gigsplay-blog
gigsplay-blog
Gigsplay Music Blog
173 posts
Gigsplay Music Website : www.gigsplay.com Email : [email protected] Ym : [email protected]
Don't wanna be here? Send us removal request.
gigsplay-blog · 11 years ago
Photo
Tumblr media
RURU Gallery & RURU Shop presents “Ladies Night Market” Saturday, 7thJune 2014 7-12pm at ruangrupa, Jl. Tebet Timur Dalam Raya 6, Jakarta 12820 With special DJ performances by: Empat Lima (Aus), M.M.S, kK Ladies Night Market adalah Pasar Murah Menjual Karya Seni & Barang-barang Artistik yang dikelola oleh seniman perempuan dan teman-teman. Pasar murah ini menjual berbagai art-works, pernak-pernik cantik, kaos, tas, buku, band merchandise, CDs, kaset, toys, poster, komik, kamera, pajangan, memorabilia, koleksi barang- barang antik plus beraneka barang second-hand, dan lainnya. Acara ini juga merupakan rangkaian dari Empat Lima Indonesian Tour di Jakarta. Feat: Ika Vantiani, Rally The Troops, Kimpoyongans, Teh Sereh, Simomondeezy, Eva Nail-Art, C_Project+friends, @esjepin, Merdu, Ada hantu, Galerista, VDL, Themathems, Hanamadness, and many more! More info: w: ruangrupa.org | f: ruangrupa, Ruru Shop | t: @ruangrupa, @rurushop | ig: @ruangrupa @rurushop
1 note · View note
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Brainless Orde(r): Launching Debut Album The Samsul Hadi
Tumblr media
Brainless Orde(r) Launching Debut Album The Samsul Hadi 29 Februari 2012 di Teras Javana Jalan Abubakar Ali 26 Yogyakarta Mulai pukul 17:00 - 22:00 Menampilkan: Belkastrelka Triping Junkie Scootled Nol Kilometer Nevermind Juga menampilkan: Yenu Belkastrelka Odi Triping Junkie Apoy Bacout Area Gratis Pertunjukan Musik dan Visualisasi Artistik yang Akan Sedikit Mengusik Otak Anda
8 notes · View notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Sadabamboo Soulsensation: Kolaborasi Memukau Musik Modern & Tradisional
Tumblr media
Bandung diselimuti hujan beberapa hari kebelakang. Rabu (22/2) pun tak luput dari guyuran hujan, hanya beberapa daerah yang selamat tak disinggahi oleh hujan. The Venue Concert Hall Eldorado di kawasan Setiabudhi selamat dari hujan. Tampaknya memang cuaca mendukung acara yang diadakan di kawasan tersebut.
Sadabamboo Soulsensation adalah gelaran musik yang dipersembahkan oleh mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, jurusan Pendidikan Seni Musik. Pagelaran ini mengkolaborasikan musik tradisional yang terbuat dari bambu dengan musik jazz. Tak tanggung-tanggung musisi  yang diundang seperti Glenn Fredly, Rieka Ruslan, Idang Rasjidi, dan masih banyak lagi.
Sesampainya di The Venue Eldorado, tampak ada beberapa calo yang berada di depan ticketing. Memang tiket yang ditawarkan Sadabamboo Soulnation ini tidak murah. Namun panitia sudah membagi tempat penonton mejadi 3 kelas dan penonton bisa bebas ingin membeli tiket di bagian yang mana dengan harga yang berbeda.
Masuk ke dalam The Venue Concert Hall Eldorado, banyak kursi tersedia sesuai dengan kelasnya. Kursi di bagian depan dan belakang sudah penuh, namun di bagian tengah masih banyak kursi kosong. Para penonton yang datang pun tak hanya dari kalangan mahasiswa, banyak pula kalangan atas yang datang, bahkan beberapa orang asing pun tampak terlihat mendatangi acara ini.  Sangat disayangkan acara yang disusun secara rapih ini masih saja dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk mecari untung dengan mejual tiket dengan harga lebih.
Panggung sederhana dihiasi banyak alat musik dari bambu serta beberapa alat musik seperti biola, keyboard, drum, dan sebagainya. Angklung, gamelan, suling, calung, dan bermacam-macam alat musik tradisional sudah tersedia di panggung.
Sadabamboo Soulsenssation mulai tepat waktu, dibuka dengan pentas musik beberapa kelompok. Hingga akhirnya Risa Saraswati tampil dengan anggun di atas panggung mengenakan gaun berwarna merah. Berbalut dress indah berwarna merah, Risa dengan indah pula menyanyikan ‘Matahari’ , berkolaborasi dengan Elang Rahayu. Risa disambut dengan meriah oleh penonton. Tak hanya sambutan langsung, timeline media sosial twitter pun ramai memberi sambutan terhadap Risa. Beberapa orang sepertinya tampak iri tak bisa melihat penampilan Risa yang berkolaborasi dengan alat musk tradisional di Sadabamboo.
Setelahnya, Babendjo tampil dengan alat musik angklung yang luar biasa. Ia bermain indah , memainkan ‘Kau Pilih Caramu’ dan ‘Heal The World’ . Don Lego yang sudah dinanti oleh penonton, dengan apik menyanyikan ‘Kompor Meledug’ dan disambut dengan lantang oleh penonton.
Mungkin beberapa orang menganggap visualisasi saat konser itu menambah daya tarik. Sadabamboo Soulsensation, tak menyajikan visual cahaya yang luar biasa layaknya konser-konser besar, namun dengan mendengar kolaborasi musik tradisonal dan modern, rasanya visual tesebut diabaikan saja. Kolaborasi musik yang luar biasa itu rasanya bisa dinikmati dengan mata tertutup.
Rieka Roeslan akhirnya tampil pukul 20.40 , ia mengenakan pakaian serba putih dengan sorban putih pula. Ia menyanyikan ‘Berita Cuaca’ dengan diiringi musik tradisonal asal Sunda yang bersuara seperti saxophone. Tak tanggung-tanggung Rieka Roeslan menghampiri si pemain lata musik dan berinteraksi dengan penonton, mengajak bernyanyi bersama serta memuji keindahan alat musk Sunda tersebut.
Tumblr media
Selesai menyanyikan ‘Berita Cuaca’ , Rieka Roeslan memanggil Glenn Fredly ke atas panggung dan disambut sangat meriah oleh penonton. Kemudian Glennpun memanggil Idang Rasjidi. Ketiganya, Glenn Fredly, Rieka Roeslan, dan Idang Rasjidi menyanyikan ‘Kemarau’ The Rollies yang meceritakan tentang hutan-hutan yang dibabat habis. Ketiga musisi ini mengajak penonton ikut bernyanyi dan penonton pun bersenandung mengikuti Idang Rasjidi. Senandung seperti ‘Syubidibidubidadaaaaam’ diikuti pula oleh penonton. Idang Rasjidi, Glenn Fredly, dan Rieka Roeslan berbicara dengan senandung yang membuat penonton terheran-heran.
Begitu ketiga musisi ini selesai bernyanyi, Gamelan Bambu Awisada tampil di atas panggung. Alur lagu lembut di awal rasanya seperti berada di suasana pedesaan yang tenang, hingga berubah menjadi bersemangat dan membuat penonton tersenyum lebar dan bergoyang mengikuti musik yang dimainkan. Tak lama kemudian Glenn Fredly kembali masuk dan menyanyikan ‘Ibu Pertiwi’ . Saya rasa semua penonton merinding mendengar Glennmenyanyikan ‘Ibu Pertiwi’ dengan dikolaborasikan dengan alat musik tradisonal. Amat sangat merinding dan terkesan !
Jam sudah meninjukkan pukul 21.37 dan Idang Rasjidi kembali ke atas panggung dan sudah bersiap dengan keyboardnya. Begitu pula Babendjo dengan angklungnya serta Rieka Roeslan dan Glenn Fredly yang siap bernyanyi kembali. Idang Rasjidi dengan indahnya memainkan keyboard sambil bersenandung. Super Fantastis adalah melihat dan mendengar Babendjo dan Idang Rasjidi memainkan angklung dan keyboard, saling sahut menyahut. Keduanya mendapatkan tepuk tangan yang meriah dari penonton.
Fadly dan Rindra PADI mendapat giliran akhir untuk tampil di atas panggung. Dan lagi-lagi penonton terkagum-kagum dengan suara rock Rindra dan Fadly dengan suaranya dan pembawaannya yan tenang menyanyikan ‘Dunia’ milik /rif. Bass dan gitar yang liar didukung dengan alat musik tradisional menambah keseragaman berujung salut.
Hingga akhirnya di penghujung acara seluruh musisi naik ke atas panggung dan meyanyikan ‘Zamrud Khatulistiwa’. Bersama-sama mereka bernyanyi dan menutup acara dengan sajian yang luar biasa.
