eaterjournal-blog
eaterjournal-blog
A Journal.
9 posts
Tentang kehidupan, makanan, perjalanan. || Social media : @ariadnelacie
Don't wanna be here? Send us removal request.
eaterjournal-blog · 7 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
entah sejak kapan tapi makanan menjadi salah satu objek favorit saya.
mungkin karena melalui foto saya dapat berbagi kebahagiaan menyantap makanan lezat dengan orang-orang di luar sana.
0 notes
eaterjournal-blog · 7 years ago
Text
Cheesy Galore: District 29 Bandung
I have always been a fan of cheese. And will always be.
Jadi, ketika saya mendapatkan rekomendasi “nasi keju keju” dari seorang teman (yang ternyata nama aslinya Melted Cheesy Rice), saya pun segera pergi ke sana. Tepatnya di District 29, Dipatiukur, Bandung.
District 29 ini merupakan cafe yang berfokus pada kopi dan keju, di mana mereka menggunakan slogan “have a taste of coffee and cheese“. Menu makanannya terdiri dari western dish, pasta, burger, dan juga local dengan price range 25.000ish - 70.000ish. Yang, saya akui, cukup murah untuk tipe cafe seperti dengan rasa yang--saya akui lagi--worth it. Porsinya pas dan juga enak!
Di sana, saya dan teman-teman memesan Melted Cheesy Pasta, Nasi Capcay, dan juga Royal Burger. Sementara untuk minumnya kami memesan Hot Caffe Latte. Kebetulan sedang ada promo jadi kami dapet free frappe juga! Sweet.
Beginilah kurang lebih tampak makanannya :
Tumblr media
Melted Cheesy Pasta, Rp35.000,00 (before tax)
Kejunya banyak, District 29 benar-benar generous dalam memberi mozarella pada menunya. Like, makanannya bener-bener ditutup dengan mozarella. Gurih dari white sauce pastanya juga pas. Sosis dan jamurnya juga pas, dalam kata lain gak kurang. Karena kalau kebanyakan tentu lebih enak ha-ha.
Tumblr media
Royal Burger, Rp28.000,00 (before tax)
Untuk burgernya, dengan harga Rp32.000 saja (after tax), kita udah dapet burger yang tinggi banget dan sejujurnya saya bingung gimana cara makannya. Terlebih lagi udah dapet kentang! Satu porsi burger yang terdiri dari sunny side up, beef patty with blackpepper sauce, double cheese, dan pickles (timun, tomat, bawang bombay, selada) benar-benar membuat saya kenyang (bahkan cenderung kebanyakan. Atau emang saya kalau makan sedikit porsinya?) Maybe not the best one in town, but definitely one of the best. Pattynya tebel dan kering, gurihnya pas dipadu dengan saus blackpepper. Cheese slicenya juga kerasa banget. Kalau saya sih suka.
Nasi capcay-nya tidak saya foto:( tapi porsinya juga cukup besar dan rasanya enak. Disajikan bareng kerupuk.
Tumblr media
Caffe Latte, Rp22.000,00 (before tax). Frappe, Rp20.000,00 (before tax).
Saya pribadi tidak terlalu mengerti kopi, tapi saya kurang suka kopi yang acidity-nya tinggi. Jadi caffe latte di sini yang rasa kopinya mild, saya suka. Whip cream di frappe-nya juga enak dengan taburan caramelized sugar-nya. Nice terlebih karena buy one get one ho-ho.
Kesimpulannya, untuk penggemar keju, wajib cobain tempat ini karena mereka mozarellanya sangat generous. Untuk khalayak umum, menurut saya ini harganya kantong mahasiswa, sih dinilai dari porsinya yang memuaskan ;)
4/5
(mungkin mushollanya bisa lebih dipernyaman, anyway).
