir, apakah setelah konser selesai, aku bisa tetap punya semangat atau malah jadi flat. Itu aja sih yang bikin aku waswas. Jadi kalau pinjam kata-katanya Chiaki tadi, ini tuh kayak “berhasil lolos ke kejuaraan nasional”.
Chiaki: Banyak banget yang ngutip analogi itu ya… Tapi emang cocok sih.
Sacchan: Iya, pas banget (tertawa). Selama ini kami sering kalah di semifinal atau final tingkat provinsi, dan sekarang akhirnya bisa tampil di tingkat nasional. Tapi kan, ada juga tuh tim yang setelah ikut nasional sekali langsung tenggelam. Aku takutnya jadi kayak gitu. Tapi sekarang, satu bulan setelahnya, aku ngerasa pikiranku udah mulai jernih. Aku udah bisa mulai mikir apa yang mau kami lakukan ke depan. Dan dari situ aku jadi punya satu tujuan: aku pengen jadi sekolah yang langganan ikut kejuaraan nasional.
Itu bikin aku cukup lega sekarang. Bukan berarti kami pasti bisa lolos terus ya, tapi setidaknya aku punya keinginan kuat untuk itu.
Chiaki: Artinya kamu masih punya semangat buat terus bertarung.
Sacchan: Betul. Aku nggak mau berakhir cuma sampai “kompetisi tingkat provinsi” lagi.
Tumblr media
▲Miyako (G)
— Kalau kamu sendiri, Miyako?
Miyako: Sebenernya dari sebelum tampil di Budokan pun aku udah ngerasa banyak banget rasa terima kasih. Jadi aku udah niat, waktu naik ke panggung nanti, aku mau bawa perasaan itu. Tapi ternyata pas beneran main di atas panggung, aku kerasa banget kekuatan dari penonton. Gede banget. Aku udah beberapa kali tampil di Budokan juga sebelumnya, waktu ikut acara dari agensi kami. Tapi energinya kali ini tuh beda. Lebih kuat dari sebelumnya.
— Gitu ya.
Miyako: Mungkin karena penonton juga tahu perjuangan kami dari awal diumumkan akan tampil di Budokan—dari tur, perilisan CD, semua langkah yang kami tempuh bareng-bareng sampai ke titik itu. Jadi ada rasa yang terbangun bareng juga. Dan waktu aku sadar itu, aku ngerasa bahagia banget. Aku jadi makin pengen ngadain konser yang bisa bikin aku ngerasain energi kayak gitu terus, dan aku juga pengen kasih penampilan yang bisa bikin orang lain ngerasain hal yang sama.
— Kedengarannya keren banget.
Miyako: Makanya aku ngerasa… Budokan ini bukan titik akhir. Aku pengen balik lagi ke sana. Dan aku juga ngerasa kalau DEZERT tuh band yang memang harusnya terus maju ke depan. Untuk itu, baik aku sendiri maupun bandnya harus terus tumbuh dan berkembang. Kami udah berusaha keras sampai Budokan, tapi ternyata perjuangan itu belum cukup. Aku ngerasa harus kerja lebih keras lagi. Dan aku lihat itu sebagai sesuatu yang positif sih. Buat aku, itu pelajaran paling penting yang aku dapet dari pengalaman ini.
— Ngomong-ngomong, kalian sempat nonton ulang video konser Budokan-nya?
Chiaki: Aku sih belum nonton.
youtube
— SORA, kamu kan yang ngedit video lirik “Ordinary” pakai cuplikan dari konser Budokan, ya?
SORA: Iya, tapi bahan videonya itu dari footage yang diambil sama kameramen khusus untuk video lirik, jadi bukan benar-benar rekaman live dalam arti tradisional. Tapi aku sempat nonton juga sih, yang versi wide shot dari area sound engineer (PA). Yang dari jauh dan statis.
Miyako: Aku juga sempat nonton, tapi cuma bagian-bagian yang bikin aku penasaran kayak “bagian ini kelihatan gimana sih dari penonton?” Soalnya kesan yang kita dapat dari atas panggung dan dari luar kan bisa beda banget, ya.
— Kalau kamu, Sacchan?
Sacchan: Aku nonton bagian awal, tengah, dan akhir doang. Itu juga dari angle yang sama kayak yang dibilang SORA tadi, jadi bukan buat ngeliat diriku sendiri, tapi lebih pengen tahu gimana keseluruhan arahannya. Soalnya selama ini, tim lighting, PA, videographer, dan semua kru lainnya, mereka ngerjain semua dengan semangat yang luar biasa dan koordinasi yang baik banget. Aku bisa lihat sendiri mereka kerja bareng dengan atmosfer yang asik. Jadi aku penasaran banget, hasilnya bakal kayak gimana.
— Memang terasa sih, dari penonton juga, bahwa arahan panggungnya niat banget. Spirit “pokoknya ini harus jadi sesuatu yang luar biasa” dari tim teknis juga benar-benar sampai. Menurut kamu gimana, Sacchan, waktu nonton dari sudut pandang yang lebih objektif?
Sacchan: Aku rasa hasilnya bagus banget. Aku benar-benar bersyukur.
— Kalau kalian mengingat kembali hari itu di Budokan, apa sih momen atau pemandangan yang langsung muncul di kepala? Mungkin suasana penonton, atau bagian saat bawain lagu tertentu?
Miyako: Kayaknya pas lagu ketiga atau keempat, deh. Waktu itu aku lagi ganti gitar, dan aku bilang ke gitar tech kami, Captain, “Enak banget rasanya hari ini.” Momen itu lumayan nempel di ingatan.
SORA: Eh, kamu sempat ngomong gitu?
Miyako: Iya. Tapi mungkin karena aku benar-benar ngerasain energi dari penonton sih. Kalau dipikir-pikir, yang paling membekas ya mungkin memang penonton itu sendiri.
Sacchan: Kalau aku, mungkin karena udah sempat nonton cuplikan videonya juga ya, yang paling keingat justru bagian awal banget. Waktu SE mulai diputar, kami jalan ke panggung satu per satu, terus pas lagu pertama dimulai dan efek api besar keluar—aku nonton lagi adegan itu dan mikir, “Wah, venue sebesar ini tuh bener-bener terasa nggak nyata, ya.” Sebenarnya sih, setiap kali tampil tuh selalu ada rasa surreal, tapi yang kali ini lebih lagi. Kalau dari sisi pemain ya... yang kerasa cuma “Anget juga nih api depan muka!” gitu doang sih (tertawa). Tapi tetap aja, bagian itu yang paling kuat kesan visualnya buat aku.
Tumblr media Tumblr media
— Kalau kamu, SORA?
SORA: Buat aku, momen paling berkesan itu pas kita berempat saling merangkul di akhir konser. Aku beneran nggak pernah nyangka bisa terjadi hal kayak gitu di band ini. Aku pernah bilang di wawancara juga, kalau DEZERT tuh kayaknya tipe band yang nggak mungkin high five-an atau saling rangkul di panggung.
— Memang ya, itu bukan sesuatu yang biasanya terbayang dari image DEZERT.
SORA: Tapi seiring waktu berjalan, kita makin sering ngobrol secara jujur demi ngejar tujuan bersama. Dan akhirnya, bisa sampai ke titik di mana hal kayak gitu terjadi di Budokan. Aku juga sempat masukin momen itu ke video lirik “Ordinary” yang aku edit sendiri, dan itu rasanya bikin senang banget. Walaupun jujur, mungkin aku jadi agak lebih fokus ke hal itu sendiri daripada mikirin fans—maaf ya, haha.
— Justru menurutku, banyak fans yang tersentuh banget waktu lihat momen itu.
SORA: Iya, dan karena aku yang ngedit video itu, aku bisa lebih sadar—ekspresi wajah para penonton di saat itu juga luar biasa banget. Rasanya hangat banget. Aku sampai mikir, “Ini keren banget, ya. Senang rasanya bisa main di band ini.”
— Yang pertama kali teriak “Ayo foto bareng!” dan “Ayo rangkul!” di atas panggung waktu itu Chiaki, kan?
SORA: Iya, padahal dari tadi manajer di backstage udah ngasih kode terus, “Jangan lupa foto!” Tapi waktu itu acara udah molor dari jadwal, terus para member malah ngobrol terus di panggung. Jadi aku mikir, “Yah, kayaknya nggak sempat ambil foto nih… tapi yaudah lah, ini DEZERT banget sih.” Makanya aku sengaja nggak ngingetin Chiaki soal foto.
Terus pas lagu encore terakhir, “Setsudan”, aku sempat mikir, “Wah beneran nggak keburu nih fotonya.” Tapi tiba-tiba Chiaki sendiri yang bilang, “Ayo foto bareng!” Dan aku langsung, yes, akhirnya! Pas aku nengok ke backstage, kelihatan deh tuh, produser utama dan manajer ngasih kode panik muter-muterin tangan minta cepat selesaiin.
Chiaki: Hahahahaha!
SORA: Tapi mereka tetap ngasih waktu buat kita. Lihat itu bikin aku mikir, “Wah, kita tuh bener-bener disayang sama tim kita, ya.” (tertawa)
Tumblr media
▲Sacchan (B)
— Chiaki, waktu itu kamu akhirnya ikut merangkul juga. Apa itu momen yang tiba-tiba aja kamu pikir “yaudah, kali ini nggak apa-apa”?
Chiaki: Yah… soalnya kita udah berhasil lolos ke “turnamen nasional” yang jadi target, kan. Jadi kupikir, boleh lah kalau ada kenang-kenangan yang kayak gitu juga. Fans juga mungkin baru pertama kali lihat momen kayak gitu dari kita. Tapi ya, untuk ke depannya… belum tentu juga sih.
— Jadi bukan sesuatu yang bakal jadi kebiasaan, ya. Kalau gitu, apa momen yang paling membekas buat kamu dari hari itu?
Chiaki: Buat aku, justru detik-detik sebelum naik ke panggung. Di balik panggung, semua staff udah pada siap. Dan ada beberapa orang yang hari itu adalah terakhir kalinya kerja bareng kita—padahal kita udah sempat bangun hubungan yang baik. Tapi ya, saat itu aku mikir, “Oke, sampai di sini aku nggak sakit, nggak kena flu, nggak bikin masalah yang bikin ditangkap, jadi ya udah… tinggal maju aja.” Waktu itu aku ngerasa agak lega, sih. Dan sekarang, kalau aku inget-inget lagi, yang paling kebayang itu ya pemandangan sebelum naik panggung itu.
— Kayaknya kamu juga ngerasa bersyukur banget ya, buat para staf yang nemenin sampai ke titik itu.
Chiaki: Iya, karena dari sisi backstage aku juga bisa lihat penonton yang udah masuk ke venue, jadi perasaan “wah, semuanya beneran datang ya” juga ikut muncul. Biasanya aku nggak terlalu kepikiran soal apa yang terjadi sebelum manggung, tapi mungkin karena tempatnya Budokan, suasananya bikin momen itu terasa beda sendiri.
Tumblr media Tumblr media
— Waktu konser di Nippon Budokan, kalian semua tampil dengan kostum merah mencolok, ya.
Chiaki: Iya, waktu itu rasanya nggak ada pilihan lain. Hitam pun bukan, putih juga bukan. Aku dari dulu selalu bilang, “kalau tampil, aku mau pakai sesuatu yang nggak bisa dipakai jalan-jalan biasa.” Dan untuk Budokan, aku rasa tampilan yang terlalu stylish justru nggak cocok.
— Maksudnya sesuatu yang di luar ekspektasi, sesuatu yang nancep di ingatan orang?
Chiaki: Aku tahu sendiri beratnya 13 tahun yang kita lewati. Makanya aku pengin pakai sesuatu yang bisa merepresentasikan itu, yang merangkum semua perjalanan itu. Selama ini kita pernah pakai kostum dari setelan jas sampai yang cuma kain-kain. Tapi Budokan itu kayak hari istimewa buat kami—hari perayaan—dan buatku, itu hampir kayak upacara pernikahan. Jadi yang kebayang di kepala justru siluet seorang pengantin. Tapi putih nggak pernah masuk ke opsi. Soalnya putih itu kelihatannya memang indah, tapi juga bisa terkesan kosong. Sementara aku sendiri suka merah, dan waktu itu semangatnya juga lagi “menyala banget.” Kayak… secara naluriah, kalau aku lagi benar-benar dalam performa terbaikku, yang muncul di bayangan ya warna merah. Gitu sih kira-kira.
— Di venue hari itu juga banyak fans dari berbagai era ya. Ada yang ngikutin sejak awal, ada juga yang kenal DEZERT baru setelah masuk label sekarang, terutama dari album TODAY. Konsernya sendiri terasa memuaskan buat semua kalangan fans. Salah satu faktornya mungkin karena setlist-nya yang pintar banget, bisa memadukan lagu lama dan baru secara seimbang.
Sacchan: Biasanya Chiaki yang nentuin dasar setlist duluan, baru kita diskusiin bareng. Nah, khusus buat Budokan, kita bener-bener ngebahas itu lebih dalam.
— Ada juga konsep “merangkum 13 tahun” tadi, ya. Jadi kalian coba bikin alur yang mencerminkan perjalanan band dari awal sampai sekarang?
Chiaki: Pasti. DEZERT kan selalu bilang, “kita bawa masa lalu, sekarang, dan masa depan bersama.” Dan prinsip itu nggak berubah di setiap konser. Tapi kalau soal lagu lama, niatnya bukan sekadar “ini buat menyenangkan fans lama, nih”—lebih karena aku sendiri yang pengin ngebawainnya dengan penuh keyakinan. Jadi aku mikir, kalau ini tentang 13 tahun DEZERT, ya kita harus kasih yang paling “DEZERT”. Harus berani tampilkan semua yang jadi karma kami.
— Jadi kamu kayak bikin pondasi dari satu lagu kunci dulu, lalu susun setlist sekitarnya?
Chiaki: Kalau tur album baru, iya—karena itu fokusnya nunjukin “sekarang”. Tapi untuk konser di venue besar, ke depannya pun, aku rasa tetap penting buat masukin lagu lama juga. Soalnya bukan lagunya aja, tapi masa lalu itu sendiri juga nggak bisa kita tolak. Kecuali memang udah nggak relevan, baru deh bisa dipertimbangkan untuk ditinggalin. Tapi, yang lucu nih… di Budokan kemarin, ada satu lagu lama yang bener-bener pengin aku bawain. Tapi waktu nyanyi, justru lirik yang paling penting malah hilang dari kepalaku. Bener-bener aneh.
Tumblr media
▲SORA (Dr)
— Terlepas apakah bisa dibilang “insiden” atau bukan, lirik apa sih yang sebenarnya paling ingin kamu nyanyikan waktu itu?
Chiaki: Lagu “Saa, Milk wo Nomimashou.” Di lagu itu ada lirik, “Tolong beri aku kekuatan untuk suatu hari nanti bisa mengucapkan kata-kata indah dari lubuk hatiku.” Buatku, “kalau mau nyanyiin lirik ini, ya cuma bisa di sini. Nggak ada tempat lain selain Budokan buat bilang hal kayak gini. Ini satu-satunya momen!” Tapi eh, liriknya malah hilang dari kepala. (tertawa)
— Kamu terlalu larut dalam lagu, ya?
Chiaki: Entahlah, aku sendiri nggak tahu kenapa. Katanya aku juga salah hitung durasi lagu, dan itu sampai bikin SORA juga hampir ikut salah. Tapi ya, kalau dipikir-pikir, mungkin ini juga bagian dari dramanya. Aku udah dari awal banget bilang, “mau orang ngomong apa pun, lagu ‘Saa, Milk wo Nomimashou.’ harus dibawain!” — ya kan? Aku bilang itu terus.
Miyako: Iya, kamu bilang terus-terusan.
Chiaki: Dan semua member juga bilang, “bagus kok, gas aja.” Tapi pas liriknya blank begitu... ya, jujur aku kecewa. Akhirnya sih, aku tetep ucapin lirik itu di bagian outro.
— Pas bagian akustik ya, nuansanya lebih bebas gitu.
Chiaki: Memang dari awal aku nggak niat nyanyi sesuai lirik yang ada. Aku lebih pengin ngerasain: “kalau aku bawain lagu ini di Budokan, perasaanku kayak apa ya?” Itu yang paling penting buatku. Makanya aku nggak mau nentuin duluan bakal nyanyi apa—aku pengin nyanyi apa pun yang muncul dari perasaan saat itu juga.
