🌼 Twenty is a good number to start a good things for a good life 🌼
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Analyzing "The Exxon Valdez Oil Spill" Crisis Using Situational Crisis Communication Theory & Situational Theory of the Public
oleh: Galih Viabela - 206120201111015
A. Latar belakang Krisis Exxon Shipping Company
Pada tanggal 24 Maret 1989 pukul 12:04 kapal tanker minyak Exxon Valdez milik Exxon yang menuju Long Beach California menumpahkan 10,8 juta US gallon (257.000 bbl) atau setara dengan 37.000 ton minyak mentah ke lautan ketika berada di Prince William Sound’s Bligh Reef, Tatitlek, Alaska. Ini merupakan tumpahan minyak terburuk si dunia karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang sangat berat. Ketika kejadian tersebut terjadi butuh waktu yang cukup lama untuk perlatan pemulihan tiba di tempat kecelakaan hingga menyebabkan 11 juta gallon minyak akhirnya mencemari lautan. Pemerintah Alaska juga ikut andil dalam usaha menyelesaikan permasalahan ini namun semuanya berjalan sangat lambat. Perusahaan Exxon berusaha melakukan dispersan kimiawi untuk memecah minyak di lautan namun masih belum mengatahu efek samping yang disesabkan bahan kimia ini terhadap keberlangsungan kehidupan laut. Menurut Al Maki (2017) perwakilan Exxon dispersan kimiawi akan merangsang proses pelapukan alami yang dapat membersikan minyak dari air. Namun sayangnya Exxon sendiri tidak memiliki cukup stok untuk membuburkan dispersan kimiawi keseluruh tumpahan yang ada. Tim Alyeske atau tim pemulihan baru tiba di lokasi 13 jam setelah kejadian. Hingga 3 hari setelah kejadian tim hanya berhasil mengambil 2.000 galon minyak dari lautan. Exxon mendapatkan kritikan dari penduduk lokal yang berada di sekitar pantai karena dinilai tidak becus menghadapi permasalahan ini. Ketika melakukan diskusi dengan penduduk sekitar perwakilan Exxon Alaska Don Cornett meminta penduduk untuk sementara waku di rumah selama proses pemulihan, hal ini sangat merugikan penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan.
Setelah pelaksanaan diskusi terjadi badai yang menyebabkan minyak semakin menyebar, akhirnya warga berusaha sendiri untuk menyelamatkan salmon, 500.000 burung dan 3.000 berang-berang bahkan setengah dari satwa liar di Prince William Sound’s Bligh Reef mati akbat ini. Kejadian ini dipresiksi diakibatrkan oleh kelalaian kapten kapal Exxon, Hazelwood yang dalam keadaan mabuk, melanggar jalur, dan akhirnya menabrak es sehingga kemudian menyebabkan minyak tumpak ke lautan. Exxon menghabiskan 2 miliar dollar untuk mengatasi kejadian ini. Namun tidak ada kemajuan dalam penanganannya. Penduduk semakin resah dengan ketersediaan bahan makanan mereka dan melakukan pemboikotan terhadap Exxon. Satu bulan setelah kejadian ketika cuaca sudah membaik Exxon melakukan operasi pembersihan dengan mempekerjakaan ratusan orang. Exxon menyogok beberapa orang penduduk untuk berada di pihak mereka untuk kelancaran usaha pembersihan. Namun kenyataannya pemebersihan ini berjalan sangat lambat sehingga semakin banyak ekosistem yang rusah akibat minyak yang semakin menyebar. Banyak nelayan berhenti berkerja dan kerugian yang dialami penduduk semakin banyak. Exxon memaksa penduduk untuk menandatangani perjanjian yang membuat mereka lepas tangan terhadap kewajiban ganti rugi kepada penduduk. Exxon memiliki 200 pengacara untuk mengatasi permasalahan ini.
