ankkyung-blog
ankkyung-blog
World Within Myself
18 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
ankkyung-blog · 12 years ago
Text
It’s a bad day. I dont want to remember what happend this day but the memory keeps coming. I have to catch myself for cursing, I don’t like a curse girl.
And then I saw a familiar back. He was sipping something like bubble tea. I smile to him and called his name.
"Sehun-ah."
But before he turn his body, something struck him and make him gasped. He must be surprised with my sudden action, but I just need his back to comfort me.
"Wae gurae?" His deep voice was a lulaby for me. I want to see his beautiful smile and feel his gentle hands. But our position doesn’t suppport that state.
He touch my hand which stayed around his hips. The touch is rather cold because his hands holding his bubble tea before.
I shake my head on his back. His nice fragrance just entering my nose and a little bit water pouring my anger.
"Later," I said in lower voice. "Just let me being like this for a while."
0 notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Text
Effect for Read This Book
Tumblr media
Tadi malem baru kelar baca The Count of MOnte Cristo, dan... sedih.
Waktu kemaren2 baca review-annya katanya endingnya membuat beberapa orang kecewa, tapi ada juga yang fine2 dengan ending itu. Aku udah mulai khawatir mungkin aja ada kematian diantara tokoh2 utama ini, tapi ternyata...
Maksudnya endingnya ga menyenangkan adalah karena Monte Cristo a.k.a Edmond Dantes nggak berakhir dengan Mercedes. Aku nggak tahu apakah karena aku hidup di jaman yang penuh dengan ceria romantisme, atau karena aku lebih dulu lihat versi movie dan musical, makanya aku pro dengan Dantes balik sama Mercedes.
Gatau kenapa aku selalu simpati sama karakter yang dibuat sengsara di novelnya, Mercedes di sini gitu. Dia kehilangan cintanya(Dantes) pada saat hari pernikahan dan akhirnya menikah sama Fernand yang nyatanya udah buat Dantes masuk penjara. Dia ngira Dantes udah meninggal dan akhirnya memutuskan untuk nikah sama Fernand karena clueless kemudian punya anak. Saat datang Monte Cristo akhirnya dia tahu kalau Dantes masih hidup dan dia berusaha mencegah Dantes bunuh jiwa yang nggak berdosa saat nafsu balas dendamnya muncul. Tapi dia justru berakhir dalam kesepian dan kesengsaraan sendirian sementara suaminya bunuh diri karena harga dirinya hancur dan anaknya pergi untuk jadi prajurit. Dan endingnya bener2 kasian karena Dantes pun akhirnya malah sama orang lain.
Yang paling bikin sedih dan nyesek bercampur nggak adil adalah: Dantes dan Mercedes itu adalah dua korban yang dipisahkan oleh orang2 ga bertanggung jawab. Dia juga pasti sedih dan merasa kehilangan. Belum lagi dia yang menghentikan Dantes untuk jadi pembunuh, lalu kenapa Monte Cristo justru berakhir dengan orang lain?
Kenapa Dumas begitu jahat? :'(
Emang sih, beberapa orang yang menyukai ending Monte Cristo ini mengatakan Monte Cristo berbeda dengan Edmond Dantes. Dantes sudah mati saat di Chateau D'If dulu, dan orang yang dicintai Mercedes adalah Dantes bukan Monte Cristo. Begitu pula sebaliknya, orang yang dicintai Dantes adalah Mercedes, bukan Nyonya De'Morcef (nama Mercedes setelah punya suami). Mungkin alasan itu bisa sedikit diterima akal sehatku dibandingkan dengan alasan seperti: Monte Cristo pantas end up with Haydee (nama gadis yg akhirnya jadi sama Monte Cristo) karena dengan bersama Haydee yang masih muda, Monte Cristo bisa mengembalikan kemudaannya. Atau alasan seperti: Mercedes yg stress lahir batin selama ditinggal Dantes sudah terlihat lebih menua  dari Monte Cristo yg masih terlihat muda dengan kekayaan dan nafsu balas dendamnya, jadi Monte Cristo lebih pantas dengan Haydee yg masih muda.
Ergh, please dont give me that kind of explanation.
Don't you know Mercedes was also a victim in this? Why she should end up with her sorrow and sadness alone and Dantes end up with a happy life with his new-young-girl? This is a real unjustice, haha.
Ada yang nyebut katanya Dumas memang nggak terlalu baik sama karakter cewek di novelnya. Ada beberapa yang nyebutin tentang Man In The Iron Mask yang katanya endingnya nyesek juga (FYI: Man In The Iron man itu sekuel terakhir dari Three Musketeers). Nah kan! Aku jadi mikir2 lagii nih mau baca novel itu >,<
Conclusion, aku ngerasa ga adil untuk Mercedes. Masa sih dia salah karena mau move on dari Dantes yang sudah nggak tau gimana kabarnya? Dia salah ya kalo nikah sama orang lain meskipun dia nggak tau siapa yang salah di sini? Masa iya dia harus berakhir jadi perawan tua yg nunggu2 pacarnya dateng padahal (mungkin) udah mati? Kenapa di ending karakter dia dibikin jadi karakter cewek yg udah ga puny minat hidup dan akan selalu penuh kesedihan?
Mungkin ada perbedaan antara orang dulu (dalam hal ini Dumas dan karakter2nya) berpikir dibandinkan orang sekarang (yaitu saya). Mungkin bagi mereka ending seperti itu lebih memberikan makna daripada ending yang uak harapkan, baiklah, aku bisa apa? haha.
Btw, membahas Mercedes di sini aku jadi sedikit ingat Skandar di novel Goodbye Happiness karya Arini Putri (my friend ^^). Aku juga sempet protes ke authornya karena Skandar terlalu kasihan untuk dikasih ending seperti itu. Hidupnya selama ini berat, kenapa harus seperti itu endingnya? Pengennya kan biar adil tuh dia dikasih live happily ever after gitu, hehehhe :D
Anyway, novel ini memang keren banget, terlepas dari ending romantisme nya. Dumas menulis plotnya dengan rapi dan terkesan natural. Pembaca nggak akan bisa membenci Monte Cristo atau Edmond Dantes karena penuturannya begitu baik ^^d
0 notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Text
Antara Musikal dan Novel
Pernah cerita nggak sih kalo aku lagi tertarik sama Eom Kijoon? 
