Tumgik
utisp · 6 years
Text
Rinjani #2
30 April 2017 pagi, saya terbangun dari tidur (yang rasanya seperti baru sedetik) dan langsung mandi dengan bantuan headlamp (karena lampu kamar mandinya ternyata mati). Saya memakai outfit untuk trekking hari pertama : kaos Tabalong Runner dan celana Eiger, topi, dan sepatu trekking SNTA yang menemani sejak naik Semeru. Kemudian saya kembali packing dengan memisahkan barang yang akan saya bawa untuk pendakian dari barang yang akan dititipkan di basecamp seperti baju ganti untuk perjalanan pulang ke Tanjung, celana jeans, dompet, dll.
Setelah semua selesai sarapan, kami menaikkan barang-barang ke mobil pick up, dan kami menaiki 2 mobil pick up lainnya. Kami menuju Desa Sembalun yang merupakan titik awal pendakian kami. Perjalanan dari homestay di Senaru ke Sembalun memakan waktu sekitar 45 menit dan sepanjang jalan, kami bisa melihat puncak Rinjani dari kejauhan (seperti pada foto di post sebelumnya). Sepuluh menit pertama, saya masih excited, mengambil foto dan berkenalan dengan teman-teman Malaysia. Kemudian seperti biasa, saya merasa mual. Sama seperti sebelum naik Semeru dulu. Saya panik dan gugup luar biasa. Naik gunung lagi. Capek-capekan lagi. Sakit-sakit badan lagi. Suhu ekstrim lagi. Belum lagi insiden malam sebelumnya.
Tumblr media
My hiking buddies!
Kemudian saya melihat puncak lagi. Saya pasti bisa.
Setibanya di Sembalun, kami mendaftar di pos. Saya cukup takjub dengan jumlah pendaki yang hendak naik hari itu. Ramai bukan main, dan didominasi turis asing. April-Juni memang waktu di mana jumlah pendaki Rinjani mencapai puncaknya karena cuaca yang baik dan pendakian baru dibuka setelah ditutup untuk konservasi (biasanya Januari-Maret).
Tumblr media
Where it all began
Sebelum memulai perjalanan, saya mengecek perlengkapan sekali lagi dan saya baru sadar ternyata headlamp saya mati. Saya adalah tipikal yang perlu persiapan yang lama jika ingin melakukan sesuatu, dan kejadian seperti ini bikin kesal luar biasa. Untungnya ada warung di dekat pintu gerbang pendakian yang menjual headlamp alakadarnya. Murah dan terlihat tidak meyakinkan, tapi setidaknya cukup untuk pendakian kali ini saja.
Pendakian pun dimulai! Langkah pertama diambil, dan pemandangan pertama setelah melewati gerbang Geopark Rinjani didominasi oleh perkebunan warga yang dilanjutkan dengan sabana yang luas. Rumput dan semak sejauh mata memandang. Lanskap ini sangat berbeda dari pemandangan awal pendakian di Semeru, yang sepanjang jalurnya dipayungi pohon-pohon tinggi dan rimbun. Perbedaan yang demikian berpengaruh besar, ternyata, karena tanpa pohon yang rindang, sinar matahari yang terik langsung jatuh di atas kepala.
Tumblr media
Baru jalan, masih ada tenaga untuk foto
Energi saya terkuras dengan cepat, dan baru sebentar nafas saya sudah habis. Baru satu jam berjalan, mata saya sudah berkunang-kunang dan pundak saya sakit membawa beban yang berat. Lemah amat sih! Pikir saya. Saya tertinggal rombongan, ditemani oleh guide kami, Bang Awan. Beberapa kali dia menawari untuk membawakan tas, tapi saya menolak. Saya heran kenapa saya selemah itu. Saya berburuk sangka sama diri sendiri. Jangan-jangan ini psikis. Mungkin karena mood yang tidak karuan saat memulai perjalanan karena kejadian kecelakaan bis dan headlamp yang tiba-tiba rusak. Makanya saya terus memaksakan diri untuk lanjut. Tetapi semakin saya memaksakan diri, tenaga saya semakin habis. Sampai di titik saya bahkan tidak bisa bangun. Saya diminta untuk lepas carrier dan kemudian Mas Ali menggendong carrier saya di bagian depan. Lagi-lagi saya merepotkan orang. Padahal ini baru awal. Saya setengah menangis memanggil-manggil Mas Ali, “Jangan dibawain Mas.. Plis jangan” (a bit dramatic but believe me that’s what I said. With tears).