---
District 29 Jalan Dipatiukur no 40 (masuk dari Dapur Kencana lantai 3 & 4) 10.00 - 23.00
Love, ariadnelacie @ 2018
0 notes
eaterjournal-blog · 7 years ago
Text
Flash Fiction: Lupa
Kaca terpal yang nyaris tak terlihat itu menjadi satu-satunya pembatas yang membuat perempuan itu tak basah. Di luar sana rinai hujan menari-nari, mengetuk-ngetuk kaca seakan mengundangnya keluar untuk menari bersama. Si perempuan tersenyum.
Ritual berbagi kebisuan dengan hujan, katanya. Hal yang tak pernah bosan ia lakukan. Meskipun yang ia lakukan hanyalah duduk diam sambil memandang rinai-rinai hujan yang menari di luar.
Sementara aku, hanya bisa menarik nafas dalam sambil menemani di sampingnya. Alasan itu bohong. Ia bukan memandang rinai-rinai hujan. Ia sedang menggali kenangan. Ia memanfaatkan efek psikologis dari hujan untuk membangkitkan kenangannya yang perlahan memudar.
.
Namanya Rein, singkatan dari Reinaldo. Aria yang memberi nama panggilan itu. Katanya, laki-laki itu mirip hujan.
Aku tertawa ketika mendengarnya pertama kali. Apa maksudnya, mirip hujan? Mana mungkin ia menyamakan manusia dengan fenomena alam?
Namun kenyataannya memang seperti itu. Pendeskripsiannya akan laki-laki itulah yang membuatku yakin. Laki-laki yang bisa memberikan ketenangan hanya dengan berada di sampingnya. Laki-laki yang bisa menghadirkan rasa sejuk hanya dengan melihat sosoknya. Ia bahkan tak perlu berbicara. Layaknya menikmati hujan, berbagi kebisuan saja sudah cukup.
Aria nampak sangat bahagia ketika ia bersama dengan Rein. Aku pun turut bahagia.
Sampai takdir berkata lain.
Rein menghilang. Layaknya kemarau yang menggantikan musim penghujan. Ia lenyap begitu saja, dan tak pernah kembali.
Aria yang sejak awal memiliki mental yang lemah kehilangan satu-satunya penstabil emosinya. Ia menjadi kacau. Nyaris tak terselamatkan. Meraung-raung setiap hari, memanggil-manggil nama Rein.
Satu-satunya penenang baginya hanyalah hujan. Ia akan benar-benar diam untuk memandang hujan dengan khidmat dari balik kaca terpal yang menjadi dinding kamarnya itu. Hanya saat itulah aku bisa mendekat padanya.
Seperti saat ini.
Dengan segala keanggunan yang melekat pada dirinya, Aria menoleh. Rambut hitam panjangnya bergoyang sedikit, menutupi salah satu matanya. Tanganku pun bergerak pelan, menyampirkan helaian rambut itu ke belakang telinganya. Kedua bola matanya yang berwarna cokelat membulat sempurna, dan nampak berbinar.
Entah karena apa, setelahnya senyum tipis terkembang di wajahnya. Ia pun menolehkan kepalanya lagi, ke arah kaca terpal. Melanjutkan memandang hujan.
Dulu, jika hujan seperti ini Aria akan menyeduhkan dua cangkir cokelat hangat. Dilanjut dengan menyeret selimut tebal super besar favoritnya dari kasur, lalu menyuruhku menemaninya duduk di sampingnya. Di atas sofa merah marun yang sangat empuk, ia akan berceloteh riang sambil menyeruput cokelat hangatnya. Persis di depan kaca terpal ini. Meringkuk di balik selimut, memandang hujan.
Atau, jika aku dan dia sedang beruntung, ditambah dengan sepotong kue. Entah itu kue cokelat, cheesecake, apple pie, tiramisu, cupcake, atau apa pun.
“Makanan yang enak akan selalu membuatmu bahagia. Orang bilang, hujan itu identik dengan hal sedih. Jika ditemani makanan enak, maka kita tidak akan sedih kan?”
Bahkan aku sampai ingat ceramah singkatnya yang selalu ia utarakan tiap kali kami ‘menonton’ hujan bersama.