Saking tertariknya sampe aku kepoin semua drama yang pernah dimainin dia, di downloadin satu-satu, dan ternyata ada banyak!
Nggak cukup hanya dengan kepoin dramanya, aku mulai kepoin musikal yang dia mainin. Yeah, dia mulai karir bukan dari pemain drama, melainkan dari musikal. Dan musikal yang udah dia mainin jumlahnya bahkan lebih dari semua jumah jari di tubuhku.
Mulai dari kepo judul musikal, sampe kepo video2 fancamnya. Dan sekarang kekepoan itu telah berubah menjadi semacam kegiatan ruitn. Aduh malunya, tapi aku ngaku kalo jiwa fangirlinganku muncul hanya karena seorang pria berumur 37 tahun ini! Hahaha.
Sekarang aku baru ngerti kenapa dalam satu musikal, pemeran utamanya bisa begitu banyak (ngeliat musikalnya Onew dulu yang double main cast dengan Lee Jihoon). Ternyata karena mereka mungkin bisa pentas berapa kali dama seminggu,, dan dalam setiap pentas itu nggak mungkin selalu diperanin dengan prang yang sama karena akalan capek. Makanya ada double bahkan lebih dari tiga main cast dan supporting cast.
Banyak musikalnya Eom Kijoon yang menarik perhatianku. Selain karena pemainnya (haha), juga karena jalan ceritanya. Mungkin akibat umur yang hampir mendekati seperempat abad (uhuk), aku mulai menaruh perhatian besar pada cerita romantis yang dibumbui dengan kisah sedih. Dan musikalnya Kijoon Oppa kebanyakan seperti itu.
Contohnya Musikal Jack The Ripper.
Tumblr media
Seperti yang kita tahu, Jack The Ripper adalah legenda pembunuh berantai di London tahun 1888 (aku tahu tahun pastinya tentu dari hasil kepoin musikal itu). Tapi di musikal ini cerita tentang Jack The Ripper dibuat sedemikian rupa hingga berubah jadi cerita cinta romantis yang berakhir tragedi. Jenis cerita yang membuat para penonton atau pembaca (seperti saya yang ga bisa nonton langsung) merasa tersedot penuh padanya dan susah move on.. FYI, untuk musikal Jack The Rippert aun 2012 kemaren,Sungmin Super Junior dan Song Seunghyun FT Island juga turut serta mengisi main cast. Dan FYI yg kedua, akhir Juni tahun ini katanya bakalan ada lagi musikal ini di Korea, cuman kliatannya Oppa ga ikutan.
Lalu yang kedua yang bikin aku susah move on adalah musikal The Count of Monte Cristo.
Tumblr media
Awalnya liat fancam musikal ini nggak terlalu tertarik karena selain nggak kenal judulnya, juga Kijoon Oppa disana keliatan kurang oke (haha). Tapi setelah kepoin musikal ini bener-bener, ceritanya ternyata sedih banget. Tentang pembalasan dendam seorang pemuda naif yang dihianati oleh kenalannya. Dia kembali lagi setelah beberapa tahun menjadi orang yang berbeda 180 derajat dengan sebelumnya dan membalas dendam orang-orang tersebut dengan plot yang rapi. FYI lagi, musikal ini akan diproduksi ulang mulai Juli nanti setelah istirahat selama tiga tahun dari musikal perdananya di korea tahun 2010 (dengan main cast yg sama yaitu Kijoon Oppa, haha).
Lalu ada musikal Three Musketeers.
Tumblr media
Aku kurang kepoin musikal ini entah kenapa mungkin karena udah biasa banget ya. Udah sering banget denger tentang judul ini, dan waktu ada filmnya dulu pun aku kurang tertarik. Gatau kenapa mungkin karena tokokh utamanya ada lebih dari satu (ini alasan macam apa). Selain itu fancam musikal ini kebanyakan cuma pas bagian curtain call nya aja, yang mana kebanyakan sama. Aku pengen tau tentang jalan cerita versi musikalnya susah, jadi kurang kepo deh.
Masih banyak lagi sebenernya musikalnya dia dengan judul yang terkenal. Jekyll and Hyde, Grease, Catch Me If You Can, dan err.. aku lupa lagi >,<
Setelah dikepoin lebih lanjut, cerita-cerita musikal dia kebanyakan yang disadur dari novel terkenal. Karena denger kata 'novel' yang kayaknya jadi alarm buat aku, akhirnya aku jadi ngebet pengen baca novel itu. Itung-itung tambahan pengetahuan biar bisa jadi novelis, hehehe.
Yang pasti gegara kepoin musikal dia aku jadi ngebet baca novelnya musikal itu. Terutama The Count of Monte Cristo tuh, yang katanya novelnya bener-bener legendaris karena plot yang digunakan si pemeran utama untuk balas dnedam dia begitu rapi dan halus. Tipe-tipe balas dendam gini bikin aku inget sama drama Kijoon Oppa yang GHOST, sama HERO. Ini kenapa sih sebenernya dia sering terlibat dalam cerita yang ada balas dendamnya?  xD
Baca novel klasik ternyata ga buruk. Banyak tipe bahasa, dialog, dan karakterisasi serta alur cerita yang nggak monoton seperti novel novel jaman sekarang. Kayaknya aku ingin mulai mempelajari karya sastra klasik macam gini. Pokoknya sekarang sih lagi sibuk baca The Count of Monte Cristo sama The Lodger (tentang Jack The Ripper).
Mungkin selanjutnya pengen baca Three Musketeers, Hunckback of Notredame, Jekyll and Hyde, The Picture of Dorian Grey, dan masih banyak lagi :D
(Ini sebenernya ga ada inti postingan, rasanya pengen ngeluarin unek-unek yang selama ini dipendem sendirian ^^)
0 notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Photo
Tumblr media
A real heartbreaking episode... Choi Eunsok is crying for Heejo's death...