Setelah berguling di tanah dan memejamkan mata cukup lama, akhirnya saya lanjut jalan lagi ditemani Bang Awan sampai akhirnya kami sampai di Pos 1. Rombongan sudah sampai di sana cukup lama. Sebagian sedang shalat, dan yang lainnya bersiap makan siang. Begitu melihat Mas Ali seperti biasa saya menghujaninya dengan permintaan maaf, dan itu tidak sedikitpun mengurangi rasa bersalah saya.
Tiba-tiba Bang Agung menghampiri.
“Ti, tasnya sampe atas dibawain aja ya pakai porter. Ini kebetulan ketemu tadi di jalan dan mau morterin.”
Saya awalnya ragu. Apa saya mau menyerah secepat ini. Tapi kemudian saya teringat betapa beratnya melihat teman seperjalanan harus menganggung akibatnya jika saya keras kepala, seperti waktu naik Semeru dulu, dan seperti beberapa saat sebelumnya saat melihat Mas Ali membawa carrier saya. Dan saya pikir, lebih baik saya dibantu di awal perjalanan ini daripada kelelahan dan tidak bisa summit attack. Akhirnya saya mengiyakan dan Bang Agung memperkenalkan saya dengan abang porter yang katanya akan jadi “pacar” saya sampai akhir pendakian. Namanya Bang Rendi. Asli Sembalun.
Singkat cerita, mulai dari pos 1, carrier saya dibawa oleh Bang Rendi. Saya cuma membawa backpack berisi makanan, air, dan sebagian obat-obatan penting. Saya baru ingat, kalau kami lupa beli oxican, yang sebenarnya akan sangat membantu di kondisi seperti sebelumnya. Seorang teman Malaysia bilang, saya kekurangan asupan oksigen ke otak, sehingga cepat lelah dan pandangan gelap. Jadi, perjalanan selanjutnya akan saya tempuh perlahan. Yang penting sampai.
Sedikit tentang Bang Rendi. Dia ini orangnya pendiam di awal, religius (suka ngasih kultum tiba-tiba selama perjalanan), dan sangat hafal medan. Tapi dia tidak pernah mau menjawab setiap ditanya “Masih jauh ngga Bang” karena tidak ingin membuat mental saya drop. “Mba jalan aja, tenang aja, pelan-pelan. Pasti sampai kok.”
Pernah di suatu titik antara pos 2 dan 3, dia tiba-tiba meminta saya istirahat. Kemudian dia minta izin untuk pergi sebentar.
“Mba tunggu di sini ya. Aku mau ke mata air di bawah sebentar.”
Selincah kera, tiba-tiba dia menuruni tebing dan menyusup ke balik batu-batu besar. Setelah sekitar 10 menit, dia kembali naik dengan membawa sebotol air.
“Kata orang kalau minum air dari sana, bakalan kuat. Ini minum, terus cuci muka pakai air ini. Insya Allah..” Kata Bang Rendi sambil kemudian membacakan doa-doa ke botol air.
Saya nurut saja. Tapi entah karena sugesti, saya merasa jauuuh lebih baik. Keren Bang Rendi ini pokoknya.
Tumblr media
Kilometer di papan ini tidak representatif terhadap kondisi aktual yang rasanya seperti 1000 km. 
Banyak orang bilang, trek Rinjani itu berat karena panjang. Sebenarnya tidak terlalu banyak medan ekstrim, tetapi memang jarak tempuhnya sangat jauh. Tetapi bayangan itu runtuh ketika saya bertemu Bukit Penyesalan. 
Tumblr media
Belum ketemu Bukit Penyesalan mah masih bisa senyum
Sebelumnya beberapa teman yang sudah pernah ke Rinjani memang mewanti-wanti saya tentang Bukit Penyesalan ini. Ini adalah trek sebelum tiba di Plawangan Sembalun, tempat camp pertama. Dari namanya, saya sudah tahu trek ini akan menyiksa. Kata orang, beneran bikin nyesel naik Rinjani. Naik lelah, turun sayang. Intinya, hajar. Tapi toh, ini trek terakhir sebelum tiba di tempat camp, jadi mungkin pendek saja, pikir saya. TERNYATA. PANJANG DAN TIDAK KUNJUNG SELESAI. Berjam-jam saya harus melewati medan yang --------- intinya bikin babak belur. Pantas namanya Bukit Penyesalan dan aliasnya juga banyak. Bukit Penyiksaan. Bukit Penderitaan. Bukit Pembataian.
