yohanesdevri-blog
yohanesdevri-blog
Dev Yohanes
4 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
yohanesdevri-blog · 7 years ago
Text
“Belajar Menghayati Selibat Imam” (Dekrit Optatam Totius art. 10)
           Hal pertama yang harus disadari adalah selibat merupakan salah satu bentuk panggilan hidup seorang manusia. Bentuk panggilan yang lainnya adalah perkawinan. Ini adalah bentuk panggilan yang paling banyak dipilih. Oleh sebab itu, ketika seseorang memilih untuk hidup selibat, ia sudah siap dengan segala konsekuensi yang ada antara lain tidak menikah. Berbicara tentang selibat, maka selibat mempunyai kaitan yang erat dengan seksualitas. Sebab jika seorang selibater tidak menikah, bagaimana ia mengolah hidup seksualitasnya? Pertama-tama, harus dimengerti bahwa seksualitas itu menyangkut seluruh keberadaan diri seseorang sebagai manusia yang diciptakan Tuhan sekaligus menyangkut segala sesuatu yang menentukan seseorang sebagai pria atau wanita. Dan yang menentukan pribadi kita sebagai pria atau wanita adalah relasi kita dengan lingkungan sekitar kita.
           Ketika saya berada di lingkungan luar seminari (belum masuk seminari), kata “selibat” adalah kata yang asing bagi saya. Saya hanya mengetahui seorang imam, biarawan-biarawati itu tidak menikah (belum mengenal kata selibat). Barulah ketika saya resmi menjadi anggota komunitas Seminari Santo Yudas Thadeus dan dalam perjalanan waktu, saya diperkenalkan dengan istilah selibat. Tentu dengan arti yang sedikit lebih mendalam.
           Sekarang ini (di tahun 2018) sebagai seorang frater yang telah menggunakan jubah tentu pemahaman saya tentang hidup selibat, dari tahun ke tahun mengalami perkembangan. Begitu juga dengan pengalaman-pengalaman yang telah saya lalui berkaitan dengan hidup selibat, belajar mempersiapkan diri sebagai selibater yang sesungguhnya. Dan sebagai hasil refleksi, saya akan menceritakan, bagaimana saya berjuang mengolah hidup seksualitas (secara khusus refleksi saya tentang pacaran).
           Sebagai seorang manusia yang normal, saya juga kerap terlibat dalam perasaan jatuh cinta pada lawan jenis. Kenyataan itu tak dapat saya pungkiri. Pertanyaan yang selalu menjadi pergulatan dalam batin saya adalah apakah seorang calon imam boleh pacaran? Saya pernah mengalami bagaimana rasanya pacaran, hingga pada situasi dimana generasi  zaman sekarang menamakannya “teman rasa pacar, pacar rasa teman”. Jika diibaratkan, dalam diri saya terdapat dua kubu (pro dan kontra) yang selalu mempermasalahkan calon imam boleh pacaran atau tidak. Pergulatan ini kemudian terjawab (menurut hemat saya) pada saat kuliah mata pelajaran Etika Dasar yang diajarkan oleh Pastor Yong Ohoitimur, MSC. Sederhana saja memang apa yang dijelaskan oleh beliau yakni tentang tujuan akhir dari pacaran dan tujuan akhir dari seorang calon imam[1]. Tujuan akhir dari pacaran adalah perkawinan. Jadi masa pacaran adalah situasi dimana kedua pasangan mengenal kekurangan dan kelebihan satu sama lain yang pada akhirnya berujung pada perkawinan. Jika belum merasa cocok, maka bisa mencari yang lain (putus). Hal ini tentu berbeda dengan tujuan akhir dari seorang calon imam yakni menjadi imam. Semua orang sudah mengetahui bahwa seorang imam tidak boleh menikah (terikat aturan; Gereja memandangnya sebagai kurnia Allah). Oleh karena itu sangat tidak masuk akal jika seorang calon imam berpacaran. Sebab hal itu sudah melenceng dari tujuan yang ingin dicapai sebagai seorang calon imam yang pada dasarnya sudah mengetahui bahwa dirinya tidaklah menikah.
           Saya lalu bermenung sejenak dan berpikir demikian. Saya merasa apa yang dikatakan oleh pastor Yong sebenarnya mau mengajak saya yang adalah calon imam, untuk belajar menghayati dan menjalankan hidup selibat. Jadi menjalani hidup selibat bukan menunggu pada saat menjadi imam baru menjalankan hidup selibat, melainkan semenjak menjadi calon imam hidup selibat itu sudah mulai dilaksanakan.. Istilah dari saya, selibat bukan hanya berlaku tidak boleh menikah melainkan juga berlaku untuk tidak boleh pacaran. (YDM)
[1] Harus diingat dan dipahami bahwa menjadi imam ataupun menikah bukanlah sebuah tujuan akhir yang sesunggunhya. Bisa dikatakan tujuan akhir yang saya maksudkan adalah tujuan sementara, atau tujuan saat ini. Sebab menjadi imam atau menikah masih mempunyai kelanjutan yang sangat panjang. Tujuan tersebut akan berakhir ketika kita tak lagi bernafas.
0 notes
yohanesdevri-blog · 7 years ago
Text
Pembagian Agama di Indonesia
               Tulisan ini pada dasarnya bukanlah sebagai sebuah ujaran kebencian atau semacamnya, melainkan tulisan ini hanya mengajak anda untuk berpikir kritis dalam menghadapi berbagai hal konkret dalam hidup anda. Salam Perdamaian!!!!
               Pembagian Agama di Indonesia
               Pernahkah anda bertanya mengapa agama Kristen Katolik dan Agama Kristen Protestan dipisah menjadi dua Agama? Sebab jika disimak dengan baik dan benar kedua agama ini pada dasarnya percaya pada satu Tuhan yang sama yaitu Yesus Kristus.  Jadi, sebenarnya amat baik jikalau kedua agama ini cukup disebut agama Kristen saja. Sebab Kristen Katolik dan Kristen Protestan hanyalah sebuah aliran yang terdapat dalam agama Kristen. Dan pada akhirnya pembagian agama di Indonesia menjadi demikian :
1.       Islam
2.       Kristen
3.       Hindu
4.       Buddha
5.       Khonghucu
Sebagai perbandingan, saya akan mengajak anda untuk melihat agama Islam. Pada dasarnya agama Islam juga terdiri dari dua aliran besar yakni Sunni dan Syiah. Walaupun terdiri dari dua aliran, keduanya hanya percaya sama satu Tuhan yakni Allah SWT. Akan tetapi mengapa agama islam tidak dipisahkan menjadi Islam Sunni dan Islam Syiah? 
0 notes
yohanesdevri-blog · 7 years ago
Video
🎵anjing kacili (di Seminari Tinggi Hati Kudus Pineleng)
1 note · View note
yohanesdevri-blog · 7 years ago
Text
Tumblr media
Congratuiations.
1 note · View note