(I was wondering how can Kijoon Oppa manage his sad and tears like that? Acting is so hard :3 )
2 notes · View notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Link
It's actually should be reblogged from this account :p
I wanna watch it with Eom Kijoon play as Daniel >,<
Someday when I go to korea... :3
Tumblr media
You can see a fancam of the curtain call for this night here. ^^ The second night arriving at the theatre we were really excited to see the musical again. There were three actor changes for the second night, Jack was played by 이건명, Polly was played by 백민정 and Munroe was played by 박성환 and was…
41 notes · View notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Photo
CUTEEEEE >____<
Tumblr media
11 notes · View notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Onew feeding the animals himself.
6K notes · View notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Photo
Tumblr media
Wish someone holding my hand like that =3=
0 notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Photo
Tumblr media
Wanna touch his hair too >//<
7 notes · View notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Quote
“Your drama has a long way to go before it is over. So don’t force yourself to go quickly. If you go slowly, you can see a lot more, in more detail, than the people who go quickly. If you ask me who would grow more between those two, I’d say it’s the one who goes slowly and sees a lot.”
Uhm KiJoon in “Dream High” (via fuckyeahdramaquotes)
29 notes · View notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Photo
Tumblr media
My first gif, keke
Life Special Investigation Team Episode 3 - 2008
4 notes · View notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Text
Twilight
Tumblr media
Title // Twilight
Cast // Lee Jaeshin, Eun Shikyung
Author // Han Aikyung (@ankkyung)
Rating // PG 13
Disclaimer // Cerita ini dibuat berdasarkan drama korea King 2 Hearts. Untuk fans drama ini yang menyukai Jaeshin+Shikyung couple, this is for you ^^
Prolog
Puteri Lee Jaeshin adalah anak perempuan satu-satunya yang dimiliki oleh Kerajaan Korea Selatan. Kakak laki-laki keduanya—Lee Jaeha—sekarang tengah menggantikan kedudukan kakak laki-laki pertamanya—Lee Jaekang—sebagai Raja Korea Selatan dikarenakan meninggalnya Lee Jaekang dengan secara misterius. Bersamaan dengan meninggalnya Lee Jaekang, sang adik Lee Jaeshin juga mengalami kecelakaan yang menyebabkan gadis itu kehilangan kedua kakinya. Ini adalah masa-masa yang berat bagi keluarga Kerajaan.
Eun Shikyung, salah satu bodyguard kepercayaan keluarga Kerajaan adalah orang yang menemukan Lee Jaeshin tengah pingsan di tebing tempat gadis itu terjatuh. Dia juga adalah yang membawa Jaeshin kembali ke keluarganya, meskipun pada akhirnya gadis itu harus kehilangan anggota tubuhnya yang berharga.
Dan sejak itu, hubungan mereka berdua tidak seperti Puteri dan bodyguard-nya.
*
*
*
“Bibi Song, aku ingin berjalan-jalan di sekitar istana. Bukankah jadwalku hari ini sudah selesai?” ujar Jaeshin pada pelayan pribadi yang selalu menemaninya.
“Benar, Puteri. Anda memiliki waktu satu setengah jam lagi hingga waktu makan malam,” jawab Bibi Song. Dia terlihat gamang beberapa saat, kemudian memberanikan diri untuk berkata, “tapi puteri, mohon jangan panggil saya ‘Bibi Song’ lagi. Anda seharusnya memanggil saya dengan formal, seperti ‘Pelayan Song’, atau ‘Dayang Song’.” Bibi Song menundukkan kepalanya hingga garis wajahnya sama sekali tidak terlihat oleh Jaeshin. Kalimat ini sudah sering dilontarkannya, rasanya sangat menganggu mendengar sang Puteri memanggilnya dengan panggilan dekat seperti itu. Akan sangat tidak enak jika sampai Ratu mendengarnya.
“Ah, Bibi Song, berapa kali harus kukatakan bahwa aku tidak peduli dengan panggilan formal,” jawab Jaeshin seraya melirik Bibi Song yang tertunduk dalam. “Aku sama sekali tidak masalah jika memanggilmu seperti itu, akan terasa lebih dekat jika seperti itu.” Jaeshin mengibaskan tangannya untuk menekankan bahwa dia sama sekali tidak memikirkannya.
“Tapi saya yang merasa bermasalah, Puteri.” Bibi Song memberanikan diri untuk berkata seperti itu. “Saya rasa profesionalisme saya sebagai seorang pelayan kerajaan menghilang ketika saya mencampuradukkan urusan pribadi dengan pekerjaan,” Bibi Song sedikit lebih berani untuk menaikkan wajahnya.
Ekspresi Jaeshin terlihat menyesal. Dia tidak pernah membayangkan bahwa perilakunya yang terbiasa santai akan membuat orang lain terbebani seperti ini. “Ah, maafkan aku, Bib—“ kata-katanya terpotong karena menyadari bahwa dia hampir menyebutkan panggilan yang tidak disukai Bibi Song. “Ma—maksudku, maafkan aku,” meskipun Jaeshin mengulangi kalimatnya, dia tetap menghindari kata ‘Pelayan’ atau ‘Dayang’. Rasanya sangat aneh ketika kita memanggil seseorang yang selalu merawat kita sejak kecil—walaupun itu bukan Ibu—dengan panggilan ‘Pelayan’. 
“Aku sama sekali tidak menyadari bahwa panggillan itu menganggumu. Baiklah akan ku turuti permintaanmu, tapi dengan satu syarat.”
Bibi Song mendongakkan kepalanya sepenuhnya agar bisa melihat sang Puteri.
“Aku akan memanggilmu ‘Bibi Dayang’ hanya ketika kita sedang berkumpul bersama Eomma, Oppa, Eonnie—” Gadis itu berhenti beberapa saat. “—juga orang lain,” Jaeshin melebarkan matanya yang besar, terlihat senang dengan idenya sendiri. “Tapi aku akan memanggilmu ‘Bibi Song’ ketika kita sedang berdua saja, bagaimana?” Jaeshin tersenyum samar dalam setiap kata-katanya. “Aku tidak menerima penolakan, ini perintah.” Katanya tiba-tiba menjadi serius.
Bibi Song tersenyum dan mengangguk, “baik, Puteri.”
“Bagus, sekarang bantu aku menaiki kursi rodaku.”