Keseluruhan penanganan yang dilakukan Exxon hanya memperbaiki 5% dari keseluruhan kerusakan yang terjadi. Berjalannya waktu Exxo melakukan gugatan untuk melakukan penundaan terhadap pemulihan. Tahun demi tahun berlalu namun kejadian seperti ini terjadi lagi kepada Exxon menyebakan banyak pakar memepertanyakan bagaimana regulasi yang dilakukan oleh Exxon untuk mencegah hal ini. Hal dianggap pemnduduk sebagai kegagalan pemerintah dan perusahaan dalam melindungi lingkungan dan menganggap enteng permasalahan ini.
B. Krisis ini dilihat dari Teori Situational Crisis Communication
Teori SCC atau Teori Situational Crisis Communication merupakan teori yang berfokus pada krisis dan reputasi. Krisis dapat menyebabkan perubahan reputasi yang bisa negatif atau positif tergantung cara public relation perusahaan atau organisasi menanganinya. Oleh karena itu hadirlah teori SCC ini sebagai solusi untuk melalui krisis dengan komunikasi yang dapat digunakan untuk memprediksi reaksi public terhadap krisis yang dialami oleh perusahaan atau organisasi. Teori SCC yang dikembangkan pertama kali oleh Timothy W. Coombs dan Holladay S. J. mengungkapkan bahwa publik memiliki pemahaman tertentu tentang suatu krisis, yang kemudian pemahaman itu memepengaruhi bagaimana publik melihat reputasi dari perusahaan atau organisasi. Pemahaman ini dipengaruhi oleh persepsi yang bertugas memberikan evaluasi terhadap reputasi dan menentukan respon emosinal publik kepada perusahaan atau organisasi (Kriyantono, 2017, h.189)
Teori ini juga mengungkapkan bahwa publik dan stakeholder merupakan prioritas utama bagi perusahaan atau organisasi dengan memprioritaskan publik dan stakeholder merupakan usaha untuk melindungi reputasi perusahaan atau organisasi. Ketika publik relation berusaha sebisa mungkin menjamin keselamatan dan keamanan publik dan stakeholder akan membentuk pemahaman positif yang berpengaruh terhadap reputasi perusahaaan atau organisasi. Terutama ketika berada di situasi atau keadaan kritis yang harus pertama diselamatkan tentu saja publik dan stakeholder. Publik yang dimaksud adalah publik secara internal dan publik eksternal (Kriyantono, 2017, h.190).
Ketika krisis melanda yang pertama kali diselamatkan adalah publik yang terkena dampak langsung dari krisis tersebut contoh seperti ketika ada bencana kecelakaan pesawat yang menyebabkan jatuhnya korban, publik relation maskapai harus pertama memberi santunan kepada keluarga korban kecelakaan pesawat yang menderita kerugian ekonomi, sosial, dan emosional akibat kecelakaan ini. Dengan melakukan ini perusahaan atau organisasi masih bisa menyelamatkan reputasinya dengan melakukan komunikasi yang baik dengan keluarga korban. Komunikasi yang terjalin akan menciptakan reputasi yang positif, mengisyaratkan bahwa perusahaan tidak acuh dan mau bertanggung jawab terhadap kecelakaan yang terjadi. Usaha ini dapat menciptakan pemaknaan yang baik dari publik terkhusus publik yang mendapatkan dampak dari krisis yang terjadi dan berkemungkinan public yang lebih luas (Kriyantono, 2017, h.190).
Teori SCCT menurut Kariyantono, Riani, & Safitri (2017) merupakan teori yang digunakan untuk menjelaskan setiap cluster dengan strateginya yang sesuai untuk menjaga reputasi perusahaan. Teori atribusi dikembangkan dari ilmu psikologi. Mungkin untuk menentukan manajemen perusahaan yang berurusan dengan perilaku hukuman tertentu dari publik. Ini mungkin menyarankan kepada Lapindo Inc. untuk hanya berfokus pada kegiatan untuk menghasilkan hubungan baik dengan semua pemangku kepentingan utama. Terlihat jelas dari penelitian ini bahwa media massa cetak memiliki peran utama dalam mendukung manajemen komunikasi pada masa krisis. Disarankan untuk melakukan analisis isi dengan tujuan membandingkan atribusi media arus utama, media online, media alternatif, dan media perusahaan. Analisis isi mungkin dapat memperkaya pemahaman tentang bagaimana krisis dibingkai oleh para aktor yang terlibat di dalamnya.
