umamii01
umamii01
Phantalasa
84 posts
Geologi • berproses • lalu menang
Don't wanna be here? Send us removal request.
umamii01 · 2 years ago
Photo
Tumblr media
All memories in monochrome. https://www.instagram.com/p/CppKg2mPZIgJlvoKe8_Tf-RwdLklmIQ6MqEDJQ0/?igshid=NGJjMDIxMWI=
6 notes · View notes
umamii01 · 4 years ago
Photo
Tumblr media
Great Year to an end. Thanks. https://www.instagram.com/p/CXaFNumpW_-/?utm_medium=tumblr
2 notes · View notes
umamii01 · 4 years ago
Note
Assalamualaikum Mas Gun
Semoga Mas Gun sekeluarga selalu diberi kesehatan dan keselamatan.
Sebelumnya, mau ngingetin jawabnya jangan jutek-jutek ya. Biasanya kan kalau ditanya tentang kegundahan terhadap kekurangan pasangan suka mode jutek jawabnya hehehe.
Saya mau bertanya. Oiya btw saya perempuan. Jika sudah menemukan laki-laki baik yang insyaAllah juga mencintai saya. Secara emosional bahkan spiritual udah klik banget, tapi karena satu dan lain hal kami belum bisa bersatu. Sebenernya lebih ke karena keadaan ekonomi kami yang belum "cukup" untuk menghidupi satu sama lain. Apakah bijak jika kami tetap mempertahankan hubungan ini atau lebih baik berjuang sendiri-sendiri dulu? Terima kasih. Semoga dijawab.😊😊
Waalaykumsalam. Jutek yang kamu rasakan itu adalah bentuk penafsiran yang kamu rasakan atas bahasa tulis yang saya pakai. Biasanya, buat teman-teman yang di lingkungannya tidak terbiasa dengan feedback, secara otomatis dalam dirinya akan ada mekanisme pertahanan diri yang aktif. Dan respon itu membentuk cara berpikir dan bertindakmu seperti apa. Tapi kita ga akan bahas itu, saya akan bahas yang di pertanyaan. Saya pernah punya pengalaman soal ini. Sebuah pengalaman yang membuat saya akhirnya memilih sebuah sikap/keputusan yang menurut saya, sampai hari ini, itu adalah keputusan yang sangat keren. Saya menemukan problematika serupa yang ditanyakan di atas terjadi di orang lain, diakibatkan oleh masalah yang sama, dan respon yang hampir sama, dan masalahnya gak selesai-selesai, muter-muteeeer terus disitu aja. Dan waktu itu, saya membuat respon yang berbeda. Kalau teman-teman berkeinginan untuk menikah, maka calon adalah persiapan terakhir. Ya, diletakkan di paling akhir. Setelah semua persiapan yang lainnya, menurutmu, sudah cukup. Apa akibatnya kalau "calon" itu dipersiapan di depan sebelum persiapan-persiapan lainnya? Akibatnya adalah seperti yang ditanyakan oleh penanya di atas, bingung sendiri harus ngapain. Itu terjadi dibanyak orang. Alih-alih mempersiapan pondasi-pondasi yang lebih urgent, justru fokus tersebut pecah karena harus memikirkan orang yang belum tentu juga jadi jodoh kita, menjadikannya bahan pertimbangan atas semua keputusan hidup kita; mau kerja apa, kerja dimana, sekolah lagi apa nggak, dll. Ya Allah, ribeeettt amat jadinyaa hidup kitaaa. Itu adalah pengalaman yang berhasil kuambil pelajarannya. Akhirnya, alih-alih saya sibuk mencari orang yang akan saya nikahi saat itu. Berkali-kali berproses, jatuh cinta, gagal, ditolak, pusing, ngaruh ke akademik, ke pekerjaan, dll. Akhirnya saya mengubah algoritmanya, mengubah urutan proses menuju pernikahan. Saya meletakkan "proses mencari calon" di paling akhir. Di depan saya belajar soal ilmu pernikahan, parenting, bekerja untuk beli kendaraan, mempersiapakan hunian, reconnecting hubungan dengan orang tua menjadi lebih hangat, networking, bangun pondasi karir, dll. Fokus di sana. Sampai pada waktu itu saya merasa semua itu sudah cukup, saya baru mencari calon.