*
*
*
“Bibi Song,” Jaeshin memanggil Bibi Song dengan suara aegyo andalannya. Saat ini dia tengah berjalan-jalan di taman belakang istana bersama dua orang dayang termasuk Bibi Song dan satu Bodyguard. Dan, Jaeshin menyayangkan hal ini, Bodyguard itu bukanlah Eun Shikyung. Pengawal favoritnya itu sedang dalam tugas di luar istana yang membuatnya memberikan pengawalan sang Puteri pada orang lain.
“Puteri,” Bibi Song mengingatkan Lee Jaeshin mengenai janjinya beberapa saat lalu. Dia membiarkan Jaeshin yang tengah melambai-lambaikan tangannya, menyuruh Bibi Song agar mendekat, hingga gadis itu meralat panggilan untuknya.
“Ah, maaf aku lupa,” Jaeshin tersenyum jenaka sambil menaikkan bahunya. “Bibi Dayang, kemarilah,” ulangnya dan disambut dengan senyuman dari Bibi Song yang mendekatinya. “Menurutmu apakah aku akan terlihat keren jika foto di daerah itu?” Jaeshin menunjuk arah di mana pepohonan hijau berjejer seperti prajurit. Pohon-pohon itu disusun dengan rapi sehingga terlihat seperti pagar yang berada di pinggir jalan setapak.
“Anda selalu terlihat keren dimanapun latarnya, Puteri,” Bibi Song berkata dengan kebiasaannya yang tenang. “Mengapa Anda tiba-tiba ingin berfoto, Puteri?”
“Aku tidak tahu, tiba-tiba saja ide ini melintas di kepalaku. Lagipula, aku belu pernah berfoto di lingkungan Istana pada waktu senja seperti ini,” Jaeshin mengeluarkan Galaxy Note dari saku dress-nya. “Ini, tolong foto aku, nanti biarkan pelayan Goh mengambil fotoku bersamamu, kemudian fotoku bersamanya, aku ingin berfoto bersama semua orang,” Jaeshin menaruh Galaxy Note di tangan pelayan Goh. “Juga kau,” tambahnya kepada sang Bodyguard yang membuatnya tergagap kaget.
“Oke, tunggu aku akan berjalan ke sana,” Jaeshin bersiap memutar roda kursinya ketika pelayan Kim menaruh tangan di pegangannya. “Ah, tidak apa, biarkan aku sendiri,” katanya, kemudian memutar rodanya hingga sampai di tempat yang diinginkannya.
“Oke aku sudah siap, sekarang!”
Bibi Song menyiapkan angle yang pas agar gambar sang puteri terlihat bagus, dan menekan tombol capture. Mereka menghabiskan waktu bersama untuk berfoto bergantian pose dan pasangan. Bahkan Jaeshin juga mendapatkan peran untuk mengambil gambar Bibi Song, pelayan Kim, dan sang Bodyguard. Dia ingin menghabiskan memori pada Galaxy Note-nya dengan foto-foto bahagia mereka hari ini.
“Bibi, kau ambillah gambar sebanyak mungkin, tidak perlu menungguku berpose. Ambilah seperti candid,” Jaeshin memberikan kembali Galaxy Note-nya pada Bibi Song dan memutar roda kursinya untuk berpindah tempat untuk latar foto.
Di mata Bibi Song, kebahagiaan Jaeshin saat ini tidak bisa dibayar dengan apapun. Karena setelah musibah kehilangan kemampuan untuk berjalannya, Puteri Jaeshin lebih sering terlihat muram dan sedih. Bahkan dia sering memergoki sang puteri terbangun di malam hari dan memukul-mukulkan kepalanya ke dinding. Setidaknya saat ini sang Puteri bisa melupakan kesedihannya untuk beberapa saat, Bibi Song tidak berhenti bersyukur untuk senyum Jaeshin itu.
Seseorang berjas hitam mendatanginya dari samping. “Saya Eun Shikyung, akan menggantikan Wang Junbae untuk mengawal Puteri,” ujarnya setelah menundukan kepalanya untuk Bibi Song. “Ah, kau sudah datang. Silakan beri laporan pada Puteri,” jawab Bibi Song. Kembali Shikyung menundukan kepalanya dan berjalan mendekati sosok puteri yang sudah berada sejauh lima meter.
Bibi Song kembali menekan tombol capture saat Shikyung berjalan dengan aura prajuritnya mendekati sang Puteri. Entah bagaimana, Bibi Song merasa ada sesuatu yang terjadi di antara Puteri dan Pengawalnya ini. Bibi Song merasa senang melihat mereka berdua berinteraksi, dan sama sekali tidak ingin meluputkan kesempatan untuk mengambil gambar mereka berdua. Lima gambar berhasil diambilnya, semuanya seperti slide show mulai saat Shikyung berjalan hingga mendekati kursi roda puteri.
“Aaahkk!” Bibi Song melihat kursi roda puteri menghilang dari sudut pandang kamera Galaxy Note. Wanita itu menyingkirkan Galaxy Note itu dari pandangannya dan melihat kursi roda Puteri meluncur turun. Mereka semua lupa bahwa daerah itu memiliki tanah yang menurun walaupun tidak terlalu curam. Tapi bagi seorang yang menggunakan kursi roda, turunan itu bisa sangat berbahaya.
Bibi Song hampir menjatuhkan Galaxy Note sebelum menyadari bahwa Eun Shikyung telah melesat mengejar kursi roda yang dinaiki Puteri. Teriakan puteri masih terdengar ketika Shikyung telah menghilang di balik kursi roda puteri. Bibi Song dan Dayang Kim mendekati lokasi jatuhnya Puteri dan Shikyung untuk mengecek keadaan mereka. Kursi roda itu terguling beberapa senti dari tempat mereka dengan roda yang masih berputar pelan, menutupi tubuh Jaeshin dan Shikyung dari pandangan mereka berdua. Bibi Song dan Pelayan Kim terlihat panik, sepertinya mereka melihat sebelah kaki puteri terjulur dari balik kursi roda. Namun Jaeshin berteriak,
“Aku tidak apa-apa, jangan khawatir.”
*
*
*
Lee Jaeshin memandang gambar pada Galaxy Note-nya sambil tersenyum. Jemarinya mengusap wajah dalam gambar itu, Eun Shikyung.
