Text
i love you, its ruining my life.
Meskipun perasaan itu memang ada, memang nyata untuk dirasa, diraba, diterawang, dipahami, bahkan dimaknai. Aku tetap masih merasa ada jeda, mungkin untuk aku beristirahat, atau untuk aku beristirahat, karena lelah selalu saja datang tanpa alasan yang jelas. Tak terhitung berapa kali kepala ku terasa berputar-putar, atau tubuhku melayang. Atau memang mencintai euforia-nya selalu sedemikian rupa? Bahkan membuat aku yang lemah ini, menjadi sangat lemah?
Banyak hal yang akhirnya aku pelajari, tentang manusia lain dan cara mereka menghidupi dirinya. Tetapi, sebaiknya aku fokus dengan cerita tentang aku----dahulu.
Saat ini, aku sedang merasa...apa ya? biar aku jabarkan satu per satu. Kecewa, Takut, Egois, Merasa Bersalah, Hilang Arah, dan juga Trauma. Banyak? oh tentu saja, aku ini pemborong nomor satu perasaan negatif! (loh malah bangga_-) jangan ditiru ya, pokoknya jangan ya dek, ya (berasa tua). Aku sedang berada di kategori Dewasa Muda, oh jangan menerka-menerka umur ku, tidak baik!
Dewasa Muda yang sedang aku jalani ini, tidak baik, jauh dari kata cerah, bahkan masih lebih cerah bohlam 5 watt yang nyaris mati pendarnya. Aku tak punya hal yang bisa dibanggakan, atau pencapaian terbaik, yang bisa aku banggakan adalah aku adalah seorang pendengar. Sudah itu saja! Hidup ku penuh dengan masalah, masalah yang membuat ku muak bahkan jijik dengan diri ku sendiri. Aku bahkan sudah tidak bisa menghitung berapa kali topeng yang harus aku pakai di tiap-tiap kesempatan.
Hari ini, aku merasa sedikit menyesal. Aku bertanya-tanya apakah alasan aku putus dengan hubungan yang sebelumnya itu, adalah langkah fatal yang aku pilih? semalam, 12 oktober ini, dia mengirimkan pesan yang menyakitkan;kita. Ia merasa masih merasa sakit hati, dan sedih atas kehilangan dan putusnya hubungan kami. Ia masih menyalahkan dirinya, dan juga diri ku. Entah mengapa, kalimatnya membuat ku merasa bersalah, sangat bersalah. Aku setega itu ya?
Kedua, aku sedang menjalin hubungan dengan seseorang yang terpaut lima tahun dengan ku. Hubungan yang, membuat ku membuka hati dan memiliki sudut pandang baru tentang cinta;hasrat. Hubungan yang menjadi trigger utama ku, apakah kali ini akan berhasil? apakah kali ini akhirnya aku sampai di garis akhir dan menyempurnakan agama, sekaligus, aku masih dibayangi oleh ketakutan. Apakah saat ini, aku sedang mengandung perpaduan kita? Entahlah, aku hanya merasa belum haid saja, dan lelah yang ku rasakan luar biasa luar biasa luar biasa. Dan aku tidak tahu, apakah ia akan selamanya menerima ku?
#ceritaselesaisampaidisini
0 notes
Text
“It’s better to have nobody than someone who is half there, or who doesn’t want to be there.”
— Angelina Jolie
7K notes
·
View notes
Text
Hari ini, akhir september, sedang turun hujan. Entah mengapa, air mata ku juga ikut turun, seolah sejak pagi tadi awan kelam menggantung di pelupuk mata.
0 notes
Text
Banyak resah yang hinggap, dan dipenuhi oleh buruk sangka. Aku tidak memiliki keyakinan lagi, atau memang aku sudah tidak peduli lagi.
0 notes
Text
Teruntuk kamu, yang mungkin tidak akan pernah membaca ini. Maaf, kalau hadir ku membuat mu merasa dipenuhi oleh Anomali. Sejujurnya, aku juga tidak mengerti dengan pasti, apa saja yang tengah aku rasakan saat ini. Apa arti dari perlakuan ku untuk mu, apa arti waktu yang aku sempatkan untuk mu, dan apa arti respon ku terhadap mu.
0 notes
Text
life must go on, but i just dont wanna feel empty anymore..
119 notes
·
View notes
Text
Wanita.
Di dunia yang kini banyak dinaungi oleh kejahatan. Wanita masih tetap ingin rengkuhan kebaikan para lelaki. Di dunia yang nyaris membuyarkan warna cinta, Wanita masih bersenandung penuh harapan. Didalam ruang bernama kehampaan, Wanita masih berharap penuh demi secercah cahaya. Wanita, makhluk rapuh yang sebetulnya juga kuat baik di luar maupun dalam. Wanita dengan naif nya, masih menebarkan ketulusan. Meski dipenuhi oleh ketidakpastian, Meski dipenuhi oleh airmata. Wanita masih tegak berdiri mencari-cari kedamaian untuknya. Tangan Tuhan, akan selalu memeluknya, dan Malaikat tahu itu.