— Jadi kamu sendiri juga penasaran, akan menyanyikan apa nanti saat momennya tiba?
Chiaki: Iya. Bahkan aku sempat nanya ke diriku sendiri: “apa aku masih pengin punya kekuatan buat ngomong kata-kata indah?” Tapi setelah nanya itu… malah blank. (tertawa)
— Tapi justru outro itu jadi momen yang kuat, lho. Kalimat “Aku ingin menyanyikan kata-kata indah bersamamu hari ini” itu benar-benar menyentuh.
Chiaki: Kalau aku sih cuma bisa mikir, “ya ampun, beneran lupa…” Tapi ini harus aku balas nanti. Harus ada momen revans.
■SORA menganggap aku bisa jadi pahlawan ■Tapi aku sendiri nggak pernah ingin jadi itu
──Sekarang aku ingin bertanya soal lagu “Ordinary” yang baru saja dirilis secara digital. Saat pertama kali dibawakan secara live pada tahun 2017, kabarnya lagu ini justru diputuskan untuk tidak dirilis karena dianggap “belum saatnya,” ya? Setelah itu, kamu, Chiaki, beberapa kali bilang ingin merilis lagu ini dalam bentuk CD dan membagikannya di Budokan—dan sekarang itu akhirnya benar-benar terjadi. Masih ingat nggak apa yang kamu rasakan waktu pertama kali bikin lagu ini?
Chiaki: Aku masih ingat banget. Lagunya bagus, tapi aku sendiri merasa ada yang janggal. Waktu itu, bahkan para member juga punya perasaan kayak, “Lagunya oke, tapi... sekarang?” Soal aransemennya kami sempat coba berkali-kali, tapi liriknya nggak pernah berubah selama delapan tahun. Bisa nyanyiin lagu itu persis seperti dulu rasanya bikin aku cukup percaya diri.
──Jadi nggak ada perubahan soal hal yang ingin kamu sampaikan lewat lagu itu?
Chiaki: Iya, dasarnya masih sama. Aku rasa lirik itu mencerminkan sesuatu dalam diriku yang nggak berubah.
──Kalau begitu, menurutmu apa sebenarnya rasa janggal yang kamu rasakan dulu?
Chiaki: Mungkin karena lagunya terlalu jujur. Sikap jujur dari DEZERT—atau lebih tepatnya dari aku sendiri—rasanya aneh saat itu. Aku punya penulis novel favorit, dan aku suka banget cara dia menulis, membangun kalimat, alur ceritanya juga. Tapi kadang ada perasaan kayak, “Gaya cerita ini keren banget, tapi kamu yakin kamu yang nulis ini?” Kurang lebih kayak gitu perasaanku waktu itu.
──Jadi menurutmu, saat itu kamu atau band ini belum saatnya menunjukkan sisi jujur?
Chiaki: Ya, waktu itu aku merasa DEZERT adalah representasi dari diriku sendiri. Jadi bukan soal band-nya aja, tapi soal hidupku juga.
Tumblr media
▲千秋(Vo)
──Begitu ya. Jadi bukan isi lagu yang berubah, tapi lebih ke sikap kamu dalam menyampaikannya? Video lirik “Ordinary” yang diedit SORA dan memakai rekaman dari konser Budokan itu juga dapet banget emosinya, terutama ekspresi kamu saat nyanyi, Chiaki.
Chiaki: Kamu juga merasa gitu, ya? Awalnya SORA sempat mau ngapus semua close-up wajahku, lho. Soalnya dia nggak nyangka aku nyanyi “Ordinary” dengan ekspresi seberat itu. Dia malah nanya, “Kamu kayaknya nyanyi sambil nahan sesuatu ya? Ada yang lagi kamu pikirin?” Aku cuma jawab, “Ya emang lagu ini kayak gitu.” Jadi, beda interpretasi aja, dan itu lucu juga sih sebenarnya.
──Jadi awalnya SORA nggak berniat pakai footage wajah kamu sama sekali?
SORA: Sama sekali nggak. Bahkan pas manggung di Budokan pun, aku ngerasa lagu ini nggak ‘kena’ kayak biasanya. Buatku pribadi, “Ordinary” itu punya makna dari sudut pandang fans. Mungkin kedengerannya agak lebay, tapi menurutku ini lagu yang kayak bilang, “Ayo sini, kita bareng-bareng.” Jadi aku semangat banget waktu mainin lagu ini. Tapi pas liat Chiaki malah keliatan murung, aku mikir, “Eh, kok dia keliatan kayak lagi bad mood?”
Chiaki: Enggak tuh, aku baik-baik aja (ketawa). Gini ya, SORA itu cara pikirnya kayak karakter ‘Shonen Jump’. Aku sendiri lebih ke ‘Shonen Magazine’—atau malah ‘Big Comic’ sih, soalnya ayahku suka baca itu (ketawa).
──Maksudnya?
Chiaki: SORA punya prinsip bahwa kalau kamu main musik, kamu harus jadi tokoh utamanya. Dia dari dulu kesel sama aku karena satu alasan: dia pikir aku ini orang yang capable, punya potensi. Menurut dia, aku tuh bisa jadi pahlawan. Tapi aku sendiri nggak pengen jadi kayak gitu. Nah, dari situ mulai muncul gesekan. SORA selalu bilang, “Lo tuh pahlawan, jadi bersikaplah kayak pahlawan.”
SORA: Iya, bener banget! Soalnya aku tumbuh besar dengan nonton Kamen Rider, bukannya sekolah kayak anak normal. Jadi aku tumbuh dengan mindset ‘jadi pahlawan itu keren’.
Chiaki: Bagi dia, jadi pahlawan itu boleh telat, boleh mabuk dan berantakan, tapi tetap harus bertanggung jawab pas dibutuhkan. Dia bilang, “Tony Stark si Iron Man aja bisa bertingkah, tapi pas dibutuhkan ya dia turun tangan. Lo kok enggak?” Tapi aku jawab, “Tapi kan aku bukan pahlawan! Aku cuma anak band!”
──Mungkin kamu bukan “pahlawan kebenaran”, tapi tetap aja kamu punya sisi pahlawan—entah itu anti-hero atau dark hero.
Chiaki: Hahaha. Lagian sebenarnya, video itu bisa aja diserahkan ke tim profesional yang ngerekam konsernya. Tapi buatku, ada makna khusus kenapa SORA yang harus edit. Kami pengen proyek ini selesai di tangan kami sendiri, dari awal sampai akhir.
SORA: Dan yang bikin aku senang, tim produksinya juga bilang, “Lagu ini harusnya memang SORA yang edit,” bahkan sebelum kami sempat minta. Mungkin karena udah akrab juga, tapi tetap aja aku terharu.
youtube
──Apa ada hal yang kamu sadari setelah mengedit video konser itu?
SORA: Iya, aku jadi sadar semua member bener-bener punya ekspresi yang bagus. Mereka kelihatan bersinar. Akhir-akhir ini aku sering ketemu ayahku, dan dia bilang, “Aku nggak ngerti soal musik, tapi kayaknya kalian bakal tampil di tempat yang lebih besar lagi nanti.” Aku tanya, “Kenapa bisa mikir gitu?” Dia jawab, “Biasanya orang bakal grogi, tapi semua member keliatan bersinar. Jadi entah kenapa, aku jadi tenang liatnya.” Dengar itu aku senang banget. Terus pas ngedit, aku juga nemu banyak hal lain. Tadi aku udah bilang, ekspresi para fans juga luar biasa, kan. Selain itu, Sacchan—yang biasanya nggak kelihatan banyak senyum—di video itu ternyata sering banget senyum.
Chiaki: Hahahahaha!
Sacchan: Eh, aku tuh senyum juga di luar panggung, tahu!
SORA: Tapi entah kenapa, aku merasa baru pertama kali ngelihat senyum natural kamu. Kayaknya itu senyum tulus dari hati deh.
Sacchan: Jadi aku sekarang karakter yang dikenal ‘tertutup’ gitu, ya?
Miyako: Hahahahaha!
SORA: Soalnya aku jarang banget lihat kamu senyum ke arahku di atas panggung. Bukan karena kamu benci aku ya, jelas bukan. Tapi waktu ngedit videonya, aku mikir, “Eh, Sacchan senyum ke aku, dan itu tulus banget!” Itu bikin aku tersentuh. Aku jadi merasa, “Wah, kita ini band yang bagus banget.” Aku juga baru nyadar, “Oh, ternyata ekspresi Miyako pas main kayak gitu, ya,” atau “Chiaki, lagu pertama mukanya tegang banget!”
Chiaki: Iya, soalnya aku salah nyanyi di lirik pertama lagu pertama, “Shinzou ni Hoeru.” Harusnya liriknya “Hora ikite mimashou ka (Ayo coba hidup),” tapi aku malah nyanyi “Hora shinde mimashou ka (Ayo coba mati).”
──Itu bukan sengaja, ya? (tertawa)
Chiaki: Nggak! Aku sendiri kaget. “Serius nih, aku salah lirik? Padahal ini lagu udah dibawain sejak tahun lalu, dan ini lagu pembuka pula…”
SORA: Ya, itu Chiaki banget sih. Klasik.
Chiaki: Hahahaha.
Tumblr media
▲Miyako (G)
──Di konser di Nippon Budokan kemarin, kalian juga mengumumkan tur ke-47 prefektur, dan mulai Februari nanti akan langsung digelar <“study” #12–15>. Bisa diceritakan soal DEZERT di tahun 2025 ini? <“study”> sendiri adalah konser konsep yang sudah kalian jalankan secara rutin ya. Dulu biasanya diadakan di SHIBUYA PLEASURE PLEASURE, tapi kali ini dipindahkan ke Nihonbashi Mitsui Hall dan digelar selama empat hari. Kalau tidak salah, pertama kali diadakan tahun 2018?
Chiaki: Sebenarnya, tahun 2017 kami pertama kali menggelar konser di hall, di Nakano Sunplaza. Dan waktu itu aku merasa, “Wah, main di hall itu susah juga ya.” Dari situlah muncul ide: “Kalau gitu latihan aja dulu, anggap aja belajar.” Nah, dari situlah lahir <“study”>.
──Apa bedanya dengan konser biasa?
Chiaki: Menurutku, sebuah band seharusnya menunjukkan masa lalu, masa kini, dan masa depan di atas panggung. Tapi untuk <“study”>, konsepnya lebih ke “boleh nggak sih kita fokus ke masa lalu aja? Biarin kami latihan masa lalu. Kalau kalian datang, kalian bisa lihat prosesnya sampai ke masa kini, dan itu menarik, kan?” Jadi <“study”> ini semacam konser ‘eksperimen’. “Mau mainin lagu yang mau kita latih, bebas aja,” itu intinya.
──Apa tujuan lainnya juga agar fans terbiasa dengan konser di hall yang ada tempat duduk?
Chiaki: Hmm, lebih ke belajar lagunya sih. Soalnya, kalau konser di hall pakai kursi, itu akan sangat jelas terasa: “Lagu yang biasanya buat moshing ternyata isinya kosong banget ya?!” Hal-hal seperti itu jadi kelihatan. Kalau konser standing, semua ikut heboh dan itu bisa nutupin kekurangannya. Tapi ya itu juga ada nilai plusnya sendiri. Nah, <“study”> itu jadi semacam latihan juga buat bikin lagu-lagu itu tetap menarik meskipun dengan suasana duduk. Sekarang ini udah masuk #12 sampai #15, tapi kurasa ke depannya akan terus berlanjut. Targetnya sih 100 kali. Suatu hari nanti, pengin juga bawain <“study”> di Budokan.
Miyako: Iya.
Chiaki: Waktu itu mungkin kita udah punya sekitar 10 album. Gimana kalau bikin <DEZERT Budokan 10days “study”>—gila, pasti keren banget!
Miyako: Satu hari satu album, selama sepuluh hari.
Chiaki: Soalnya <“study”> itu konsepnya mirip tur yang bawain ulang satu album penuh, jadi sebenernya cukup “enteng” lah. Untuk yang kali ini kami kebetulan bisa ambil jadwal Sabtu dan Minggu, tapi sebenarnya aku pikir ngadain di hari biasa juga gak masalah, karena ini konser yang lebih santai. Harapannya nanti bisa kayak, “Eh, setengah tahun lagi kita ngadain empat hari di Budokan, yuk?” Sesimpel itu aja.
Sacchan: Kalau mau segitu santainya, kayaknya kamu harus punya prestasi dunia dulu deh, juara kompetisi internasional atau semacamnya (tertawa).
Chiaki: Yah, pokoknya <“study” #100> harus diadakan di Budokan, itu sih impian.
■“Kami sudah berhasil melewati Budokan, ■jadi sekarang aku merasa... mungkin kami bisa melakukannya juga.”
──Tur 47 prefektur akan dimulai bulan Juni dan berlangsung hingga Februari 2026. Ini pertama kalinya kalian melakukan tur ke seluruh 47 prefektur. Tapi sebelumnya Chiaki-san pernah bilang, “Aku nggak mau tur 47 prefektur,” kan?
Chiaki: Ya, terus terang, sekarang pun aku masih merasa begitu. Bukan karena capek atau berat perjalanannya, tapi karena aku tahu itu tidak akan jadi seperti yang dibayangkan. Tur 47 prefektur itu sering dikaitkan dengan hal-hal seperti “memperdalam ikatan dengan fans”, “memperkuat hubungan antar member”, atau “membawa pertumbuhan bagi band”. Tapi hal-hal semacam itu sebenarnya nggak benar-benar terjadi kalau kita harus main sebanyak 47 kali.
──Memang katanya tur seperti ini bisa berakhir dengan hasil yang baik... atau justru tidak.
Chiaki: Bahkan setelah 13 tahun berjalan pun, kami masih sering mengalami sekitar 20 konser dalam setahun yang tidak berjalan seperti yang kami bayangkan. Dan kalau aku sudah tahu hal itu dari awal, lalu tetap jalan juga? Itu salah satu alasan kenapa aku awalnya tidak ingin tur 47 prefektur.
──Tapi pada akhirnya, kalian tetap memutuskan untuk melakukannya.
Chiaki: Karena sekarang aku punya alasan untuk melakukannya. Mau itu 47 tempat atau hanya 10, selama ada alasan yang jelas kenapa kita memainkan musik di sana, maka itu sah. Lagipula, ide tur 47 prefektur ini bukan datang dariku, lho.
SORA: Iya, aku yang pertama kali mengusulkan. Waktu lagi diskusi sama staf untuk hal lain, aku bilang, “Setelah Budokan, satu-satunya langkah logis berikutnya ya tur 47 prefektur.” Lalu aku sampaikan juga ke Chiaki.
Chiaki: Tapi aku sempat menolak saat itu. Aku nggak setuju dengan ide tur nasional yang dijalankan hanya karena “ya udah habis Budokan, lanjut tur aja deh.” Buatku, semua yang kami lakukan harus punya tujuan yang jelas. Jadi kalau alasannya cuma karena “udah waktunya,” menurutku itu gak layak dijalankan. Tapi, setelah konser Budokan selesai dan aku mulai bertanya ke diri sendiri, “DEZERT akan melangkah ke mana selanjutnya?”, di situlah muncul sebuah tujuan baru yang terasa benar-benar masuk akal buatku. Setelah itu, aku diskusikan berkali-kali dengan para member, staf, dan seluruh tim. Dan ketika tujuan itu akhirnya benar-benar selaras dengan makna dari tur ini, aku pun memutuskan untuk jalan. Selama perjalanan kami sebagai band, sudah banyak keputusan penting yang harus kami buat. Tapi kali ini, aku kembali membuat keputusan besar dengan tekad yang baru.
Tumblr media
▲Sacchan (B)
──Jadi, DEZERT punya tujuan yang jelas, dan tur ke 47 prefektur ini adalah cara untuk mewujudkannya.
Chiaki: Makanya, setiap pertunjukan harus kami jalani dengan lebih hati-hati dan serius. Tur selama 9 bulan pasti akan penuh lika-liku. Bukan cuma di dalam band, tapi juga dalam tim staf bisa saja terjadi kekacauan. Tapi aku percaya pada kekuatanku sendiri. Aku percaya pada kekuatan band ini. …Mungkin ada yang bilang, “Masalah internal band mah nggak ada hubungannya sama penonton, kan?” Tapi sebenarnya ada. Karena kami ini memperlihatkan hidup kami sendiri lewat band ini. Jadi ya, datang dan saksikan semuanya, termasuk bagian itu juga. Itu pun bisa jadi bagian dari yang bisa dinikmati.