“Aahhhhkk,” Jaeshin berteriak panik karena tidak sanggup menghentikan laju kursi rodanya. Dia sangat takut, hingga lupa bahwa kursi roda itu dipasangi rem yang bisa membuat laju kursi roda itu tidak secepat saat ini. Dia berusaha menghentikan laju roda kursi menggunakan tangannya, namun hal itu justru membuat tangannya sakit. Yang bisa Jaeshin lakukan hanyalah berdoa agar dia tidak menabrak sesuatu yang berbahaya dan membuat tubuhnya terluka lebih parah. Apalagi yang lebih parah dari menjadi seorang gadis lumpuh seperti sekarang?
“Puteri, tekan remnya!” Jaeshin mendengar seseorang memanggilnya, hanya saja otaknya tidak mampu untuk memproses maksud dari perkataan tersebut.
Seseorang berbaju gelap melompat kedepan kursi rodanya—sangat berbahaya mengingat kursi roda itu melaju dengan cepat. Kursi roda itu terhenti sepersekian detik saat menabrak sosok gelap itu dan yang Jaeshin ingat setelahnya adalah tubuhnya terjungkal dari kursi.
Jaeshin berusaha untuk menyadarkan dirinya setelah kecelakaan itu dan merasakan sakit pada lengan kanannya. Sepertinya tubuh bagian kanannya terantuk kursi cukup keras dan membuatnya terasa nyeri. Jaeshin merasakan kepalanya dilindungi oleh sesuatu sebelum menyadari bahwa seseorang tengah mendekapnya erat.
Jaeshin membuka kelopak matanya perlahan, merasakan kehangatan dekapan sosok gelap yang tadi menghalangi laju kursi rodanya.Kepalanya ditangkup oleh satu tangan milik sosok itu sehingga wajahnya beradu dengan dada sang penyelamat. Jaeshin tidak bisa melihat wajah sang penyelamat, tapi melihat lencana yang digunakan di dada kiri sosok itu, Jaeshin seperti bisa mengenali siapa sosok itu. Ditambah fakta bahwa sosok ini menggunakan pakaian khas bodyguard. Dia pasti...
“Eun Shikyung-ssi,” panggil Jaeshin lirih. Gadis itu bisa merasakan hatinya berdebar kencang karena kedekatan mereka yang tiba-tiba ini. Hidungnya kembali merasakan sensasi parfum yang digunakan Shikyung. Meskipun sang bodyguard hanya menghilang dari jangkauannya selama beberapa hari, tapi Jaeshin tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata bagaimana rindunya dia dengan rasa kaku dan membosankan yang diberikan sang Bodyguard. Jaeshin merindukan Eun Shikyung.
Jaeshin tidak bisa berkata-kata, mulutnya seperti terkunci. Shikyung masih mendekapnya erat meskipun Jaeshin tahu dia pasti mendengar panggilannya tadi. Atau apakah dia salah orang? Apakah sosok ini bukan Shikyung melainkan orang lain? Mustahil.
“Ne, Puteri,” terdengar jawaban dari balik kepalanya. Sosok yang memeluknya itu sekarang mulai melonggarkan dekapannya pada Jaeshin. Jaeshin merasa aneh. Rasanya untuk saat ini dia belum mampu melihat wajah Shikyung, terlalu malu untuk berhadapan secara langsung.
Shikyung benar-benar melepaskan dekapannya pada Jaeshin. Dia mengangkat tubuh bagian atasnya untuk bisa melihat Jaeshin lebih jelas. “Apakah Anda baik-baik saja?” Ekspresi kaku yang sering diperlihatkan Shikyung benar-benar membuat Jaeshin bingung. Dia sama sekali tidak bisa menebak apa yang sedang dirasakan oleh Shikyung. Rasanya tidak adil jika hanya dirinya yang merasa berdebar-debar karena dekapan ini.
Dan bibir Jaeshin benar-benar mengacaukannya. Otaknya secara jelas telah mengirimkan sinyal untuk berkata ya, tapi bibirnya sama sekali tidak bergerak. Rasanya dirinya terhanyut dengan tatapan-entah-apa pada mata Shikyung yang mengunci matanya sendiri. Hanya kepalanya yang mengangguk mengiyakan pertanyaan Shikyung.
“Ada yang sakit?” kembali Shikyung bertanya, kali ini suaranya sedikit bergetar. Jaeshin melihat telinga Shikyung berubah menjadi merah. Ah, mungkin karena udara senja yang hampir berganti malam. “Eopseoyo, aku baik-baik saja,” ulang Jaeshin, dia bahkan tidak bisa mengenali suaranya sendiri.
“Puteri,” terdengar teriakan Bibi Song dan Pelayan Kim dari balik kursi roda yang terguling. Jaeshin dan Shikyung menoleh, menyadari bagaimana parahnya kecelakaan yang baru saja terjadi hingga membuat kursi roda itu terguling. Tubuh Shikyung pasti sangat sakit menahanku agar tidak terbentur, pikir Jaeshin.
“Aku tidak apa-apa, jangan khawatir,” teriak Jaeshin.
Mereka berdua kembali saling memandang, masing-masing berusaha untuk mendalami sepasang mata yang ada di depannya. Seakan menyelami telaga itu bisa menjawab semua rasa penasaran yang dimiliki Jaeshin dan Shikyung.
“Puteri, Anda harus bersiap untuk makan malam,” terdengar suara Bibi Song mengingatkan Jaeshin dari balik kursi roda. Kedua insan yang tengah bertatapan itu tergeragap, serba salah dengan posisi mereka saat ini.
 “A—ah,” Shikyung tersadar. Dia buru-buru bangun dari posisinya yang menindih Jaeshin kemudian berdiri tegap. Tangannya melayang ke samping pelipisnya untuk memberikan hormat.
“Eun Shikyung melapor untuk menggantikan Wang Junbae untuk mengawal Puteri,” Shikyung menurunkan tangannya, menandakan bahwa laporannya telah selesai.