Beda jenjang trek ini tinggi, saya harus menggunakan seluruh anggota badan saya untuk naik. Saya tidak bisa membayangkan naik trek itu dengan kondisi tidak fit dan membawa carrier. Alhamdulillah ada Bang Rendi. Saya lihat teman-teman saya yang lain, semua tidak bisa berkata-kata. Bahkan Mas Ali yang biasanya tidak pernah berhenti menjadi sedikit-sedikit parkir. Bang Andrew sempat break down karena lututnya menyerah. Untung Bang Rendi jago memberikan pertolongan pertama pada lutut yang “kena”. The best lah pokoknya Bang Rendi. Porter paket lengkap.
Dibanding Bukit Penyesalan, saya lebih suka kalau trek ini diberi nama Bukit PHP. Setiap melihat ke atas, kita pasti bisa melihat ujungnya, dan itu membuat kita berpikir kalau tujuan kita sudah dekat. Setelah sampai atas, ternyata masih ada bukit lagi. Dan berulang. Terus menerus seperti itu.
Setelah sekian jam, sekian bungkus Madurasa, dan sekitar tujuh bukit, akhirnya kami sampai di Plawangan Sembalun. Saya tiba tepat sebelum gelap. Dan ternyata masih ada sebagian rombongan yang masih dalam perjalanan. Tenaga saya sudah habis. Dan ingin segera masuk tenda. Ternyata kami harus menyusuri punggungan Plawangan Sembalun sampai ujung untuk menemukan tenda kami. Plawangan Sembalun malam itu ramai sekali dipenuhi tenda-tenda pendaki. Di punggungan gunung yang sesempit itu, ratusan orang mendirikan tenda. Pemandangan seperti itu baru saya lihat karena waktu naik Semeru area camp sepi mengingat kami naik di tengah musim penghujan.
Singkat cerita, dengan sedikit tenaga yang tersisa, saya berganti pakaian bersih dan makan malam, kemudian langsung istirahat untuk persiapan summit tengah malamnya.
Lanjut nanti, ah. Flu berat..
Ditulis di Tanjung, 18 Februari 2018
6 notes · View notes
utisp · 6 years
Text
Rinjani #1
Tumblr media
View Rinjani, dari Desa Bayan, Lombok Utara, NTB
Bukan Rinjani namanya, kalau tidak jatuh bangun dulu untuk mencapai puncaknya. Tetapi memang sepadan setiap peluh yang mengalir dengan apa yang Dewi Anjani suguhkan. Bukan hanya ketika di atas. Tetapi di setiap langkah yang diambil, dari jejak pertama hingga terakhir.
Sudah lama sekali rasanya ingin menulis tentang tempat ini. Bukan, ini bukan catatan perjalanan, karena saya bukan travel blogger. Tulisan ini hanya berupa kapsul waktu yang ingin saya buka lagi di masa depan. Namun karena pekerjaan yang menyita pikiran, not to mention roller coaster of life drama(s), saya belum sempat untuk menulis.
Rinjani adalah gunung kedua yang saya daki setelah Semeru (ketiga, kalau Prau termasuk). Seperti yang saya singgung di tulisan saya tentang Semeru, beratnya naik gunung tidak bikin saya kapok. Karena itulah, hanya beberapa minggu setelah saya naik Semeru, plan untuk menjelajahi Rinjani pun sudah langsung tercetus. Masih bersama orang-orang yang sama. Dan saya tidak pakai pikir-pikir lagi, langsung memutuskan untuk ikut.