Ingat banget saat itu, ketemu perempuan yang jadi istri saya sekarang hanya beberapa kali. Saya langsung bilang orang tua saya, ortu setuju. Langsung saya lamar ke orangtuanya. Ga sampai 3 bulan dari saya lamar, udah nikah. Less drama. Saat fokus dengan hal-hal yang saya kerjaan di awal sebelum mencari calon pasangan hidup, saya jadi paham juga pasangan seperti apa yang FIT dengan goals yang saya miliki.
Buat kamu yang kebingungan soal keputusan masa depan karena "ada seseorang saat ini" padahal dia statusnya masih “orang lain” dan membuat pertimbangannya jadi berat. Coba diam, merem, terus delete orang tsb dari faktor pertimbangan, hilangkan dari pertimbanganmu. Kamu akan tahu, sebenarnya apa yang harus kamu kerjaan terlebih dahulu :)
2K notes · View notes
umamii01 · 4 years ago
Photo
Tumblr media
2020, Terimakasih Tahun ini mungkin berat banget buat sebagian orang. Saya melihat sebagian teman-teman diuji dengan kabar perpisahan. Tentang berpisah dengan pekerjaan, sekolah, silaturrahmi, dan berpisah dengan keluarga terdekatnya. Tidak ada yang pernah membayangkan momen ini hadir di tengah kita 2021, Pasti lebih baik Sepanjang tahun ini, kita semua diuji. Ada yang berhasil melewatinya lalu dikuatkan, Ada pula yang masih berusaha untuk tetap waras dan bertahan hidup sampai waktu membaik entah kapan Tapi, satu hal yang tdk kalah penting. Semoga kita mampu untuk terus mengingat Allah dalam setiap waktunya urusan-urusan kita. Agar senantiasa meniatkan diri untuk mempersembahkan segala sesuatu usaha kita hanya untuk Allah. Aamiin https://www.instagram.com/p/CJZ5u2NsWmQ/?igshid=1rugv98xmpxfx
0 notes
umamii01 · 5 years ago
Text
Dariku,
Si Pendongeng Bumi
Alay ga sih. Wkwk
#hanyasampahpikiran #just #ignore
0 notes
umamii01 · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Ada yang pamrih, tapi dibutuhkan Ada yang terpaksa, tapi untuk menghormati Ada yang gelisah, tapi menyemangati yang lain Ada yang ingin, tapi masih menunggu Cek lagi hatinya Siapa tau itu dirimu Background art by @crooz.id https://www.instagram.com/p/CD8w_5cg6se/?igshid=bg4jfs74uh4e
0 notes
umamii01 · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Green, Brown, and Blue #photograph #naturephotography https://www.instagram.com/p/CD6GeHrAaf0/?igshid=vaf5v1oifn9i
0 notes
umamii01 · 5 years ago
Text
Sewajarnya Hidup, Hidup Sewajarnya
Beberapa waktu lalu sempat heboh akun finansial advisor yang menyorot betapa mahalnya biaya punya anak dalam satu tahun saja. Membuat tak sedikit yang menanggapi takut punya anak karena ’jiper’ dulu lihat biayanya. Ada di angka ratusan juta, pertahunnya. Ini baru satu anak, di tahun pertama. Belum dua, tiga, empat.
Soal punya anak, kalau mau dihitung rasa-rasanya memang banyak juga ‘pengeluaran’ ketika memiliki anak. Apalagi kalau lihat list persiapan persalinan, masih soal awal dia ada di dunia saja bisa banyak sekali printilannya. Belum lagi seiring bertambahnya usia, lihat biaya masuk sekolah, mainan kekinian, buku-buku impor, penyaluran hobi, pendidikan non formal seperti les, ngaji, waah banyak banget…
Ya secara logika seiring bertambahnya anggota keuarga, juga akan bertambah kebutuhan kita. Apalagi anak zaman sekarang. Tetapi di dalam hidup ini, ada hal-hal yang kadang nggak masuk logika kita. Kalau dihitung pemasukan juga nggak tinggi-tinggi amat angkanya, nggak sampai digit berjejer rapi, tapi adaaa saja jalannya. Anak-anak nggak ada yang keleleran.