Aku tersenyum pahit mengingatnya. Aria yang kini berada di depanku, masih dengan segala keanggunan dan kecantikannya, nampak sangat hampa seperti boneka porselen. Kenapa seperti ini? Ke mana Aria yang dulu?
Pluk.
Tanpa kusadari Aria sedang memandangku dengan tatapan cemas. Sebelah tangannya menepuk-nepuk pundakku, seakan mencoba menenangkan. Aku terkejut.
“Sudah kubilang kan, Do? Orang tak akan pernah mendapat kembali apa yang sudah ia sia-siakan. Begitu juga denganku. Aku tak akan pernah mendapatkan Rein lagi.”
Aria mengucapkannya dengan suara yang sangat jernih, dan sorot mata yang menyiratkan ketegaran yang dalam. Entah sudah berapa lama berlaul sejak aku merasa Aria se-‘manusia’ ini.
Ponselku bergetar. Aku merogoh sakuku, mengambilnya. Sebuah SMS.
Reinaldo, sudah saatnya kau menyuntikkan obat bius pada Aria. Hujan ini tak akan berhenti dalam waktu singkat. Pasien retrogade amnesia harus banyak istirahat.
Aku mengangguk, lalu bangkit dari sofa. Aria hanya memandangku berjalan menuju laci tanpa berkata apa-apa. Sementara aku mengambil jarum suntik dengan gerakan pelan, sebisa mungkin mencegahnya melihatnya.
Aku kembali. Aria masih menatapku, kali ini dengan senyuman.
Dari Reinaldo menjadi Rein. Dari Rein menjadi Aldo. Dari sumber segala kebahagiannya menjadi penghancur hidupnya. Dari segalanya baginya menjadi bukan siapa-siapa.
Dengan gerakan cepat namun lembut aku menusukkan jarum suntik ke lengannya. Aria meringis. Perlahan ia menyandarkan badannya ke badanku.
“Aria, mungkin kelupaanmu ini memang hukuman untukku. Aku tidak seharusnya menghilang. Ar, kumohon maafkan aku... kembali... pulang... Ar...”
Hening selanjutnya. Aria tertidur sepenuhnya. Hanya terdengar dengkurannya.
Mungkin ini memang hukuman untukku. Akan tetapi... untuk berapa lama? Perlukah semenyakitkan ini?
Aria... pulang.
Kumohon.
---
Diikutsertakan untuk suatu kompetisi menulis flash fiction (cerpen yang sangat pendek dengan kurang lebih hanya 800 kata) dengan tema merindu tanpa kata rindu. Saya lupa lombanya diadakan di mana, kalau tidak salah saya terpilih sebagai salah satu pemenang... This is back on year 2012 maybe?
But anyway here you go and thanks for reading.
0 notes
eaterjournal-blog · 7 years ago
Text
Mengunjungi Sudut Kota Bandung: Kampung Cibunut, TLL, Mimiti, dan ITB
Taman dan juga kedai kopi dengan desain interior yang menarik menjadi atraksi bagi turis-turis baik dari dalam negeri ataupun luar negeri untuk mengunjungi kota Bandung. Namun, baru-baru ini, masyarakat yang memiliki jiwa kreatif mencoba menambah satu atraksi lagi di sudut Kota Bandung yang bisa dibilang banyak dihindari oleh orang, yaitu Gang. Tepatnya gang Kampung Cibunut yang berada di daerah Veteran dan dapat diakses dari Jalan Sunda.
Untuk memenuhi rasa penasaran, saya dan kedua teman pun merencanakan satu hari untuk photo hunting keliling Bandung dengan salah satu destinasinya adalah Kampung Cibunut ini.
Perjalanan kami dimulai kurang lebih dari pukul 11 siang. Dengan urutan destinasi yaitu: Kampung Cibunut, Taman Lalu Lintas, Kedai Kopi Mimiti, dan diakhiri dengan Kampus ITB. Untuk transportasi kami menggunakan angkot saja, karena semua tempatnya dapat dijangkau dengan mudah menggunakan angkot.