Hanya dengan menggunakan tubuh bagian atasnya, Jaeshin berusaha untuk bangkit dari posisi baringnya. Sangat tidak nyaman menerima laporan Shikyung dengan tubuh masih terbaring di atas tanah. Shikyung yang melihat kesulitan sang Puteri berjongkok untuk membantunya. “N-ne, laporan diterima,” Jaeshin tidak berani menatap wajah Shikyung.
“Ijinkan saya membantu Anda untuk menaiki kursi roda,” ucap Shikyung kemudian menggendong Jaeshin pada kedua tangannya setelah mendapat persetujuan dari sang Puteri. Kursi roda itu diparkir agak jauh oleh Bibi Song karena mencari bagian tanah yang datar. Shikyung menaruh Jaeshin dengan sangat hati-hati di atas kursi.
“Mari Puteri,” ucap Bibi Song sambil menangkap pegangan kursi roda Jaeshin.
  Ingatan Jaeshin berakhir. Dia masih tersenyum memandang Eun Shikyung pada layar Galaxy Note-nya.
“Dasar pria membosankan dan kaku,” keluhnya meskipun ujung-ujung bibirnya tetap tersenyum.
END
1 note · View note
ankkyung-blog · 12 years ago
Text
Vengeance
Tumblr media
Vengeance
Fanfiction by Han Aikyung
Kijoon stared at the cup of tea perched on top of his desk. His eyes then moved to see a hands of the cup bearer and then looked up to see the face of the owner of the hand.
"Annyeonghaseyo," a woman who was wearing casual outfit, greeting with a smile. He pulled a chair that was near Kijoon then sit on it. Kijoon just looked at her quizzically, he doesn’t want to build a conversation with her. Therefore, after being satisfied at her, he continued his work on his laptop.
"Not replying? How rude," she was still smiling even though her sentence implies disappointment. Kijoon glanced at her from the end of his eyes for a split second and then gaze back to the laptop.
"Did your parents never taught you to be polite? Especially to a woman," the woman stir a spoon inside the cup. After finished the stirring, she shift the cup toward Kijoon, told him to take it using her eyes.
"I didn’t order tea," Kijoon surrendered to remain silent. His tone was so curt, and he continued his work.
The woman snorted softly while still maintaining his smile. "Don’t you see? This Cafe has been closed since fifteen minutes ago. We are not taking orders," she put her hands on the table to support her body. "It’s gift from me, take it."
Kijoon looked around. Some part of this Cafe is dark, and Kijoon could see an aprons used by the worker of this Cafe was draped over his desk, it’s hers. He glanced the woman who still looked at him without moving his face from the laptop. He sighed.
"Sorry. I’m too dissolved to notice that the Cafe is already closed, "said Kijoon. His skilled hands typing something on his laptop while talking. He unplugged the mouse connected to a port on the laptop, as well as blue usb stick in the other side. He opened the bag and then enter the objects into it. Light from the laptop screen which illuminating his face, off so sudden. Kijoon shut the laptop screen and put it in the same bag.
"Keurom," he stood up and put a dollar in addition to cups of tea. "This is tip for spending your time at your off-time." Kijoon slung over his bag and took a jacket draped over his chair. He nodded his head and then leave.
"Oppa," this kind of voice is sounded again in his ears. Warmth suddenly take over his wrist. Kijoon stop walking even though he didn’t turn over his body. It seemed he wasn’t able to face that sad face of hers again.
"Oppa, how could you do this to me?" she try to pulled Kijoon to make him turn his body, but he was adamant. "I know you know me, I’m Eunjin. Shim Eunjin! "
Kijoon budge. He didn’t respond Eunjin words, but doesn’t shy away from the grip of her hand either. His mind was filled with that name: Shim Eunjin. The woman who haunted his mind. Kijoon hesitated, as if he went back to Eunjin then everything will not be perfect.
"Are you following me?" Asked Kijoon after a long silence.
  Eunjin hold her voice from shaking. The woman raised her left hand to hold Kijoon wrist. Kijoon's big hand was taut, holding his body to refuse Eunjin’s power to turn him over. Eunjin secretly relieved because Kijoon not resist his grasp.
"The owner of this Cafe entrusted the key to me," replied Eunjin. "But that's not the case, Oppa!" Eunjin shouted as he pulled Kijoon’s hand. His movements made his bag succumbing to the gravity.
"Don’t go away again, jebal," Eunjin who had been trying to fight the tears that wanted to fall eventually lost. Beautiful grains that reflect light dim Cafe fell onto the floor. The woman looked down, trying to stir her emotions.
"I know you really feel the loss due to fire, but revenge won’t solve anything, Oppa!" Eunjin exclaimed with a trembling voice. "Crimes will only lead to a vicious cycle," Eunjin looked up. "I don’t want to see you as a murderer, just like them," she sobbed. "That's why you leave me, right? You want to take a revenge? Right? "Eunjin face wet with tears. Grief and loss of visible rays from her watery eyes.
Kijoon turned around to see Eunjin’s face. His jaw hardened, and his voice disappeared. Eunjin look so fragile. Fragility that comes because of him. Because of Eom Kijoon.
"Geuman kajjha, Oppa," Eunjin smile in pain. She missed her man’s face. Eunjin promised to look at this face as the face as a wise and humorous man, not a murderer.
Squeaking sound of car outside the Cafe crack the silence between Kijoon and Eunjin. His hands still clutching Kijoon’s wrist, and only two of them could understand the mind of each.
Eunjin will wait Kijoon, and always wait for him until he returned to be soft and warm Kijoon. Kijoon Oppa who always protect innocent people. Kijoon Oppa who always looked cool when focus on his work. That Eom Kijoon Oppa...
"Eunjin-ah," Kijoon hoarse voice broke the silence.
Right a few seconds later, Eunjin surging forward to hug him. Kijoon staggered backward while Eunjin hit his body. Coat and bag in his hand fell beside their feet together.
"Oppa..." Eunjin crying uncontrollably on Kijoon’s chest. The way Kijoon called her name had already explained everything to her. Eunjin know Kijoon has determined the decision. "Oppa..." Eunjin hug Kijoon tightly, don’t want to lose him again.
Kijoon sighed. Everything has an end. The demon of Vengeance that had haunted him now destroyed. Destroyed because of grains tears dropped by Eunjin, women with the purest heart ever. Kijoon knows that he can not live without Eunjin, and so do her.