Kriyantono (2017, h.191) mengungkapkan bahwa legitimasi adalah “hak suatu organisasi untuk eksis (organization’s right to exist)”. Perusahaan atau organisasi memiliki legitimasi jika memiliki reputasi yang yang baik atau positif. Legitimasi ini dibentu dari dua aspek penting yaitu kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan atau organisasi dan karakter dari perusahaan dan organisasi tersebut. Kompetensi dapat dilihat ketika semua aktivitas dalam perusahaan atau organisasi dapat berjalan dengan baik dan efektif seperti produksi, distribusi, dan lain sebagainya. Dengan berjalannya waktu kompetensi akan terus berkembang jika perusahaan atau organisasi terus menggembangkan diri dan terus memperbaiki dan menningkatkan kualitas internalnya. Kemudian karakter perusahaan dapat ditentukan dengan bagaimana publik mempersepsikan keikutserataan perusahaan atau organisasi dalam menunjukkan kepedulian terhadap komunitas sosialnya.
Reputasi yang berkaitan dengan nama baik perusahaan dan organisasi dalam teori SCC berkaitan dengan strategi komunikasi yang berusaha untuk menyelamatkan reputasi oraganisasi yang terancam akibat adanya krisis. Bagi perusahaan dan organisasi reputasi merupakan hal yang penting dan bersifat evaluatif. Bersifat evalutif maksudnya bahwa reputasi perusahaan atau organisasi berasal dari berbagai informasi yang didapatkan oleh publik. Sumber informasi ini sangat beragam namun yang paling banyak memebrikan informasi kepada publik adalah media massa. Media massa menurut Prasetyo (2016) “sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu kedudukan media massa dalam masyarakat sangatlah penting”. Media masa ini meliputi media cetak seperti koran dan majalah, sedangkan media elektronik seperti televisi dan radio, dan media baru yang berbasis Internet (Kriyantono, 2017, h.191).
Perusahaan atau organisasi harus memeperhatikan informasi-informasi apa saja saja yang didapatkan publik dari media massa karena informasi ini dapat menjadi salah satu acuan dalam melihat reputasi perusahaan atau organisasi. Publik dapat menimbang kinerja perusahaan atau organisasi satu dengan yang lain dan dan menetapkan reputasi masing-masing sesuai dengan perilaku organisasi yang tampak di media massa.
Ketika kejadian tumpahnya minyak Exxon seharusnya leih tanggap untuk mencoba menyelamatkan penduduk di sekitar perairan karena mereka merupakan korban utama dari kejadian ini. PR dari Exxon seharusnya berusaha menenangkan penduduk baru kemudian melakukan tindak lanjut dari tumpahan yang ada di laut. Ketika PR mendahulukan penduduk, penduduk akan merasa bahwa Exxon melakukan yang terbaik untuk memperbaiki hubungan mereka. Exxon juga harus mulai menghubungi stakeholder mereka agar mereka percaya bahwa Exxon baik-baik saja dalam mengatasi permasalahan ini. Tidak hanya itu media massa harus digaet untuk selalu mengawal permasalahan ini agan selalu clear.
C, Krisi ini dilihat dari Teori Situational of Public
Teori situasional public dibentuk oleh pengertian public dan menggunakan tiga faktor atau variabel independent (pengenalan masalah, pengenalan kendala, dan tingkat keterlibatan) sebagai alat untuk memprekisi perilaku komunikasi, perubahan sikap, dan perubahan perilaku. Publik dalam teori ini merupakan suatu masyarakat yang memiliki kesamaan dalam menanggapi suatu masalah.
