Text
BINTANG JATUH
by Chopy Zoe
Malam begitu sunyi, diikuti hentakan langkahku yang terdengar begitu pelan. Langkah pulang yang terasa lelah akibat seharian menjalani pencarian akan kehidupan. Langkah pelan itu membawaku ke taman, tempat yang biasa dipenuhi canda tawa, namun kini sunyi. Aku duduk di bangku taman dengan pahatan tulip nan indah, dikelilingi dengan pohon-pohon yang rimbun. Bangku taman yang cantik itu mengingatkanku padanya. Seorang pria yang bisa mewarnai dunia sekaligus mengubahnya menjadi hitam putih. Seorang bajingan yang dulu sering memberiku tulip indah, kini hanya meninggalkan luka yang tak bisa kuobati.
Di bangku taman itu, aku hanya ingin menikmati kesunyian yang terasa nyelekit bagiku. Menempel disekujur tubuh layaknya lintah yang merancapi tubuhku. Bengik sekali, aku mencoba menghilangkan rasa bengik itu dengan cara melihat ke arah langit, langit yang dipenuhi bintang kerlap kerlip. Salah satu bintang itu seperti membentuk garis panjang. Aku kira itu dikarenakan mataku yang lelah, tetapi setelah kupandang itu dengan teliti, ternyata itu adalah sebuah bintang jatuh. Bintang yang sedang jatuh, meninggalkan cahayanya dalam sekejap, entah ke mana arahnya. Tanpa berpikir lama, aku mengepalkan kedua tanganku. Kabarnya, bintang jatuh bisa membawa harapan yang terpendam menjadi kenyataan.
Harapan? Terlintas dipikirku terdapat harapan yang menyedihkan. Harapan yang bisa dibilang kontradiktif, karena aku masih mendambakan cinta yang mirip seperti apa yang diberikan oleh pria bajingan itu. Aku tidak menginginkan sifatnya, tetapi aku hanya rindu dengan masa masa itu. Dalam hatiku berkata dengan mata tertutup, “Wahai bintang jatuh, aku lelah dengan hidupku. Aku ingin merasakan apa yang dirasakan oleh wanita yang sedang dicintai seseorang. Berilah aku masa masa seperti itu bintang”. Hati yang lirih ini merasa bahwa aku masih layak dicintai. Hatiku ini masih menginginkan secercah keromantisan dalam hidupku.
Kubuka mataku setelah berbicara dengan bintang jatuh. Aku terkejut ketika tiba-tiba ada seorang pria tampan yang sedang berlutut di depanku, seperti pangeran yang ingin memasangkan sepatu pada tuan putri. Dia tersenyum padaku. Matanya yang memesona membuat jantungku berdegup kencang. Dengan pakaian serba putih yang dikenakannya, benakku terlintas, apakah dia adalah pria yang dikirim dari kahyangan. Aku mencoba menampar wajahku yang mungil ini untuk tetap tersadar. "Sepertinya aku kelelahan," pikirku dalam diam. Namun, pria itu menghentikan tanganku yang hendak menampar wajahku, lalu mengusapnya dengan lembut.
"Bukankah itu sakit, Diana?" kata pria tampan itu.
Aku tak bisa menjawabnya, karena aku masih terperangah, tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Dengan tatapan yang lembut, seperti banyak orang yang menatap cahaya senja, pria tampan itu berkata, "Aku adalah jawaban yang diberikan oleh bintang jatuhmu itu."
Aku tak mengerti, mengapa jawaban yang diberikan oleh bintang jatuh adalah seorang pria tampan yang sedang berlutut di hadapanku. Lalu, pria tampan itu menatapku dengan lembut, sambil mendekatkan bibirnya yang merah itu menuju bibirku. Aku terpaku diam. Dan benar, pria tampan ini menciumku dengan hangat, seperti layaknya seorang pria yang telah jatuh hati pada perempuan yang sangat dicintainya. Dia melepas bibirku dengan lembut. Perasaan ini, aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya, karena sudah lama sekali aku tidak merasakan ciuman selembut itu. Diriku terasa beku, bingung dengan maksudnya yang tiba-tiba menciumku.
"Kenapa kamu menciumku secara mendadak?" ujarku tanpa bisa menahan diri, menyadari bahwa pertanyaan itu keluar begitu saja.
"Ciuman itu adalah jawaban dari harapanmu," ujarnya.
"Apakah kamu menyukainya?" tanyanya padaku.
"I-iyaa, aku menyukainya," jawabku sambil tergugup.
Dengan perlahan, dia menatapku dengan senyuman, lalu berkata, "Ciuman ini hanyalah sebuah kenangan kecil, tapi suatu hari nanti, kamu akan merasakan cinta yang lebih besar, dari seseorang yang tulus mencintaimu." Aku tak bisa berkata-kata mendengar hal itu. Tubuhnya menghilang perlahan, seperti debu yang diterpa angin, sambil tersenyum padaku. Aku mencoba untuk meraihnya, tetapi tak bisa. Air mata mengalir di mataku dan aku tidak tahu apakah itu tanda kebahagiaan atau kesedihan.
Bintang jatuh itu memberiku hadiah yang tak bisa kutebak. Aku ingin berterima kasih padanya, karena kini aku bisa merasakan apa yang dirasakan oleh wanita-wanita yang sedang jatuh hati. Aku berdiri dari bangku taman yang indah itu dan berjalan pulang menuju rumah, dengan perasaan campur aduk antara kebahagiaan dan kesedihan yang sulit kuungkapkan.
2 notes
·
View notes