Kampung Cibunut kini telah ditransformasi menjadi gang yang penuh warna. Temboknya dilapisi dengan mural-mural berwarna cerah, sehingga kesan kumuh dari gang tersebut sirna. Selain dilukis dengan mural, beberapa RW juga setiap dindingnya didominasi oleh warna-warna cerah seperti oranye, biru, hijau, dan lain-lain. Mungkin karena telah menjadi spot yang cukup sering dikunjungi oleh instagrammers (seperti saya haha) atau fotografer lainnya, warga sekitar sudah terbiasa dengan keberadaan sekumpulan orang yang berkeliling sambil membawa kamera. Bahkan, beberapa warga menyarankan kami untuk pergi ke daerah-daerah tertentu. Padahal, terkadang banyak warga yang merasa terganggu ketika lingkungan mereka tinggal didatangi oleh orang-orang yang hendak memotret.
Tumblr media Tumblr media
Pada waktu itu, karena destinasi kami cukup banyak, kami tidak menjelajahi kampung tersebut hingga ujung-ujungnya. Namun, kami mendapat cukup banyak foto menarik. (Bahkan ada anak kecil yang minta untuk difotoin). Kami pun melanjutkan perjalanan ke Kedai Mimiti.
Untuk mencapai Mimiti dari Cibunut, kami hanya tinggal sekali naik angkot, yaitu angkot Kalapa-Dago ke arah Dago. Angkot ini dapat mudah ditemukan di Jalan Sunda.
Hanya saja, ketika melewati Taman Lalu Lintas, saya merasa penasaran karena sudah banyak terjadi renovasi sejak saya terakhir pergi ke sana. Akhirnya, kami memutuskan untuk turun dan masuk. Untuk masuk kami dikenakan harga tiket sebesar Rp7.000,00/orang.
Begitu masuk, kami disambut oleh tiga tanda lalu lintas besar pada boulevard luas. Di belakangnya membentang jembatan berwarna putih. Suasananya rindang karena dipenuhi oleh pepohonan. Jalan-jalan kecil yang berada di dalamnya memiliki lampu lalu lintas di tiap persimpangan. Yah, namanya juga taman lalu lintas. Mayoritas pengunjungnya pun adalah keluarga dan anak-anak.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Sejujurnya, Taman Lalu Lintas telah memiliki wajah baru yang membuat saya berkomentar, “wah ini sih udah terlihat tidak seperti berada di taman lalu lintas kalau foto di sini”. Terutama pada bagian jembatan tinggi tempat saya berfoto. Serasa menjadi turis di kota sendiri, ha-ha.
Kami tidak berlama-lama di sini, karena memang menurut kami spot foto yang ada hanya sedikit. Jadi, kami pun melanjutkan perjalanan kembali ke tujuan awal, Kedai Kopi Mimiti.
 Kedai Kopi Mimiti
Letaknya di Dago, merupakan kedai kopi yang didominasi oleh warna abu-abu yang menjadi ciri khasnya. Kursi-kursi yang digunakan juga merupakan kursi-kursi kayu dan besi yang memberikan kesan warna gelap. Namun, karena ruangan indoor-nya memiliki jendela besar yang beralih fungsi menjadi dinding, bisa dibilang saya sangat menyukai pencahayaan dari Mimiti ini.
Terletak di Dago, di daerah Simpang Lima, Mimiti ini merupakan cabangnya yang kedua. (yang pertama terletak di Setiabudhi). Kali ini menjalin kerjasama dengan Social Bar “Kiri”, sehingga kita bisa menikmati kopi didampingi dengan makanan berat. Mimiti hanya menyediakan makanan ringan seperti cheesecake, cinnamon roll, dan juga sliced cake.
Hal yang menarik dari Mimiti ini (dan mungkin faktor terbesar yang membuat semua orang datang ke sini) adalah keberadaan tangga artsy yang menurut saya merupakan replika dari tangga terkenal yang terdapat di salah satu galeri di Jakarta, Dia.Lo.Gue. Rasanya belum afdol kalau pergi ke sini dan tidak berfoto di sana. Salah satunya saya.