Dalam kaitannya dengan permasalahan dan publiknya dibagi menjadi empat tipe public. Pertama, nonpublik merupakan publik yang tidak berkaitan dengan perusahaan dan tidak ada konsekuensi kepada perusahaan. Komunikasi kepada public ini tidak terlalu dibutuhkan. Kedua, publik laten yang terdapat suatu masalah namun publik tipe ini tidak mengetahui. Komunikasi yang diperlukan oleh publik ini adalah komunikasi yang menarik dan kreatif. Ketiga, publik sadar dapat mengetahu permasalahan yang terjadi pada perusahaan dan permasalahan perusahaan dapet berdampak pada mereka. Keempat, publik aktif yang mengetahu permasalahan perusahaan dan juga memepngaruhi perusahaan. Perusahaan harus selalu aktif membangun komunikasi dengan publik tipe ini
Exxon sekali lagi harus lebih mementikan public ketika berada di situasi krisis seperti ini. Seharusnya Exxo harus dapat memprediksi apa yang harus mereka lakukan. Jika mereka mengetahu teori ini mereka akan paham bahwa public akab bereaksi sama ketika kejadian ini terjadi, Keseluruhan public akan kecewa. Tentu Exxon haru memiliki strategi untuk mempertahan kan publiknya terutama publik aktif dan publik sadar yang dapat mempengaruhi citra perusahaan secara langsung.
Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2017). Teori-Teori Public Relations Perspektif Barat & Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktek. Jakarta: Kencana
youtube
0 notes
Text
Aplikasi Teori Encroachment dalam Praktek dan Riset Public Relations
oleh: Galih Viabela - 206120201111015

Teori encroachment dalam praktik public relations (PR) merupakan teori khas PR yang membahas tentang fenomena pengambilalihan wewenang PR oleh orang lain yang tidak memiliki latar belakang PR. PR dianggap departemen yang remeh karena tidak harus diduduki oleh seseorang yang memiliki kemempuan praktis PR atau komunikasi yang baik, asalkan bisa berbicara di depan umum dan dapat membuat berita atau press release sudah cukup. Hal ini merupakan anggapan yang sangat salah, PR merupakan posisi yang strategis karena fungsi PR dalam organisasi sangatlah penting. Tidak seperti departmen yang lain, pekerjaan PR mungkin tidak tampak secara kasat mata namun dapat dirasakan jika fungsinya telah dijalankan dengan baik yang salah satunya berupa image perusahaan atau organisasi yang baik di mata masyarakat (Kriyantono, 2017, h. 269).
Kriyantono (2017, h. 269) mengungkapkan keterkaitan teori encroachment dengan teori excellence. Bahwa ketika sutau perusahaan atau organisasi mengalami encroachment maka perusahaan atau organisai tersebut gagal menciptakan kondisi yang ada pada teori excellence. Encroachment dapat terjadi diakibatkan oleh beberapa faktor penyebab. Pertama karena pemahaman yang salah terhadap fungsi PR. Fungsi PR bukan hanya sekedar memenuhi aktivitas publisitas perusahaan namun juga sebagai konsultan dalam mengahadapi isu dan permasalahan komunikasi baik di luar dan di dalam perusahaan. Kedua, adanya budaya organisasi yang cenderung tertutup. Budaya organisasi yang tertutup berkaitan dengan ketidakterbukaan informasi yang diberikan oleh perusahaan kepada publik. Ketiga, posisi PR yang diisi oleh orang yang bukan berasal dari background pendidikan PR atau komunikasi. Hal ini dapat menyebabkan PR menjadi kurang berkualitas karena sebagian besar aktivitas PR dipelajari dalam bidang komunikasi khususnya PR. Keempat, keterbatasan akses PR pada bagian-bagian penting di perusahaan atau organisasi seperti pemimpin. Ketrbatasan ini membuat PR menjadi kesulitan dalam melakukan fungsi utamanya malah banyak berkutat pada aktivitas kepenulisan (Kriyantono, 2017, h. 270-271)
Dalam praktik pengambilalihannya encroachment menurut Kriyantono (2017, h. 271) dibedakan menjadi tiga yaitu secara wewenang, struktural, dan fungsional. Pengambilalihan wewenang adalah ketika posisi strategis PR diduduki oleh seseorang yang tidak memiliki kompetensi atau skill dalam bidang PR atau komunikasi secara umum. Pengambilalihan struktural adalah ketika suatu perusahaan atau organisasi memposisikan PR pada struktur dibawah departemen lain. Hal ini dikarenakan perusahaan atau organisasi menganggap fungsi PR memiliki kesamaan dengan fungsi depatemen lainnya. Pengambilalihan fungsional adalah ketika tidak adanya departemen yang dibentuk khusus PR, namun fungsinya dialihkan ke departemen yang lain. Hal ini sering terjadi ketika depatemen marketing mengambilalih fungsi PR. Pengambilalihan jenis ini kadang juga terjadi ketika perusahaan atau organisasi dalam keadaan krisis sehingga harus melakukan pemampatan depatemen.