Pengelolaan finansial sah-sah saja, malah bagus menghindarkan kita dari berhutang dan menyulitkan orang lain. Tapi satu yang perlu kita ingat, hidup kita ini nggak semuanya tentang materi. Dunia ini nggak sesempit kamu punya uang berapa dan seberapa ‘kaya’ kamu. Punya anak nggak soal transaksional: anak dikaitkan sebagai aset, investasi, atau bahkan beban. Ada soal tujuan kita hidup di dunia, ada tentang keberkahan, ada rahmatNya yang menolong, ada hal-hal tak kasat mata yang tidak bisa ditakar, dihitung, bahkan diuangkan.
Nggak ada satu manusiapun yang ditelantarkan olehNya. Dan benar bahwa masing-masing dari kita sudah ada rezekinya masing-masing, datangnya dari pintu yang tidak diduga-duga. Tugas kita berikhtiar yang terbaik.
Saat sedang berencana memiliki anak, atau dalam perjalanan memiliki anak, boleh saja rasanya menghitung kira-kira berapa biaya yang akan kita habiskan. Sembari kita berupaya maksimal membuka banyak ‘keran’ baru, menjadikan amanah ini bisa baik terurus dalam asuhan kita. Tapi jangan lupa untuk berserah. Ada tanganNya yang Maha Mencukupi. Semua datang dariNya. Berserah atau tawakkal membuat hati kita lembut, membuat kita semakin percaya ada Allah yang mengatur segalanya, tak pantas kita menuhankan uang bahkan menuhankan pengelolaan finansial. Semua atas izinNya.
Jika biaya hidup di masa kini terasa berat, mungkin selama ini yang kita lupa adalah selalu merasa cukup. Kita ingin yang lebih, lebih, dan lebih. Melihat terus ke atas, mematok gaya hidup orang-orang yang kelasnya jauh di atas kita. Padahal kita bisa hidup lebih tenang jika mematok hidup sesuai kemampuan kita. 
dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan memberikan kecukupan, (An-Najgm 53:48)
rasa-rasanya di kehidupan serba modern ini, memiliki rasa cukup lebih mewah dibandingkan memiliki kekayaan.
Secara teknisnya begini, jika ada orang yang bisa melahirkan dengan biaya 80 juta, kita secara kemampuan belum mampu ya tidak perlu memaksakan menggunakan standar itu, ada opsi biaya-biaya di bawahnya. Ada fasilitas puskesmas untuk kontrol kehamilan, ada pula BPJS, jika tidak mengambil BPJS ada Rumah sakit bersalin/klinik lain yang angkanya tak sebombastis faskes para artis yang bahkan terkadang mereka dibayar untuk bersalin disana.
Tak perlu memakai doula jika tak mampu, masih banyak bidan baik yang bisa menemani, ada anggota keluarga juga yang bisa diajak bekerjasama. Tak usah memaksa memanggil videografer kelahiran jika budgetmu mepet terlebih itu bukan kebutuhanmu. Bukannya yang terpenting dari kelahiran anak adalah keselamatan dan kenyamanan saat dan pasca bersalin?
Tak harus berhutang berjuta-juta demi memasukkan anakmu ke sekolah mahal. Mungkin privilej mereka tidak pada networking yang baik di sekolah itu, tetapi orangtua yang terus berupaya anaknya mendapatkan pendidikan yang layak di dalam maupun di luar rumah.
Memiliki mainan edukasi yang terkurasi para mamagram atau psikolog sebenarnya baik, tetapi jika kita tidak mampu memfasilitasi anak-anak dengan itu bukan berarti kita orangtua yang gagal kan? Ada banyak opsi lain, bisa beli mainan lain yang gradenya di bawah itu, menyewa, atau tidak menbelinya juga tidak apa-apa kan? Yang penting adalah terpantau tumbuh kembangnya–dan tentunya tumbuh kembang dompetmu.
Kita bisa tetap hidup meski tidak bisa beli baju merk ternama, kan? Anak-anak bisa tetap makan, meski alat memasaknya dari alat-alat sewajarnya yang beli di pasar, kan? Anak-anak bisa tetap main meski takpunya playground di rumah, kan?