Kami menghabiskan waktu cukup lama di sini, karena memang tempatnya nyaman untuk mengobrol dan kami menunggu giliran untuk berfoto ha-ha. Percayalah, setiap pergi ke sini rasanya tangga tersebut selalu dipenuhi orang untuk berfoto. Sehingga orang biasanya berfoto bergantian. Namun, saya tidak keberatan karena saya mendapatkan foto-foto yang cukup menarik di sana.
Tumblr media Tumblr media
Hari beranjak sore, kami pun beranjak menuju destinasi terakhir.
Kampus ITB
Hal yang saya yakini dari hunting photo adalah, terkadang objek-objek menarik memang dapat ditemukan di mana saja. Ketika mayoritas orang lebih memilih untuk pergi ke tempat-tempat seperti coffee shop atau resor dengan pemandangan yang bagus, tidak menutup kemungkinan bagi saya untuk mencari objek menarik di antara gedung-gedung kampus.
Dan inilah yang saya temukan:
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Bandung memang merupakan kota yang mungil, sehingga rasanya mudah untuk bepergian ke beberapa tempat dalam satu hari. (terlebih lagi jika membawa kendaraan sendiri, karena terdapat beberapa tempat yang agak sulit dijangkau dengan angkot seperti contohnya Lembang dan Dago Atas). Dan, memang rasanya setiap sudut Bandung pada jam tertentu memiliki ceritanya masing-masing. Saya sendiri paling menyukai Bandung pada pukul 6 pagi, ketika kabut tipis masih menyelubungi udara dengan sinar matahari pagi yang sayup menerobos. Mungkin akan dibahas pada post lainnya.
Akhir kata, terima kasih telah membaca!
---
Copyright 2018.
Photographed by me, Ulfah Hasanah, Reiza Amin Sini.
0 notes
eaterjournal-blog · 7 years ago
Text
Yogyakarta dalam Satu Hari
Saatnya kembali memutar waktu--sayangnya, bukan dengan mesin waktu.
Pada akhir tahun 2016 lalu, tepatnya ketika saya tengah menghadapi musim ujian akhir semester di perkuliahan, saya dan teman saya memiliki sebuah ide gila. Pergi ke Yogyakarta untuk melakukan hal yang lazim dilakukan oleh seorang sahabat untuk sahabatnya. Surprise ulang tahun.
Saya pun mengiyakan.
Ini pertama kalinya saya menaiki pesawat lagi setelah sekian lama, dan ini pertama kalinya saya mengurus segala hal mulai dari check-in dan lain-lain seorang diri. (Karena saya tidak memberi tahu orang tua saya mengenai ide gila ini ahaha, keuntungan merantau adalah kita bebas melakukan apapun bahkan untuk pergi ke luar kota tanpa siapa pun tahu). But it was fun! Saya belajar banyak hal mengenai check-in dan lain-lain.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Singkat cerita, saya berhasil sampai dengan selamat di Yogya dan bertemu dengan teman saya. Suprise-nya pun berhasil.
Esok harinya, saya dan teman saya memiliki seharian untuk berkeliling Yogya. Kereta kami berangkat tengah malamnya.
Kami pun memutuskan untuk mengunjungi Taman Sari Water Castle, Universitas Gadjah Mada, Ayam Preksu, Momo Milk, dan Artemy Italian Gelato. Inilah list dari “Where to Went in Yogyakarta in Just A Day”.
Taman Sari Water Castle
Istana air–sebuah tempat dengan bentuk menyerupai keraton. Sesuai dengan namanya, Taman Sari Water Castle memiliki kolam-kolam di dalamnya. Dinding-dindingnya dipenuhi ukiran-ukiran dan terbuat dari batu berwarna krem. Layaknya istana pada umumnya, jalanan di dalamnya berliku-liku dan seperti labirin, tetapi lebih banyak proporsi tempat terbuka.
