Text
Draft #10
Kau pernah bilang dalam suatu tulisanmu yang kau tujukan padaku, "Bukankah cerita kita akan panjang?" Saat aku baca itu, dulu, aku langsung berkata pada diri sendiri, "Iya, pasti akan." Ternyata, cerita kita bahkan tak sepanjang bait-bait tulisanmu dulu.
2018
0 notes
Text
"Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih? Bahagia karena napas mengalir dan jantung berdetak, sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang." (Rendra)
0 notes
Text
SEMENTARA KITA SALING BERBISIK
oleh; SDD ---- sementara kita saling berbisik untuk lebih lama tinggal pada debu, cinta yang tinggal berupa bunga kertas dan lintasan angka-angka ketika kita saling berbisik di luar semakin sengit malam hari memadamkan bekas-bekas telapak kaki, menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar. ada yang masih bersikeras abadi. (1966)
1 note
·
View note
Text
Draft #9
“Kenapa putus? Sayang loh, dia kan…” “Kok putus sih? Padahal kalian cocok banget.” “Sejak kapan putus? Ga mau nyoba balikan? Padahal kan dia orang yang…”
Sejak saya pisah sama dia, semua temen hampir nanyain pertanyaan yang sama kaya gitu pada saya. Sebenarnya, bukan masalah dia orang yang seperti apa. Bukan masalah hubungannya yang sudah lama. Bukan masalah kami yang padahal sangat cocok. Bukan masalah orang-orang yang menyayangkan. Tapi, itu saja gak cukup buat menguatkan suatu hubungan. Gak usah lah pake kata “mempertahankan,” karena kalau suatu hubungan disebut “sedang dipertahankan,” itu tandanya emang udah gak baik lagi. Mungkin “menguatkan” sedikit lebih baik.
Dulu saat-saat mau putus, sepertinya hanya saya yang memikirkan dan menimbang-nimbang hal tersebut. Entah apa yang ada di pikirannya, saya gak akan pernah tau. Mungkin dia gak pernah berpikir tentang “padahal cocok banget,” “padahal udah lama,” dan padahal-padahal lainnya. Saya, yang dulu saat mau putus selalu mikirin hal-hal itu, ngerasa sangat sulit buat nerima keadaan. Padahal kalau dipikir-pikir, itu aja gak cukup. Hal-hal seperti itu gak bisa jadi satu-satunya acuan. Mau selama apapun hubungannya, secocok apapun, sesayang apapun, kalau salah satunya sudah merasa cukup dengan hubungan itu, ya, sudah. Tidak adil? Memang, dulu saya juga merasakan hal itu.
Tapi, ambil sisi baiknya saja. Mungkin kelak, saya, yang dulu merasa dicurangi ini, tidak akan pernah menyesali suatu hubungan yang bukan diakhiri oleh saya. Mungkin kelak, saya bisa melihat dia jauh lebih baik lagi dan berpikir bahwa dulu saya pernah menjadi alasan bagi dia untuk terus berkembang. Mungkin kelak, saya bisa mengingat hubungan ini bukan sebagai suatu hal yang pahit, melainkan hal manis yang bisa dikenang dengan baik.
Saya gak pernah pandai menyikapi suatu hubungan, apalagi perpisahan. Tapi semakin lama, saya semakin merasa mudah menerima keadaan. Keadaan bahwa hidup saya dan hidupnya memang sudah berbeda dan tak memiliki urusan. Kini, dia bisa bebas menjalani hidupnya sendiri, dia bisa melanjutkan hidupnya dengan siapa saja, dia bisa meneruskan kembali mimpi-mimpinya, apa saja, apa saja yang bisa membuatnya bahagia. Dan saya rasa, saya pun harus begitu.
Terlepas dari semua keburukan dan kekurangannya, dulu, saya tidak pernah tidak mencintainya. Justru kekurangannya lah yang dulu membuat saya semakin ingin menemani dia memperbaikinya. Entah mengapa, baru dengannya saya bisa merasakan mencintai seseorang tanpa celah. Maka sepertinya, sampai kapanpun saya tidak akan pernah membenci hubungan ini. Hubungan yang dulu selalu menjadi tempat harapan dan mimpi-mimpi bagi dua orang biasa. Setidaknya, mereka akan terus abadi dalam tulisan-tulisan dia dan saya.