  ~ 90 ~
People sometimes become greedy when an opportunity came up to them. Although it is a good chance that comes, when greed took part then whatever happens will not be as good as one might expect. Revenge on those who have been hurt may sound very tempting indeed. But revenge will only undermine our hearts and minds so that we unknowingly will become a very different person than before. It’s revenge itself.
  END
0 notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Photo
Aaaaa Eom Kijoon and Lee Kiwoo!?!?!
How can you be so cute in that age? \>,</
Tumblr media
10 notes · View notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Really obsessed with this person, haha
8 notes · View notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Text
Vengeance
Tumblr media
Vengeance
by. Han AIkyung
Cast Eom Kijoon, Shim Eunjin
Kijoon menatap cangkir teh yang ditaruh di atas mejanya. Mata pria itu lalu berpindah menatap tangan sang pembawa cangkir kemudian mendongak untuk melihat wajah sang pemilik tangan.
“Annyeonghaseyo,” seorang wanita yang menggunakan pakaian casual menyapanya sambil tersenyum. Dia menarik kursi yang ada di dekat Kijoon kemudian duduk di atasnya. Kijoon hanya menatap wanita itu dengan pandangan aneh, dia tidak ingin membangun pembicaraan dengannya. Karena itu, setelah puas memandang wanita itu, dia melanjutkan pekerjaannya di laptopnya.
“Kau tidak membalas sapaanku? How rude,” wanita itu tetap tersenyum meskipun kalimatnya menyiratkan kekecewaan. Kijoon melirik sang wanita dari ujung matanya selama sepersekian detik kemudian pandangannya kembali ke laptop.
“Apakah orangtuamu tidak pernah mengajarkanmu untuk menjaga sopan santun? Apalagi terhadap seorang wanita,” wanita itu mengaduk cangkir yang tadi dibawanya menggunakan sendok kecil yang terdapat di piringnya. Setelah selesai mengaduknya, wanita itu menggeser cangkir ke arah Kijoon, menyuruh pria itu meminumnya menggunakan tatapan matanya.
“Aku tidak memesan teh,” Kijoon menyerah untuk tetap diam. Nada bicaranya tidak ubahnya saat berbicara kepada bawahan yang mengesalkan, dan dia melanjutkan pekerjaannya.
Wanita itu mendengus pelan sambil tetap mempertahankan senyumnya. “Kau tidak lihat? Cafe ini sudah tutup sejak lima belas menit yang lalu. Kami sudah tidak menerima pesanan,” wanita itu menaruh kedua tangannya di atas meja yang kemudian digunakannya untuk menopang tubuhnya. “Ini pemberian dariku, minumlah.”
Kijoon melihat sekelilinganya. Sebagian dari Cafe ini memang sudah terlihat gelap, dan Kijoon bisa melihat seragam semacam celemek yang biasa digunakan pekerja di Cafe itu tersampir di mejanya, milik wanita itu. Dia mengawasi sang wanita yang masih menatapnya itu tanpa menggerakkan wajahnya dari laptop, hanya menggunakan matanya. Dia menghela napas.
“Maafkan aku. Aku terlalu terlarut pada pekerjaanku hingga tidak menyadari bahwa Cafe ini sudah tutup,” ujar Kijoon. Tangannya dengan terampil mengetikkan sesuatu di laptopnya sambil berbicara. Dia mencabut kabel mouse yang terhubung ke port di laptopnya, begitu juga dengan usb berwarna biru yang menancap di sisi lainnya. Pria itu membuka tas tipisnya kemudian memasukan benda-benda itu ke dalamnya. Cahaya pada layar laptop yang sebelumnya berpendar menerangi wajahnya tiba-tiba mati. Kijoon menutup layar laptop itu dan memasukkannya ke dalam tas yang sama.
“Keurom,” dia berdiri kemudian menaruh selembar uang di samping cangkir teh yang dibawa wanita itu. “Ini tip permohonan maafku karena telah menghabiskan waktumu pada jam tutupnya Cafe ini.” Kijoon menyampirkan tas di bahunya lalu mengambil jas yang tersampir di kursinya. Dia menganggukkan kepalanya kemudian pergi.
“Oppa,” panggilan yang sudah lama dirindukan Kijoon kembali terdengar di telinganya. Kehangatan mengelilingi pergelangan tangannya ketika tangan seseorang menangkapnya. Kijoon berhenti berjalan meskipun dia tidak membalikkan tubuhnya. Rasanya dia tidak sanggup untuk kembali menghadapi wajah sedih itu lagi.
“Oppa, bagaimana mungkin kau melakukan ini padaku?” wanita itu mencengkram tangan Kijoon dan menariknya agar sang pria berbalik, tapi dia tak bergeming. “Aku tahu kau mengenaliku, aku Eunjin. Shim Eunjin!”
Kijoon tetap bergeming. Dia tidak merespon kata-kata Eunjin, tapi juga tidak menghindar dari cengkraman tangannya. Benaknya dipenuhi dengan nama itu: Shim Eunjin. Wanita yang selama ini menghantui pikirannya. Namun Kijoon bimbang, karena jika ia kembali menemui Eunjin maka semuanya tidak akan sempurna.
“Kau mengikutiku?” tanya Kijoon setelah hening beberapa lama.
Eunjin menahan suaranya agar tidak bergetar. Wanita itu menaikkan tangan kirinya untuk ikut memegang pergelangan tangan Kijoon. Tangan besar milik Kijoon tampak tegang, menahan agar Eunjin tidak berhasil membalik tubuh pria itu. Diam-diam Eunjin lega karena  Kijoon tidak menolak genggamannya.
“Pemiliknya memercayakan kunci Cafe ini padaku,” jawab Eunjin. “Tapi bukan itu masalahnya, Oppa!” Eunjin berteriak seraya menarik tangan Kijoon. Gerakannya itu membuat tas yang ada di bahu Kijoon bergoyang-goyang menahan gravitasi.
“Jangan pergi lagi, jebal,” Eunjin yang sejak tadi berusaha melawan air mata yang hendak jatuh akhirnya kalah. Bulir-bulir indah yang memantulkan cahaya redup Cafe itu jatuh membasahi lantai. Wanita itu menunduk, mencoba menguasai emosinya.