Dengan berbekal persiapan fisik yang ternyata masih sangat amat kurang, tanggal 29 April saya dan 3 orang lainnya pun berangkat dari Tanjung menuju Lombok, dimana kami akan bertemu 16 orang lainnya. Yap, naik gunung kali ini saya tergabung dalam rombongan yang cukup besar, dan spesialnya lagi, sebagian besar dari mereka berasal dari Malaysia. Orang Indonesia di rombongan itu hanya saya, Mas Ali, Mas Adit, Mba Nathan (mereka yang naik Semeru dengan saya sebelumnya), Bang Andrew (teman kantor), dan Bang Agung (suaminya Mba Nathan yang at the moment statusnya masih fiance hehe). Di luar kami dan guide serta porter, semuanya warga negara Malaysia. Mereka pada umumnya sangat ramah dan supel, bikin saya nyaman berinteraksi dengan mereka (yang notabene saya ini orangnya susah menerima orang baru, either karena memang pemalu atau malas basa-basi).
Singkat cerita, kami berkumpul di meeting point kami : Lombok International Airport di Praya. Setelah semua berkumpul dan makan siang, kami berangkat menuju Basecamp di daerah Senaru, yang terletak 3 jam dari Praya. Kami menaiki sebuah bis kecil yang kapasitasnya sekitar 25 orang.
Perjalanan ke Senaru awalnya didominasi pemandangan urban biasa, sampai setelah Mataram mulai terlihat area-area turis dan garis pantai. Lumayan gemerlap, tapi area ini bukan tourist attraction yang utama di Lombok. Turis biasanya mencari Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air, dan per-Gili-an lainnya yang pantainya cakep luar biasa tapi sayang tidak bisa saya ceritakan karena saya juga belum pernah.
Setelah pantai, saya tidak terlalu memperhatikan jalan karena gelap dan saya mengantuk. Tapi yang saya tahu adalah jalur yang kami lewati mayoritas menanjak dengan tebing dan jurang di kanan kiri. Terkadang rumah warga. Terkadang kebun.
Dengan mata kriyep-kriyep, saat terjaga saya berusaha memperhatikan jalan. Satu hal yang mengganggu saya adalah fakta bahwa bis yang saya naiki sepertinya low power. Setiap tanjakan, kenek harus turun dari bis untuk memasang ganjal ban. Dan beberapa kali mesin bis mati. Saya duduk persis paling depan di belakang supir bersama Mbak Nathan. Beliau hampir selalu tidur sepanjang perjalanan, jadi entah dia melihat hal yang sama dengan saya atau tidak. Tetapi karena saya melihat si supir selalu sigap memberi aba-aba pada kenek di tiap tanjakan dan melihat tindakannya yang cepat setiap bis mati karena tidak kuat, saya berusaha menenangkan diri saya.
Saat itu sekitar jam 10 malam. Sudah cukup lama kami di perjalanan, dan seharusnya basecamp sudah dekat. Saya masih dalam keadaan mengantuk tapi terjaga, ketika tiba-tiba bis low power dan mati saat sedang menanjak. Kenek segera bersiap turun dan supir berusaha mengerem dan saat itulah jantung saya serasa berhenti. Remnya blong. Bis mulai mundur dan saya sentak terasa seperti dibangunkan dari tidur ketika orang-orang dalam bis mulai berteriak. Ada yang takbir, ada yang panik, ada yang tidak mengerti apa yang terjadi karena baru bangun. Saya pasrah. Bis mundur makin cepat. Di dunia nyata mungkin kejadian ini terjadi sangat cepat, tetapi dalam benak saya yang shock, semua seperti slow motion. Si supir tidak kalah histerisnya, hingga dia dengan reaktif membanting setir ke kanan yang menyebabkan bis terguling ke kanan, menghantam dinding tebing. Saya memejamkan mata ketika kaca bis di samping saya dan Mbak Nathan pecah dan menjatuhi kedua kepala kami, dan dahan-dahan pohon menusuk masuk. Saat saya membuka mata, bis sudah berhenti dan dalam kondisi miring. Badan saya dan Mbak Nathan dipenuhi pecahan kaca. Saya mendengar yang lain masih berteriak dan berusaha turun dari bis. Bang Agung juga berteriak "Neysa! Neysa!" dan menarik Mbak Nathan turun. Saya masih duduk dan linglung sampai kemudian saya dibantu turun juga. Lupa oleh siapa.