Tumblr media
Di bagian dalam Taman Sari Water Castle ini terdapat suatu kompleks kecil perumahan yang disulap menjadi pasar kecil. Barang yang mereka perdagangkan terbatas pada jenis souvenir, seperti lukisan dan juga kaos. Selain itu, terdapat juga pedagang kaki lima yang menjual es kelapa muda.
Biaya masuk ke dalam kalau tidak salah Rp5.000,00 untuk turis lokal, dan untuk turis asing Rp30.000,00.
Tumblr media Tumblr media
Universitas Gadjah Mada
Setelahnya, saya mengunjungi teman saya di UGM. Kami hanya berkeliling sih, di sini.
Tumblr media Tumblr media
Artemy Italian Gelato
Memang bukan Italia, tapi entah kenapa Yogyakarta identik dengan es krim lembut yang biasa disebut gelato ini. Ada beberapa tempat gelato yang terkenal, seperti Tempo dan Artemy. Kali ini saya memutuskan untuk mengunjungi Artemy.
Tumblr media Tumblr media
Interior tokonya didominasi oleh warna putih. Karena saya datang ketika matahari sudah terbenam, nuansanya menjadi agak oranye karna warna lampunya. Namun, tempatnya tetap nyaman dan bisa dibilang instagramable. Rasa es krimnya juga enak, loh. Teman saya bahkan menambah porsinya yang asalnya hanya dua scoop.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Tengah malamnya, kami pun kembali ke Bandung menggunakan kereta. Perjalanan yang singkat, namun mungkin itulah tempat-tempat yang dapat dikunjungi dalam satu hari di Yogyakarta.
---
Copyright 2016. Photographed by me and Alif Muhammad Reza.
0 notes
eaterjournal-blog · 7 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Studi warna merah pada Vihara Dharma Bhakti, Jakarta.
Dipenuhi dengan lilin-lilin besar berwarna merah dan juga dinding yang didominasi dengan warna merah. Apakah karena ini adalah tempat ibadah maka warna merahnya jadi memberikan kesan mistis?
Copyright 2017. Photographed by me.
1 note · View note
eaterjournal-blog · 7 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Studi simetrisme dan warna putih.
Saya senang sekali menangkap momen dengan latar apa yang sering disebut orang sebagai “minimalis”. Hanya dibutuhkan dinding putih dan beberapa objek yang dapat dijadikan fokus sebagai “jiwa” foto. Atau “minimal people”,  di mana dalam sebuah foto yang diambil dari sudut pandang yang jatuh terdapat objek berupa orang di ujung lainnya dan mereka tampak kecil. Dibutuhkan sudut pandang yang luas dalam menangkapnya, dan menurut saya itu merupakan pendekatan yang sangat menarik terutama di tengah kota yang padat.
Foto-foto di atas di ambil di sebuah kafe di Bandung yang terletak di daerah Dago dengan ikon tangganya. (yang sebenarnya sangat mirip dengan suatu galeri yang berada di Jakarta). Dan juga di dalam salah satu gedung kampus di Bandung.
(Maksudnya, Kafe Mimiti dan Kampus ITB).
Copyright 2018. Concept by me and shot by Ulfah Hasanah.
0 notes
eaterjournal-blog · 7 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Galeri selama berada di Pulau Peucang.
Beautiful sunset and sunrise from the ocean from a faraway island.
Photo and edit copyright by me. 2016.
0 notes
eaterjournal-blog · 7 years ago
Text
Exotic Peucang: A Journey to Faraway
Kegiatan Mega Hunting merupakan projek yang diadakan oleh LFS FEB UI setiap tahunnya. Kegiatan ini adalah sebuah kegiatan jalan-jalan yang memiliki tujuan utama untuk hunting photo bagi para penikmatnya. Namun, kami juga memiliki value lain seperti meningkatkan exposure dan awareness akan kekayaan Indonesia. Mega Hunting pada tahun 2016 ini berjudul Exotic Peucang, dengan destinasi Pulau Peucang itu sendiri.