Sadabamboo Soulsensation berhasil menyajikan gelaran musik yang luar biasa. Tradisonal dengan modern, perpaduan yang fantastis, dan sayang jika dilewatkan.
1 note · View note
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Wadezig Rilis 'Wood x Concrete'
Wadezig, salah satu brand clothing terkemuka di Kota Bandung baru-baru ini merilis sebuah concept store terbaru bertempat di Sultan Agung 7 Bandung,  yang diberi tema Wadezig ‘Wood x Concrete’.
Menurut Fitrah, promotion manager Wadezig, ‘Wood x Concrete’ merupakan penggabungan antara konstruksi Kayu & Beton sebagai material utama dari toko ini. Wood (kayu) melambangkan pertumbuhan & kreatifitas. Dalam filosofi cina, kayu melambangkan sifat toleran, bekerja keras, dan mudah bergaul dengan segala lapisan. Sedangkan Concrete (Beton) memiliki karakteristik kuat akan tekanan.
“Filosofi dari kedua material ini yang kemudian kami angkat mejadi tema terbaru kita di tahun 2012. Kami ingin di tahunnya yang ke-9, Wadezig! tetap memiliki karakter brand yang kuat, tahan terhadap segala tekanan, namun ia dapat masuk ke segala lapisan masyarakat” Tutur Fitrah.
Dengan tema ‘Wood x Concrete’, Wadezig! menginginkan agar para pelanggannya memiliki pengalaman berbelanja yang lebih menarik dari sebelumnya. Dengan fokus utama memenuhi kebutuhan gaya hidup modern mulai dari produk fashion, t-shirt, denim, bags, shoes, accessories, hingga art supply seperti spray paint untuk tetap menjaga konsistensi Wadezig! di bidang street art. 
4 notes · View notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
The Pains Of Being Pure At Heart Ramaikan Launching Chambers di Jakarta
CHAMBERS, sebuah holding company yang menaungi street/culture/lifestyle local brand bernama CHAMBERS SHOP yang telah berdiri hampir 10 tahun di Makassar, kini akan meluncurkan online shop chmbrs.com dan menyusul unit toko baru di Jakarta. Berhubungan dengan peluncuran tersebut, CHAMBERS menggandeng REVISION LIVE selaku promotor ternama di Jakarta untuk menggelar pelucuran online shop tersebut pada 2 Maret 2012 di Balai Sarbini, Plaza Semanggi, Jakarta.
Tidak tanggung-tanggung, sebuah band indie pop dari New York, THE PAINS OF BEING PURE AT HEART didatangkan.
THE PAINS OF BEING PURE AT HEAR dengan Kip Berman (gitar, vocal), Alex Naidus (bass), Kurt Feldman (drums), Peggy Wang (keys, vocal), dan Christoph Hocheim (gitar), mencuri perhatian dengan debut album (self-titled) mereka yang luar biasa, yang dirilis pada tahun 2009.
Mereka menawarkan sesuatu yang berbeda, menarik dan spesial, seperti membangun semangat musik 90an, hingga menciptakan EP dengan beberapa single dan membuat mereka bisa tur panjang dan dikenal luas.
Tahun 2011, terobosan mereka berlanjut dengan mengeluarkan album “Belong”, album yang ikut diproduseri oleh Flood dan Alan Moulder (yang dikenal pernah ikut meproduseri The Smiths, NIN, The Smasing Pumpkins, The Jesus and Mary Chain, My Bloody Valentine, Depeche Mode and Ride) diklaim beberapa media internasional sebagai salah satu album terbaik, termasuk beberapa single yang juga di masukkan sebagai single terbaik di tahun yang sama.
Mereka terus berkomitmen, memperlihatkan kemajuan dan menikmati karya mereka yang menurut mereka sangat istimewa, apalagi karena bisa bekerjasama dengan 2 produser ternama yang yakin dengan potensi mereka. Sebuah jaminan kualitas tentunya.
Tidak salah mereka disukai hingga ditunggu kehadirannya di Indonesia. Meningat Indonesia memiliki komunitas indie-pop yang hebat, mereka benar-benar ingin datang ke Indonesia, setidaknya begitulah yang pernah disebutkan Kip Berman pada salah satu media di Jakarta. Dan kami CHAMBERS dan REVISION LIVE selaku promotor, senang dan bangga bisa mendatangkan mereka ke Jakarta, apalagi hingga berita ini diturunkan, THE PAINS OF BEING PURE AT HEART tercatat sebagai salah satu headliner LANEWAY FESTIVAL 2012, sebuah festival musik tahunan terbesar di Australia dan Singapura.
Tidak cuma THE PAINS OF BEING PURE AT HEART, 2 band lain, WHITE SHOES AND THE COUPLES COMPANY dan POLYESTER EMBASSY didaulat jadi pembuka.
Untuk tiket dijual dengan presale Rp. 285.000 dan normal Rp. 350.000. Informasi lengkap silahkan kunjungi www.revision.co.id, twitter: @revisionlive @chmbrs dan facebook page: revision live dan chmbrs atau hubungi 087840668876.
4 notes · View notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Atticus Concept Store Hadir di Bandung
Bandung! Bersiaplah untuk mengkolaborasikan musik dan fashion dengan produk premium dari Atticus, karena per 20 Januari 2012 Atticus Concept Store sudah hadir di Kota Bandung. Image Kota Bandung sebagai barometer musik dan fashion tanah air hingga kini belum mampu terbantahkan. Hal itu pulalah yang menjadi salah satu alasan Atticus berani membuka toko kedua di Indonesia setelah Bali. Music and fashion are always connected, that's why we here.
Terletak di Sultan Tirtayasa no 16 Bandung, Dead Bird yang merupakan logo Atticus langsung menyambut anda di pintu masuk Atticus Concept Store. Dengan konsep design minimalis, Atticus Concept Store akan memanjakan anda dengan stuff terbaik kami. Mulai dari t-shirt, kemeja, long and short pants, denim, topi, beragam accesories hingga pick gitar original keluaran Atticus tersedia untuk anda.
Sesuai dengan konsep Atticus yang lahir dari skena musik, maka Atticus akan berusaha mengakomodir pecinta musik Kota Bandung dengan beragam event musik yang tentunya atraktif. Belum lama ini Atticus baru saja menjadi bagian dari event akbar "Bandung Hardcore" yang diisi oleh band-band Hardcore kenamaan Kota Bandung. Dan tentunya, gelaran seperti itu tidak berhenti satu episode saja, namun akan terus berlanjut kemudian waktu.
6 notes · View notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
M. Taufiq Rahman: Jurnalisme Musik Tidak Sedangkal Dunia Hiburan
                                             Tulisan tentang musik selama ini hanya menjadi sebuah hiburan penghias halaman-halaman majalah atau surat kabar di Indonesia. Tidak seperti berita-berita di desk lain, tulisan seputar musik seringkali dianggap bukan sebagai bagian karya jurnalistik yang sastrawi. Padahal di negeri Paman Sam era 90-an, salah satu tulisan tentang musik pernah menjadi salah satu alat protes pada Pemerintah Amerika mengenai keadaan sosial politik saat itu.
Apakah jurnalisme musik di Indonesia masa sekarang hanya sebagai penghangat rubrik hiburan pada koran-koran pagi? Apakah jurnalisme musik tidak memiliki fungsi kontrol sosial seperti yang terjadi di Amerika pada masa dulu?
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal-hal tersebut, Aldo Fenalosa, berkesempatan mewawancarai M. Taufiqurrahman, ditemui di Lapangan Blok S, Jakarta saat gelaran Speak Fest (10/12). Saat ini Taufiq Rahman menjadi news editor untuk harian berbahasa Inggris The Jakarta Post. Lulusan politik Northern Illinois University ini juga merupakan penulis rutin di situsJakartabeat.net dan kolom musik di harian The Jakarta Post.
Dalam menulis tentang musik, pria kelahiran Pati, Jawa Tengah pada 34 tahun yang lalu ini berbeda dari kebanyakan penulis lain. Tulisan-tulisannya adalah alat propaganda dan kritik sosial bagi lingkungan yang diamatinya. Wawancara berlangsung di Lapangan Blok S, Jakarta  Selatan, Sabtu (10/12) pagi.
Sejak kapan anda menulis di kolom musik di harian Jakarta Post?
Saya secara profesional dan resminya kan sebagai jurnalis politik di Jakarta Post, mulai bekerja diJakarta Post tahun 2002. Tapi terus terang baru pada tahun ketiga, saya resmi menjadi reporter di bagian seni budaya dan musik. Tapi sejak awal saya sudah sering menulis musik, walaupun itu tidak pernah menjadi jobdesk saya karena saya awalnya adalah reporter politik.
Bagaimana cara anda menimbulkan ide untuk menulis?
Lebih kepada pemahaman bahwa musik tidak berdiri sendiri, musik adalah bagian dari suasana sosialnya, saya percaya itu. Sebenarnya musik bisa menjadi penyampai pesan anti perang, dan saya pikir menulis musik harus punya misi seperti itu. Saya terus terang lebih tertarik untuk menulis musik seperti itu.