(Serang, jam 3 pagi.)
Januari 2018
2 notes
·
View notes
Text
Recover
Let me tell you about how I realized that life isn’t that suck.
I lost the guy I loved the most. He’s always been my happiness. And it hurted me more than anything. My life seemed so empty, my heart shattered. All I did was crying and cursing myself for being a stupid girl who couldn’t keep him stay.
Until I realized, there are still plenty things that make me happy. Like, my parents, my good friends, my dreams, my hobbies, and also, myself.
The truth is, I still (and I should) wake up to another story, to another cup of coffee, to another book to read, to another undiscovered music, to another empty canvas, to other new people, to other good places. How I wish I realized it earlier that my life is a blessing, it’s a total blessing to have the life I live right now. Why should I cry for him while there are still many people who always try to make me happy instead of being sad all the time.
And I realized one thing; I didn’t lose him. But he lost me. He lost the girl whom always loved him whole-heartedly. He lost the girl whom always been there when he needed help. He lost the girl whom always been capable of talking all the things he wanted to talk about. He lost the girl whom always believed in him. He lost the girl whom always listened to his cries and depressions. He lost the girl whom always supported him in pursuing his dreams. He lost the girl whom always understood his fears and madness. He lost the girl whom never got tired of his bad habits. He lost the girl whom always accepted himself with no exception. He lost the girl whom he said has been a life to him. He lost me.
After he left, nothing really changed without him. I still can read plenty new books, I still paint many objects, I still laugh so hard, I still draw different faces, I still talk about various things, I still listen to good songs, I still write an abundance of poems, I still meet new interesting people, and the most important is I still live a life that I’ve always dreamed of.
And the more I live, the more I understand that all I have to do was letting go. Even if it to let him with another girl. It didn’t hurt me anymore, maybe because I realized that what is meant to be, it will be. So if he was made for me, then he will be. And I couldn’t prevent him from choosing the girl he wants, he could be with any girls, it’s not my business anymore. I’m happy as long as he lives the life he wants. It’s clichè but I feel it right now. I used to think that people who say “I am happy as long as he/she is happy” are bullshits, but now I can feel it. It’s true, sometimes, when you love someone, you only want the best for them, you let them do the things they want to do, even if it hurts you instead. Seriously, letting go is the most difficult yet comforting phase of life.
Now I try to appreciate little things more. I try to discover myself more. I try to understand myself more. I try to be myself more. A totally me, myself.
-Alistya Dewi Esty, January 2018.
2 notes
·
View notes
Text
-
Semalam ketika saya berada di sebuah cafe, mereka memutar lagu How Deep Is Your Love milik Bee Gees. Sampailah pada bagian lirik “Cause we’re living in a world of fools, breaking us down, when they all should let us be, we belong to you and me.” Saya diam. Seketika ingatan saya kembali ke saat-saat bersama kamu.
Saat itu, kita pernah tidak disukai banyak orang. Bukan, bukan salah kamu. Saya tidak akan menyalahkanmu atas segalanya. Pada saat itu, semua orang mencoba berbicara pada saya dan menyuruh saya untuk menyudahi hubungan kita. Hingga saya tak ingat berapa banyak alibi yang saya ucapkan kala itu demi mempertahankan hubungan kita. Saya sampai menangis ketika berbicara pada mereka. Saya merasa rendah di hadapan mereka. Saya katakan pada mereka, bahwa kita baik-baik saja. Saya terima semua ucapan-ucapan baik dan buruk bahkan, maaf, ‘fitnah’ dari mereka. Dan saya tidak bercerita pada kamu, hal-hal buruk tidak perlu saya beri tahu kamu karena saya tidak mau suasana hati kamu semakin kacau. Biar saya yang atasi semuanya sendiri kala itu.