0 notes
Quote
Yang tersisa dari kita adalah kenangan, juga pahit dan manis lembah rasa.
pikiranzelika
4 notes
·
View notes
Text
Love is a choice. It's not something that just happens to us, but something that we actively decide to give and receive. It requires effort, commitment, and sacrifice, but it can also bring great rewards.
3K notes
·
View notes
Text
Memulai.
“Hmm...” gumam Gantari, berdiri tepat dibelakang seorang laki-laki yang langsung menghentikan langkahnya. Laki-laki berageman hitam itu membalikan badan nya dan langsung mengernyitkan dahi nya heran. Entah mengapa gumaman rendah sang adik, terdengar tidak beretika dihadapan nya. Barang kali, karena bangsawan perempuan yang ia temui tidak unik seperti adiknya ini.
“Lapo?” tanyanya dengan nada malas. Gantari tersenyum lebar, siap mengeluarkan jawaban.
“Kangmas pura-pura ndak tahu ya? mana mana Ageman mu, aku pinjam!” Gantari menjawab setengah tertawa pelan. Rajendra, nama laki-laki tersebut menghela nafasnya dan menggeleng pelan.
“Ri, jangan bilang kamu yang mengirim surat kepada Raden Mas Nadir teman ku itu?”
“Kalau bukan aku, lantas siapa? Mbak Ragnala?”
Rajendra mendelik tak suka, “Kenapa tidak kasih tahu aku terlebih dahulu, Ri”
“Kangmas terlalu sibuk dengan Rama, kalian tuh kenapa sih para laki-laki hidupnya enak sekali. Aku bosan tahu, sangat bosan.” ujar Gantari dengan ekspresi sebal, dan hal itu membuat Rajendra memahami perasaan saudari kembarnya. Seminggu yang lalu, Gantari mengirimkan surat untuk teman akrab nya yang berisikan ajakan untuk mengunjungi perpustakaan didaerah kudus. Yang langsung dibalas dengan Nadir tiga hari kemudian. Tentu saja Nadir akan menyetujuinya, karena setiap kali mereka bertemu selain membahas masalah yang ada di keresidenan, Nadir juga sering membicarakan tentang Gantari. Menurut Rajendra, Nadir memiliki perasaan khusus kepada saudarinya ini.
“Masuk saja kamar ku,” Ujar Rajendra seraya menunjuk kamar nya dengan dagu. Gantari mengangguk cepat, lalu melangkah dengan lebar menuju kamar kakak nya.
“Ri,” panggil Rajendra dengan nada pelan.
“Apalagi Kangmas?”
“Aku tunggu kamu didepan, Pak Adi sudah tahu soal ini. Langsung naik kereta kuda saja.”
“Sepuluh menit saja,”
Gantari tidak menjawab, hanya mengangguk dan mengacungkan kedua jempolnya dengan sorot mata penuh binar.
***
“Loh, loh Rajendra. Kamu lihat Gantari tidak sih? sejak tadi pagi dia menghilang, Yu Kuning bilang pergi membatik, kamu lihat kepergian nya dia tidak?” ujar Ragnala, ketika melihat sosok Rajendra melintas dihadapan nya. Gantari yang sudah menyamar menjadi Rajendra hanya mengangkat bahu nya, tidak bersuara sedikitpun.
“Kemana ya dia, bisa mati bosan aku disini. Ya sudah, kamu mau pergi ke kudus? Hati-hati ya,” ujar Ragnala dengan nada bosan, lalu melangkah melewati Rajendra palsu yang berdiri dengan kaku.
Setelah kepergian Ragnala, secepat kilat Gantari melesat menuju perkarangan rumah nya. Tempat Kereta kuda milik keluarganya berada. Disana Pak Adi sudah duduk dikursi pengemudi, dan Rajendra asli berada didalam kereta kuda.
“Kangmas!”
“Pelankan suara kamu Ri,” keluh Rajendra disamping gadis itu. Sekilas penampilan mereka sangat mirip, hanya saja Gantari sedikit lebih putih dari warna kulitnya.
“Ndoro Ajeng sekilas mirip sekali dengan Raden,” ujar Pak Adi dari balik kursi kusir.
“Nggih Pak, kami kan kembar!”
“Bala untuk ku kalau kamu tahu,”
“Heh Kangmas, aku anggap itu adalah pujian paling romantis untuk ku.” ujar Gantari disertai tawa. Pak Adi hanya menggelengkan kepala nya melihat kelakuan salah satu Raden Ajeng dirumah keluarga Prabaswara ini. Usia si kembar memang baru beranjak 11 tahun, tetapi tingkah laku Gantari masih seperti anak usia 8 tahun. Penuh dengan kenakalan, dan juga rasa ingin tahu yang sangat besar.
“Ngomong-ngomong, Rama kapan pergi keluar dari Pati lagi sih? Aku kan ingin nekat keluar bersama Mbakyu Ragnala dan Mbakyu Magani, karena dua bulan lagi Mbakyu Ni akan menikah.”