Bagaimana proses kreatif anda menulis?
Pekerjaan saya menulis, saya tidak menunggu inspirasi datang untuk menulis. Metode saya, ketika saya ada ide satu jam kemudian harus sudah selesai. Jadi saya tidak suka menunda-nunda. Dan itu menjelaskan mengapa saya lumayan produktif, tulisan saya menjadi banyak. Saya orangnya tidaksabaran, jadi kalau sedang ada ide saya ingin segera mengkomunikasikannya pada orang banyak, jadi ya harus sudah ditulis.
Anda mendirikan Jakartabeat.net bersama rekan anda, media yang juga memuat tulisan tentang musik
Ya, waktu saya mendapatkan beasiswa untuk sekolah ke Chicago, saya ketemu Philips di sana. Karena kita sama-sama cinta musik akhirnya membuat blog “Berburu Vinyl”, saya mulai sering menulis dengan bahasa indonesia di blog tersebut. Jadi saya sejak saat itu sama seringnya menulis bahasa Inggris diJakarta Post dengan menulis bahasa Indonesia di blog itu tentang musik. Ya kira-kira pada 2007 akhir mulai di Jakartabeat dan sekarang lebih malahan lebih sering menulis musik di Jakartabeat.
Mengapa demikian?
Di Jakarta Post kadang-kadang saja karena sekarang saya juga sudah menjadi editor, jadi sudah tidak banyak waktu lagi untuk menulis.
Pernahkah anda mendapatkan penghargaan atas tulisan anda?
Tidak. Terus terang saya tidak suka ikut lomba-lomba seperti itu karena di Indonesia itu kan sistemnyagini; kalau anda mau berkompetisi, itu anda mau mengirimkan tulisan anda ke mereka untuk dinilai. Saya tidak suka model seperti itu karena di luar negeri, misalnya Pulitzer, mereka punya komite yang pekerjaannya itu adalah memonitor tulisan siapapun. Jadi mereka langsung yang melakukan penilaian, bukan saya mengirimkan tulisan ke mereka. Kalau di sini terlalu birokratif, anda harus bikin lamaran, mengirimkan tulisan, harus ada stempel dari kantor bahwa anda jurnalis di sana. Saya pikir itu bukan cara yang baik untuk berkompetisi. Saya juga tidak percaya pada otoritas penilaian birokrasi di Indonesia.
Apa perbedaan menulis di Jakartabeat dengan di Jakarta Post?
Mungkin masalah teknis. Di Jakarta Post tulisan tentang musik itu mingguan, sebelum tulisan dimuat banyak proses yang dilewati. Selain itu juga ada keterbatasan tema, ada keterbatasan pembahasannya. Kalau di media mainstream itu ada konteksnya gitu, tidak bisa tiba-tiba. Kalau di Jakartabeat saya punya kebebasan untuk menulis apa saja. Ada lebih banyak kebebasan di media online. Dan itu kemudian membuat saya yakin bahwa masa depan jurnalisme itu ada di internet, walaupun sebenarnya saya bekerja di printed media. Semua sudah go online.
Seperti apa idealisme koran sebesar Jakarta Post?
Jakarta Post itu karena dia koran berbahasa Inggris jadi ada kebebasan kreatif yang besar, jadi bisa menulis tentang banyak hal juga. Saya mendapat kebebasan yang luar biasa untuk mengkritik siapapun. Kita sudah biasa mengkritik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di situ. Saya menulis berkali-kali tentang mencemooh, memaki-maki Presiden di Jakarta Post. Tapi kadang-kadang menulis di Jakarta Postitu terlalu politis, itu koran mainstream.
Mengapa anda menjadi jurnalis musik?
Mungkin karena saya lebih cinta musik. Saya tidak bisa bermain musik tapi karena kecintaan saya yang besar terhadap musik kemudian membuat saya ingin lebih tahu banyak tentang musik dan kemudian saya menemukan bahwa musik itu punya kekuatan sosial, kekuatan politik yang sangat kuat. Tadi pagi saya menonton BBC, di sana ada wartawan musik Iran gitu kan, dia pernah menjadi tentara di perang Iran melawan Irak. Dia melihat pembunuhan dan kekejaman perang, saat itu juga dia menemukan musik dan musik itu yang bisa menghapuskan semua kejahatan yang telah dia lihat di perang. Dan saya pikir saya melihat musik juga seperti itu, bahwa musik itu mungkin bukan pelarian tapi yang masih bisa membuat kita itu menjadi manusia, membuat jiwa kita lebih halus. Dan saya percaya itu. Ketika saya mendengarkan musik, musik yang baik terutama, saya masih percaya bahwa manusia bisa punya kualitas yang baik, masih ada harapan untuk umat manusia untuk jadi lebih baik karena musik. Itu universal dimana semua orang bisa memilikinya.
Padahal anda memiliki latar belakang pendidikan politik
Saya memang belajar ilmu politik, tapi pengetahuan politik saya tidak terlalu banyak dibanding Philips. Kalau hanya menulis tentang politik saja, saya pasti kalah dengan Philips atau orang-orang lebih mendengarkan ilmuwan-ilmuwan yang lebih mengerti tentang bidang itu. Saya sedikit mengerti tentang musik dan juga sedikit mengerti tentang politik, saya berusaha menggabungkan dua pemahaman itu. Karena memang hubungannya jelas dan saya punya argumen yang kuat untuk mengatakan bahwa musik punya kekuatan politik jadi saya tertarik untuk lebih sering memahami musik dan keterkaitannya dengan politik. Kalau kemudian ada yang membaca dan kemudian tertarik, itu adalah penilaian pembaca. Saya hanya ingin menyampaikan pesan, berbagi cerita bahwa musik itu bagian yang penting dari politik dan sosial.
Tulisan anda lebih mengkritisi, jauh berbeda dengan kebanyakan jurnalis yang menulis berita tentang musik
Kita belum terlalu banyak belajar, jurnalis musik di Indonesia masih agak malas untuk membaca literatur di luar musik. Padahal bila dia membaca literatur-literatur di luar musik, dia pasti akan menemukan bahwa begitu banyak dimensi-dimensi dari musik ketimbang hanya soal musik itu sendiri. Misalnya bila membaca tulisan tentang musik grunge sebagai akibat suasana sosial politik Amerika tahun 90an, tulisan itu menjadi kaya aspek, kuat sebagai sarana kritik sosial zaman itu.
Sebagai alat kritik sosial, mengapa jurnalisme musik di Indonesia masih tidak bisa eksis?
Sebenarnya itu masalah lama, media massa musik datang dan pergi secara tidak jelas. Saya pikir itu lebih pada tidak adanya tradisi kritik seni terutama, tidak hanya kritik musik. Tradisi kritik musik di Indonesia tidak terlalu berjalan sebenarnya. Misalnya kalau anda lihat di seni rupa, orang-orang yang menjadi kritikus seni adalah orang-orang yang punya galeri, atau orang-orang yang berjualan produk kesenian. Jadi dia pasti bercerita yang baik-baik saja tentang karya seni yang akan dijual supaya harganya tinggi dan laku. Hal seperti itu saya pikir juga berlaku di industri musik. Paling ketika ditanya siapa kritikus musik di Indonesia ya orang-orang paling hanya menjawab Remy Sylado, ya orang-orang zaman dulu saja. Itu menunjukan tradisi kritik itu yang mandek di Indonesia. Saya tidak tahu apakah juga ini ada hubungannya dengan penindasan Orde Baru, bahwa orang-orang tidak boleh berbeda pendapat. Padahal jurnalisme musik itu sebenarnya kan jurnalisme kritik musik. Kalau misalnya jurnalisme musik melaporkan konser hanya dengan 5W plus 1H, orang yang nonton juga sudah tahu. Harusnya yang lebih penting kita berbicara musik itu lengkap dengan konteks suasana sosialnya.
Nyatanya jurnalisme musik hanya dianggap sebagai hiburan semata
Mungkin karena Indonesia adalah negara dunia ketiga, jadi pengamat seni lebih mengarahkan perhatian pada seni-seni tradisional. Itu yang kemudian dianggap dengan produk seni yang serius. Orang yang mengerti dan menulis tentang itu lebih mudah dianggap sebagai ahli budaya, berbeda dengan orang yang membahas dan menulis tentang budaya pop. Selain itu industri budaya pop di Indonesia juga belumestablished. Industri musik dan industri kritik musik juga tidak pernah ada sebenarnya. Banyak juga orang atau institusi yang menyebut dirinya kritikus musik dan jurnalis musik tapi tidak mengerti pada apa yang ditulisnya.
Apakah hal ini menurut anda ada hubungannya dengan kurikulum jurnalistik di bangku pendidikan yang lebih condong ke berita konvensional?