“Aku tahu kau sangat merasa kehilangan akibat kebakaran itu, tapi balas dendam tidak akan menyelesaikan masalah, Oppa!” Eunjin berseru dengan suaranya yang bergetar. “Kejahatan yang kembali dibalas dengan kejahatan hanya akan berujung pada lingkaran setan,” Eunjin mendongakkan wajahnya. “Aku tidak ingin melihatmu sebagai seorang pembunuh, sama seperti orang yang telah melakukan itu pada ayahmu,” wanita itu terisak. “Itu kan sebabnya kau meninggalkanku? Karena nafsu balas dendammu pada orang yang telah membunuh ayahmu? Benar kan?” Wajah Eunjin basah oleh air matanya. Sinar kesedihan dan kehilangan terlihat dari kedua matanya yang berair.
Kijoon membalikkan tubuhnya untuk melihat wajah Eunjin. Rahangnya mengeras, dan suaranya menghilang. Eunjin begitu terlihat rapuh. Kerapuhan yang muncul karena dirinya. Karena seorang Eom Kijoon.
“Geuman kajjha, Oppa,” Eunjin tersenyum dalam pedih. Wajah prianya ini begitu dirindukannya. Eunjin berjanji akan melihat wajah ini sebagai wajah pria favoritnya yang selalu terlihat bijaksana dan humoris, bukan seorang pembunuh yang ingin membalaskan dendamnya.
Suara decit mobil di luar Cafe melatar belakangi keheningan di antara Kijoon dan Eunjin. Kedua tangan wanita itu masih menggenggam pergelangan tangan Kijoon, dan hanya mereka berdua yang bisa mengerti isi benak masing-masing.
Eunjin menunggu Kijoon, akan terus menunggu pria itu hingga dia kembali menjadi Kijoon yang lembut dan hangat seperti dulu. Kijoon Oppa-nya yang selalu melindungi orang-orang yang tidak bersalah. Kijoon Oppa-nya yang selalu tampak keren ketika fokus pada pekerjaannya. Eom Kijoon Oppa yang itu...
“Eunjin-ah,” suara serak Kijoon memecah keheningan itu.
Tepat beberapa detik setelahnya, Eunjin merangsek maju untuk memeluk pria itu. Kijoon terhuyung mundur saat tubuh Eunjin menabrak tubuhnya. Jas dan tas yang dipegangnya terjatuh di samping kaki mereka berdua.
“Oppa...” Eunjin menangis sejadi-jadinya di dada Kijoon. Panggilan Kijoon padanya tadi telah menjelaskan semuanya. Eunjin tahu bahwa Kijoon telah menentukan keputusan, dan keputusan itu adalah yang selalu di perjuangkan oleh Eunjin. “Oppa...” Eunjin memeluk erat tubuh Kijoon, tidak ingin kehilangan pria itu untuk ke sekian kalinya.
Kijoon menghela napas panjang. Semuanya telah berakhir. Setan balas dendam yang selama ini menghantui dirinya kini musnah. Musnah karena bulir-bulir air mata yang dijatuhkan oleh Eunjin, wanita dengan hati paling murni yang pernah ditemuinya. Kijoon sangat mengetahui bahwa dirinya tidak bisa hidup tanpa Eunjin, begitu pula sebaliknya.
  ~90~
  Manusia terkadang menjadi sangat serakah jika sebuah kesempatan datang menghampiri mereka. Meskipun kesempatan baik yang datang, ketika keserakahan ikut serta maka apapun yang terjadi tidak akan sebaik yang disangka. Balas dendam pada orang yang telah menyakiti mungkin memang terdengar sangat menggiurkan. Namun balas dendam hanya akan menggerogoti hati dan pikiran kita sehingga tanpa sadar kita akan berubah menjadi orang yang sangat berbeda dari sebelumnya. Yaitu, dendam itu sendiri.
END
  Saya minta maaf karena baru ngasih saengil sunmul buat Eom Kijoon Oppa-nya hari ini (denger Oppa jadi geli, tapi mending daripada Ajeosi). Saengil chukhaheyo, Oppaa~ ^^d
0 notes
ankkyung-blog · 12 years ago
Text
New Crush, Eom Kijoon!
Oke ngaku, akhir-akhir ini perhatianku lagi benar-benar tersedot oleh Eom Kijoon. Buat yang nggak tau siapa orang ini, dia itu yang jadi guru Kang Oh Hyuk di drama Dream High, udah pada inget?
Bener-bener parah seorang ai ini kalau sudah suka sama orang, pasti bakalan kepo banget. Dan ini dia. Ternyata dia udah pernah main di beberapa drama dan bekerjasama dengan aktor2 yang terkenal macam Lee Dongwook, Hyunbin, Lee Junki, Song Hyegyo, dan masih banyak lagi.
Kayaknya folder capture gomplayerku bakalan banyak sama wajah-wajah dia, aku berusaha nangkep tiap ekspresi yang dia keluarin di dramanya. Karena dia selalu ngambil karakter yang berbeda-beda di tiap drama atau film yang dimaininnya, jadi banyak ekspresi pula yang dia keluarin.
Aku rasanya pengen berbagi foto-foto dia:
Tumblr media
 Ghost, 2012
Tumblr media
Hero, 2009
Tumblr media
Man Of Vendetta, 2010
Tumblr media
Life Special Investigation Team, 2008
Foto di drama yang terakhir (Life Special Investigation Team, 2008) sebenernya karakter dia disitu bukan karakter yang serius, bahkan terbilang konyol. Tapi akunya aja yang hobi nge-capture saat dia lagi ganteng :p Dan foto dia waktu di dream high ga ada. Maaf ya karena semua orang pastinya udah tahu dia kayak gimana di Dream High jadi ga perlu aku post (ngeles aja, padahal belum sempet nge-capture yg di Dream High :p )
  Oh iya, Eom Kijoon lagi fokus sama drama terbarunya di tv kabel OCN sekarang. Dramanya tentang penyakit mewabah, judulnya The Virus. Nanti kalau sempat aku masukin juga ah capture-nya xD
  Oke cukup spazzing-nya malam ini...
Bye-yong~
0 notes