Sesuaikan dengan kapasitas. Kalau kamu mampu, ambil. Kalau tidak? Jangan memaksakan dan mempersulit hidupmu. Belajarlah untuk hidup sewajarnya. Belajar selalu merasa cukup dengan senantiasa bersyukur, bukan terus melihat linimasa. Hiduplah di tengah-tengah, tidak boros dan tidak pelit. Pelit jika kamu tahu kamu butuh dan kamu mampu tapi tidak mau mengeluarkan hartamu untuk itu, boros jika kamu tahu kamu tidak butuh dan terus menghabiskan uang yang dititipkan padamu untuk hal-hal yang tidak begitu penting saat itu.
Terkadang hidup ini sebenarnya sederhana, yang membuatnya rumit adalah gaya hidup dan berjalan di atas standar orang lain.
Memiliki anak apakah mahal? Ya bisa jadi, tapi bukannya setiap anak punya rezekinya sendiri? Bukankah kita bisa berikhtiar? Bukankah selalu merasa cukup itu hal yang bisa dimiliki setiap orang?
Lagi-lagi hiduplah sewajarnya saja…
519 notes · View notes
umamii01 · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Ada yang menunggu mu untuk dijemput, Ia cemas menghadapi hari-harinya yang penuh tanya Kapan datangnya? Semoga kamu sudah bijak untuk tidak melewatkan waktu mu berbenah, berjalan menuju-Nya sebelum menuju "-nya" yang lain 📸: Redmi Note 8 Pro [Cropped/Perpetua Fltr] #photographer #gadgetgrapher #photography #balikpapan #ngopi #santri https://www.instagram.com/p/CBeQNxFgSkX/?igshid=ksajr1t8i6i0
0 notes
umamii01 · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Jiwa Yang Rindu Tuhannya Hakikatnya manusia diciptakan dari sesuatu yang baik di dunia, yang teduh, yang rendah, yang sabar, dari yang tegar dalam menghadapi pelbagai kondisi Dasarnya manusia tercipta dari sesuatu yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dari yang punya manfaat bagi mahkluk lainnya, dari yang tidak akan pernah mampu meninggi tanpa bantuan mahkluk lain yang mengangkatnya, dari dzat yang tetap zuhud setelah banyak hal yang ia ketahui dari dirinya Ia manusia, ia adalah Tanah yang ditiupkan ruh Ruh yang tadinya dekat dengan Tuhannya Yang diberikan kesempatan membuktikan kedekatannya itu di alam dunia Tuhannya adil, dan memberikan privilese sedemikian banyaknya untuk membuktikan cinta orang-orang yang merindu Hingga nanti, tanah dan ruh itu kembali ke asalnya Sekian In frame: Pekuburan Muslim Kariangau, at 09.00 WITA 📸 Redmi Note 8 Pro (Portait Mode) #photography #gadgetgrapher #photo https://www.instagram.com/p/CBb0loLgR2P/?igshid=7j4v6s6wz3vl
0 notes
umamii01 · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Nikmat (nya) Waktu Pernah terpikir kalau semua kejadian berjalan pada garis waktunya masing-masing. Termasuk setiap daun yang tumbuh lalu jatuh berguguran. Saat kita mencapai sesuatu atas semua usaha yang kita lakukan di masa lalu. Setiap percobaan-percobaan yang kadang berhasil atau bahkan seringnya gagal. Semua kejadian-kejadian bahagia, sedih, kecewa itu semua Allah atur garis waktu yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang kita sedang butuhkan. Beruntungnya jika kita selalu berupaya untuk terus memiliki waktu-waktu yang bermanfaat semasa muda terlebih untuk diri sendiri, lalu untuk orang lain. Selamat mensyukuri https://www.instagram.com/p/CAHDiZPAb_m/?igshid=wmo1wtmt76wr
0 notes