──Baik.
Chiaki: Karena itulah aku membuat keputusan ini. Sacchan sempat bercanda bilang, “Eh, mungkin aja gue nggak jadi ikut, lho” (tertawa).
Sacchan: Kalau bisa sih, ya. Masih mungkin kok. Kan belum mulai juga (tertawa).
──(Tertawa) Tapi sepertinya pasti akan ada sesuatu yang menanti di balik tur ini, ya?
Chiaki: Bahkan, menurutku ada tujuan yang lebih jauh lagi dari sekadar tur ini. Dan tur ini adalah jalan yang bagus untuk sampai ke sana. Aku yakin, kalau nggak bisa melewati ini, kami juga nggak akan pernah bisa sampai ke tujuan itu. Dan selain itu, aku juga senang bisa ketemu fans di berbagai daerah. Itu sudah jadi bagian penting dari tur ini. Pergi ke tempat-tempat yang belum pernah kami kunjungi itu, rasanya benar-benar seperti menjalani hidup sebagai musisi sejati.
──Miyako-san sendiri, apa kesan pertamanya waktu dengar ide tur 47 prefektur ini?
Miyako: Awalnya, aku sempat mikir, “Hah, serius?” Karena aku sendiri belum pernah menjalani tur 47 prefektur. Tapi aku sudah cukup lama main di band, dan sudah melihat banyak band yang melakukan tur seperti itu. Dan terus terang, kesannya nggak selalu bagus. Ada juga band yang justru bubar gara-gara tur semacam ini. Tapi sekarang aku pikir, kita kan sudah berhasil melewati Budokan. Secara fisik mungkin akan berat, tapi secara mental… aku rasa kami bisa. Dan yang bikin aku lega adalah ternyata kami nggak akan terus-terusan di jalan. Itu benar-benar melegakan.
Chiaki: Justru menurutku itu malah bikin lebih capek. Memang kami nggak mungkin terus-terusan pergi tanpa pulang sama sekali. Sempat ada rencana juga untuk main 5 kota sekaligus baru pulang, tapi setelah dipikir-pikir, secara musikal dan dari sisi alur tur, rasanya itu kurang pas.
──Ada juga band yang tur 47 prefekturnya berkaitan dengan perilisan album baru. Tapi sepertinya, bukan itu yang DEZERT lakukan, ya?
Chiaki: Untuk saat ini, aku belum bisa bilang apa-apa soal itu. Tapi yang pasti, tur ini harus jadi sesuatu yang bisa dinikmati, baik oleh kami maupun penonton.
Tumblr media Tumblr media
▲SORA (Dr)
Miyako: Dulu, pernah ada tur di mana kami harus terus di jalan selama tiga minggu penuh. Di awal tur itu, waktu tampil, alat musikku menghantam keras bagian tengah dahiku. Setelah selesai manggung, aku harus ke rumah sakit dan dijahit. Tapi karena ini tur, kan setiap hari langsung pindah kota, jadi setiap kali harus ke rumah sakit yang berbeda. Artinya, setiap kali juga harus periksa sebagai pasien baru.
Sacchan: Ribet banget ya? (tertawa)
Miyako: Itu benar-benar berat banget waktu itu.
Chiaki: Oke deh, kita pastikan jangan sampai ada yang cedera, ya.
─ Kalau tur ke-47 prefektur ini selesai, DEZERT juga bakal memasuki tahun ke-15 sejak terbentuk, ya?
Chiaki: Buatku, rasanya begitu tur ini selesai, barulah akan terasa kalau tahun ke-15 DEZERT dimulai. Secara perasaan sih begitu.
**─ Sepertinya, kalian juga sudah mulai menyusun rencana-rencana tertentu?
Chiaki: Aku bukan Akagi dari SLAM DUNK, jadi bukan tipe yang teriak “Kita taklukkan seluruh Jepang!” atau kayak, “Lawan kita di ronde kedua kuat, lho!” (tertawa). Bisa ikut turnamen nasional sekali lagi aja udah susah banget, kan? Yang penting sekarang adalah mengeksekusi cara-cara terbaik buat menyampaikan musik kami, sambil terus memperkuat band ini. Tapi tentu aja, kami juga nggak boleh ninggalin fans lama, dan harus tetap terbuka buat bertemu dengan fans baru. Di tengah semua tugas dan tujuan itu, aku tetap ingin menjadikan momen 15 tahun DEZERT sebagai sesuatu yang istimewa — dengan panggung yang besar dan berarti.
─ Jadi, fokusnya tetap melakukan apa yang perlu dilakukan demi mencapai tujuan.
Chiaki: Dan mungkin karena itu juga, sekarang hubungan antar anggota jadi makin baik. Memang dari dulu udah akrab, tapi sekarang semua orang tahu apa aja yang dibutuhkan untuk tetap bisa ‘bertempur’. Nggak ada yang malas. Cuma, Sacchan akhir-akhir ini agak kebanyakan minum, jadi aku agak khawatir juga. “Kamu oke? Mau minum bareng aku aja?” gitu deh (tertawa).
Sacchan: Hah?
**─ Supaya nggak kebablasan minumnya?
Chiaki: Hahaha… ya, itu sih cuma bercanda.
Wawancara dan penulisan oleh: Tetsuo Yamaguchi Foto oleh: Takao Ogata (Live) / MASCULAR
Sumber: https://barks.jp/news/544712/4/
0 notes
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
DEZERT Menyoroti Kerusakan dalam Dunia Visual Kei
Btw ini wawancara tahun 2018 ya ^^
Tumblr media
DEZERT Menyoroti Kerusakan dalam Dunia Visual Kei Band visual kei beranggotakan empat orang, DEZERT, merilis album baru mereka yang bertajuk TODAY pada 8 Agustus, menandai album pertama mereka dalam dua setengah tahun. Album ini juga merupakan rilisan perdana mereka setelah bergabung dengan agensi MAVERICK, tempat band-band seperti ACID ANDROID, MUCC, dan SID bernaung.
Sebelumnya, DEZERT dikenal lewat lagu-lagu yang memiliki judul, lirik, dan konsep visual yang grotesk dan unik. Namun dalam album kali ini, mereka sengaja menyingkirkan elemen-elemen tersebut, menunjukkan tekad kuat untuk menyampaikan isi hati mereka secara lebih langsung. Lirik vokalis Chiaki, yang menggambarkan perasaan hampa dan usaha terus-menerus mencari tempat berpijak karena sulit mencintai diri sendiri apa adanya, terasa sangat jujur dan bisa menggugah banyak orang—bahkan bagi mereka yang belum pernah mendengarkan musik visual kei sekalipun.
Chiaki memulai karier bermusik karena tertarik dengan dunia visual kei yang penuh nuansa nonrealistik. Kini, setelah berpindah label dan menempatkan “penyampaian pesan” sebagai prioritas utama, kira-kira “jawaban” seperti apa yang berhasil ia temukan dalam album ini?
“Aku rasa dulu air yang mengisi ‘rawa’ ini bisa terhubung ke ‘samudra luas’—mungkin itulah kenapa dulu masih ada mimpi di dalamnya.” — Chiaki
— Dalam wawancara-wawancara sebelumnya, kamu pernah menyebut bahwa dunia visual kei sekarang adalah “dunia yang terpisah dari band-band yang dikenal publik” dan kamu menyebutnya sebagai “rawa.” Itu cukup meninggalkan kesan kuat.
Chiaki: Aku tetap punya sisi yang menyukai ‘rawa’, kok. Awalnya aku tertarik dengan visual nonrealistik ala band seperti Kagerou, dan itu yang bikin aku ingin mencoba sendiri. Aku paham betapa luar biasanya musik yang bisa lahir dari ruang yang terisolasi seperti itu.
Tapi dulu, menurutku, air dalam ‘rawa’ itu masih bisa mengalir menuju samudra luas—dan itulah yang membuatnya penuh harapan. Misalnya, bisa tampil di acara musik nasional… yah, walaupun sekarang acara musik yang benar-benar berpengaruh juga makin sedikit sih.
— Jadi sekarang visual kei seperti dunia yang tertutup sendiri, dan airnya terhenti di sana?
Chiaki: Air yang tidak mengalir, lama-lama akan membusuk atau mengering. Sebelum itu terjadi, kita perlu mengalirkan air baru ke dalam ‘rawa’ itu. Aku sudah lama berpikir, kita harus mencari jalan ke arah sana. Dan aku merasa album TODAY yang kami buat kali ini mungkin bisa membawa kekuatan semacam itu.
Tumblr media
— Apakah kamu memang sudah menyukai “dunia nonrealistik” seperti yang kamu rasakan dari Kagerou sejak dulu?
Chiaki: Sejak awal aku memang menyukai hal-hal yang grotesk. Dari kecil aku sudah sering menonton film-film splatter. Aku juga semacam menikmati diri sendiri yang seperti itu. Kakakku sering bilang, “Ih, selera kamu jelek banget,” dan entah kenapa aku malah senang dibilang begitu (tertawa). Aku juga suka nonton film-film kelas B.
— Melihat ekspresi yang ditampilkan DEZERT, sepertinya kamu juga suka horor Jepang, ya?
Chiaki: Iya, suka banget. Sering nonton. Cinta pertamaku bahkan Sadako (tertawa).
— Lalu, bagaimana kamu bisa kenal dengan Kagerou? Apakah kamu menemukan mereka lewat “samudra luas”, lalu kamu menelusuri lebih dalam ke sumber aslinya?
Chiaki: Sebelum suka Kagerou, aku kenal duluan dengan the GazettE dan DIR EN GREY. Saat aku tahu tentang Kagerou, mereka sudah bubar (mereka bubar pada tahun 2007). Waktu itu aku sempat mikir, “Orang-orang aneh banget sih ini, pasti gila,” tapi dalam hati juga mikir, “Tapi itu yang bikin mereka keren sih” (tertawa).
— Apakah pengaruh musikal dari Kagerou juga terasa kuat?
Chiaki: Di masa awal DEZERT, pengaruhnya sangat terasa. Aku bahkan senang kalau dibilang “mirip” sama mereka. Kalau ada yang bilang, “Ini mah plagiat, ya?” aku bisa jawab dengan yakin, “Iya, emang!” Karena kan apa pun yang kita lakukan, pasti awalnya dimulai dari meniru dulu, kan?
"Aku ingin menyampaikan pertanyaan: apakah benar bahwa yang mayoritas selalu benar, dan yang minoritas itu pasti salah? Dunia kita cenderung berpikir seperti itu."
— Kenapa kamu tertarik dengan hal-hal yang grotesk, menurutmu?
Chiaki: Mungkin karena menurutku itu “indah.” Misalnya, saat melihat organ dalam tubuh—aku bisa paham kenapa banyak orang bilang “menjijikkan” atau “nggak enak dilihat”, tapi organ itu sesuatu yang dimiliki oleh semua orang, kan?
Tumblr media
—Ada semacam “keindahan”, “kefanaan”, atau bahkan “erotisme” dalam hal-hal yang biasanya tersembunyi tapi tiba-tiba tampak, ya. Kira-kira apakah kamu memang punya kepekaan untuk menemukan keindahan dalam hal-hal yang seringnya dihindari atau diabaikan oleh banyak orang?
Chiaki: Mungkin iya. Aku bahkan merasa jangkrik yang sudah mati itu lebih indah daripada yang masih hidup. Waktu kuliah, aku pernah bikin penelitian bebas tentang kanibalisme.
Menurutku, orang-orang sebenarnya suka hal-hal yang grotesk, deh. Belakangan ini, pas lagi nongkrong minum-minum bareng teman, kami malah seru bahas soal “skatologi” (tertawa). Bahkan video-video yang bahas preferensi seksual yang terbilang minoritas aja tetap ada pasarnya, kan? Jadi aku mikir, orang-orang yang punya ketertarikan atau bahkan menjalani hal-hal semacam itu mungkin sebenarnya lebih banyak dari yang kita bayangkan.
—(Tertawa) Jadi kamu memang suka membuka “tutup” dari hal-hal yang dianggap tabu, ya? Kayak pengin bilang, “Sebenernya lo juga suka kayak gini, kan?”
Chiaki: Bisa jadi. Aku pengin banget mempertanyakan pola pikir masyarakat yang cenderung mikir kalau yang mayoritas pasti benar, dan yang minoritas pasti salah. Apa iya harus selalu begitu? Menurutku, itu juga berkaitan sama pandanganku terhadap scene visual kei saat ini.
Tumblr media
Chiaki: Pada akhirnya, aku sampai pada kesimpulan bahwa idealnya aku ingin bisa bernyanyi seperti sedang berbicara.
—Kau juga sering memasukkan unsur-unsur grotesk dan horor ke dalam lirik atau video musik, kan?
Chiaki: Iya, karena kupikir dengan begitu, pesan yang ingin kusampaikan akan lebih mudah sampai. Misalnya waktu aku nonton film Saw, aku mikir, “Pesan apa ya yang sebenarnya ingin disampaikan di sini?” Tapi ternyata kebanyakan orang nggak mikir sejauh itu. Mereka cuma berhenti di, “Serem,” atau, “Ih, menjijikkan,” dan selesai di situ.
youtube
youtube
—Jadi di album ini, “menyampaikan” adalah hal yang paling kamu prioritaskan?
Chiaki: Iya, soalnya kalau pesannya nggak nyampe, ya nggak ada artinya juga. Itu juga alasannya kenapa di album ini aku sebisa mungkin mengurangi ekspresi-ekspresi yang terlalu “ngeri” atau grotesk. Tapi kalau misalnya setelah ini makin banyak orang yang dengerin lirikku atau musik band ini, mungkin ke depannya bakal seru juga buat coba ekspresi yang beda lagi.
—Cara bernyanyimu juga terasa banyak berubah, ya?
Chiaki: Kali ini, aku lebih merasa kayak “ngomong” daripada “nyanyi”. Pada akhirnya, aku sampai pada kesimpulan bahwa idealnya aku ingin bisa bernyanyi seperti sedang berbicara. Kalau di album berikutnya aku bisa bener-bener wujudkan itu, kurasa kami bisa benar-benar dikenal. Sekarang ini tuh posisiku udah sampai pada tahap “bisa mulai ngomong”, dan kalau di album selanjutnya aku bisa “ngomong sambil nyanyi”, aku yakin band ini bakal naik.
youtube
—Isi yang ingin kamu sampaikan sendiri, apakah sebenarnya tidak pernah berubah?
Chiaki: Nggak juga, itu pun berubah. Lebih tepatnya, aku merasa berubah secara mendasar. Sekarang aku mulai sadar pentingnya “hidup dengan hati-hati” dan “menghadapi sesuatu dengan sungguh-sungguh”. Selama ini aku hidup seenaknya. Semua hal berjalan lumayan lancar, dan apapun yang aku lakukan rasanya selalu bisa kulalui tanpa banyak kesulitan.
Karena itu juga, aku benar-benar minta maaf, tapi waktu terjadi Gempa Besar Jepang Timur, aku nggak merasakan apa-apa. Mungkin karena nggak ada anggota keluarga yang meninggal, tapi jujur waktu itu aku cuma bisa mikir, “ih, ribet banget, kereta mati total.” Aku bener-bener cuma sebatas itu. Bahkan waktu lihat para artis lain melakukan aksi bantuan untuk pemulihan, aku nggak merasa tersentuh sama sekali. Kosong. Sama sekali nggak ada rasa.
—Begitu ya…
Chiaki: Aku paham kalau orang bilang aku “brengsek” karena itu. Mungkin emang iya. Tapi, selama tujuh tahun setelah kejadian itu, pelan-pelan cara pikirku mulai berubah. Aku mulai merasa bahwa aku harus hidup lebih hati-hati, harus sungguh-sungguh menjalani apa yang ada di depan mata. Khususnya dalam berhubungan sama orang lain, aku jadi lebih ingin menjalin relasi dengan tulus. Aku memutuskan untuk benar-benar menghadapi orang di depanku secara jujur.