Encroachment merupakan sesuatu hal yang tidak boleh terjadi dalam perusahaan atau organisasi karena dapat fungsi PR, layaknya teori sistem jika ada satu bagian yang mengalami gangguan akan mempengaruhi seluruh bagian dalam perusahaan atau organisasi. Sebagai usaha mencegah atau mengurangi terjadinya encroachment menurut Kriyantono (2017, h. 272-273) ada beberapa solusi yang dapat dilakukan. Pertama, memberikan kewenangan PR untuk menjalankan fungsinya dengan maksimal yaitu dengan memberikan akses pada para pemegang keputusan. Hal ini dilakukan agar ketika ada permasalahan yang harus diselesaikan, PR dapat mengambil tindakan yang lebih cepat sehingga permasalahan juga dapat segera diselesaikan. Kedua, meletakkan seseorang yang memiliki kompetensi dalam bidang PR. Pemimpin harus konsisten mengisi posisi PR dengan seseorang yang memiliki background pendidikan komunikasi atau praktisi PR berpengalaman yang telah menekuni bidang ini cukup lama. Hal ini sangat membantu untuk menjalankan fungsi PR di perusahaan atau organisasi dengan maksimal.
Teori encroachment dalam riset komunikasi atau khusunya pada bidang PR belum banyak diteliti padahal teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan fungsi PR dalam perusahaan atau organisasi. Penulis menemukan beberapa jurnal yang melakukan riset PR mengguakan teori encroachment. Jurnal pertama, berjudul “Level Of Encroachment Effect To Excellent Public Relations: A Study On Communication Leaders Activity At Pt. Telkom Indonesia” yang ditulis oleh Papilaya, Kriyantono, & Wulandari. Riset dalam jurnal ini bertujuan untuk mengungkap sejauh mana pengaruh tiga jenis pengambilalihan dalam teori encroachment yaitu wewenang, struktural, dan fungsional terhadap praktik excellence PR di PT Telkom Indonesia. Fenomena encroachment merupakan penghambat terjacapinya 10 prinsip excellence indikator yaitu involvement, empowerment, integrated, independent, managerial, mixed-motive, symmetrical-asymmetrical, knowledge, diversity, dan ethical. Riset dilakukan dengan mengirimkan kuesioner online kepada 55 pemimpin dalam bidang komunikasi di PT. Telkom Indonesia. Riset yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa PT. Telkom Indonesia belum dapat menjalankan fungsi PR dengan level yang memuaskan. Hal ini dikarenakan masih ditemukannya praktik encroachment yang menghambat tercapainya 10 prinsip excellence. Praktik encroachment yang paling banyak ditemui adalah pengambilalihan secara wewenang, kemudian fungsional, dan terakhir struktural.