Pulau Peucang, sebuah pulau yang masih jauh dari pengaruh teknologi modern—terbukti dari keberadaan suatu area yang benar-benar tanpa listrik—merupakan salah satu surga tersembunyi dari Indonesia. Terletak di bagian utara Ujung Kulon, untuk mencapai tempat ini kita bisa menggunakan kapal kayu dengan waktu tempuh selama 3 jam dari Sumur. Selain itu, Pulau Peucang ini dikelilingi oleh pulau-pulau kecil lainnya yang menawarkan keindahannya masing-masing.
Hamparan pasir yang sangat putih nan lembut merupakan hal yang pertama kali menyambut kami ketika sampai di Pulau Peucang. Air yang menyapu pantai merupakan air yang berwarna biru jernih, dasar lautnya nyaris terlihat dengan jelas dari dermaga. Ditambah lagi pengunjung kali itu bisa dibilang hanya kami. Pantai tersebut terasa seperti hanya milik sendiri.
Tumblr media Tumblr media
Selain keindahan pantainya, Peucang juga menawarkan keragaman satwa yang berada di dalam hutan yang masih benar-benar “hutan”. Karena masih benar-benar hutan itulah kami menemukan berbagai satwa liat seperti rusa, babi hutan, dan merak di sini. Hutan ini juga merupakan jalan yang harus dilalui jika kita ingin melihat tebing yang berada di sisi lain pulau. Kegiatan yang biasa disebut trekking ini membutuhkan waktu satu setengah sampai dua jam untuk satu kali balikan. Namun, pemandangan yang berada di sisi lain Peucang itu cukup untuk membuat kami terkesima.
Tumblr media
Dikarenakan penginapan yang ada di Pulau Peucang hanyalah sebuah barak yang diisi oleh petugas di sana itu sendiri, kemping menjadi pilihan kami dalam bermalam. Kami pun pergi ke Tanjung Layar di sore hari, untuk membuat tenda dan juga melihat sunset. Selama berada di sana, kami menggunakan kapal yang sama ketika kami pergi untuk berpindah-pindah ke pulau lain.
Untuk sampai ke daerah tempat melihat sunset dari tempat kami berkemah, lagi-lagi kami harus melakukan trekking selama kurang lebih tiga puluh sampai empat puluh lima menit. Namun, jalanan yang dilalui untuk trekking kali ini cukup ekstrim karena sempit. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi orang yang benar-benar ingin menyatu dengan alam.
Tumblr media
Meskipun pulau ini tidak memiliki listrik, namun hal ini membuat kami dapat melihat hamparan bintang di malam harinya. Bahkan ketika jam baru menunjukan pukul sepuluh malam, the milky way, sudah jelas terlihat.
Sebagai kunjungan terakhir, kami mengunjungi Cidaon. Cidaon merupakan suatu savana yang dihuni oleh banteng-banteng. Namun, kami tidak diizinkan untuk mendekati banteng tersebut. Kami hanya boleh mengambil foto dari jarak yang cukup jauh. Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan banteng-banteng tersebut akan kabur ketika kami dekati.
Tumblr media
Selain berbagai kegiatan di atas daratan, snorkling menjadi salah satu daya tarik wisata di sini. Kegiatan snorkling dapat dilakukan di daerah Pulau Oar atau Badul, karena airnya yang sangat jernih dan juga tenang. Terumbu karang yang terdapat di dasar lautnya juga menjadi daya tarik tersendiri.
Pulau Peucang merupakan destinasi wisata bagi orang-orang yang ingin melakukan perjalanan yang menyatu dengan alam. Meskipun ketersediaan listrik dan kamar mandi yang minim di tempat ini, pemandangan yang disajikan sungguhlah setimpal. Kita sebagai warga Indonesia sudah seharusnya meningkatkan exposure surga-surga tersembunyi Indonesia seperti yang satu ini, agar keragaman Indonesia tidak menghilang ditelan sejarah begitu saja.
Tumblr media
---
Copyright 2016. All photos by me.
Artikel ini ditulis untuk keperluan organisasi saya, dan dapat dilihat pada halaman websitenya : lfs-febui.com
0 notes