Selama ini, aku hidup untuk bikin orang lain merasa senang. Termasuk sikapku yang ceria, itu juga karena aku pengen disukai orang. Tapi, saat orang bilang, “kamu nggak bikin aku senang,” aku jadi sakit hati. Ya kayak seks aja, kan? Kamu udah ngasih yang terbaik, tapi terus orang ngomong di belakang, “dia payah banget, nggak enak,” pasti sakit hati dong.
—(Tertawa) Tapi kan itu sebenarnya bukti kalau kamu bilang “pengen bikin orang lain senang,” padahal kamu ngarep imbalan juga. Akhirnya tetap soal dirimu sendiri.
Chiaki: Nah, itu dia. Intinya sih cuma narsis aja. Tapi kalau kamu benar-benar mau bikin seseorang merasa senang, dengan niat yang tulus, bahkan kalau dia bilang “nggak enak” pun, kamu nggak bakal terlalu sakit hati. Sebaliknya, kamu malah akan mikir, “Oke, gimana caranya supaya bisa bikin dia senang lain kali, ya?”
Aku benci banget media sosial.
—Proses refleksi diri seperti itulah yang terasa kuat di lirik-lirik TODAY, ya. Misalnya di lagu “Choucho (Kupu-Kupu)” ada bagian lirik: ‘“Hiduplah sebagai dirimu sendiri” jangan diucapkan oleh orang-orang yang kuat’, menurutku itu bisa jadi penyelamat bagi orang-orang yang bahkan nggak tahu lagi gimana caranya hidup sebagai dirinya sendiri.
Chiaki: Aku pernah lihat band rock besar yang ngomong di MC mereka, “Hiduplah sebagai dirimu sendiri!” Dan waktu itu, orang-orang mungkin merasa tercerahkan, “Oke, mulai besok aku mau hidup jadi diriku sendiri!” Tapi begitu bangun pagi keesokan harinya, yang mereka hadapi lagi-lagi adalah “rutinitas hidup yang nggak ada habisnya.”
Kalau dipikir lagi, ucapan “Hiduplah jadi dirimu sendiri” itu terlalu ringan untuk dilontarkan. Justru aku ngerasa nggak enak kalau sampai bikin orang yang bahkan belum tahu siapa dirinya jadi merasa “seolah-olah udah tahu.” Aku terus kepikiran, bener nggak sih kalau kita “membuat orang lain merasa seakan mereka mengerti,” padahal aslinya nggak?
Tumblr media
—Lagu “Yokushitsu to Mujun to Hammer” ini, sepertinya menceritakan tentang seorang pekerja seks ya?
Chiaki: Iya, benar begitu.
—Lirik seperti “Bukan, pasti sebenarnya aku nggak menginginkan apa pun. Tapi entah kenapa, rasanya ada yang kurang,” menurutku menggambarkan sesuatu yang banyak orang pikirkan secara samar-samar. Kita hidup tanpa kekurangan yang berarti, tapi tetap merasa ada kekosongan yang nggak bisa dijelaskan. Sebenarnya, perasaan “kekurangan” itu apa sih?
Chiaki: Apa ya, “perasaan kekurangan” itu? Mungkin kita memang serakah. Tapi di sisi lain, rasa kurang itu juga bisa jadi dorongan untuk berkembang, jadi menurutku kita nggak bisa serta-merta menganggapnya sebagai hal yang buruk.
Dalam pekerjaan, makin besar dunia yang kamu jalani, makin sedikit interaksi nyata yang terjadi langsung dengan orang-orang di sekitar. Kamu jadi hanya berhubungan dengan lingkaran yang sama. Hidup dengan semangat berkembang yang cukup, tanpa membandingkan diri dengan orang lain—kalau bisa jalanin itu, mungkin itu kebahagiaan yang paling besar. Tapi ya... menjalani hidup kayak gitu juga nggak gampang.
—Perasaan sang pekerja seks di lagu ini, seperti pada bagian “Bukan karena aku ingin punya tempat untuk diriku, tapi aku ingin jadi tempat bagi seseorang” menurutku mirip dengan perasaanmu juga, Chiaki. Aku merasa DEZERT itu seperti sedang mencoba jadi tempat berlindung bagi orang-orang yang merasa hidupnya berat dan belum menemukan tempatnya sendiri.
Chiaki: Mungkin aku memang punya keinginan yang kuat untuk “dipahami oleh seseorang” sejak dulu. Semua orang pasti lagi mencari tempat buat dirinya, kan? Tapi untuk bisa menemukan tempat itu, kita harus tahu dulu: kita sekarang lagi ada di mana sih? Dan mengetahui “posisi kita sekarang” itu, sejujurnya, sesuatu yang menakutkan banget. Karena saat itu, kita juga harus hadapi kenyataan tentang seberapa kecilnya kapasitas kita, betapa nggak cukupnya diri kita. Itu butuh keberanian besar.
Tapi ujung-ujungnya, kalau kita nggak bisa mencintai diri sendiri, hidup bakal jadi berat banget.
—Dalam lagu “TODAY” yang juga menjadi judul album, ada lirik seperti “Terimalah kelemahan, lalu berharap dan berubah” dan “Aku siap mencari malam di mana aku bisa berkata: ‘Syukurlah aku masih hidup.’”
Chiaki: Buatku, keberadaan anak itu luar biasa banget. Kalau kamu punya anak, pasti kamu bakal sangat mencintainya, kan? Karena dia adalah perpanjangan dari dirimu sendiri. Jadi kalau dia bahagia, kamu juga akan merasa bahagia. Mencintai anak—yang merupakan bayangan dari dirimu sendiri—itu pada akhirnya sama aja kayak mencintai diri sendiri, menurutku.
Tapi aku nggak punya anak. Jadi satu-satunya orang yang bisa aku cintai... ya, cuma diriku sendiri. Karena itu, album ini mungkin cocok buat orang-orang yang nggak punya anak dan cuma bisa mencintai dirinya sendiri (tertawa).
—(Tertawa). Rasanya lewat menciptakan lagu pun, kamu seperti sedang mencoba untuk mencintai dirimu sendiri, ya?
Chiaki: Iya, aku sedang berusaha supaya bisa mencintai diriku sendiri juga (tertawa). Tapi jujur aja, sampai sekarang pun aku belum bisa. Ada hal-hal dari diriku yang kusukai, tapi secara keseluruhan... aku masih belum bisa benar-benar mencintai diri ini. Dulu aku sering bersikap sok keren, tapi sekarang aku mulai membiasakan diri untuk bilang terus terang, hal-hal kayak: “Aku ini payah,” atau “Aku nggak bisa mencintai diri sendiri.” Dan dengan mulai berkata jujur kayak gitu, sedikit demi sedikit... aku mulai bisa menerima diri sendiri. Meskipun ya, baru sedikit banget.
Tumblr media
—DEZERT juga dikenal sangat menaruh rasa cinta pada panggung live. Dalam wawancara sebelumnya, kamu pernah bilang, “CD itu palsu, itu cuma katalog. Yang nyata itu cuma live.”
Chiaki: Aku benci banget sama yang namanya SNS (media sosial). Misalnya, saat sebuah band bubar, baru deh “like” mereka naik. Atau orang-orang yang senang banget ngeliat orang lain kena musibah. Menurutku, dibandingin komunikasi lewat tempat kayak gitu, mending kita saling bertabrakan langsung sebagai manusia. Itu jauh lebih seru.
Dan satu hal lagi, aku selalu mikir, artis yang berusaha nyampein sesuatu cuma lewat 140 karakter itu... “ya ampun, bego banget” (tertawa). Mana bisa nyampe lewat tempat kayak gitu? Kalau kamu memang pengin menyampaikan sesuatu, aku bakal tanya balik: “Lalu kenapa kalian main musik?” Aku sendiri nggak ada niatan buat pakai SNS dari sekarang sampai nanti. Apa pun yang pengin kusampaikan, bakal kusampaikan lewat live.
Tumblr media
sumber: https://www.cinra.net/article/interview-201809-dezert
0 notes
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
[Dialog] CHISA (DIV) × Chiaki (DEZERT): “Kamu memang berniat untuk menghancurkannya, kan?”
btw ini wawancara tahun 2015 ya ^^
Tumblr media
Tur acara <ViSULOG PRESENTS HYSTERIC CIRCUS 2015 “Haruranman (Musim Semi yang Mekar Penuh)”> akan dimulai pada 1 Maret di Shinjuku ReNY.
Judul “Haruranman” (春爛漫) mencerminkan bahwa tur ini akan digelar tepat di musim ketika bunga bermekaran dengan indah, dan sekaligus menandakan pertunjukan gemerlap dari 11 band yang diharapkan semakin bersinar di masa depan.
Tur ini akan berlangsung di 9 kota dengan total 9 pertunjukan. Tiga band utama — DIV, DEZERT, dan Chanty — akan tampil di semua jadwal tur. Selain mereka, akan ada 8 band lainnya yang tampil bergantian di tiap lokasi dalam format sirkuit, yaitu: Black Gene For the Next Scene, REALies, WING WORKS, Panorama Kyokou Xenon, ReLyoz (リライゾ), Arlequin (アルルカン), GOTCHAROCKA, dan Yeti.
◆CHISA (DIV) × Chiaki (DEZERT)
Menjelang tur ini, BARKS mengadakan wawancara khusus antara vokalis CHISA dari DIV dan Chiaki dari DEZERT. Keduanya sudah saling mengenal sejak masa band mereka sebelumnya, dan dalam wawancara ini, terungkap hubungan yang mengejutkan dari masa lalu mereka. Selain itu, karena kedekatan mereka, wawancara ini pun dipenuhi dengan obrolan kocak dan tawa.
Melalui dialog mereka, karakter unik dari kedua band ini terasa semakin jelas, dan tentu saja membuat antusiasme terhadap tur acara ini semakin tinggi.
◆   ◆   ◆
■ Ada masa-masa baik, ada juga masa-masa buruk, tapi kita pernah menghirup udara yang sama. — CHISA ■ Setiap hari rasanya seperti masa kelam. Tolong ada yang bantu deh (tertawa). — Chiaki
――Agak mengejutkan juga, tapi kalian berdua ternyata sudah saling kenal sejak lama, ya?
CHISA: Mungkin, dari semua orang yang aku kenal, dia salah satu yang paling lama aku kenal, ya? Kami pernah tampil dalam acara yang sama juga, tapi dulu kami sering ketemu dan ngobrol. Memang tidak seformal event kali ini, tapi pernah juga bikin acara kolaborasi bareng, dan saat itu kami ngobrol seperti, "Yuk bahas mau dibuat seperti apa acaranya."
Chiaki: Kami memang satu generasi. Di angkatan kami, sebenarnya sudah banyak yang berhenti nge-band. Sekarang ini, yang masih aktif dan benar-benar terus jalan ya cuma CHISA-kun yang langsung kepikiran. Bisa dibilang dia salah satu yang bertahan dari generasi itu. Tapi CHISA-kun memang sudah populer sejak zaman band sebelum DIV, dan aku tuh… ya, agak iri juga sebenarnya sama itu (tertawa).
Tumblr media
CHISA: Itu masa-masa ketika band session sedang populer. Sampai-sampai band session bisa menarik lebih banyak penonton daripada band biasa. Tapi bukan tipe band session seperti itu, kami berada di fase yang sama di mana kami ingin mulai membentuk band yang benar-benar serius. Sejak saat itu, masing-masing dari kami mengalami masa-masa bagus dan juga masa-masa sulit, jadi rasanya kami merasakan suasana yang serupa.
Chiaki: Aku sih, hampir selalu berada di masa sulit, sih (tertawa).
――Sekarang kalian berdua berada di band dengan gaya musik yang bisa dibilang sangat bertolak belakang. Tapi dulunya, bagaimana? Apakah ada kesamaan dalam semangat atau tujuan?
CHISA: Kurasa, kami tidak terlalu mirip, ya.
Chiaki: Tapi pernah, kami berdua nongkrong bareng di izakaya. Kami cukup serius ngobrolin soal impian, atau rencana ke depan.
CHISA: Iya, kami sempat ngobrolin soal seperti apa kami ingin menjalani band kami. Tapi untuk urusan musik, dari dulu sudah beda banget, sih.
Chiaki: Iya, totally berbeda.
――Perbedaan itu justru menjadi sesuatu yang kalian akui satu sama lain?
CHISA: Iya, kami tidak pernah saling menginjak wilayah masing-masing.
Chiaki: Soalnya CHISA lebih populer dari aku waktu itu.
CHISA: Hahaha, enggak juga lah.
Chiaki: Dari situ aku mulai masuk ke “masa kegelapan”. Tapi aku tetap berusaha keras. Waktu DIV baru mulai juga, aku masih dalam masa gelap itu. Aku cuma bisa mikir, “Wah, enak banget ya dia. Kayaknya pasti banyak yang ngefans.” (tertawa)
――“Masa gelap” itu maksudnya seperti apa?
Chiaki: Ya, seperti semua hal terasa tidak berjalan dengan baik.
――Terus, gimana caranya bisa keluar dari itu?
Chiaki: Kayaknya aku belum keluar juga, sih. Setiap hari rasanya masih masa gelap. Tolong dong, ada yang bantuin aku keluar dari ini (tertawa).
Tumblr media
――Kalau begitu, menurut Chiaki, DIV itu band seperti apa?
Chiaki: Kupikir mereka band yang jago. Musim panas tahun lalu, kami sempat main bareng dalam satu tur, dan aku dapat kesan bahwa mereka memang hebat. Beneran terasa seperti band yang “rapi” gitu (tertawa).
――Kalau CHISA sendiri, bagaimana melihat band DEZERT?
CHISA: Aku sih sudah tahu dari band mereka sebelumnya. Tapi dari yang aku lihat di live belakangan ini, mereka benar-benar sudah “lepas” ya, dan menurutku menarik sih. Kami juga bukan tipe anak baik-baik, tapi kalau dibandingkan, mereka tuh udah kayak band “nakal” sejati gitu (tertawa).
Chiaki: Nggak, nggak (tertawa). Kami kan jalur major soalnya.
CHISA: Tapi aku merasa DEZERT tuh selalu bikin live yang bikin penasaran, kayak “ini bakal jadi apa ya?” Seru sih. Aku berharap mereka terus jalanin citra band nakalnya.
Chiaki: ……Tapi ya, banyak orang yang marah. Semua bilang, “Lakuin aja!”, tapi giliran dilakuin, mereka malah marah.
CHISA: Kayak di sepak bola, kadang ada pemain yang mainnya kasar banget, banyak pelanggaran, tapi penontonnya justru makin semangat lihatnya. Aku memang kagum sama sisi berbahaya tapi keren dari band rock. Hal-hal yang gak bisa ditebak itu menarik. Aku pengen lihat lebih banyak sisi “liar” dari mereka.
――Itu juga tercermin dalam sound kalian, ya.
Chiaki: Tapi kami kan jalur major… (tertawa).
――Padahal justru berasa banget aroma punk-nya (tertawa).
Chiaki: Sama sekali enggak. Aku ini penjilat pejabat tinggi kok.
CHISA: Wah, beda banget sama gosip yang aku denger ya (tertawa).
Chiaki: Serius, aku tuh suka menjilat atasan (tertawa).
CHISA: Kadang ada juga band yang bajunya berdarah-darah dan punya konsep dunia yang gelap, tapi pas MC malah kelihatan orang biasa banget. Nggak salah sih, tapi DEZERT tuh rasanya konsisten jadi band “jahat” dari awal sampai akhir (tertawa).
Chiaki: Jadi maksudnya, aku memang orang jahat dari sananya ya? (tertawa)
――Kayak orang yang nggak bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat akhirnya milih jadi anak band gitu ya.
Chiaki: Eh, aku bisa menyesuaikan diri kok! (tertawa)
CHISA: Tapi kalian itu kayak band yang kami dulu kagumi waktu awal-awal—band yang beneran “band” gitu loh.
■CHISA: “Lebih baik melakukan sesuatu sampai-sampai dibenci seseorang, daripada nggak ngelakuin apa-apa—itu lebih mudah dimengerti.”
■Chiaki: “Waktu aku coba muncratin air (ke penonton), semua orang malah kaget. Tapi aku mikir, ‘Lho, ini seru juga ya.’”
Tumblr media
――Saya ingin menanyakan, bagaimana DEZERT biasanya menciptakan lagu?