Setelah berhasil keluar dari bis dan pandangan saya mulai jelas, saya melihat supir bis yang masih histeris berguling-guling di aspal. Panik, dan takut, berulang-ulang dia teriak "Ya Allah.. Matiiiii orang.. Hampir matiii orang ya Allah.." sambil menangis. Saya yang punya historikal cengeng ini, anehnya, malah tidak menangis sama sekali. Orang bilang, saya shock, karena beberapa menit saya tidak menjawab ketika ditanya. "Uti kamu ngga apa-apa kan? Ada yang luka ngga?" dan saya cuma mengangguk dan menggeleng saja. Saya dan Mbak Nathan dibantu oleh teman-teman yang lain membersihkan serpihan kaca. Alhamdulillah yang lain tidak ada yang terluka, dan ternyata kaca bis yang pecah memang hanya yang letaknya di samping kursi kami (karena paling pertama menghantam dinding tebing). Saya lihat ke sisi kiri jalan, ternyata rumah-rumah warga di area yang lebih rendah. Alhamdulillah, si supir tidak banting setir ke arah kiri karena mungkin yang cidera akan lebih banyak dan bis akan berguling beberapa kali. Dan Alhamdulillah juga, kami sedang tidak berada di area yang sisinya jurang.
Saya kemudian mulai sadar dari shock. Yang lainnya masih sibuk. Ada yang menghubungi keluarga, ada yang membantu menenangkan supir, ada yang masih kaget dan bingung. Warga mulai ramai keluar dan tidak lama kemudian, saya dan Mbak Nathan disuruh naik mobil lebih dulu ke penginapan (yang ternyata hanya tinggal beberapa menit saja dari lokasi tersebut). Yang lainnya menyusul belakangan dengan mobil pick up.
Sampai di penginapan, saya dan Mbak Nathan masuk kamar dan mulai bersih-bersih. Saat ganti baju saya kaget karena ternyata serpihan kaca masih banyak yang tersisa. Untungnya kami tidak ada yang terluka. Saya cuma luka gores di tangan karena serpihan. Tapi mau tidak mau akhirnya saya menggigil juga. Ngeri belakangan atas peristiwa yang terjadi. Tetapi luar biasa bersyukur masih diberikan keselamatan..
Malam itu saya tertidur setelah susah payah. Lelah luar biasa, tetapi shock masih tersisa. Saat itu, sejujurnya, saya bahkan tidak tahu apa kami masih bisa naik gunung seperti plan awal. Setengah dari diri saya merasa ingin menyerah saja. Sudah syukur lolos dari maut hari ini. Apa besok punya tenaga untuk aktivitas yang lebih menguras lagi? Saya menyerahkan semuanya kepada malam, dan tertidur.
Ditulis di Bandung, 110118
17:27
Sambil menunggu.
5 notes · View notes
utisp · 6 years
Photo
Tumblr media
Cuma sedikit orang yang dianugerahi bakat untuk selalu mempersatukan kawan-kawan, sejauh apapun masing-masing sudah berpencar. Ujar orang barat : the glue that holds a group together. Dan sampai saat ini, saya belum bertemu dengan yang lebih sakti dari Tesla Muhammad Abduh. . Yang ngga pernah bosen nanya, "Maneh lagi sibuk apa?", atau "Kumaha TA?", atau "Apa kabar Kang Cahyo?", atau "Tahun baruan bikin acara yuk?", atau "Kapan cuti? Ketemu sama aing ya awas kalo ngga". . Sesakti itu, bahkan sampai setahun setelah pergi pun, masih bisa bikin orang-orang kumpul, buat doain alm. . Makasih Teslo, dari jaman masih pake seragam putih abu, selalu jadi alesan orang-orang buat kumpul. Bahkan sampai sekarang. Mulai dari tahun lalu, kepergian maneh mengubah cara pandang terhadap momen pergantian tahun yang awalnya aing anggap sebagai momen hore, sekarang jadi semacam pengingat.. to quote @largehu : to remind us that death is near. . Arti tahun baru buat aing ngga akan pernah sama lagi. . You were my castle on the hill, and apparently you still are. . Semoga Allah senantiasa melapangkan tempat istirahat terakhir mu, ya, Teslateslolo.. (at Cijulang, Jawa Barat, Indonesia)
3 notes · View notes
utisp · 6 years
Audio
another lagu unyu2 from abang ed. lanjut bang!
0 notes
utisp · 7 years
Text
This sweet little thing.
Saya punya kebiasaan kecil yang adiktif. Kebiasaan ini muncul karena setiap selesai menelepon, Bapak dan Ibu saya tidak pernah menekan tombol "End" atau memutus sambungan dan langsung meletakannya. Kadang saya pun tidak langsung melakukannya, dan mendengarkan mereka bicara sayup-sayup via telepon (yang tanpa mereka sadari masih tersambung). And their conversation about me, by far, is the sweetest thing God created on earth.