“Kalau sama kamu, setidaknya semua jadi terasa lebih baik,” katamu. Teman-temanmu berterima kasih pada saya, mereka bilang, karena saya, kamu bisa kembali tertawa dan tidak terlihat kacau lagi. “Kalau di kelas tadi dia ga gini, beda kalau udah ketemu sama kamu,” kata mereka. Saya hanya tertawa. Padahal, kala itu hati saya juga sama-sama sedang kacau. Dan yang saya lakukan hanya memperbaiki diri kamu, sampai lupa bahwa diri saya pun sedang runtuh.
Lalu apa hubungannya dengan lagu yang saya tulis di awal?
Bukankah, dulu kita selalu menyanyikan lagu itu dan meninggikan suara kita ketika bagian lirik tersebut? Seolah-olah memperjelas betapa kita sangat benci dengan orang-orang yang memaksa kita menyudahi hubungan ini. Kita selalu mengulang-ulang lirik itu. Bahkan, saya masih menyimpan video kita sedang menyanyikannya sambil tertawa-tawa. “Liriknya pas banget buat mereka, harusnya mereka semua denger,” katamu.
Ternyata, dulu kita hanya dua orang yang keras kepala dan enggan untuk berpisah meski akhirnya salah satu dari kita memilih untuk menyudahi semuanya seolah-olah kita tak pernah melewati apa-apa bersama.
Setelah itu, saya lewati hari-hari dan malam-malam saya dengan hati yang teramat kacau dan pilu. Sendiri. Saat itu saya sadar, bahwa sedihnya kamu adalah sedihnya saya juga. Sedangkan sedihnya saya hanya urusan saya seorang.
—
Cause we’re living in a world of fools breaking us down when they all should let us be we belong to you and me..
Ah, tiba-tiba mata saya berair ketika mendengar lirik itu. Saya langsung menyekanya, lalu kembali meminum kopi pahit saya yang dulu sangat kamu benci.
1 note
·
View note
Text
“Aku cinta padamu, Tuan. Aku cinta padamu hingga hatiku membiru, aku cinta padamu meski penuh dengan sendu, aku cinta padamu walau hatimu kelabu, aku cinta padamu bagai seorang pecandu, aku sungguh cinta padamu, Tuan.” (Dikutip dari tulisan saya pada tahun 2015.)
1 note
·
View note
Text
Rindu, keparat.
Rindu itu keparat.
Aku dibuatnya menangisi hal-hal yang sudah seharusnya kulupakan.
Rindu memang keparat.
Aku dibuatnya memandangi kembali ratusan foto-foto kita.
Rindu sangat keparat.
Aku dibuatnya… ah! Sialan, terlalu pilu jika kuceritakan semua.
Inginku mengusir si rindu brengsek itu dari jiwaku. Ingin kulempar ia melalui jendela kamar lalu kukunci rapat-rapat. Takkan kubiarkan ia masuk kembali walau sebentar saja. Karena hadirnya selalu memekakkanku, memuakanku, menusukku, juga membunuhku! Membunuhku!
—–
Aku mati berkali-kali setiap rindu itu datang. Lukaku yang belum kering semakin melebar setiap si keparat itu datang. Tangisku yang telah kutahan sekian lama akhirnya pun pecah setiap si brengsek itu datang.
Muak aku dengan rindu.
(Jtn, 2017.)
1 note
·
View note
Photo

Tidak ada temu yang selamanya satu, bukan? Tidak ada janji yang benar-benar berarti, bukan?
Tidak ada. Tidak akan ada.
Bisa apa aku? Bisa apa jika kau saja tak lagi punya hati? Bisa apa jika kau saja sudah tak peduli? Bisa apa jika kau saja seketika sengaja tuli?
Yudhistira Bayu Wryatsongko, Apa yang lebih omong kosong daripada itu semua?
2 notes
·
View notes
Text
He Knew
He knew that if I have a child someday, I’ll give him/her a name with Sanskrit like Janitra, Shakuntala, Eros, Abhimanyu, or else. He knew that I love reading poems so much that he would write me a poem and buy me books. He knew my favorite foods so he didn’t need to ask me what I want to eat anytime he ordered something. He knew that I’m a bit emotional so he would always calm me down everytime I look mad. He knew that I want to have a home with an art studio someday. He knew my old silly stories of my childhood. He knew how to make me laugh within seconds. He knew my favorite bands that he would buy me their albums and try to listen to them too. He knew that the only color I love is black so he wouldn’t mind if I always wear black everytime I go with him. He knew that I prefer tomato sauce instead of chili sauce so he would always bring me that without having me ask him. He knew that I loved coffee but it’s not good for me so he would always change the order without having me knowing and replace it with other beverage. He knew my sense of humor that he would always send me posts that might make me laugh and yes it did. He knew that I never wear make up and he would always say that I look pretty just the way I am and he liked it better. He knew that I never wanted surprises so he would always ask me what I want and give it to me casually. He knew how I look like after I haven’t took a bath for days. He knew me.