千秋 (Chiaki): Sembarangan aja, sih. Di wawancara sering ditanya, “Apa konsepnya?” dan sebagainya, kan? Tapi saya jadi mikir, “Konsep tuh apa, sih?” Saya pribadi ngerasa justru cukup pop kok, termasuk tampilan kami. Banyak yang nganggep DEZERT itu band yang serem, tapi sebenarnya enggak sama sekali.
CHISA: Kalau begitu, nggak bakal syuting MV yang kayak gitu dong (tertawa).
千秋: Itu mah jalur major, Bro (tertawa).
――Dari awal, kamu memang ingin bikin musik seperti ini?
千秋: Enggak juga. Waktu SMA saya cuma kadang-kadang nonton live band biasa aja.
――Dan dari sana kamu menyadari bahwa itulah akar musikmu?
千秋: Saya orangnya nggak terlalu memperhatikan lirik. Yang penting tuh vibe-nya. Dulu pas pindah ke Tokyo, saya mulai band karena diajak kenalan. Tapi orang itu sekarang malah udah jadi PNS. Dan akhirnya saya yang masih kayak gini. Jadi ya bisa dibilang ini masa kegelapan dalam hidup saya—meskipun masa kegelapan yang menyenangkan (tertawa).
――Di dunia visual kei, keunikan dan pembedaan band sangat diperhatikan. Menurut kalian berdua, bagaimana pandangannya?
CHISA: Untuk DIV sih, kami merasa nggak peduli juga band lain ngapain. Kami masukin banyak unsur musik yang berbeda-beda, jadi mungkin ada orang yang mikir, “Kenapa DIV tampil di event ini sih?” Saya juga pernah galau soal itu. Tapi sekarang lebih ke jalani aja sesuai kemauan. Visual kei itu sebenarnya genre yang sangat khas, tapi justru saya pengen "mengoperasi" bagian itu. Soalnya meskipun semua ngomong soal keunikan dan pembeda, pas live-nya malah mirip-mirip. Cara penontonnya pun terasa baku. Nah, kami pengen bikin live yang beda. Yang bisa bilang, “Ternyata ada juga live kayak gini, ya.” Dan kalau ada orang yang suka, itu udah cukup. Dalam hal itu, DEZERT juga... meskipun kata-katanya mungkin kurang bagus ya, tapi mereka tuh nggak menjilat fans.
千秋: Soalnya kami dibenci (tertawa).
CHISA: DIV juga begitu, kok.
千秋: Tapi semua orang suka sama CHISA-kun, kan?
CHISA: Nggak juga. Tapi justru menurut saya, itu salah satu kesamaan antara DIV dan DEZERT. Misalnya di acara bareng, begitu DIV muncul, ada yang langsung mikir, “Ugh, DIV muncul, ah gue keluar dulu.” Justru dengan begitu, orang yang suka beneran bakal makin kuat rasa sukanya.
千秋: Wah, saya ngerti banget maksudnya.
CHISA: Lebih baik ada orang yang beneran nggak mau lihat DIV, daripada semua orang biasa-biasa aja. Tentu, kami juga ingin merangkul banyak orang. Tapi kalau terlalu luas, band-nya malah kehilangan arah. Saya rasa, lebih baik ngelakuin sesuatu sampai dibenci seseorang, karena itu justru bikin identitas band jadi lebih jelas. Dan mungkin, pemikiran kayak gitu yang bikin kami punya kesamaan secara mendasar.
Tumblr media
――Apakah DEZERT memang memikirkan tentang bagaimana membedakan diri dari band lain?
千秋 (Chiaki): Kami menjalani masa kelam yang cukup panjang. Pernah juga ada saat di mana jumlah penonton lebih sedikit daripada jumlah anggota band.
CHISA: Wah, itu luar biasa sih (tertawa).
Chiaki: Rasanya tiap kali tampil, jumlah penonton malah makin menurun. Saya jadi mikir, “Wah, ini parah.” Lalu kami mulai dari penampilan yang waktu itu nggak banyak band lain yang kayak gitu: rambut panjang warna hitam, lensa kontak putih, dan area mata dicat hitam semua. Dan pernah juga sekali coba muntahin air di atas panggung, terus semua penonton teriak “Kyaaa!” dan mundur. Nah, saya malah mikir, “Eh, seru juga nih,” dan sejak itu saya mulai rutin muntah air. Itu bukan performa seni sih, lebih ke “karena mereka jijik aja.” Tapi anehnya, lama-lama pas saya muntah air, ada juga yang kayak “Waaay!” gitu. Jadi justru perbedaan reaksi itu bikin makin seru.
CHISA: (Tertawa)
Chiaki: Saya jadi mikir, “Eh? Mereka malah senang?” gitu.
――Jadi malah dianggap sebagai bagian dari pertunjukan ya.
Chiaki: Pernah juga waktu di Fukuoka atau entah di mana, saya muntah air di panggung, terus kayaknya itu fans-nya DIV ya? Mereka kelihatan kesel, kayak “Setelah nonton yang bersih dan indah, kok malah dikasih yang menjijikkan?” Dan saya jadi fokus banget buat nyipratin air ke mereka. Itu satu-satunya hal yang saya ingat dari live itu (tertawa).
CHISA: Tapi saya ngerti, kok. Saya juga kalau tampil di event yang penontonnya bukan fans kami, sering ada fans band berikutnya yang udah dari awal nguasain area depan panggung. Justru hal kayak gitu yang bikin saya makin semangat.
――Jadi motivasinya lebih ke gimana caranya bikin mereka berpaling ke kalian?
CHISA: Lebih tepatnya, gimana caranya bikin penonton lain yang ada di sekitar mereka maju ke depan, sampai orang yang cuma nunggu band berikutnya itu jadi nggak nyaman berdiri di situ. Biar mereka ngerasa, “Duh, ngapain gue di sini, rame banget.” Itu sih yang lebih memuaskan.
Chiaki: Iya, saya juga kayak gitu.
CHISA: Soalnya... ya, rasanya kesel aja, kan?
Chiaki: Dan biasanya tuh yang kayak gitu... ya, mukanya pas-pasan gitu lah (tertawa).
CHISA: Saya juga heran, kenapa sih ada yang sengaja berdiri paling depan cuma buat nunggu band berikutnya?
Chiaki: Perkara suasana rame atau nggaknya itu memang sering terjadi, apalagi kalau tampil di daerah. Tapi sekarang ada DIV juga, jadi kalau kita tampil biasa aja pun, saya rasa hasilnya bakal bagus. Meskipun jenis band kita berbeda banget, tapi justru dari sudut pandang penonton, itu malah menarik. Lebih seru daripada nonton band yang gayanya mirip semua. Jadi saya juga mikir, “Gimana ya caranya bikin heboh kali ini?”
――Apalagi kali ini turnya panjang, sembilan panggung. Pasti banyak kesempatan buat eksperimen, ya.
CHISA: Kalau ada waktu dan energi, mungkin kita bisa bikin sesuatu bareng juga, ya.
Chiaki: Mungkin saya bakal ikut naik ke panggungnya DIV, deh. Kalian ada wall of death, kan? Saya pengen berdiri di tengahnya, ah. Bassist saya sih udah pasti bakal ikutan juga.
CHISA: Kita harus ninggalin trauma buat mereka (tertawa).
■「Kalau ada yang menyusup ke atas panggung saat live, hal-hal tak terduga yang cuma bisa terjadi di event seperti itu bisa muncul」──CHISA ■「Kalau sampai bikin panggung penuh darah, bisa kebayang seberapa besar omelan yang bakal kita terima setelahnya」──千秋 (Chiaki)
Tumblr media
――Jarang sekali ada kesempatan untuk tur bersama selama sebulan penuh seperti ini. Bagaimana pendapat kalian tentang band-band lain yang ikut serta?
CHISA: Sejujurnya, banyak band yang saya sendiri belum terlalu tahu. Ada banyak band yang bahkan saya belum pernah tonton live-nya satu kali pun, jadi saya cukup menantikan hal itu.
千秋 (Chiaki): Kamu sebenarnya nggak terlalu tertarik kan? (tertawa)
CHISA: Tertarik kok! (tertawa)
Chiaki: Nggak ada, kamu tuh nggak tertarik. CHISA-kun itu kayaknya memang orang yang nggak begitu tertarik sama orang lain. Aku juga belum pernah lihat dia menjilat atau cari muka ke siapa pun.
CHISA: Nah, hal-hal kayak gitu cuma bisa diketahui oleh orang yang sudah kenal sejak lama ya (tertawa).
Chiaki: Aku sendiri orangnya sering berubah-ubah ngomongnya, tapi CHISA-kun itu konsisten. Aku tahu band lamanya juga, dan musiknya pun tidak berubah secara ekstrem—dia selalu melakukan apa yang dia ingin lakukan. Sedangkan aku, dulu bahkan pernah nyanyi rap loh.
CHISA: Ngomong-ngomong soal rap, kita pernah nyanyi lagu KAT-TUN bareng waktu sesi live acara yang kita adain bareng dulu ya (tertawa).
Chiaki: Benar! Kita nyanyi bareng!
CHISA: Padahal aku sama sekali nggak ingat liriknya waktu itu.
Chiaki: Aku juga nggak ingat sih (tertawa). Eh tapi kamu pernah nggak sih salah lirik waktu manggung?
CHISA: Kadang-kadang sih pernah.
Chiaki: Aku tuh baru-baru ini ada konser tunggal (one-man live), dan itu pertama kalinya ada rekaman video juga, jadi aku mikir “Wah, liriknya kacau nih.” Aku biasanya nggak dengerin CD sendiri, tapi kali ini aku buka booklet lirik, dan ternyata hampir semua lirik yang aku nyanyiin beda (tertawa).
CHISA: Padahal itu lirik yang kamu sendiri yang nulis, kan? (tertawa)
Chiaki: Iya, aku sendiri yang nulis. Terus aku tanya ke member, “Kenapa kalian nggak bilang sih kalau aku salah lirik?” Mereka jawab, “Kami kira kamu sadar sendiri,” atau, “Kami pikir kamu emang sengaja ubah liriknya” (tertawa).
CHISA: Fans pernah ngomong soal itu nggak? Tapi kamu kan nggak pakai Twitter, jadi aman deh. Chiaki-kun mendingan jangan pakai sih. Kamu terlalu sensitif, aku rasa nggak bakal kuat hadapin komentar-komentar di sana.
Chiaki: Aku dulu pernah pakai kok. Tapi Twitter tuh isinya musuh semua, sumpah.
CHISA: Ah, nggak gitu juga lah (tertawa).
Chiaki: Misalnya kamu punya 5.000 followers, tapi yang datang ke live cuma sebagian kecil. Sisanya kan pada dasarnya bukan penonton aktif. Jadi mereka bisa ngomong semaunya. Kalau harus berhadapan sama begitu banyak ‘musuh’, aku nggak akan kuat secara mental.
――Jadi kamu akhirnya berhenti pakai ya?
Chiaki: Dulu niatnya mau buat ngasih info atau promosi. Tapi lama-lama jadi mikir, “Hari ini makan apa…” gitu—kayak, siapa juga yang peduli? Akhirnya aku mendadak berhenti. Tapi pas berhenti, fans malah bilang aku lagi sakit mental (tertawa).
CHISA: Emang kamu lagi sakit mental waktu itu kan (tertawa).
Tumblr media
Chiaki: Dulu pernah ada konser tunggal, semacam fan meeting gitu. Entah kenapa, aku ngomong terus selama 2 jam. Katanya sih aku ngomongin semua yang ada di kepala waktu itu. Akhirnya, fans mulai ngerasa, “Wah, ini bahaya deh,” terus member juga panik. Lama-lama semua orang kelihatan kayak musuh. Aku sampai ngerasa depresi di atas panggung, beneran (tertawa). Dan hari itu juga aku langsung berhenti main Twitter. Aku pikir, kalau mau ngomong sesuatu, mendingan disampaikan lewat lagu aja.
――Mungkin itu keputusan yang tepat, ya.
Chiaki: Setelah itu, aku nggak bikin konser tunggal selama setahun. Aku cuma pengin tampil tanpa mikir aneh-aneh.
CHISA: Wah, itu kebalikan sama aku. Kalau aku justru ngumpulin yang aku rasain di event, terus tumpahin semuanya pas konser tunggal (tertawa).
Chiaki: Aku sering dibilang “liar” atau “gila”, tapi menurutku, kalau yang ngomong itu punya karisma dan bisa meyakinkan orang lain, ya nggak masalah. Tapi aku ngerasa nggak punya pengaruh kayak gitu, jadi ya setidaknya kusampaikan lewat lagu… walaupun suka salah lirik juga sih (tertawa). Karena itu aku mutusin buat nggak ngomong-ngomong lagi di atas panggung. Tapi aku tetap bersyukur sama fans.
CHISA: Jujur, pas tahu kita bakal wawancara bareng hari ini, aku sempat baca-baca wawancara Chiaki-kun sebelumnya karena aku belum tahu gimana dia biasanya ngobrol di media. Dan makin aku baca, makin aku khawatir—“Wah, ini bakal bisa jadi wawancara nggak, ya?” (tertawa). Jadi aku senang ternyata bisa ngobrol lancar kayak gini.
Chiaki: Aku punya trauma sama wawancara, sumpah (tertawa). Lagian, media yang mau wawancara aku juga nggak banyak sih.
――Kalau begitu, mari kita anggap ini sebagai awal baru buat ngobrol-ngobrol lagi ke depannya (tertawa).
Chiaki: Wah… iya, saya tunggu deh (tertawa).
――Sebagai penutup, mulai 1 Maret kalian akan menjalani tur acara <HYSTERIC CIRCUS 2015 “Haruranman”>. Apa harapan kalian untuk tur ini?
Chiaki: Kayaknya bukan cuma kami dari DEZERT, tapi DIV juga ngerasa sama. Jujur, kami nggak terlalu mikirin “tur ini harus gimana ya?” atau semacamnya. Maaf ya, tapi nggak ada keinginan khusus buat “ayo kita bikin tur ini seru bareng” gitu.
CHISA: Ya, memang. Tapi menurutku, selama masing-masing band tampil dengan baik, itu sendiri udah cukup buat bikin acara ini jalan. Kalau ada kejutan-kejutan kayak tiba-tiba ikutan naik panggung band lain, hal kayak gitu kan bikin kesan yang cuma bisa didapat di acara kayak gini. Bukan soal “kita mau bikin gimana ya”, tapi yang penting kita sendiri bisa menikmatinya dulu. Buat kami juga ada tempat-tempat baru yang belum pernah didatangi, jadi kalau bisa ninggalin kesan yang kuat, menurutku itu juga bisa bikin acaranya makin hidup. Soalnya kalian juga niatnya mau ngacak-ngacak kan?
Chiaki: Eh, beda, beda, bukan gitu maksudnya (tertawa).
CHISA: Aku sih malah excited banget nungguin DEZERT tampil.
Chiaki: Semua orang ngomong gitu, tapi ujung-ujungnya kami yang disalahin. Kalau kami ngaret waktunya, tau nggak sih kami bakal dimarahin kayak apa? Atau kalau panggung sampai penuh darah, marahnya kayak apa? Kalian nggak ngerasain, jadi nggak tahu (tertawa).
CHISA: (tertawa)
Chiaki: Yang kami korbankan itu banyak banget, loh. Itu yang pengin aku tegaskan (tertawa). Sekarang staff yang ada di sini ikut ketawa, tapi nanti pasti mereka marah. DIV mungkin ngerasa santai aja, tapi kalau kami ngelakuin hal yang ‘gagal’, kami bisa benar-benar hancur, dan semua orang mikir, “ya udah, biar aja mereka hancur” (tertawa).
CHISA: Nggak apa-apa kok. Kami akan berusaha jadi pihak yang menengahi dan membereskan semuanya. Jadi kamu tenang aja dan silakan berantakan sebebasnya (tertawa).
Chiaki: Aku sih kali ini pengin tampil santai, tenang, dan nggak bikin masalah.