Ya, Di Indonesia yang memasukan kurikulum kritik seni kontemporer masih belum ada. Bahkan pembelajaran jurnalisme sastrawi juga belum menyeluruh, kalaupun ada ya tidak banyak. Birokrasi kampus memang selalu telat, kurikulum yang diajarkan sekarang bisa saja dari dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu.
Bagaimana pengamatan anda terhadap pendidikan?
Pendidikan di Indonesia terlalu banyak bla bla bla, dan itu yang kemudian mengambil lebih banyak waktu anak-anak kita. Mereka di sekolah menjadi banyak kegiatan belajar ekstra yang sebenarnya tidakessensial tapi dibiarkan seperti itu karena memang sudah lama terjadi dan susah berubah. Jadi anak-anak itu pola pikirnya jadi tidak bisa fokus pada satu hal. Banyak remeh temeh yang tidak penting membuat anak-anak menjadi susah kritis terhadap lingkungannya.
Menurut anda bagaimana caranya agar jurnalisme musik bisa memasyarakat?
Mungkin yang harus dilakukan jurnalis musik adalah bahwa memahami musik itu tidak hanya hiburan, tapi ada banyak hal untuk bisa dikomunikasikan. Ada banyak hal yang bisa di definisikan oleh musik. Jurnalis musik yang cerdas harus bisa melakukan itu agar bisa menaikan jurnalisme musik lebih dari sekedar entertainment. Menuliskannya juga jangan hanya dengan format hiburan. Jangan dianggap bacaan sambil lalu, tulisan tentang musik itu sebenarnya bisa sangat serius bila lebih mendalaminya.
Apa tanggapan anda tentang zine yang banyak muncul?
Saya pikir bagus ya, yang saya perhatikan dari zine lokal itu mereka tidak hanya berbicara mengenai musik saja dan itu hal yang baik. Kalau hanya berbicara mengenai musik saja toh sudah banyak yang melakukan di berbagai blog yang ada kan. Zine di sini lebih peduli pada masalah-masalah sosial, tidak hanya melulu soal musik. Itu menariknya. Sebagian ideologi dari mereka kan masuknya dari musik gitu loh. Ya dia banyak melawan, jadi dia punya banyak produk perlawanan. Menarik bahwa di tengah industri mainstream yang mencekik ada perlawanan-perlawanan kecil. Dan yang dibutuhkan sekarang adalah mensinergikan itu untuk menciptakan perubahan.
Bagaimana penilaian anda pada jurnalis di Indonesia secara umum?
Selain jurnalis-jurnalis yang pemalas itu, saya pikir masih ada jurnalis yang melakukan tugasnya dengan benar. Saya pikir Tempo masih melakukan tugas itu, dia selalu ekspos korupsi. Jakarta Post itu selalu mengkritik otoritas, saya tahu persis karena saya ada di dalam. Kita terbiasa mengkritik bukan karena pak SBY, tapi power tends to corrupt. Siapapun yang ada di kekuasaan, anda harus yakin dia pasti korup. Masih banyak media di Indonesia yang melakukan kritik sosial untuk itu. Cuma, anda tau sendiri media sekarang juga bermain politik, Media Indonesia punya Surya Paloh, Viva news punya Bakrie. Di satu sisi ada media yang bertahan untuk melawan, tapi di sisi lain mereka juga korup. Tapi kan itu biasa, di barat juga ada Fox yang korup juga, tapi kan juga ada New York Times yang konsisten dari awal untuk melawan, mengekspos korupsi. Saya pikir Indonesia sudah di jalan yang benar, kita termasuk negara yang bebas dalam pers. Jurnalis-jurnalis Indonesia sebagiannya juga sudah menggunakan kebebasan itu untuk kebaikan.
Apakah juga terjadi pada jurnalis musik?
Mungkin belum untuk di jurnalisme musik karena juga jurnalisnya belum banyak baca, belum tau apa yang harus diperjuangkan dengan jurnalisme musik.
Sampai kapan anda akan menulis?
Saya akan terus menulis, mau dibayar mau tidak. Menulis itu menurut saya sebenarnya bukan pekerjaan, karena itu adalah salah satu sarana komunikasi paling dasar bagi umat manusia. Saya paling tidak memberi alternatif untuk berdiskusi melalui tulisan saya. Saya akan menulis sampai kapanpun.
Apakah anda juga akan membukukan tulisan anda nanti?
Ya, saat ini saya sedang melakukan tahapan menulis sebuah buku tentang perjalanan saya menulis tentang musik. Saya berharap awal tahun 2012 buku tersebut bisa diterbitkan.
Tulisan: Aldo Fenalosa
Fotto: Indira Listiarini
4 notes · View notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Interview Ricky Surya Virgana: Metode Mendidik Musik dengan We Love ABC
                                Tidak banyak nama dari generasi belia kita dalam bidang musik yang mendapat perhatian yang sepadan dengan apa yang telah mereka capai. Sisilia Cellist Virgana mungkin adalah satu nama yang patut mendapat perhatian kita. Sesuai dengan harapan yang tersemat dalam namanya, Sishi, begitu ia biasa disapa, saat ini sudah dapat dikatakan mahir sebagai pemain cello di usianya yang baru menginjak delapan tahun. Selain cello, Sishi juga lihai bermain piano dan bernyanyi. Lahir dari dua orang tua yang mengabdikan hidup untuk musik, maka semua ini adalah suatu wajar. Terlebih jika mengetahui Ricky Surya Virgana dan Aprimela Parwidyanti, bassist dan kibordis White Shoes & the Couples Company adalah nama dari kedua orang tua tersebut. Sebuah jaminan akan sebuah rumah tangga yang berselera musik tinggi dan berkualitas.
Tidak mau tumbuh kembang buah hatinya tercemar musik yang tidak selayaknya, Ricky mendidik Sishi beserta adik laki-lakinya, Satria “Sachi” Ludwig Virgana (5 tahun) dengan cara mengajak mereka bersenang-senang dalam sebuah trio mini yang diberi nama We Love ABC. Membawakan lagu-lagu dari berbagai band seperti The Smiths, Little Joy, Fleet Foxes dan Sondre Lerche, jelas terlihat bahwasanya Ricky memang tahu betul bagaimana ideal membentuk selera musik bagi anaknya. Dengan formasi Sishi bermain cello, pianika dan bernyanyi, Sachi memukul snare drum kecil juga sambil bernyanyi, dan Ricky sang ayah mengawal dengan gitar dan bernyanyi pula, We Love ABC sudah berhasil membuat banyak orang menggigit bibir menahan gemas di setiap penampilannya yang belum lebih dari hitungan jari.
We Love ABC menjadi aksi pembuka manis pada pentas hangat penggalangan dana White Shoes & the Couples Company yang akan bertandang ke Eropa di Kedai Cikini hari Senin (23/1) lalu. Bersamaan dengan itu, Ricky, Sishi dan Sachi juga memperlihatkan pemandangan masa depan yang ternyata dapat ditentukan dari sekarang. Ditemui seusai penampilannya bersama WSATCC, Ricky dengan bersemangat menceritakan tentang We Love ABC. Grup jujur dan sederhana yang telah mendapat pujian serta salut dari Sondre Lerche dan Fleet Foxes via Twitter.
Bagaimana awalnya We Love ABC ini bisa terbentuk? Apa Dasarnya?
Jadi sebenarnya ini cuma sebuah project iseng ‘main-main’. Awalnya cuma saya yang sering mengajar Sishi main piano dan cello, kemudian kita sering main sama-sama di rumah, tapi lebih banyak memainkan musik-musik klasik dan Sachi, adiknya Sishi cuma bisa jadi penonton aja, belum bisa apa-apa. Saat Sachi sudah cukup besar untuk mengerti musik, saya ajak dia untuk mulai ikut bermain. Untuk awal saya kasih snare drum kecil buat Sachi pukul-pukul dan membiarkan dia ikut bernyanyi, Jadilah We Love ABC. Setiap orang berumah tangga pasti punya cara sendiri-sendiri dalam mendidik anak-anak mereka, dan We Love ABC ini adalah cara saya membiasakan anak-anak saya untuk bermusik sejak dini.
Bagaimana anda meng-influence selera musik anda kepada anak-anak yang masih berusia delapan dan lima tahun itu?
Seseorang terbentuk oleh apa yang ada di dalam rumahnya. Dan apa yang ada di dalam rumah kami adalah musik-musik klasik dan apa yang saya ingin anak-anak saya dengarkan. Dengan memasang musik-musik klasik dan musik yang menurut saya ‘benar’ setiap hari, maka lambat laun secara alami mereka akan terbiasa dan selera itu akan terbentuk dengan sendirinya.
Apa itu berarti mereka tidak mendapatkan dosis lagu anak-anak yang cukup?
Oh nggak, saya pun tetap memberikan mereka lagu anak-anak. Biar bagaimana pun mereka berhak untuk mendengar lagu anak-anak. Tapi itu pun tidak sembarangan, saya juga menentukan mana lagu anak-anak yang layak dan yang mungkin kurang layak didengar. Tapi yang pasti, musik-musik yang ada televisi itu gak akan pernah terdengar di rumah saya.