Jurnal kedua, berjudul “Functional silos, integration & encroachment in internal communication” yang ditulis oleh Neill & Jiang. Riset dalam jurnal ini bertujuan untuk membahas pemahaman dan penerapan konsep pemasaran terintegrasi yang dilakukan oleh eksekutif komunikasi dari perusahaan. Tegangan-tegangan yang terjadi antara bagian komunikasi internal dan eksternal di perusahaan akibat terjadinya fusional silos yang merupakan pengelompokan karyawan berdasarkan fungsinya, terpisah, dan tanpa saling kolaborasi. Riset dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap 28 eksekutif komunikasi yang bekerja di perusahaan besar Amerika. Riset ini menghasilkan kesimpulan bahwa Konsep komunikasi pemasaran terintegrasi dari perspektif komunikasi internal telah berfokus pada perencanaan bersama dan koordinasi antara bagian komunikasi internal (berkaitan dengan segala hal tentang karyawan, identitas dan budaya perusahaan, dan lain sebagainya) dan eksternal (fungsi pemasaran, komunikasi perusahaan secara luas dengan investor, pemerintah, hubungan dengan media, media sosial, dan hubungan dengan masyarakat). Namun, funcional silos masih menjadi penghalang untuk implementasi komunikasi pemasaran terintegrasi yang efektif. Usaha dalam mencapai komunikasi pemasaran terintegrasi yang efektif adalah dengan melakukan kolaborasi, yang membutuhkan pertukaran informasi terbuka dengan berbagi ide dan sumber daya, untuk mencapai kesepakatan. Bagian komunikasi eksternal dan internal harus diawasi oleh oleh eksekutif senior dari komunikasi perusahaan untuk mencapai komunikasi pemasaran terintegrasi yang baik dan mengurangi funcional silos.
Rekomendasi dalam penelitian ini untuk mecapai keunggulan dalam komunikasi pemasaran terintegrasi dan komunikasi internal adalah pertama dengan menyediakan posisi pejabat komunikasi senior yang menerima laporan perihal komunikasi interal dan eksternal perusahaan. Kedua, karena dalam penelitian ini perusahaan yang diteliti adalah perusahaan besar yang kompleks dan memiliki banyak cabang, perlunya melaksanakan pertemuan rutin antara bagian komunikasi internal dan eksternal. Hal ini ditujukan untuk mengetahu perkembangan masing-masing bagian dan memberikan waktu untuk melaporkan kendala dalam menjalankan tugasnya. Ketiga, jabatan bagian komunikasi internal dan komunikasi eksternal harus setara karena kedua bagian penting untuk menentukan keberlangsungan perusahaan. Keempat, bagian komunikasi internal harus lebih proaktif dalam melakukan berbagai riset yang berkaitan dengan karyawan yang jumlahnya sangat banyak dan tersebar di berbagai region di Amerika. Kelima, perusahaan harus lebih cerdik dalam menanamkan nilai dalam budaya perusahaan dengan melibatkan karyawan dalam proses menciptakan dan memperbarui nilai serta memasukkan nilai dalam tujuan kinerja karyawan.
Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2017). Teori-Teori Public Relations Perspektif Barat & Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktek. Jakarta: Kencana
Neill, M. S. & Jiang, H. (2017). Functional silos, integration & encroachment in internal communication. Public Relations Review, 43(2017), 850-862. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.pubrev.2017.06.009
Papilaya, D., Kriyantono, R., & Wulandari, M. P. (2018). Level Of Encroachment Effect To Excellent Public Relations: A Study On Communication Leaders Activity At Pt. Telkom Indonesia. RJOS, 4(76), 213-219. doi: https://doi.org/10.18551/rjoas.2018-04.22
0 notes
Photo

Jagung Bakar - Kudapan tepat di Malang yang sedang seperti ini
0 notes
Photo

Skydiving
1 note
·
View note
Photo

We just a peace of dust in this world
0 notes
Photo

Ready to flight, be careful remember ...
(continue at next post)
0 notes
Photo

Just play hard study hard and become success guys
0 notes
Photo

In a group
0 notes
Photo

Mutualism Symbiosis
1 note
·
View note
Photo

Stay together and life
0 notes