umamii01 · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Bagaimana masa karantina kalian sampai hari ini? Udah mulai merasakan alasan kenapa dulu memilih jurusan ini di blangko pendaftaran perguruan tinggi? Pandemi ini terjadi tiba-tiba, sebagian dari kita juga merasakan hal yang sama karena semuanya bisa dilakukan dari rumah, ada yang senang karena bisa libur, ada yang senang tidak harus panas-panas lagi ke lapangan, atau mungkin ada yang masih bingung dan entah harus bereaksi apa. Tapi, di sebagian lainnya ada yang merasa kurang dari keseruan hari-hari para penganut doktrin uniformitarianisme, ada yang hilang. Mereka rindu bau rumput yang terinjak, rindu baju yang kerap kotor demi beberapa digit angka kedudukan, juga tangan yang penuh lumpur dan pasir untuk menunaikan rasa penasaran akan garis putih-hitam yang dilukis alam. Ada yang Rindu, tapi kita harus Sabar. #geologidirumahaja #nantikitakelapanganlagi #huthmtgdelta5 #fotografia #photography #gadgetgrapher #lombafoto https://www.instagram.com/p/B_TR-VrgYC-/?igshid=p9hsood2i9j4
1 note · View note
umamii01 · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Sudah sampai mana perjuangan mu? Ibu dan ayah mu ingin segera tau. https://www.instagram.com/p/B9jnnHAAchf/?igshid=11gtv11e1o1nf
0 notes
umamii01 · 6 years ago
Photo
Tumblr media
Foto zaman bapak habis ngaji gak langsung pulang, tapi mampir dirumah tetangga dulu main congklak sampai ikutan makan malam dirumahnya tetangga. Gak pulang dicariin ibu, pulang dikunciin pintu. Pict: @gshrsrngln [12/07/2001] https://www.instagram.com/p/B51W5peAmju/?igshid=1uesleolkhw67
2 notes · View notes
umamii01 · 6 years ago
Text
refleksi, mari kembali fokus
Tulisan : Privilege
Mungkin kebanyakan dari kita, terlahir tidak dengan privilege. Orang tua kita bukan siapa-siapa, secara ekonomi juga biasa-biasa saja bahkan mungkin terpuruk. Kita adalah generasi pertama yang memiliki akses pada pendidikan tinggi, generasi pertama yang harus berjuang untuk memperbaiki taraf hidup keluarga. Istilahnya, Babat Alas!
Tapi, karena hal itu pula kita meraba-meraba. Apa yang harus kita lakukan, kita tidak punya orang tua yang paham dengan jalan yang kita pilih. Kita tidak punya jejaring warisan orang tua yang bisa kita gunakan untuk membuka jalan, tidak punya orang dalam, tidak punya akses pada lingkaran-lingkaran hebat di luar sana karena kita belum menjadi apa-apa.
Kebingungan itu bisa mengantarkan kita kepada dua hal; Pertama, membuat kita menyerah dan tidak memiliki keberanian untuk berjuang demi kehidupan yang lebih baik dari saat ini. Kedua, menjadi pemacu dan bersedia lelah, berkorban, tidur lebih sedikit, untuk mendapatkan apa yang dicari.
Ada hal yang paling sering terjadi difase ini pada diri kita. Kita salah mengenali masalah-masalah yang sebenarnya kita hadapi. Kesalahan identifikasi itu berakibat fatal kerena kita kemudian mengambil keputusan atau langkah yang keliru. Kita merasa sudah berjuang, padahal justru sedang menggali kubur sendiri. Hidup bukannya bertambah menjadi lebih baik, malah tambah meresahkan. Menjalani sesuatu yang semakin jauh dari tujuan.
Atau kesalahan identifikasi masalah yang membuat diri kita berpikiran pendek bahwa semua keresahan dan masalah hidup kita akan selesai dengan menikah. Lelah kuliah/skripsi, menikah. Lelah bekerja pengin di rumah biar dinafkahi, menikah. Buntu terhadap rencana hidup, menikah. Lupa jika pernikahan itu menambah masalah baru, tanggungjawab baru yang harus dikerjakan, tidak sekedar kehidupan indah yang seolah never-ending-fairy-tale seperti  yang ditampilkan orang-orang di media sosial.
Sebagai anak yang lahir tanpa privilege. Kita sedang berjuang. Maka bersabarlah. Karena memang menjadi generasi pertama itu tidak pernah mudah. Pernah tidak keluar pagi-pagi sekali. Melihat orang-orang suah bergerak untuk kehidupannya. Mencari penghidupan. Beberapa di antara mereka mungkin ada yang seperti orang tua kita, menjadi buruh harian, menjadi pedagang kaki lima, petani, penjual sayur, dan pekerjaan-pekerjaan yang mungkin tidak ada dalam mimpi kita sama sekali. Tapi, mereka berjuang agar anak-anaknya memperoleh pendidikan, memperbaiki kehidupan keluarga di masa yang akan datang.