Lalu bagaimana seorang Sachi yang baru berusia lima tahun sudah mampu menghafal banyak lirik yang sebagian besar berbahasa inggris dan bisa dikatakan tergolong rumit?
Jujur, untuk masalah lirik saya tidak secara khusus mengajarkan. Itu semua cuma karena terbiasa, lagi pula Sachi pun belum bisa membaca. Lirik-lirik itu adalah lirik lagu yang Sachi dengar setiap hari di rumah. Jadi secara otomatis akan terbawa-bawa sampai di meja makan, ruang keluarga, bahkan saat mandi. Setiap kali dia menyanyi, akan saya bantu betulkan atau lanjutkan lirik yang salah dan dia lupa. “Bukan gitu, Chi… yang bener gini..”. Itu membuat dia tau mana yang salah dan apa yang benar, dan lama-lama jadi hafal sendiri.
Apakah mereka menikmati itu semua?
Jelas iya. Mereka sangat enjoy, dan untuk itu saya pun gak mau membuat We Love ABC ini menjadi project komersil. Ini haruspure senang-senang. Beberapa kali penampilan kami pun selalu cuma yang berhubungan dengan Ruangrupa. Saya gak mau ini menjadi komersil dan membuat mereka capek dan berujung jadi gak enjoy lagi.
Tapi apakah anda juga memberikan pengertian pada mereka bahwa lagu-lagu yang mereka mainkan adalah milik orang lain dan bukan lagu mereka sendiri?
Ya pasti, dan mereka pun juga memang sudah mengerti. Setiap mereka dengar satu lagu kan juga mereka pasti dengar kalo yang menyanyikan lagu itu adalah orang lain. Misal, kalau kita main lagu Kings of Convenience juga mereka tau kalau itu adalah lagunya Erlend. Kebetulan mereka kenal dan dekat sama Erlend, setiap mereka ketemu pasti langsung minta nyanyi-nyanyi dan main gitar bareng. Jadi mereka pun tau mana yang lagu milik Erlend.
Saat Sondre Lerche dan Fleet Foxes berkomentar dan menyatakan kagum atas video We Love ABC membawakan lagu mereka, apakah anda memberitahukannya kepada Sishi dan Sachi? Apa reaksi mereka?
Iya, mereka seneng banget sampai teriak-teriak “yeeyy, yeeyy” dan loncat-loncat kegirangan.
Dalam umur yang masih sangat muda namun sudah menjadi pusat perhatian banyak orang tentu bukan hal yang biasa untuk mereka. Apakah anda juga memberikan pengertian bahwa mereka adalah ‘bintang’nya panggung saat sedang tampil?
Dari mereka kecil saya sudah membiasakan mereka melihat ayah dan ibunya tampil bersama White Shoes, menonton dvd-dvd live concert di rumah, dan macam-macam pertunjukan lainnya. Jadi mereka sudah paham bahwa saat berada di atas pentas maka mereka akan menjadi pusat perhatian penonton. Mereka harus terbiasa dengan itu. Karena selain untuk mendidik musik, We Love ABC ini juga sarana membangun mental dan attitude mereka sebagai musisi atau penampil. Walaupun nantinya saya gak akan memaksa mereka untuk harus menjadi musisi. Bebas, terserah mereka.
Apa yang terjadi kalau saja Sishi dan Sachi sudah besar nanti? We Love ABC bubar?
Iya, kalo nanti mereka udah gede-dede ya bubar. Ini kan sebenarnya cuma bentuk pendidikan musik dari saya aja. Kalau mereka udah gede nanti dan ternyata nggak mau jadi musisi, saya gak akan melarang. Mereka mau pilih apa, terserah aja. Kalau mereka mau lanjut jadi musisi juga silahkan, bagus malah. Tapi apa pun pilihan mereka nanti, paling nggak mereka udah punya bekal musik yang cukup dari apa yang sedang kami lakukan sekarang ini.
Tulisan: Daffa Andika
Foto: Aloysius Nitia
5 notes · View notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Management Harmony of Art and Marvelous Generosity
Tumblr media
0 notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Pemutaran Ganesha Film Festival 2012
Tumblr media
1 note · View note
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Ollie Haircutting Launching Party
2 notes · View notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Makassar Akan Digempur A Day To Remember
Tumblr media
A Day To Remember, band rock dari Ocala, Florida, Amerika. Muncul di tahun 2003 yang didirikan oleh gitaris Tom Denny dan drummer Bobby Scruggs. Band ini telah merilis empat album studio, sembilan single dan delapan video musik. Mereka terutama terkenal karena penggabungan yang tidak biasa mereka punk dan pop metalcore sebagai gaya musik.
Sebuah band dengan genre yang lagi diminati di Indonesia, membuat band ini sangat ditunggu kehadirannya. Apalagi dengan talenta live yang tidak diragukan lagi dengan tampil sebagai headliner di Soundwave Australia 2012. Band yang sangat produktif, terbukti dari katalog yang ditampilkan dibawah ini :
2005; And Their name Was Treason
2007; For Those Who Have Heart
2009; Homesick
2010; What Separtes Me from You
Hingga ditahun ini telah merilis single beserta video musik: All Signs Point to Lauderdale, It’s Complicated, Sticks & Bricks, dan tahun depan akan merilis single beserta video musik juga berjudul 2nd Sucks.
Tidak salah mereka memang sangat ditunggu kehadirannya di Indonesia. Dan Makassar beruntung kedatangan band potensial dan besar ini, apalagi hingga berita ini diturunkan, A DAY TO REMEMBER tercatat sebagai salah satu headliner SOUNDWAVE FESTIVAL, sebuah festival musik tahunan terbesar di Australia. Bertitel sama, A DAY TO REMEMBER Live in Concert ini akan dibuka dengan 2 band lokal yaitu Endank Soekamti (Yogyakarta) dan Freeday (Makassar). Sebuah persembahan dari CHAMBERS ENTERTAINMENT yang saying untuk dilewatkan. Mereka akan bermain pada tanggal 10 Maret 2012 di Lapangan Karebosi Makassar mulai pukul 16.00 WITA.
Untuk tiket dijual lebih murah, dengan presale Rp. 85.000 – Rp 100.000. Tiket presale sudah mulai di jual di Chambers Shop dan Radio Madama.
Informasi lengkap silahkan menghubungi 087840668876 atau follow twitter: @chmbrs dan facebook page: chmbrs.
www.myspace.com/adaytoremember
0 notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Ganesha Film Festival 2012
Ganesha Film Festival (Ganffest) adalah rangkaian festival film independen yang diorganisir oleh Liga Film Mahasiswa ITB. Film-film yang ditayangkan telah melalui proses seleksi dari 130an karya film independen yang dikirim dari berbagai penjuru Indonesia. Ganffest telah berjalan sebanyak 2 kali pada tahun 2008 dan 2010. Kali ini Ganffest kembali untuk ketiga kalinya dengan membawa tema MOV(I)E ON yang diselenggarakan pada Jum’at – Sabtu 3-4 Februari 2012  di Kampus ITB; Jalan Ganesha dan Ruang 9009 Bioskop Kampus. Pemutaran ini gratis dan akan mendapatkan popcorn juga.
Beberapa fitur dari Ganesha Film Festival 2012:
3D Indie Movie Experience
Rasakan sensasi video 3 dimensi di bioskop independen pertama di Indonesia
Bismegaplex!
Rasakan uniknya menonton film dalam sebuah bis yang disulap menjadi bioskop mini
Special Screening
Pemutaran trilogi dan diskusi bersama kru
JUMAT, 3 Februari 2012
Euphoria
Film karya Pandu Birantoro
SABTU, 4 Februari 2012
“Trilogi Payung Merah”,
Film karya Edward Gunawan (Director; Payung Merah, aktor; Arisan 2) yang meraih penghargaan di Singapura
Bermula dari A* dan Say Hello to Yellow
Film karya B. W. Purba Negara
*Best Short Film Festival Film Indonesia 2011
Pemutaran 15 Film Indepedent Official Selection Ganffest 2012 Terpilih dari 130++ film independent yang masuk dari seluruh Indonesia
SINOPSIS 15 OFFICIAL SELECTION
Pending
Ketika masalah hidup menggunung seakan tidak mampu diatasi lagi, urat kewarasan seorang manusia bisa saja putus seketika. Dan akhirnya bunuh diri seakan menjadi jawaban yang terbaik untuk menyelesaikannya. Tetapi, ketika usaha untuk mengakhiri hidupnya selalu saja terganggu karena tetangga kostnya, apakah itu hanya kebetulan belaka ataukah suatu pertanda tentang pelajaran yang berharga mengenai hidup?