Wawancara & Teks: Saori Yoshiba Foto: Toshikazu Kuruma
Sumber: https://barks.jp/news/737780/
0 notes
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
[Wawancara] Chiaki dari DEZERT bicara tentang visi dan tekadnya di tahun 2023: 'Aku akan mempertaruhkan nyawaku. Kalau gagal di sini, tak ada lagi kesempatan.
ini wawancara 2023 ^^ aku cuma mau translate aja hehe
Tumblr media
DEZERT membuka tahun 2023 dengan laju penuh gebrakan. Usai menggelar tur Tōmei-Hanshin bertajuk “DEZERT LIVE TOUR 2023 ‘Teku Teku Tour’” di awal Januari, mereka kembali melanjutkan dengan tur bertajuk “DEZERT LIVE TOUR 2023 / Tenshi no Zenchouyou -Zero-” yang dimulai pada 11 Maret dan mencakup enam kota — dengan seluruh tiket telah terjual habis.
Dalam konser ulang tahun Chiaki hari ini, 2 Maret, yang bertajuk “Futoumei Ningen (Manusia Transparan)”, mereka juga mengumumkan tur nasional terbaru: “DEZERT LIVE TOUR 2023 ‘Kimi no Sekizui to Odoritain da!! Tour’” yang akan digelar mulai 17 Juni di CLUB CITTA’, Kawasaki, Kanagawa, hingga 27 Agustus di Namba Hatch, dengan total 10 pertunjukan di seluruh Jepang.
Memasuki tahun ke-12 sejak mereka memulai karier, DEZERT terus melangkah pasti namun penuh keberanian, dengan aura berbahaya yang menjadi ciri khas mereka. Puncak dari perjalanan ini adalah konser spesial “DEZERT SPECIAL LIVE 2023 -DEZERT-” yang akan digelar pada 23 September di LINE CUBE SHIBUYA (bekas Shibuya Koukaidou).
Dalam acara “V-kei tte Shitteru?” yang digelar pada akhir Desember 2022, Chiaki berkata seperti ini di atas panggung:
“Aku tidak peduli dengan orang-orang yang bilang hal seperti ‘Kamu masih dengerin visual kei?’ atau semacamnya. Buang-buang waktu saja mikirin mereka. Yang harus kami lakukan bukan menghidupkan kembali kejayaan masa lalu, tapi memiliki kekuatan untuk meneruskan musik yang kami cintai ke generasi berikutnya.”
Kata-kata yang disampaikan dengan ketajaman itu terasa seperti sebuah tekad, bahkan bisa disebut sebagai pernyataan sikap. Di dalamnya juga tersirat rasa hormat yang mendalam terhadap warisan musik yang telah mereka terima hingga saat ini.
DEZERT dikenal memiliki warna musik yang penuh variasi, namun tetap konsisten dengan gaya khas mereka — tidak peduli genre apa yang mereka bawakan. Tak heran jika secara musikalitas pun mereka mendapat penilaian tinggi. Konser tunggal di Shibuya Koukaidou (LINE CUBE SHIBUYA) kali ini juga menjadi kali kedua bagi mereka tampil di sana.
Lalu, cerita seperti apa yang ingin DEZERT ukir di tahun 2023? Apa makna di balik keputusan mereka memberi nama band mereka sendiri sebagai tajuk konser besar di Shibuya?
Untuk mengungkap semuanya, berikut wawancara panjang bersama Chiaki, membahas pola pikirnya, perjalanan yang membentuk dirinya hingga hari ini, dan arah yang akan dituju DEZERT ke depan.
◆   ◆   ◆
■ Dalam arti tertentu, ini terasa seperti filosofi hidup. ■ Seolah-olah mencerminkan kehidupan melalui band.
── Chiaki-san pertama kali muncul dalam wawancara BARKS saat menjelang digelarnya tur acara <HYSTERIC CIRCUS 2015 “Haru Ranman”>, dalam sesi bincang bersama CHISA dari DIV. Dalam perbincangan itu, Anda mengatakan, "Setiap hari rasanya seperti masa kegelapan. Tidak ada yang berjalan lancar. Tapi masa kegelapan yang menyenangkan (tertawa)".
Chiaki: Ya, memang begitu. Waktu itu aku sedang masa puber soalnya (tertawa).
── Setelah itu pun, Anda sempat berbincang dengan Tatsurou dari MUCC menjelang acara <DEZERT PRESENTS [This Is The “FACT”]> pada 2017, lalu saya pribadi juga mewawancarai Anda saat album black hole dirilis di tahun 2019. Kalau dilihat kembali, sepertinya setiap kali kami berbincang, itu adalah saat-saat perubahan penting, baik bagi DEZERT maupun Chiaki-san sendiri. Dan saya rasa, kali ini pun adalah momen yang serupa.
Chiaki: Hal yang bisa aku katakan dengan yakin adalah, meskipun orang sering bilang “pada dasarnya manusia itu nggak berubah,” DEZERT justru adalah band langka yang intinya tidak berubah, tapi semua anggotanya telah beberapa kali mengubah cara pandang mereka ke arah yang sama. Misalnya, kami tidak pernah mengalami lonjakan drastis seperti tiba-tiba main di venue besar atau jadi viral seperti yang sering terjadi sekarang. Karena itu juga, kami menghabiskan lebih banyak waktu untuk berpikir ketimbang fokus hanya pada hal-hal musikal.
── Maksudnya, berpikir tentang bagaimana menggerakkan band ke depan?
Chiaki: Ya, dalam arti tertentu, ini sudah seperti filosofi hidup. Beberapa musisi menganggap band sebagai alat untuk bertahan hidup, ada juga yang merasa meskipun band-nya selesai, setidaknya pengalaman itu bisa jadi bekal untuk karier musiknya ke depan. Tapi kalau menurutku, para member kami cenderung melihat band ini sebagai cerminan dari hidup dan jati diri mereka sendiri.
Tumblr media
── Kapan Chiaki-san mulai berpikir bahwa “band = hidup”?
Chiaki: Sekitar tahun 2015, waktu itu aku keluar dari universitas. Atau lebih tepatnya, dikeluarkan. Saat itu, aku benar-benar nggak punya tempat buat lari. Aku dibesarkan di keluarga yang biasa saja, jadi aku juga mikirin soal orang tuaku. Waktu itu aku masih awal 20-an — usia-usia di mana orang mulai mikirin masa depan. Jadi secara alami aku mulai berpikir, “Sekarang aku lagi serius di band, kalau aku mau hidup dari sini, harus bagaimana?” Dan para member juga waktu itu punya semangat “mengejar mimpi lewat band.” Jadi aku berpikir, “Gimana caranya biar bisa hidup dari band dan tetap senang melakukannya?”
...Yang aku maksud dengan “masa kegelapan” itu adalah masa ketika aku memikirkan semua itu sendirian. Aku merasa, semua keputusan harus aku yang buat. Tapi waktu itu, kapasitasku sendiri sebenarnya belum cukup untuk menanggung semuanya.
── Jadi kamu semacam berjuang sendirian, memikul semuanya sendiri?
Chiaki: Nggak bisa dibilang “memikul” juga sih, itu terdengar terlalu keren (tertawa). Tapi aku memang berpikir bahwa pada akhirnya, keputusan ada di tanganku. Dan setelah mengalami beberapa keputusan yang hasilnya nggak memuaskan, aku sampai pada kesimpulan yang simpel: “Sendirian nggak bakal bisa.”
── Dan dari situ kamu mulai berpikir bahwa akan lebih baik kalau bisa berubah, menjadi lebih fleksibel?
Chiaki: Kurasa begitu. Tapi menurutku itu ada sisi baik dan buruknya juga. Dari sudut pandang member, mungkin mereka melihat aku yang dulu — yang lebih tegas dalam ambil keputusan — sebagai sosok ideal. Sekarang aku justru sering melemparkan pertanyaan ke mereka, jadi mungkin kesannya, “Chiaki lagi ragu, ya?” Tapi sebenarnya, aku sendiri nggak merasa sedang ragu waktu itu.
── Kamu mulai band saat kuliah, ya? Waktu itu motivasinya lebih karena seru-seruan?
Chiaki: Nggak juga. Justru band itu nggak menyenangkan sama sekali awalnya. Aku dulu punya sifat suka meremehkan orang lain, dan bisa masuk universitas juga tanpa belajar keras. Aku memang sempat main band iseng pas SMA, ngumpulin teman-teman dan tampil di daerah — dan itu lumayan seru karena rame.
Tapi pas pertama kali tampil di Tokyo, di live house Ikebukuro CYBER, suasananya benar-benar mati. Sama sekali nggak ada yang merespons. Band-band sebelum dan sesudah kami itu khas banget visual kei yang super mencolok dan “beracun” gitu (tertawa), dan justru mereka yang lebih dapet respon penonton. Aku merasa, “Gila, ini nyesek banget.” Mungkin dari situ aku jadi ingin terus lanjut, karena rasa nggak terimanya itu.
── Jadi awalnya justru karena semangat memberontak, ya?
Chiaki: Kayaknya iya. Lagipula waktu itu aku mikir, “Kalaupun gagal, masa depan masih panjang.” Aku juga punya mimpi lain soal masa depan. Jadi ya… bisa dibilang aku memulai band dengan motivasi yang cukup ngasal waktu itu.
Tumblr media
── Kalau bicara tentang pengalaman awalmu dengan musik, dari mana semuanya bermula?
Chiaki: Ada banyak sih, tapi kalau ditelusuri sampai awal banget, waktu kelas 1 SMP aku pernah dipinjami album kompilasi terbaiknya L’Arc-en-Ciel oleh teman. Dari situ mulai suka GLAY, Janne Da Arc, ya jalur mainstream pada umumnya lah. Tapi lama-lama aku ngerasa kurang puas, dan sekitar kelas 3 SMP mulai dengerin band-band indie, terutama yang disebut visual kei. Reaksiku waktu itu kayak, “Apa-apaan ini!?” — dan langsung kecanduan, gitu deh.
── Buat Chiaki remaja di pertengahan usia belasan, apa sih yang terasa paling menggugah dari band-band V-kei indie waktu itu?
Chiaki: Gaya mereka di live sih. Begitu datang ke konsernya langsung kerasa seru banget. Misalnya headbanging — jenis gerakan yang kalau dalam kehidupan biasa tuh jarang banget kamu temui. Aku benar-benar tertarik sama “vibe yang unik” itu. Tapi waktu itu aku masih sebatas penikmat. Aku malah lagi aktif banget di klub basket, jadi kapten dan serius ngejar Inter-High. Rambut panjang sih, tapi tetap serius latihan (tertawa).
── Jadi seorang kapten klub basket yang ngejar Inter-High dan seorang personel band visual kei itu kayaknya dua dunia yang sangat berbeda ya (tertawa).
Chiaki: Makanya waktu itu V-kei tuh kayak dunia yang aku kagumi banget. Aku suka baca majalah khusus V-kei kayak Cure, dan mikir, “Kok rambutnya bisa lurus banget, ya?” Terus aku cari tahu, ternyata ada yang namanya hair iron. Atau misalnya liat sepatunya dan penasaran, “Sepatu ini dijual di mana sih?” dan nemu info kalau itu dijual di Amemura (American Village, pusat mode Osaka). Aku suka banget nyari tahu sendiri hal-hal kayak gitu. Hal-hal yang gampang dikenali juga kayak tindik — “Pokoknya tindik yang banyak!” — itu juga bikin aku tertarik. Karena waktu itu aku bener-bener nggak tahu kalau ada budaya seperti itu, dan buatku, bisa tahu hal-hal yang sebelumnya nggak kukenal itu sangat berkesan.
── Jadi kamu memang punya rasa ingin tahu yang kuat ya. Lalu dari situ kamu akhirnya mulai main band juga. Apa yang jadi pemicunya waktu itu?
Chiaki: Ada teman dari universitas yang ngajak. Kebetulan kami juga satu SMA. Dia bilang, “Anggota bandku sekarang mau keluar, mau nggak gantiin?” Dan aku jawab, “Oke deh,” dengan santai aja. Padahal sebelumnya aku nggak pernah main alat musik. Tapi aku sempat kepikiran, “Kalau mau mulai band, aku pengin bisa bikin lagu sendiri.” Jadi aku tanya ke Sacchan (member DEZERT sekarang) gimana cara bikin musik pakai DTM (desktop music), dan waktu dia kasih tahu, aku langsung “Oh, ternyata begini ya caranya bikin lagu.” Dan sejak itu aku jadi makin tertarik.
■ Karena tidak sempurna, jadi masih ada ruang untuk berkembang ■ Bukan karena percaya pada sesuatu
── Saat kamu bilang “ingin membuat lagu,” apakah kamu sudah punya gambaran jelas tentang “aku ingin bikin musik seperti ini”?
Chiaki: Kurasa waktu itu aku juga membandingkan diri dengan orang lain, ya. Aku merasa lagu-lagu band di sekitarku saat itu kurang bagus. Band-band yang aku suka — misalnya the GazettE atau DIR EN GREY — lagunya bagus-bagus. Jadi aku mikir, “Kenapa lagu-lagu band lain nggak sebagus itu, ya? Aku juga mungkin bisa bikin lagu sendiri.” Jadi bukan karena tiba-tiba muncul inspirasi, tapi lebih kayak perasaan, “Kayaknya aku bisa bikin yang lebih bagus, deh.”
── Jadi memang dari awal ada semangat memberontak dan keingintahuan, lalu dari situ kamu makin tenggelam dalam proses menciptakan musik.
Chiaki: Awalnya memang Sacchan yang udah bisa bikin lagu. Lagunya kompleks — ada synth, piano, dan aransemennya juga keren banget. Tapi aku ngerasa lagunya nggak enak aja (tertawa). Jadi aku mikir, “Ya udah, gimana kalau aku yang bikin lagu, terus Sacchan yang ngaransemen?” Awalnya kami bikin lagu dengan cara seperti itu.
Aku selalu bilang, soal “sense” dalam bikin melodi itu sesuatu yang nggak bisa berkembang drastis. Aransemen masih bisa diasah lewat teknik, tapi kalau kita lihat band mana pun — kayak, “Melodi mereka waktu awal jelek banget, tapi pas masuk periode tengah langsung jadi keren gila,” — itu jarang banget terjadi, kan? Buatku, bikin melodi itu soal bakat.
Makanya, kalau aku dengar lagu dari band-band junior, hal pertama yang aku nilai pasti melodinya. Kalau melodinya nggak bagus, aku langsung mikir, “Wah, kayaknya band ini nggak bakal jauh, deh.” (tertawa)
── Jadi kamu memang sangat mementingkan melodi, ya.
Chiaki: Ya, itu mungkin cara pikir yang Jepang banget, sih. Buat aku, yang penting bukan beat-nya, tapi melodinya. Makanya aku kurang suka lagu-lagu K-POP akhir-akhir ini. Aku suka mikir, “Lho, ini udah naik banget intensitasnya, tapi kok nggak ada bagian reff-nya!?”
Aku tumbuh besar dengan mendengarkan J-POP zaman dulu — yang lengkap dengan A-melo, B-melo, reff, bahkan C-melo, dan kadang ada C2-melo juga. Jadi buatku, melodi itu esensial.
Tumblr media
── Tapi kalau dipikir-pikir, gaya seperti itu justru belum terlalu terlihat di masa awal DEZERT, ya?
Chiaki: Iya, benar. Waktu itu sih, yang penting bagian reff-nya punya melodi yang jelas, tapi bagian lain lebih difokuskan untuk menarik perhatian penonton saja. Terutama di awal-awal, aku membuat lagu dengan satu-satunya tujuan: “Gimana caranya biar ada fans yang nempel?”
Sekarang pun aku masih berpikir, “Enaknya sih punya lagu yang semua melodinya bagus, kayak lagu-lagu Mr.Children yang bisa dibawakan dengan akustik sekalipun.” Tapi ya… kalau aku yang nyanyi, atau siapa pun yang bawakan, tetap saja hasil akhirnya akan beda. Di situ ada semacam pergulatan batin juga sih. DEZERT itu bukan band yang sekadar menyajikan melodi bagus + aransemen bagus + vokal bagus. Kami lebih sering mikirin, “Gimana caranya bikin impact di atas panggung,” ketimbang cuma mengandalkan kekuatan lagu.
── Lagu-lagu zaman dulu itu biasanya lahirnya seperti apa sih?
Chiaki: Wah, ngasal aja kok (tertawa). Bukan yang kayak “Inilah karya musikku!” gitu. Justru lebih ke proses pencarian. Bahkan sampai sekarang aku masih bertanya-tanya, “Sebenernya musikku tuh kayak gimana sih?” — dan kurasa justru itu yang bikin semuanya terasa menyenangkan.