“Aku tidak tahu, tanya saja Rama.”
“Tuh, kamu terkadang tidak bisa diajak kerja sama.”
“Aku selalu menolong kamu, Ri.” ujar Rajendra dengan nada gemas, mendelik kepada Gantari yang duduk tepat disamping nya.
“Tolonglah aku kembali.”
“Harus berapa kali lagi, Raden Ajeng?”
Di kursi kusir, Pak Adi menahan tawanya. Perdebatan antara sepasang anak kembar ini memang sangat menghibur orang lain. Yang satu keras kepala, yang satu penurut. Yang satu nakal, yang satu pendiam. Seperti bulan dan bintang, yang jelas sekali perbedaan nya.
Mereka sampai di Kudus pukul satu siang, sudah masuk jam makan siang dan mereka turun untuk makan disebuah kedai yang seringnya ramai oleh warga belanda dan pribumi kalangan atas. Gantari mengernyitkan dahi nya sepanjang memperhatikan para priyayi yang berlenggak lenggok dengan gaya sok. Gantari bersyukur keluarganya bukan termasuk Raden yang gila hormat.
“Kangmas, itu siapa sih?” bisik Gantari seraya menunjuk seorang Priyayi berageman coklat tua yang sedang duduk menghisap cerutu. Gantari mengira usianya adalah 20 tahunan.
“Ndak tahu, yang jelas dia kesini untuk makan siang.” jawab Rajendra dengan nada tenang. Hal itu membuat Gantari memutar bola mata nya searah, menyebalkan.
“Yowes, kita harus cepat memesan lalu makan di Kereta Kuda saja, Kasihan Pak Adi.” ujar Gantari dengan nada mendesak.
Rajendra menolehkan kepalanya ke samping, untuk melihat dan meneliti ekspresi saudarinya. Tumben sekali Gantari dengan lugas mengungkapkan perasaan khawatirnya kepada orang lain. “Ri, kamu ndak demam kan?”
“Ngawur kamu, Kangmas!” Gantari berjalan dengan cepat seraya menarik tangan Rajendra. Entah mengapa ia merasa risih dengan keramaian.
Mereka berdua segera memesan makanan tiga porsi dengan menu yang berbeda. Gantari memesan menu yang sama dengan Rajendra, sayur asam beserta tempe dan tahu. Sedangkan untuk Pak Adi adalah nasi dengan aneka ikan goreng dan sambal. Barulah setelah selesai, mereka sedikit berjalan menuju ke perpustakaan yang mana nanti Rajendra akan menunggu nya di Kebun Sawit milik keluarga Raden Mas Nadir.
“Ingat pesan ku, hati-hati.”
“Ndak ada yang berani dengan ku,”
“Kamu tuh ya Ri, dengarkan saja.”
“Nggih, nggih Raden Mas Rajendra..” ujar Gantari seraya memeluk saudaranya dengan cepat, lalu melambaikan tangan sebelum memasuki perkarangan perpustakaan.
0 notes
Text
Entah sudah berapa kali, aku membiarkan diri sendiri tersakiti dan merasakan hampa.
Entah sudah berapa kali, aku mempercayakan kebahagiaan ku kepada orang lain.
Aku sangat bodoh ya? Bahkan aku berani sekali menempatkan diri sendiri sebagai prioritas yang lain.
Hari ini, aku mengulang kebodohan. Bersikap tak acuh, dan ceroboh.
Mungkin kamu lelah, mungkin kamu sudah berada diambang batas mu. Dan kini, biarkan aku merasa untuk menyelesaikan apa yang aku pendam.
0 notes
Text
“Thanks again for saving me. Someday, I’ll save you too.”
— Zelda Fitzgerald, Dear Scott, Dearest Zelda: The Love Letters of F. Scott and Zelda Fitzgerald
67 notes
·
View notes
Text
Aku baru baru saja membuka obrolan lama yang sudah usang dilaman percakapan dm via instagram. Seketika perasaan sedih menghujani ku, lalu aku menahan nafas lebih dari tiga detik. Aku mulai menjelajahi kenangan lama, saat saat kamu begitu menatap ku penuh dengan cinta.
Aku tersenyum, lalu secepat kilat berganti menjadi kesedihan. Bernostalgia sampai aku berharap akan mengulang hal yang sama dimasa kini. Se egois itu? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Aku hanya merindukan mu. Merindu dengan terlalu, merindukan mu yang dahulu. Masdwik
0 notes
Text
“I’m homesick all the time … I just don’t know where home is. There’s this promise of happiness out there. I know it. I even feel it sometimes. But it’s like chasing the moon - just when I think I have it, it disappears into the horizon.”
— Sarah Addison Allen
1K notes
·
View notes
Text
Disudut paling rapuh dihidup ku, aku terdiam sangat lama. Merasa bahwa kesedihan memeluk ku lebih erat dari yang biasanya. Entah, ini terasa sangat memberatkan.
0 notes