Limoscene, sebagai “bidan” dari lahirnya film drama-komedi ini, berhasil menyuguhkan suatu film tentang bunuh diri, namun dengan suasana yang komikal dan jauh dari kata ‘kelam’.
Keunikannya pun tidak hanya tampil dari segi ide ceritanya, namun juga dari cast nya yang mampu membuat kita merasakan atmosfer konyol secara utuh. Bagi para penikmat film independen yang sudah muak dengan aksi bunuh diri yang klise, film yang lolos menjadi official selection Ganesha Film Festival 2012 ini rasanya sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Piring kayu
Jika kebanyakan dari kita masih berpikir bahwa film independen hanya lahir dari kota-kota besar, saatnya membuang jauh-jauh pikiran tersebut. Siswa-siswi STEKMENSI SMKN 1 Sukabumi berhasil membuktikan bahwa pelajar SMA pun mampu membuat film dengan cerita yang memikat dan tidak kalah dengan peserta lainnya yang rata-rata berusia diatas mereka.
“Piring Kayu” menceritakan kisah mengenai kasih sayang anak kepada orangtuanya melalui sebuah benda yang sangat sederhana, yaitu sebuah piring yang terbuat dari kayu. Namun, dari kesederhanaan itulah yang membuat film yang lolos official selection Ganesha Film Festival ini menjadi lebih jujur dan mampu membawa makna yang sangat dalam. Jangan lupa untuk tidak melewatkan film ini bersama keluarga saat pemutaran di Ganesha Film Festival nanti.
Pisang
Pernah membayangkan bagaimana jika dua anak kecil saling bertengkar satu sama lain namun tidak mengeluarkan dialog sedikitpun? Pastinya akan lucu dan menggemaskan. Film pendek karya FFTV IKJ berjudul “Pisang” ini akan menyajikan kepolosan dunia anak-anak dalam suasana pertengkaran yang lugu tanpa perlu percakapan sepatah kata pun. Jalinan ceritanya yang sederhana mampu menempatkan film ini di jajaran official selection Ganesha Film Festival. Tidak perlu mengerutkan kening untuk berusaha menguraikan cerita-cerita rumit seperti film lain, tontonlah film ini bersama kawan-kawan Anda dan rayakan sebuah persahabatan bersama 2 orang anak kecil di film “Pisang” ini.
Alegori
Ketika kita sudah capek menggapai mimpi, kita akan mencapai titik jenuh untuk bermimpi. Hal itu yang dirasakan seorang laki-laki dalam film Alegori. Ia hanya ingin melepas penat sejenak. Ia memutuskan untuk melanjutkan hidupnya tanpa terlalu berusaha menggapai mimpi, walau dikatakan bahwa hidup tanpa mimpi adalah bukan hidup sama sekali. Namun, hal itu lah yang membawanya menggapai kenangan manis dalam hidup ini. Alegori akan memberikan suasana segar baik bagi penikmat film independen maupun masyarakat umum.
Alive
Seorang gadis terkulai traumatik secara lemah. Rambutnya kusut, badannya kurus, tangannya gemetar, matanya sayu. Kekerasan keluarga ketika ia masih balita membentuk pribadinya yang sekarang: menjadi seseorang yang selalu histeris dan terkurung perasaan masa lalu. Pikirannya selalu kembali ke masa kecilnya yang kelam, ia selalu menggapai keadaan harmonis keluarganya ketika kecil. Sampai suatu hari, ketika ia diharuskan menghadapi kenyataan pahit keadaan keluarganya yang hancur, dan bagaimana ia menggapai kehidupan. Bersiap-siaplah bulu kuduk Anda akan berdiri, karena suasana yang dibawa oleh film yang lolos official selection Ganesha Film Festival ini sangat depresif dan gelap.
Anoman
Anoman merupakan sebuah film pendek berdurasi 11 menit dan 19 detik yang dibuat oleh production house Angkura dan disutradai oleh Raphael Wregas Bhanuteja. Film ini menceritakan tentang sebuah permainan lakon rakyat Anoman yang dikaitkan dengan kehidupan nyata remaja yang mungkin dialami sebagian besar remaja pada umumnya dimana sang tokoh utama harus memilih antara idealismenya ataukah keinginan dan harapan orangtuanya. Pensuasanaan dalam film ini begitu menggugah karena pengemasan lakon Anoman yang diberi sentuhan musik gamelan Jawa sebagai scoring dari film ini. Suasana dari gamelan Jawa inilah yang membuat film ini terasa memiliki banyak arti. Dimulai dari konflik batin seorang remaja dalam menentukan pilihan hidupnya, hingga pesan kebudayaan yang tersirat dimana dalam film ini dapat membuat beberapa orang tersadar bahwa ternyata kesenian rakyat tidaklah semuluk yang biasa menjadi pandangan umum melainkan menjadi sebuah alternatif menarik untuk menjadi pelarian dari hiburan kebanyakan yang merupakan hiburan yang tidak asli budaya Indonesia.
Beriak di Dalam
Beriak di Dalam merupakan film pendek besutan sutradara Edo R Rahman dari Avikom dengan durasi 27 menit dan 42 detik. Film ini merupakan sebuah film yang dapat memberikan sudut pandang lain terhadap sebuah isu yang memang cukup pelik di Indonesia ini : Isu “Ganyang Malaysia”. Film ini mengangkat sudut pandang pelajar Malaysia yang melakukan studi di Indonesia lengkap dengan footage-footage interview asli terhadap pelajar Malaysia. Film ini juga mengangkat kasus perselisihan nyata antara Indonesia dan Malaysia yang sempat heboh karena sebuah alat laser pointer dan memperlihatkan bagaimana nasib pelajar Malaysia di Indonesia setelah kejadian tersebut.
It Could Have Been A Perfect World
Sebuah film pendek yang mengisahkan tentang betapa terinspirasinya seorang pria terhadap wanita. Kepingan-kepingan inspirasi itu kian menjelma menjadi sebuah bayangan indah tentang sang wanita idaman. Bayangan indah itu bercerita pula tentang hidup, cinta, dan perasaan mendalam yang dibingkai oleh aliran kata-kata monolog yang bermakna. Dibuat oleh Random Panda Film, It Could Have Been A Perfect World (2011) sukses mengajak penonton untuk larut dalam isi hati pria tersebut.
Digambarkan dalam sebuah imaji yang indah, penonton akan dimanjakan oleh kualitas visual yang bernuansa manis dan romantis. Dalam durasi waktu 9 menit 40 detik, imaji-imaji tersebut dirangkai menjadi sebuah kisah yang sederhana dan menyentuh. Sebagai salah satu film official selection Ganesha Film Festival 2012, It Could Have Been A Perfect World memang patut dinantikan oleh para pecinta film independen.
Saving Brother
Sesuai dengan judulnya, Saving Brother dari Stonecold Motion Pictures mengisahkan tentang perjuangan untuk menyelamatkan saudara sepenanggungan. Dibalut dalam nuansa peperangan, penonton akan disuguhi berbagai upaya para tentara dalam berjuang melawan sekumpulan teroris. Sesuai dengan tagline-nya Leave No Man Behind, baku hantam dan desingan peluru dikerahkan dalam upaya yang mengakibatkan pertumpahan darah. Dapat dikatakan, kisah ini menawarkan sesuatu yang berbeda dari film independen kebanyakan.
Kualitas visual dan special effect menjadi senjata utama dalam penyampaian cerita di film ini. Cerita yang ringkas menjadi sangat menggigit ketika disandingkan dengan efek-efek yang begitu nyata. Setting yang sangat mendukung pun mampu mendatangkan decak kagum. Film yang lahir dari tangan dingin Rio Simatupang ini terbukti sukses menyita perhatian dan menjadi salah satu Official Selection Ganesha Film Festival 2012.
Selalu Ada
Hanya membutuhkan 5 menit dan 5 detik bagi M. Ammar Kanz untuk membuat anda terharu. Berkisah tentang seorang ibu yang menjalani kehidupannya dengan sederhana, kesederhanaan tersebut digambarkan dengan membeli bahan makanan, menyetrika, memasak, dan menyediakan makanan. Dapat dikatakan, film Selalu Ada mengubah sesuatu yang sangat simple menjadi hal yang luar biasa dan mengena di hati.
Lalu apa yang luar biasa dari film ini sehingga mampu membuat Anda haru? Dalam iringan musikalitas dari puisi seorang maestro Sapardi Djoko Darmono anda akan dikejutkan dengan ketidakbiasaan dari hidup seorang ibu yang biasa. Walaupun dihadirkan dengan musik yang lambat dan tanpa dialog namun dengan digunakannya alur yang cepat tidak akan membuat terlelap. Jadi, jangan ragu untuk hening sejenak dan terlarut dalam Selalu Ada.