2 notes · View notes
utisp · 7 years
Photo
Tumblr media
Pantesan kepikir terus, ternyata ini 29 Agustus. Aing tau konsep "hari ulang tahun" udah ngga berlaku lagi, tapi kalau hari ini dijadiin Hari Kangen Tesla Sedunia mah ngga ada yang ngelarang kan yaa 😊 "santaaai ti, kan kapan kita mati juga udah ditentuin dari kita diciptain ti. setau aing sih gitu" -via chat fb, Juni 2012 iyaa Tes, iyaaa 😊
2 notes · View notes
utisp · 7 years
Video
Kamu ngapain sih, Batman? Mondar-mandir ngga jelas.. Kalau mau terbang mah terbang aja.. Tapi caption saya ini sama aja sih ngga jelasnya sama si Batman haha 😬 Uring-uringan cutinya udah mau beres. Quotesnya Surayah @pidibaiq ini sudah cukup menggambarkan lah ya. Btw, sampai ketemu lagi, Bandungku.. #bandung #asiaafrika (at Alun Alun Bandung)
0 notes
utisp · 7 years
Text
Ceritanya mau pergi dan mesen Gojek dari rumah. Pas Mas Gojeknya dateng dengan excitednya Bapak-Ibu "melepas" anaknya dengan penuh drama
Ibu : Hati-hati yaa, makasih ya udah nganterin..
Bapak : Ngga usah ngebut-ngebut ya..
Ibu : Nuhun ya A'.. Titip yah..
Saya : Kok lebay sih ihhh udah atuh malu 😂
Mas Gojek : (Mesam-mesen awkward) Ngga apa-apa kok.. Pergi dulu ya Pak, Bu.. ☺️
Buset ini naik Gojek berasa lagi diapelin aja 😂
1 note · View note
utisp · 7 years
Photo
Tumblr media
0 notes
utisp · 7 years
Conversation
Sa-Ae Lu To
(Lagi di AW)
Tito : Sundae coklatnya satu Mba.
Tio : Lu beneran itu doang?
Tito : Iya, kan biar sama kayak hari ini (sundae --> sunday)
Uti & Tio : JIR!!!
0 notes
utisp · 7 years
Conversation
Obrolan di telepon hampir setahun yang lalu..
Tesla : Si Large tahun depan katanya mah nikahnya
Uti : Serius?! Kapan???
T : Teuing sih. Tapi kayaknya masih lama. Jangan bilang-bilang yah hahaha
U : Nanti ke nikahan Large dateng bareng aing lah Tes. Temenin haha
T : Heu-euh atuh kalem hahaha
Sekarang nikahan Largenya udah tinggal 2 minggu lagi lho, Tes 😊
0 notes
utisp · 7 years
Audio
😐
0 notes
utisp · 7 years
Photo
Tumblr media
Mainan drone
0 notes
utisp · 7 years
Photo
Tumblr media
Manusia Gorong-Gorong 👷🏻‍♀️
0 notes
utisp · 7 years
Photo
Tumblr media
Goyang fotonya tapi pengen upload.. Kawan yang sebelah kanan ku itu mau resign. Kau kapan nyusul, Ti? 🙆🏻
0 notes
utisp · 7 years
Photo
Tumblr media
Yeah we do!!! from IG @kcstauffer
0 notes
utisp · 7 years
Quote
Jadi perempuan itu harus selalu punya makanan, buat dikasih ke orang dan buat dimakan sendiri.
Ibu. Yang selalu siap sedia makanan setiap saat sepanjang waktu. Mungkin hukumnya haram bagi beliau kalau anaknya laper. Hehe. Malam ini saya lagi laper-lapernya. Mata, otak, dan hati lagi ngga bisa bertemu dengan makanan catering mess. Tapi ngga punya tenaga buat keluar rumah beli makanan. Persediaan amunisi abis. Dan tiba-tiba keingetan nasihat Ibu yang ini. Sepele, tapi prinsip hidup kayak gini ngga terbantahkan kalau udah berkeluarga. Aaaahhh lapar.. dan kangen Ibu ☹️
5 notes · View notes