He knew my personalities, he knew my dreams, he knew my secrets, he knew my biggest fears, he knew my worst, he knew my true self, he knew the real me.
And now he knows that I’m really messed up, but that doesn’t matter to him.
Well, fuck it.
(Sept. 2017, with “What Difference Does It Make? - The Smiths” on playing.)
1 note
·
View note
Text
I'm battling myself everytime. I try to be fine everytime. I try. I try. I try. Then I cry. Where are you? Where are the sparks between us? Why did you burn all the bridges between us? Why? I was always there for you, wasn't I? But now, where are you when I'm on my knees crying and cursing myself over and over again? 6/9/17, 4:32 pm.
1 note
·
View note
Text
Draft #6
There is a huge difference between your 'first love' and your 'real first love.' Right? (27/11/2016)
1 note
·
View note
Text
(:
Terkadang, orang yang pernah sangat membutuhkan kita, akan melupakan kita begitu saja sewaktu-waktu. Mungkin mereka sudah tidak butuh, atau mungkin, kita memang hanya dibutuhkan di saat-saat tertentu, bukan untuk selamanya. Lantas mengapa? Mengapa ada orang seperti itu? Jtn, 6:11pm.
3 notes
·
View notes
Text
Draft #5
“Ode to My Muse”
For; him.
When I say I love you, you should know that I’ll always try to love every bit of yourself, I’ll try to love every aspect of your personality, I’ll try to love your most-loathed parts of yourself that you even loathe it, I’ll try to love your most-detailed things about yourself, and everything.
And by that, I’m not talking about your perfect smile or your flawless laugh or whatsoever, but it’s deeper than all that. Because I’m talking about the way you sip your hot chocolate in the corner of our favorite cafe, or the way your eyes light up everytime you talk about your big dreams, or the way you laugh contagiously everytime you tell me your own silly jokes. I just love it. I really love it all.
When you came to my life, I deleted all the shitty sad quotes because it didn’t make sense anymore. I stopped listening to my favorite sad songs because I no longer cared about the lyrics. I stopped writing about heartbreak because I didn’t need to utter my feelings at all. You clearly changed everything.
Please stay, forever.
Serang, 21 Oct, 2016.
——————————————–
But now, I started to read those shitty sad quotes. I started to listen to my old favorite sad songs. I started to write about heartbreak, yes, about you.
Sad, isn't it?
Jatinangor, 28 Aug, 2017.
1 note
·
View note
Text
Bitter
When you came to my life, I stopped drinking coffee. “It’s not good for your health,” you said. You really hated it.
Now I started drinking coffee, again. I don’t think that you would care. I don’t think that you still care.
And it tastes not as bitter as how you slowly leaving.
(19/8/17) P.S.: Today should be our day, but I guess it’s not funny when I’m the one who celebrates it, while you don’t give a single fuck. P.S.(2): I really, really miss us.
1 note
·
View note
Text
:)
Today I understand that if someone can live without you, so can you. If someone can go a day without thinking about you, so can you.
We may be a piece of melancholic shit, but things take time. Broken hearts will be healed. So I guess, I just need some times.
I just need time to realize that I’m not worthless, if someone can’t value myself, then I should find the one who can. I just need time to realize that I deserve this and that, if someone makes me feel like I don’t deserve him, then I deserve something better. I just need time to realize that I’m good enough, if someone can’t accept myself for who I am, then I won’t change myself just to keep him stay.
Because at the end of the day, the only thing that you have is you, yourself. And that’s really, really enough.
“Nobody can save you but yourself, and you’re worth saving." —Charles Bukowski
(10/8/17)
2 notes
·
View notes