Status
Pernah mendengar soal ‘guru bantu’ atau kerap kali disebut ‘honorer’? Mungkin bagi sebagian orang profesi satu ini belum pernah terdengar. Profesi guru bantu atau honerer sejatinya tidak jauh berbeda dengan profesi ‘guru’ yang telah kita kenal baik. Pekerjaannya mengajar dan mendidik murid-murid, perbedaan terbesar terletak pada gaji yang mereka dapatkan. Untuk PNS alias guru yang telah menjadi pegawai negeri, gaji pokok telah ditetapkan setiap bulan ditambah tunjangan kesehatan seperti akses. Sedangkan untuk guru bantu, gaji hanya berupa hitungan mengajar saat tatap muka tanpa ditambah tunjangan apapun.
Dalam film status ini sang sutradara mengenalkan kita pada kehidupan seseorang dengan status ‘guru bantu’. Mengambil sepenggal kehidupan dari sang guru honorer yang bernama sugeng, bambang c. irwanan sang sutradara, mengajak penontonnya untuk merasakan getirnya kehidupan sugeng. Ironis ketika melihat keteguhan dan kerja keras sugeng sebagai guru harus dibayar dengan ala kadarnya. Konflik mulai hadir ketika sugeng harus menghadapi kelahiran anak pertamanya ditengah kekurangan biaya yang menghimpit. Bagaimana cara sugeng menghadapinya? Film berdurasi 14 menit 58 detik ini akan menguraikan kisahnya pada Anda. Siap siap terharu dan jangan lupakan tisu untuk anda yang mudah menangis.
Teru teru bozu
Film cinta? Ah biasa, ada ribuan film cinta diluaran sana yang dapat Anda nikmati yang bertemakan cinta. Tapi bagaimana dengan kisah cinta antara seorang gadis jepang dengan seorang pawang hujan dari Indonesia?
Film teru teru bozu lah yang mengangkat kisah cinta unik ini. Dibuka dengan narasi berbahasa jepang film ini sudah berhasil membuatnya berbeda dengan film film indie lainnya. Satu kata yang bisa mengambarkan film ini secara keseluruhan film ini, berbeda! Anda tidak akan dibuat bosan dengan kisah cinta antara Naomi sang gadis Jepang dan Jarwo sang dukun pawang hujan yang tampak nyentrik. Menarik! Menarik! Menarik! Dijamin Anda tidak akan membuang waktu dengan menonton film ini secara keseluruhan. Ada unsur pertukaran budaya, cinta, bahkan tarian dan musikalitas yang semuanya terangkum dalam film dengan sinematografi apik ini. Jangan siakan kesempatan Anda untuk menonton film yang satu ini.
Voice and Light
Bagaimana rasanya hidup ini tanpa mampu mengungkap kata atau melihat keindahan warna dari hasil pantulan cahaya? Ternyata hal ini lah yang dirasakan oleh Cahyo seorang pria bisu yang sederhana dan Villia gadis buta yang anggun. Takdir kemudian mempertemukan mereka berdua dalam suatu kisah sederhana yang ditampilkan secara baik dalam film Voice and Light.
Film ini akan menghadirkan kisah Cahyo dan Villia yang berusaha untuk mampu berhubungan dengan keterbatasan yang mereka miliki. Mampukah mereka tetap menikmati indahnya dunia dengan keterbatsan yang mereka miliki? Luangkan 14 menit waktu Anda untuk menonton kisah manis mereka berdua dalam film ini.
Ealah
Apa yang akan kita lakukan jika tiba-tiba menemukan sahabat kita berusaha bunuh diri di depan umum menggunakan baygon dan menceritakan masalah hidupnya? Film berdurasi 6 menit ini menangkap satu momen tersebut. Secara keseluruhan menggunakan bahasa Jawa, namun jangan khawatir untuk menonton film ini karena tersedia subtitle bahasa Indonesia.
It’s Your Wedding Day
Dengan diselingi berbagai adegan teatrikal yang menarik, film ini mengisahkan kebimbangan Chandra akan kelanjutan hubungannya dengan kekasihnya Sukma. Perbedaan persepsi akan hubungan yang mereka jalani menjadikan hubungan mereka jalan di tempat. Apakah Chandra akan menghadapi takdirnya? Atau menghindarinya? Apakah yang akan dia pilih?
15 Film tersebut akan di serahkan kepada tim juri yang terdiri dari :
Seno Aji Gumira (http://en.wikipedia.org/wiki/Seno_Gumira_Ajidarma )
Ronny P Tjandra (Director dari Jice Collection)
Tobing Jr (Koordinatror Komunitas Layar Kita)
Sony Budi Sasono (Creative Head at Sembilan Matahari)
Untuk mendapatkan 5 award sebagai berikut :
Gajah Emas
Penghargaan untuk film terbaik dalam keseluruhan aspek-aspeknya. Diberikan beserta plakat dan uang tunai senilai Rp1250000,-
Sasauran Pangsaena
Penghargaan untuk film dengan naskah terbaik. Diberikan beserta plakat dan uang tunai senilai Rp750000,-
Gading yang Tak Retak
Penghargaan untuk film dengan teknis terbaik. Diberikan beserta plakat dan uang tunai senilai Rp750000,-
Dalang Mumpuni
Penghargaan untuk sutradara terbaik. Diberikan beserta plakat dan uang tunai senilai Rp500000,-
Lakon Mumpuni
Penghargaan untuk aktor/aktris terbaik. Diberikan beserta plakat dan uang tunai senilai Rp500000,-
Jadwal Film dan Info lebih lanjut :
Website : gannffest.lfm-itb.com
Fanpage : facebook.com/ganffest
Twitter : @ganffest
0 notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Februari, Heaven Shall Burn Melancong Ke Makassar
Tumblr media
Heaven Shall Burn, band metalcore dari Jerman, lebih dari 15 tahun setelah terbentuk, mereka tidak pernah tahu kalo musik yang ditampilkan akan berkembang pesat seperti saat ini. Merekalah salah satu pelopor musik metalcore di Jerman. Hingga saat ini fanbasenya semakin besar hingga mereka pun tidak asing di Indonesia, termasuk Makassar. Kami pun tidak mengelak kalo terdapat beberapa band Jerman yang tumbuh besar di skena musik dunia khususnya Indonesia, salah satunya Heaven Shall Burn.
Bermodalkan 6 album studio (Asunder-2000, Whatever It May Take-2002, Antigone-2004, Deaf to Our Prayers-2006, Iconoglast-2008, Invictus-2010) dan belasan rilisan album mini, live, dan single termasuk split album dengan beberapa band besar lainnya seperti Caliban, membuat band ini mudah memiliki fans yang banyak. Belum lagi mereka tercatat aktif dan peka sosial. Karena inilah mereka semakin dicintai.
Tercatat beberapa kali tampil dalam tur album dan gelaran festival rock di belahan eropa dan amerika bersama band besar lainnya, bahkan merilis banyak pertunjukan live membuktikan bahwa mereka memang punya talenta meyakinkan.
Dengan beranggotakan Marcus Bishoff (vokal), Maik Weichert (gitar), Alexander Dietz (gitar), Eric Bischoff (bass), dan Matthias Voigt (drum), HEAVEN SHALL BURN yakin bisa sejajar dengan beberapa band rock/metal lainnya didunia. Mereka pun membuktikan kalau album terakhirnya Invictus (2010), tidak hanya dirilis di Jerman, tapi dibeberapa negara termasuk Amerika. Mereka tercatat punya punya pengaruh besar di industri musik eropa.
Dalam rangka mempromosikan album terakhir mereka “Invictus”, mereka gelar serangkaian Tour 2011-2012 di Australia dan Asia, bahkan menyempatkan ke Indonesia dan tepatnya di Makassar. Sebuah kehormatan bisa menampilkan HEAVEN SHALL BURN dalam gelaran event ROCKMEN STAGE MAKASSAR bersama beberapa band lokal lainnya seperti Superglad, All Confidence Out dan beberapa band lainnya.
Setelah Marduk, Misery Index, Story of the Year, ini adalah kelanjutan sebuah momentum yang sangat menarik dari Chambers Entertainment, sebuah band yang akan besar menyusul kebesaran band lainnya, akan mencatat sebuah katalog event yang luar biasa apabila melihat asosiasi sebuah band  dengan ribuan penggemar.
Heavan Shall Burn akan tampil di Makassar pada tanggal 21 Februari 2012 di D’Liquid, Grand Clarion mulai pukul 19.00 WITA dengan estimasi tiket dijual lebih murah, presale Rp. 45.000 – Rp 60.000. Tiket presale sudah mulai di jual di Chambers Shop dan Rockmen Stage Makassar.