── Di masa awal, sepertinya kamu seperti menyusun potongan-potongan ide yang ada di kepalamu, semacam kolase.
Chiaki: Iya, bisa dibilang begitu.
── Tapi lama-kelamaan jadi makin matang dan tajam, ya? Terutama sejak sekitar tahun 2018, lagu-lagumu terasa semakin kuat dan “tahan banting”.
Chiaki: Mulai sekitar 2018, aku mulai lebih memfokuskan perhatian ke lirik daripada lagu itu sendiri. Karena jujur aja, aku nggak akan tiba-tiba jadi penyanyi hebat level dunia, kan? Jadi waktu aku bertanya pada diri sendiri, “Apa sih yang ingin aku lakukan?” jawabannya adalah: “Kalau memang ada yang ingin kusampaikan, maka aku harus bisa menyusunnya dengan jelas supaya mudah disampaikan.”
...Andai saja aku lebih cakap dalam hal-hal kayak gitu, mungkin aku bisa mencapai titik di mana orang-orang nggak lagi bilang, “Yang dulu lebih bagus,” atau “Yang sekarang beda ya.” Tapi karena aku orangnya agak kaku, aku justru memilih untuk “ngasih semuanya” ke satu arah dulu.
── Jadi nggak ada proses transisinya, ya? Langsung tancap gas.
Chiaki: Hahaha, iya. Aku sampai marahin Miyako (gitaris) juga waktu itu, bilang, “Kalau kayak gitu, liriknya nggak bakal kedengeran dong!” Tapi ya bayangin aja, tiba-tiba ngomong kayak gitu pas baru sehari sebelumnya mutusin buat berubah. Siapa juga yang bisa langsung menyesuaikan? Sacchan sih berusaha banget buat ngikutin, tapi kayaknya SORA (drummer waktu itu) cukup stres, hahaha. Soalnya dia kan tipe yang “METAAAL!!” banget. Terus tiba-tiba aku datang dengan, “Eh, kita bikin lagu yang lebih 'didengar' aja, yuk.” (tertawa)
Tumblr media
── Jadi kamu sempat “tancap gas” sebelum semuanya benar-benar ada di kepala yang sama. Apakah kamu juga sempat mengalami pergulatan soal bagaimana perubahan itu akan diterima, baik oleh member, penonton, atau pendengar?
Chiaki: Kalau untuk member, aku rasa mereka sudah siap dan menerima semua itu. Tapi aku sendiri sih… pasti, pergulatannya gede banget. Soalnya kan, kita nggak pengin kehilangan apa yang sudah kita miliki sekarang. Idealnya ya, kita bisa terus lanjut sambil bawa semua “barang bawaan” itu. Tapi manusia punya batas kapasitas, dan kalau terlalu berat, ya nggak bisa jalan juga. Untuk mendapatkan sesuatu, kadang kita harus merelakan yang lain. Tapi untuk benar-benar “melepaskan” itu… susah, kan? Aku ngalamin pergulatan itu selama beberapa tahun. Aku ingin membawa semuanya, tapi ketika memasukkan lagu-lagu lama ke setlist, sering kali rasanya jadi janggal atau nyambungnya nggak enak. Terus jadi kayak kehilangan arah, penataannya jadi amburadul... gitu. Berat sih masa-masa itu.
── Tapi saat itu para member bisa tetap tenang karena mereka percaya pada tindakan dan visi kamu, bukan?
Chiaki: Mungkin karena kami sering banget ngobrol bareng, ya. Hampir tiap tahun kami ngomong, “DEZERT masih punya banyak potensi untuk berkembang,” gitu. Kami terus membicarakan hal-hal yang bisa diperbaiki, dan nggak pernah kehabisan topik. Dalam arti tertentu, DEZERT itu belum sempurna, jadi selalu ada ruang untuk dibahas. Bahkan saat jumlah penonton turun pun, kami analisa bareng-bareng alasannya, lalu bilang, “Ya udah, yuk perbaiki.” Jadi rasanya bukan karena kami percaya sesuatu yang abstrak, tapi karena kami terus melakukan perbaikan.
── Tapi nggak sedikit band yang justru bubar karena perbedaan pendapat saat di persimpangan itu. Kamu juga pasti sudah melihat banyak kasus seperti itu, kan? Menjaga band tetap berjalan bukan hal yang mudah.
Chiaki: Iya, dan aku rasa itu berkat kemampuan dan kematangan member lainnya. Awalnya tuh Sacchan juga sempat bikin 2 lagu orisinal sendiri, lho. Tapi dia bilang, “Band ini bukan tentang aku bikin lagu. Lebih baik Chiaki aja yang bikin semua lagunya.” Aku sering cerita soal ini, ya — bahwa aku bukan pemimpin yang dari awal bilang, “Gue yang bikin semua lagu!” Tapi Sacchan justru bilang, “Kalau kami yang bikin lagu bagus sekalipun, ujung-ujungnya bakal percuma. Jadi mendingan kamu aja, Chiaki, yang bikin semua lagu dan liriknya.” Nah, dari situ terbentuk gaya DEZERT yang sekarang.
Lalu Miyako masuk, dan dia juga sebenarnya jago bikin lagu. Punya sense yang bagus. Tapi dia juga bilang, “Band ini adalah band yang lagunya dibuat oleh Chiaki.” Sejak awal, semua member sudah menentukan peran masing-masing: “Oke, kalau ini arahnya, ya udah kita jalan bareng.” Di situ ada rasa saling menghargai yang besar menurutku.
── Tapi dalam proses bikin lagu, kamu masih suka menerima ide atau masukan dari tiga member lainnya?
Chiaki: Kadang ada sih, tapi ya… nggak terlalu bisa dijadiin referensi (tertawa). Kadang mereka kasih referensi lagu dari artis luar negeri yang aku sendiri nggak ngerti maksudnya apa. SORA, misalnya, dia tuh antenanya kuat banget soal musik baru, bahkan yang belum masuk ke Jepang pun dia tahu. Dia bilang, “Kayaknya ini cocok buat DEZERT juga.” Aku sih dengerin, tapi sambil mikir, “Eh, ini apaan sih?” gitu (tertawa).
── Jadi ini bukan sekadar soal memasukkan unsur baru, tapi lebih seperti terus mencari bentuk yang belum selesai dari “jati diri DEZERT”, ya?
Chiaki: Iya, kami punya rasa ingin tahu yang besar terhadap hal-hal yang belum kami ketahui. Mau bikin lagu sebagus apapun, kalau nggak nyampe ke orang lain, ya percuma. Bahkan kalau soal konser, alasan kenapa kami pengin main di venue yang lebih besar itu bukan karena pengin dipuji. Mungkin dulu, awal-awal, semua orang punya pemikiran kayak gitu. Tapi setelah jalan beberapa tahun, aku rasa orang-orang yang cuma kejar popularitas nggak akan bisa sampai ke tempat seperti Tokyo Dome.
── Kenapa begitu?
Chiaki: Ya, ini balik lagi ke soal “potensi berkembang” tadi. Kalau kita berkembang, mungkin kita bisa jadi lebih baik lagi. Setelah pengalaman macam-macam, bisa jadi pilihan untuk bikin tur di venue kecil yang tiketnya susah banget didapat — kayak yang dilakukan ELLEGARDEN — itu juga keputusan yang benar. Tapi kami masih pengin coba Budokan, pengin coba Yokohama Arena. Karena kita nggak akan tahu ada apa di sana kalau belum sampai ke sana. Dan siapa tahu, ketika sampai di sana, kita bisa punya kekuatan untuk mengubah sesuatu yang selama ini terasa nggak masuk akal. Harapan semacam itu yang aku sebut sebagai “potensi berkembang”. Dan sekarang kami pengin mewujudkannya dalam bentuk nyata.
■Kami akan tetap bertahan, dan aku pasti ingin melihat semuanya sampai akhir. ■Nggak masalah, soalnya member kami tuh benar-benar hebat.
── Akhir-akhir ini, ada nggak sih momen live yang bikin kamu ngerasa, “Wah, ini nih… langkah ke arah yang baru,” atau semacam rasa harapan kayak gitu?
Chiaki: Belum ada, ya. Tapi setiap malam sebelum live, aku pasti kepikiran kayak gitu. Waktu pertama kali kami tampil di O-West, venue itu masih jadi semacam gerbang awal buat banyak band, dan tampil di sana tuh hal yang luar biasa. Tapi dua kali pertama kami main di sana, penontonnya dikit banget — rasanya kayak, “Gimana caranya ya ngumpulin 500 orang?” Tapi pas ketiga kalinya, entah kenapa bisa datang sekitar 600 orang.
Waktu itu, pagi sebelum konser, aku mikir: “Mungkin hari ini hidupku bakal berubah.” Kayak lagu “Owarinaki Tabi” dari Mr.Children — rasanya kayak aku lagi mengetuk pintu menuju sesuatu yang baru. Tapi ya… meskipun aku udah mengetuk, nggak ada yang membuka pintu itu. Aku cuma bilang terus-terusan ke orang sekitar, “Kok rasanya hampa banget, ya.”
Terus, partnerku waktu itu bilang, “Oke, kita coba tiga bulan lagi di O-East. Kapasitasnya dua kali lipat. Mungkin itu bisa jadi titik balik Chiaki.” Tapi pas hari H dan aku coba “mengetuk” pintu itu lagi… tetap aja nggak ada yang membalas.
── Jadi, yang kamu harapkan itu… ternyata nggak ada di sana.
Chiaki: Iya. Mungkin waktu itu, bukannya cuma mengetuk, aku harusnya berusaha untuk buka kuncinya juga. Kalau aku melakukannya, mungkin band ini bisa berkembang lebih jauh. Tapi aku cuma terus “tok tok tok”… mengetuk doang. Dan saat itu, gitaris kami juga memutuskan keluar dari band. Aku mulai ngerasa capek… bahkan buat ngetuk pintu pun rasanya males.
Tapi entah kenapa, kami lalu mikir, “Ya udah, coba aja Zepp deh.” Terus pas pagi harinya aku mikir lagi, “Mungkin hari ini, hidupku bakal berubah.” Tapi ya… tetap aja, nggak ada yang berubah.
Tumblr media
▲<DEZERT presents 【DEZERT ONEMAN LIVE TOUR 2016【楽しい食卓ツアー】FINAL】>2016年6月5日@Zepp Tokyo 撮影◎インテツ/Takuya Orita
── Tapi setidaknya ada sesuatu yang kalian dapatkan dari itu semua, kan?
Chiaki: Iya, kurasa harapan bahwa “mungkin sesuatu akan berubah” itu masih ada. Entahlah, tapi kami sering bilang di antara anggota, “Nggak ada pilihan lain selain terus maju.”
── Di awal wawancara tadi, kamu bilang kalau kamu dulu bisa masuk universitas tanpa terlalu banyak belajar, semuanya berjalan mulus. Apakah fakta bahwa kamu tidak pernah benar-benar mengalami “kegagalan” sampai titik itu juga berpengaruh pada perjalanan ini?
Chiaki: Justru menurutku, band inilah kegagalan besarnya. Semacam, “Udah belasan tahun, tapi kita ngapain aja sih?” Aku dan Sacchan dulu pernah bilang, “Kita harus bisa main di Budokan dalam 7 tahun. Kalau nggak tercapai, kita bubar aja.”
── Tapi kenyataannya kalian nggak bubar. Kenapa?
Chiaki: Karena nggak ada tempat buat pulang (tertawa). Kami mikir, “Kita mau balik ke mana? Emang masih ada tempat buat balik?” Uang juga nggak ada, dan kalaupun berhenti ngeband, kami ini orang-orang yang nggak cocok sama masyarakat. Jadi akhirnya ya udah, “lanjutin aja deh.” Dan di situlah letak bagian yang aku bilang tadi di awal: “ini soal hidup.” Aku pribadi, dibanding mikirin gimana cara hidup, aku lebih mikirin gimana cara mengakhiri hidup ini. Jadi aku cenderung mikir dari akhir ke awal. Kalau dipikir gitu, ngeband itu nggak masuk akal banget. Kalau bisa kayak Rolling Stones sih oke… Tapi, berapa banyak sih orang yang bisa jadi kayak mereka?
── Apalagi, band itu identik dengan masa hidup yang pendek, kan?
Chiaki: Iya, dan itu juga alasan kenapa aku dulu sempat benci format band. Tapi sekarang kami pengin bikin musik yang tetap bisa dimainkan waktu umur kami 50, 60, bahkan 70 tahun… Walaupun kami belum tahu gimana nantinya. Yang jelas, buat mewujudkan itu, kami harus punya kekuatan menarik penonton, dan juga butuh dukungan dari orang-orang di sekitar. Sekarang orang-orang bilang, “Chiaki sekarang udah lebih kalem ya.” Tapi begitu ini semua selesai, bakal udah nggak ada yang peduli kamu dulu tajam atau kalem.
── Iya, itu benar juga.
Chiaki: Jadi ya, walaupun aku juga nggak tahu apa yang sebenarnya lagi kucari… aku masih punya harapan sih.
── Jadi rasa ingin mencari belum pernah padam.
Chiaki: Iya. Aku juga menaruh harapan besar buat konser one-man kami di Shibuya Kokaido bulan September ini. Kami pernah tampil di sana sekali waktu pandemi, tahun 2020. Tapi kali ini beda, kami benar-benar mempersiapkan semuanya. Kalau dulu cuma bisa “ketok pintu,” sekarang setelah belasan tahun, kami udah belajar banyak cara buat “membuka pintu.” Mungkin nanti bakal ada yang bilang, “Ah, pakai trik segala,” tapi kami akan pakai semua cara yang kami punya buat bisa membuka pintu itu.
Tumblr media
▲<DEZERT SPECIAL LIVE 2022 in 日比谷野外大音楽堂 “The Walkers”>2022年6月18@日比谷野外大音楽堂 撮影◎西槇太一
── Saya juga sempat menyaksikan penampilan one-man pertama kalian di Hibiya Yaon pada tahun 2022, “DEZERT SPECIAL LIVE 2022 in Hibiya Open-Air Concert Hall ‘The Walkers’”. Apakah sejak saat itu ada perubahan dalam cara kalian menghadapi penonton dan panggung? Baik dalam lagu maupun MC, saya merasa ada aura afirmatif yang kuat, semacam ajakan “nggak apa-apa kalau kamu punya cara sendiri menikmati ini—ayo jalan bareng-bareng”.
Chiaki: Itu sebenarnya adalah harapan kami. Bukan dalam arti “ayo bareng-bareng sama kami,” tapi lebih kepada, kami ingin orang yang datang ke live kami bisa pulang dengan self-esteem yang lebih tinggi. Sekarang ini harga tiket makin mahal, jadi kami sungguh-sungguh berterima kasih kepada siapa pun yang masih datang. Kalau seseorang sudah bayar 6000 atau 7000 yen, kami ingin mereka pulang dengan perasaan yang luar biasa positif.
── Saya mengerti (tertawa).
Chiaki: Aku juga pengen ngerasain yang sama, sih. Karena pada akhirnya, besoknya kita mungkin bakal balik lagi ke titik rendah—namanya juga hidup. Tapi setidaknya, live itu bisa ninggalin efek yang bertahan sedikit lebih lama. Aku pengin DEZERT jadi band yang bisa naikin rasa percaya diri orang-orang. Live yang bisa bikin mereka merasa “aku oke”.
── Sepertinya mindset itu juga berdampak baik ke kondisi mentalmu sendiri.
Chiaki: Ya, walaupun aku nggak yakin itu selalu baik, kurasa hati akan lebih damai kalau seperti itu… daripada terus merasa tertekan dan kaku, ya kan?
── Tapi sebaliknya, kalau ada rasa negatif yang tiba-tiba muncul, atau kemarahan, konflik batin—apakah kamu juga merasa ingin menuangkannya ke dalam musik?
Chiaki: Ya, tapi kalau aku memang pengin menyampaikan sesuatu yang negatif, lebih baik aku ngomong langsung saat MC. Nggak perlu maksa masukin semuanya ke lagu. Musik itu hiburan, pada dasarnya. Bahkan kalaupun itu lagu dansa, nggak masalah. Nggak harus semua lagu diisi kemarahan atau kesedihan. Buatku pribadi, aku nggak terlalu nganggap itu sebagai beban berat. Aku pikir, asalkan orang bisa menikmati musik kami dari konteks dan latar belakang band ini, itu sudah cukup. Kami juga pengen ada groove, pengen seru-seruan juga.