Kita tidak bisa menyalahkan keadaan, mengapa kita lahir dalam kondisi saat ini. Segeralah beranjak. Kita sedang membangun pondasi, jangan khianati masa depan kita, masa depan anak-cucu kita. 
©kurniawangunadi | 15 September 2019
1K notes · View notes
umamii01 · 6 years ago
Text
RTM : Belum Ada Apa-Apanya
Beberapa minggu belakangan ini. Saya dihubungi beberapa teman, teman sepermainan zaman berjuang dulu, termasuk ketika zaman masih single. Kami berdiskusi tentang sesuatu yang dulu hanya ada dalam angan-angan kami, yaitu rumah. Rumah dalam makna yang sebenarnya, bangunan fisik dari tumpukan batu bata, ada gentingnya, ada lantainya, ada pintunya. Rumah.
Rumah itu mahal, itu dalam ukuran kantong kami. Apalagi sebagai rumah tangga muda. Bekerja selepas kuliah juga belum lama. Juga tidak mendapatkan rezeki dibelikan rumah oleh orang tua, itu artinya kami harus berjuang untuk itu. Mulai dari diskusi, dimana lokasi yang tepat untuk membangun rumah yang ternyata urusannya tidak sekedar membeli rumah. Ada banyak pertimbangan, selain harga, tentunya adalah lingkungan. Bagaimana cara membayarnya, karena kami tidak punya uang tunai sebanyak itu ditengah-tengah kami ingin menghindari riba dari jual beli. Banyak sekali diskusi yang menarik, terutama tentang berbagi informasi hunian yang sedang dibangun.
Dan kami sadar, kami harus berjuang untuk itu. Mungkin bisa cepat, mungkin juga bisa bertahun. Pada intinya sama, kami harus berjuang dan memperjuangkannya. Itu akan menjadi rumah untuk keluarga, tumbuhnya buah hati, juga tumbuhnya peradaban.
* * * *
Bapak dan Ibu pernah bercerita tentang usaha mereka untuk membangun rumah. Rumah itu dibangun pada tahun 1989 di atas tanah warisan dari simbah. Foto rumah saat itu masih ada, lantainya masih berupa tanah, dindingnya masih terlihat tumpukan batunya, belum ada cukup uang untuk membeli semennya. Ubin rumah baru dipasang sekitar 6 tahun kemudian, untuk membuatnya jadi lantai keramik seperti saat ini, butuh waktu hampir 17 tahun sejak rumah itu pertama kali dibangun. Dulu, sewaktu kecil, kamar mandinya hanya berupa tumpukan batu bata yang disusun dengan tanah, bukan semen. Sumurnya tentu saja sumur gali, bukan sumur pompa seperti sekarang.
Rumah itu, meski bentuknya tidak semanis rumah-rumah yang tergambar di internet. Tapi, setiap sudut ceritanya sangat manis. Saya masih ingat dulu, ruang makan yang kami gunakan sekarang, dulu adalah kandang ayam. Kini menjelma menjadi ruang shalat, ruang makan, dengan lantai keramik.
Butuh bertahun-tahun. Dan barangkali kalau kita berbicara tentang rumah, kita perlu bertanya kepada orang tua kita masing-masing, bagaimana beliau berjuang untuk membangunnya.
* * * * Dan perjuanganku memang belum ada apa-apanya. Seringkali saya bercerita kepada istri saya bahwa nanti rumah yang ada sekarang akan dibuat seperti ini dan seperti itu. Saya tahu, perkataan itu menuntut perjuangan. Dan saya siap memperjuangkannya.
Kami tidak tiba-tiba mendapatkan segala sesuatu, karena memang orang tua kami tidak memberikannya. Sebagai keluarga muda, kami berjuang untuk membangun itu dari awal. Sebagian teman kami mengontrak sepetak rumah kecil, ada yang sudah mulai mencicil, ada yang sedang mencari informasi. Sungguh, perjuangan ini belum ada apa-apanya dibandingkan dengan perjuangan orang tua. Dan demi mengetahui hal itu, saya justru semakin bersemangat memperjuangkannya.
©kurniawangunadi | #rtm | 12 agustus 2017
483 notes · View notes
umamii01 · 6 years ago
Text
(apa)boleh (pikiran)ku merasa(kan) hidup di laman tulis tumblr ku ini
0 notes