Informasi lengkap silahkan menghubungi 087840668876 atau follow twitter: @chmbrs dan facebook page: chmbrs.
www.heavenshallburn.com
0 notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Sedikit Cerita Tentang Feist Sebelum Ke Jakarta
                                 Leslie Feist tidak lagi bisa di deskripsikan sebagai “penyanyi dari iklan iPod itu”. Banyak yang telah terjadi dalam karirnya. Didorong oleh1-2-3-4,  album ketiga Feist, The Reminder, telah terjual lebih dari satu juta kopi. Walaupun belum cukup untuk mengguncang Mariah Carey, namun hal tersebut lebih dari yang di harapkan dari seorang penyanyi-penulis lagu Kanada dengan latar belakang seni raih di ranah tangga lagu konservatif Amerika Serikat-sebagai contoh, jumlah penjualan album tersebut lebih dari yang diraih album terbaru Rufus Wainwright. Lebih lanjut lagi, Feist menghabiskan sebagian besar 2008 dengan menghadiri acara-acara penghargaan. Februari 2008 dia dinominasikan dalam empat kategori Grammy. Dia tidak meraih satu pun, namun Kanye West meminta foto bersamanya dan memajangnya dalam blognya, dimana hal tersebut menjadikan Kanye sebagai salah satu selebritis pengagum Feist, Jay Z dan Don Henley (dari band the Eagles, yang menyebutnya “paket yang komplit”). Beberapa minggu kemudian, dalam penghargaan Junos, setara Grammy di Kanada, Feist memenangkan hampir semua kategori kecuali Autocue. Feist pun memenangkan Shortlist, penghargaan serupa Mercury Music Prize di AmerikaSerikat, mengalahkan Arcade Fire dan LCD Sound System dan penghargaan ‘kecil’ seperti Rock Hottie of the Year dari website music terkemuka Stereogum, mengalahkan Natalie Portman dan Lily Allen.
Di tahun 2011 dimana Feist kembali ke industri musik setelah 4 tahun (The Reminder diluncurkan tahun 2007) dengan Metals. Untuk merekam Metals, Feist-bersama dengan produser kepercayaannya Chilly Gonzales dan Mocky (yang telah bekerjasama dengan Feist sejak dia masih menjadi ‘pendukung’ Peaches di awal tahun 2000an di Toronto)- menuju Big Sur dan membangun studio di pinggir tebing.
Tanggapan yang diterima beragam, kebanyakan positif. Guardian menulis “Nada di Metals terlalu menarik untuk menjadikan album ini ekuivalen dengan sikap terserah-dengan-Anda pada sebuah acara makan malam; single How Come You Never Go There? Adalah lagu yang menarik dengan vokal yang dikecilkan yang membuat kritikus membalut luka di masa lalu, membuat orang berdansa secaratiba-tiba”
Spin menulis “Lirik sentimen dalam Metals tidak pernah secara sederhana menenangkan, seperti ini: “When you comfort me\ It doesn’t bring me comfort, actually.” Penyanyi-penyanyi baru dapat belajar satu atau dua hal dalam keseimbangan antara perbedaan kecil dan ke terus terangan yang disajikan Feist”.
Dengan ulasan menarik tentang Metals tersebut, Anda tidak perlu berpikir dua kali untuk dating ke konser Feist. Anda tahu yang harus dilakukan.
Feist akan tampil untuk pertama kalinya di Indonesia hari Rabu, 15 Februari 2012, pintu dibuka pukul 19.00 WIB. Tiket dijual sekarang di semua cabang Aksara Jakarta, FFWD Records Bandung, dan online di soundshineevents.com dan rajakarcis.com
Harga Pre-sale Rp 375.000,00 (sampai 5 Februari)
Harga normal Rp 450.000 (6 Februari-Hari H)
Foto: Fan Page Feist
2 notes · View notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Ledakan Urbanisasi - Catwoman & Manohara EP (2012)
Kaget. Begitulah reaksi saya ketika diminta untuk menulis liner-notes EP Catwoman & Manohara dari Ledakan Urbanisasi. Hufft!
Oke. Sebelum membahas tentang EP Catwoman & Manohara ini, tentunya saya bakal bercerita tentang seorang Dede. Dan kalau bercerita tentang Dede, sebisa mungkin saya mempersingkat tulisan ini, mengingat kedekatan kami selama ini, sejak masa-masa awal kuliah 12 tahun yang lalu di sebuah universitas negeri, di bilangan Jatinangor, hingga akhirnya ia kembali hijrah ke Ibukota.
Dede bisa dibilang merupakan salah satu teman saya yang masih bertahan bermusik hingga sekarang. Dia adalah otak dari puluhan proyekannya yang muncul dengan berbagai macam genre berbeda. Bahkan beberapa proyekannya tersebut telah merilis beberapa single dan album yang patut disimak. Saya sendiri tidak bisa menyebutkan satu-persatu proyekan yang telah digawanginya.
Menjadi sebuah kejutan ketika saya mendengarkan satu-persatu materi debut EP dari Ledakan Urbanisasi. EP berisikan lima lagu yang menarik untuk disimak ini sedikit berbeda dengan single-album perdananya dulu, Berlayar, di mana Dede lebih fokus ke surf-music.
Di EP ini materi Ledakan Urbanisasi lebih ke anti-folk; dengan sound lo-fi a la Dede yang sudah begitu identik. Di lagu lainnya Dede bereksperimen dengan instrumen glockenspiel bersama dengan Ricky Arnold. Tak lupa di salah satu lagunya Dede juga berkolaborasi dengan Deugalih.
Mendengarkan EP ini membawamu seakan baru pulang larut malam sehabis lembur di kantor, lelah setelah seharian terjebak oleh hiruk pikuknya ibukota dan hanya menemukan gitar di kursi malasmu, serta ditemani siaran radio yang sedang memutarkan lagu-lagu Elliot Smith, Daniel Johnston, atau siapapun musisi yang pernah berkolaborasi dengan Kurt Cobain. Boleh dibilang EP ini menjadi sesuatu hal yang baru buat saya setelah mendengarkan karya-karya Dede yang lain.
So, selamat mendengarkan Catwoman & Manohara dari Ledakan Urbanisasi! – Galant
=====================================================================
Infos:
EP Catwoman & Manohara berawal dari sebuah bencana kehancuran, yang akhirnya malah melahirkan sesuatu yang baru. Ya, awal tahun 2011 kemarin saya dengan moniker alter-ego folk, Ledakan Urbanisasi, berencana untuk merilis double-album berjudul Buronan Mertua; sebuah “lo-fi rock-opera” conceptual album yang berisikan 25 lagu; separuh adalah lagu-lagu baru, sementara separuh lagi merupakan rekaman-rekaman rare era 2005-2008. Tapi sayangnya rencana tersebut pupus dikarenakan hardisk komputer saya crash.
Sadar bahwa file-file master rekaman album tersebut sudah terhapus, saya sempat ‘down’ selama beberapa bulan. Hingga di bulan Desember kemarin, saya berhasil menemukan lima track dari rencana double-album tersebut di tempat lain. Lima track yang berhasil diselamatkan pun langsung di-mastering ulang untuk dijadikan sebuah EP.
Tidak seperti single-album Berlayar (2010) yang kental nuansa musik surf / oldies, EP bertitel Catwoman & Manohara ini banyak terpengaruh musik-musik classic-dreampop, slowcore, dan juga garage. Tentu saja semua itu tetap dihantarkan dengan menu estetika lo-fi music yang sederhana, jujur apa adanya.
Meski gagal merilis conceptual double-album, tapi materi-materi yang berhasil diselamatkan ini setidaknya bisa menjadi sebuah EP dengan menu serta tema berbeda. Less is more, right?…  – Dede
Tracklist:
01. Humming [intro]
02. Balada Catwoman & Manohara
03. Red Moon Running Man
04. Hujan Pertama
05. Folk Messiah
Ledakan Urbanisasi is:
Dede / vocal, backing vocal, acoustic-guitar, electric-guitar, xylophone / glockenspiel
Guest musicians:
- Ricky Arnold / xylophone on track 1 & 2 (except for the outro, done by Dede)
- Deu Galih / lead vocal on track 4
- Track 01 was recorded live @ Ricky’s house, Bandung, January 10th 2010.
- Track 02 was recorded live @ Ricky’s house, Bandung, January 2010.
- Track 03 was recorded live circa 2009 @ Grey Room, Jakarta. I forgot the detail. The notes are missing..
- Track 04 was recorded live @ Pondok Delima Merah, Jatinangor, January 2010.
- Track 05 was recorded live @ Grey Room, Jakarta, November 18th 2009.
All music by: Dede (except “Hujan Pertama” by Deu Galih)
All lyrics by: Dede
Produced by: Dede
Recorded by: Dede
Photography by: Ricky Arnold entitled “We Come in Peace”
Art direction by: Dede
Liner-notes by: Galant
Released by: In My Room Records
Release year: 2012
“Folk Messiah” is dedicated to Yadi Cubek a.k.a Aceem
Thanks to: All of you
  Contact:
Phone: 08176572004 / 085691228467 / 02199295600 (Dede)
Website:
http://www.myspace.com/ledakanurbanisasi
http://inmyroom.us/ledakanurbanisasi
0 notes
gigsplay-blog · 13 years ago
Text
Idea Marketplace - Integrity fair
Tumblr media
0 notes