── Apakah hal-hal personal, latar belakang, atau asal-usulmu masih memengaruhi proses penulisan lagu?
Chiaki: Saat ini, aku rasa nggak terlalu. Mungkin secara tidak sadar sih masuk juga, tapi bukan sesuatu yang dominan. Kehadiran Golden Bomber itu benar-benar mengubah segalanya. Tapi kami seolah-olah pura-pura nggak sadar. Padahal semuanya udah kayak tanah yang terbakar habis, tapi kami masih coba nanam benih di tanah tandus itu, berharap sesuatu bakal tumbuh. Zaman kami dulu, lahannya masih subur. Dan aku rasa waktu SORA memulai event “V-kei tte shitteru?” di akhir 2022, itu adalah hasil dari kesadarannya sendiri soal hal ini. Walau aku sendiri sebenarnya benci banget sama judul itu—menurutku norak banget. Tapi SORA bilang, “Justru karena itu harus mudah dipahami.”
── Dari MC-mu waktu itu, aku merasa kamu lebih ingin membangun sesuatu yang baru daripada sekadar menghidupkan kembali V-kei lama.
Chiaki: Tanahnya memang sudah mati. Tapi bagaimana caranya, pendekatannya—itu adalah hal yang kupikirkan terpisah dari urusan band. Mungkin SORA yang paling serius mikirin hal itu.
── Tapi sebagai DEZERT, apakah kalian juga memikirkan bagaimana menggerakkan scene ini?
Chiaki: Yah, pertama-tama, yang penting adalah makin banyak orang tahu tentang kami. Tapi, kami juga sadar, kami nggak bisa menanggung semuanya sendirian (tertawa). Sekitar tahun 2019, aku sempat kepikiran buat “keluar dari desa ini”—ya, coba-coba pindah jalur lah. Tapi ternyata desa lain juga punya tantangan sendiri, dan akhirnya aku balik lagi ke sini. Untungnya, waktu balik pun semua orang masih menyambut dengan hangat. Jadi sekarang aku mikir, ya udahlah, mungkin kita bisa lakukan sesuatu buat “desa” ini.
── Jadi begitu ceritanya…
Chiaki: Iya, aku baru sadar betapa baiknya lingkungan kami sebenarnya. Dengan hanya menyebut diri sebagai band Visual Kei, sudah ada penonton yang datang. Akses ke desa ini dulu bagus banget. Bahkan dulu, kalau seseorang udah masuk ke desa ini, dia hampir nggak pernah ke desa lain. Tapi sekarang? Orang bisa suka Johnny’s, suka idol cowok, suka K-POP juga. Visual Kei sekarang hanya jadi salah satu dari sekian banyak hal yang mereka suka. Jadi, ini juga PR buat kami: gimana cara menanggapinya.
── Tapi di sisi lain, itu juga berarti orang dari berbagai latar bisa ikut mendengarkan. Itu tandanya peluang pun makin terbuka?
Chiaki: Betul. Waktu ngobrol dalam sesi wawancara buat event akhir tahun 2022 itu, aku dan Tatsurou dari MUCC sama-sama sepakat, “Sekarang ini sebenarnya adalah masa yang penuh peluang.” Tapi ya… masalahnya, anak-anak muda yang punya sense untuk sadar akan peluang ini… malah justru nggak tertarik buat main di Visual Kei (tertawa). Mereka nggak mau repot ambil jalan memutar. Jadi ya, di situ letak dilema kami. Tapi, aku secara pribadi merasa sangat terbantu oleh “desa” ini waktu masih pelajar. Jadi rasanya aku belum bisa bilang udah membayar kembali kebaikan itu. Walau bilang “membalas” kesannya kayak sok banget, ya, tapi aku pengin ikut terlibat dalam bagaimana perubahan ini berlangsung. Entah genre ini tetap ada atau nggak, kami akan tetap lanjut. Dan aku pasti mau jadi saksi sampai akhir.
── Senang sekali bisa dengar langsung pernyataan seperti itu dari kamu.
Chiaki: Tenang aja, semua aman. Soalnya member DEZERT itu luar biasa, serius.
■ Gagal pun tak masalah ■ Pertanyaannya: sudahkah kau bersiap untuk mempertaruhkan hidupmu?
── Kepercayaan kamu pada para member kelihatannya sangat besar, ya.
Chiaki: Kalau mengingat semua yang telah kami lalui, bahkan walaupun satu orang sempat keluar, aku benar-benar merasa, “Mereka semua sudah sangat jauh mengikutiku.” Kalau dipikir-pikir, rasanya sampai muncul rasa haru. Tahun 2022, kami sempat melakukan wawancara personal dengan masing-masing member di berbagai media, dan buatku, banyak hal yang mengejutkan. Misalnya, aku baru tahu dari membaca bahwa, “Hah, SORA-kun sempat ingin keluar saat itu!?” Waktu tahu, aku langsung telepon Sacchan dan bilang, “Eh, katanya SORA-kun sempat mau berhenti lho waktu itu,” dan Sacchan jawab, “Iya, tapi waktu itu aku sudah bilang hal-hal yang menenangkan, jadi mungkin akhirnya dia bisa tetap lanjut.” Saat tahu Sacchan sudah diam-diam banyak membantu dari belakang, aku merasa sangat terharu. Kupikir, akulah justru yang paling jaga jarak secara emosional dengan para member (tertawa). Tapi, aku juga merasa sangat berterima kasih pada mereka semua.
── Memang kalau bukan dalam momen-momen tertentu seperti itu, cukup sulit untuk mengetahui isi hati masing-masing member, ya. Dan momen di mana kalian bisa saling bicara dari hati ke hati pun mungkin jarang terjadi.
Chiaki: Setelah live di Hibiya Yaon tahun lalu selesai, SORA-kun tiba-tiba bilang, “Ayo minum berdua,” dan jujur aku agak kaget saat itu. Kami pergi minum di sebuah izakaya di Shibuya, dan aku sempat berpikir, “Wah, dia mau ngomong apa nih?” Tapi ternyata, dia bilang hal seperti, “Tenang saja. Chiaki pasti bisa. Jangan terlalu dipikirkan. Hal-hal merepotkan, kami yang akan tangani. Jadi, gak apa-apa.”
── Saat dia bilang “Tenang saja,” kamu merasa dia merujuk pada sesuatu yang spesifik?
Chiaki: Sebenarnya sampai sekarang pun aku nggak terlalu paham maksudnya apa (tertawa). Tapi aku jawab saja, “Begitu ya, terima kasih.” Mungkin itu semacam pernyataan dari SORA-kun, bahwa “Yokohama Arena pasti bisa kita capai. Aku akan cari cara.” Rasanya cukup mengharukan. Dan walaupun pelan seperti jalan kura-kura, kami tetap terus melangkah maju.
── Itu cerita yang bagus sekali. Ngomong-ngomong, kabarnya kalian juga sedang mulai produksi lagu baru ya. Sekarang situasinya seperti apa?
Chiaki: Hari ini, aku baru saja mengirimkan demo lagu-lagu baru. Semuanya lagu bagus. Target kami bukan cuma live di Shibuya Kokaido pada bulan September, tapi kami sudah memikirkan jauh ke depannya juga. Lagu-lagu itu semacam “senjata” yang akan digunakan saat kami berhasil membuka pintu dan memasuki dunia yang baru. Nah, kami sedang berpikir, senjatanya mau seperti apa. Kalau dalam analogi Pokémon, kalau lawannya tipe air, pakai tipe batu itu nggak cocok, kan? Mungkin kali ini harus pakai tipe listrik, ya? Nah, kami lagi berada dalam tahap mempertimbangkan hal-hal seperti itu sekarang.
Tumblr media
── Pertama-tama, kalian sedang bergerak maju secara pasti menuju konser one-man di Shibuya Kokaido bulan September bertajuk <DEZERT SPECIAL LIVE 2023 -DEZERT->, ya?
Chiaki: Kalau konser di Shibuya Kokaido nggak sold out, aku akan benar-benar mempertimbangkannya. Aku menghadapi ini dengan totalitas segitu besarnya. Sejujurnya, dulu aku benci banget sama kata-kata “mempertaruhkan hidup” atau “bertaruh demi hidup.” Aku pernah nonton dokumenter ONE OK ROCK waktu mereka rilis Jinsei × Boku =, dan mereka ngomong keren banget kayak, “Kami mempertaruhkan hidup kami di sini.” Dan waktu itu aku mikir, “Apaan sih maksudnya mempertaruhkan hidup?” Tapi sekarang... jujur aku pengen bilang, “Aku pertaruhkan hidupku di sini” (tertawa). Gagal pun nggak masalah. Yang penting: apakah kamu sudah siap untuk mempertaruhkan hidupmu atau belum. Kali ini, aku nggak akan cari-cari alasan. Karena itulah, aku memilih menamai konser ini langsung dengan judul <DEZERT>. Dan karena itu, kami putuskan untuk benar-benar menyediakan waktu persiapan—makanya sejak awal tahun kami sudah mengumumkan one-man live di Shibuya Kokaido bulan September. Setelah itu, kami juga mengumumkan tur bertajuk "Kimi no Sekizui to Odoritai nda!! TOUR" yang dimulai Juni. Tur itu adalah bagian dari proses persiapan untuk mempertaruhkan hidup kami.
── Rencana seperti ini mulai terpikirkan sejak kapan?
Chiaki: One-man live di Shibuya Kokaido sudah terpikir sejak sekitar setahun yang lalu. Aku terus bilang ke tim produksi live, “Pokoknya aku mau main di Shibuya Kokaido.” Live yang kami adakan di sana saat pandemi tahun 2020 terasa seperti titik balik—sebuah momen penting. Karena itulah, aku memutuskan untuk kembali ke sana. Dan saat memutuskan itu, aku juga menanamkan tekad: “Aku akan bertaruh hidup di sini. Kalau gagal, tak ada lagi langkah berikutnya.” Rasanya, proyek ini layak untuk diumumkan dengan pernyataan seberani itu. Makanya, aku sungguh-sungguh ingin semua orang datang.
── Tahun 2023 tampaknya menjadi tahun penting bagi DEZERT, ya.
Chiaki: Rasanya setiap tahun aku dan tim selalu bilang, “Tahun ini penting, ya.” Tapi justru itu hal yang luar biasa, kan?
── Itu artinya kalian masih punya “potensi untuk tumbuh.”
Chiaki: Betul. Kami merasa masih punya ruang untuk bertumbuh. Setiap tahun, kami selalu merasa, “Tahun depan adalah penentu.” Bukan semata-mata pertaruhan, tapi kami memang berniat membuka pintu masa depan dengan mempertaruhkan segalanya bersama. Saat aku mengatakan ini, mungkin aku terdengar seperti orang normal... dan itu sedikit menyedihkan juga, sih (tertawa). Sekarang aku sampai ngomong hal-hal kayak, “Ayo kita hadapi bersama,” dan semacamnya. Tapi ya... aku ingin bahagia. Dan kurasa itulah yang terbaik.
Wawancara dan teks: Saori Yoshiba Foto live: Junpei "JP" Hiyoshi
Sumber: https://barks.jp/news/964495/
0 notes
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
About TaJi (Rides In ReVellion)
hiii aku mau sharing tentang TaJi RIR ^^ kalau sekarang dia di MaQia. btw dia gitaris favorit aku ^^
Tumblr media
Profil dari Crimson Lotus menyebut TaJI lahir 19 Desember, golongan darah B, berasal dari Osaka, dan suka menonton film serta menghabiskan waktu di batting center (latihan memukul bola), kalau diliat beberapa postingan dia juga suka nonton gulat.
TaJI adalah sosok yang menciptakan nama “Rides In ReVellion” — ia mengambil inspirasi dari frase “Rise in Rebellion”, lalu mengganti huruf “B” menjadi “V” sebagai penghormatan pada genre Visual Kei, serta mengubah “Rise” menjadi “Rides” agar mencerminkan konsep “Rides in ReVellion" Sebelum menjadi band resmi, TaJI bersama KuRo dan Ame berasal dari Black September, lalu membentuk Rides In ReVellion pada Maret 2015. Mereka langsung merilis single demo pada April 2015 dan debut live di Osaka pada 13 Mei 2015.
Ia bersama KuRo dan Ame membentuk Rides In ReVellion pada Maret 2015, setelah sebelumnya aktif di band Black September
Dalam single terbaru “FALLING STAR” (2023), TaJI tampil sebagai vokal kedua bersama KuRo. Ini bukan pertama kalinya; sebelumnya mereka sukses kolaborasi dalam cover lagu Ado “Usseewa”.
Saat tampil di festival FEST FES 2018, TaJI bukan hanya tampil di panggung—ia juga ikut menjual “big big pineapples” dan mentimun untuk berinteraksi langsung dengan fans di area matsuri. Menurutnya, ini memberi energi komunikasi yang berbeda dari konser biasa.
TaJI membantu band merancang konsep dua album mini: “Artery” sebagai cerminan “royal road” dengan suara klasik band “Vein” sebagai sisi eksperimental atau “curveball” dalam karya mereka.
Sebelumnya tampil sebagai opening act, pada FEST FES 2018 mereka tampil selama dua hari berturut-turut dengan masing-masing durasi 30 menit—menurut TaJI, ini menjadi momen kebanggaan karena kini berada di main stage.
Band ini debut internasional saat tampil di Anime USA (Washington DC, Oktober 2016). TaJI turut ambil bagian dalam panel, meet‑and‑greet, serta sesi tanda tangan—menandai langkah besar mereka ke panggung global.
TaJi pernah jadi Roadie Gotcharocka sekitar tahun 2015-2016.
Setelah RIR bubar, Taji join band MaQia bareng shiyu (non VKEI)
Tumblr media
TaJi pernah pelukan sama ROY kun XD
Tumblr media
Sepertinya TaJi suka monyet, pernah liat cover X nya sebelum ganti dulu pake boneka monyet ini juga XD.
0 notes
tiaaa0w0 · 10 days ago
Text
About Souma Ga To Chou
Helloo disini aku mau post beberapa funfact tentang souma-kun ^^. Vokalisnya Ga To Chou (Ex.Vokalis Ashmaze)
Tumblr media
Debut bersama IGGY sebagai Souma (創真), lalu beralih ke Ashmaze. sebagai “双真” (dibaca Souma) dan sekarang menjadi vokalis utama di GA TO CHOU (蛾と蝶 – artinya “ngengat dan kupu-kupu”).
Di GA TO CHOU, ia memimpin formasi powerhouse bersama mantan anggota Lycaon, Kiryu, dan R‑Shitei.
Profil resmi mencatat Souma punya golongan darah O – hal yang cukup menjadi kepercayaan di kalangan fans visual kei Jepang.
Pada April 2024, Souma resmi meninggalkan Ashmaze. setelah oneman live terakhir tanggal 22 April akibat artistik differences perihal arah band
Setelah keluar dari Ashmaze., Souma langsung intens memimpin GA TO CHOU sebagai vokalis utama. Band ini akan menggelar one‑man live pertama bertema “Uka” (羽化 = Metamorfosis) pada 24 Desember 2024 di Shibuya WWW X
Lahir di Kumamoto (熊本), Lalu tinggal di Inggris selama 1 tahun karena pekerjaan sang ayah. Balik sebentar ke Kumamoto, lalu berpindah-pindah di wilayah Saitama (埼玉).
Tumblr media
Saat masih di band IGGY (masa awal karier), mereka berkegiatan utama di Sendai karena kantor manajemen berada di sana. Banyak live yang dilakukan di Sendai, sehingga kota itu jadi tempat yang akrab baginya. Baginya, Sendai terasa seperti kampung halaman kedua atau tempat berkesan.
Pada Agustus 2023, Souma mengalami cedera serius—memar kepala dan perforasi gendang telinga—karena menolong anggota keluarga yang jatuh. Ia harus melewati beberapa panggung penting dalam keadaan tanpa vokalis. Untungnya, kondisi sembuh dalam 2 minggu dan ia kembali tampil pada 8 September 2023 di Akabane ReNY alpha
1 note · View note