Tumgik
hikmahjalanan · 5 months
Text
Proses Pernikahan, dan Pernak-Pernik Didalamnya
Ketika sedang menjalani proses taaruf dengan suami, Umi berkali-kali ingatkan.
Banyakin tilawah, banyakin istighfar, kamu gak akan tau kedepan ada hal-hal yang terjadi di luar dugaan. Jangan terlalu membulatkan keyakinan pada pilihan yang kita ambil, tetap serahin ke Allah apapun hasilnya. Masa-masa seperti ini harus deketin diri banget ke Allah.
Dan setelah membaca CV, mengobrol dengan suami lewat zoom karena tidak bisa pulang ke Indo, Umi kembali mengingatkan.
Menikah itu bukan karena berlandaskan pada deret prestasi pendidikan yang dimiliki. Bukan karena prestisiusnya pekerjaan. Umi memberikan restu melanjutkan karena melihat sepak terjangnya bareng Quran dan komitmen dia dalam berbakti kepada ibunya, juga karena dia tetap mengikuti pembinaan.
Jangan sampai menyandarkan pilihan dalam pernikahan pada urusan dunia. Kamu harus luruskan niat terus agar menikah karena kebaikan agama yang dia punya.
Saat itu aku hanya anggukan kepala dengarkan nasihat Umi. Tapi sekarang, ketika menemani teman-teman menjalani proses pernikahan mereka, maka nasihat Umi yang dikeluarkan.
Begitu banyak drama dan ujian hati dalam menempuh upaya menyatukan dua keluarga dan menyatukan dua kepala. Disatu sisi harus serius menjalaninya, di sisi lain harus memasrahkan apapun hasilnya dan siap dengan ketetapan takdir melanjutkan atau menyudahi.
Apapun hasil dari proses pernikahan yang sedang ditempuh, kita tetap sangat butuh Allah dalam setiap langkahnya. Maka mendekat pada Allah ketika menjalani proses pernikahan adalah resep jitu yang dengannya kita banyak temukan solusi dari ragam ujian yang datang.
Mendekat pada Allah tidak secara otomatis menghilangkan semua ujian, tapi mendekat pada Allah membuat kita tangguh menjalani ujian di hadapan.
Syawal dengan keramaian undangan dari kawan-kawan, bukanlah jadi perkara yang menggoyahkan keyakinan kita bahwa kelak akan disandingkan dengan pasangan yang ia mencintai Allah dan Allah amat mencintaiNya.
There must be, just wait
129 notes · View notes
hikmahjalanan · 6 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Kalaupun kita ga mampu jadi orang bertaqwa, setidaknya kita ingin mati dalam keadaan orang yang berusaha jadi orang bertaqwa.
Iya ga?
4 notes · View notes
hikmahjalanan · 7 months
Text
Setelah 1 tahun ngejalanin bisnis yang rasanya panas-dingin kayak roller coaster, menjadi tega adalah pelajaran yang paling gw amini.
Gw adalah orang yang ga enakan, pastinya ga tegaan jg. Terlalu baik sama orang lain, mudah memaafkan kesalahan orang lain tanpa menegur.
Tapi setelah punya karyawan, bertanggungjawab atas bisnis dan hajat hidup karyawan, gw baru sadar kalai Tega dan tegas bukanlah hal jahat. Sebab membiarkan orang lain berbuat kesalahan tanpa mereka menyadarinya sendiri, jauh lebih jahat.
Terutama, untuk kehidupan mereka kedepannya, dan orang-orang yang akan ditemuinya.
3 notes · View notes
hikmahjalanan · 7 months
Text
Setiap diri kita memiliki rumah, yang suatu saat kita ingin ada orang lain hadir dan ikut tinggal di dalamnya. Sebagai kekasih.
Sayangnya rumahku hari ini tak layak huni, ruang tamunya berantakan, dapurnya belum ada, pintu kamarnya terkunci rapat.
"Rasanya aku belum (dan tak akan pernah) siap, menerima kedatangan orang lain."
Sesekali aku coba menata ulang, menyusun kembali tata ruang, tapi rasanya kapal pecah itu selalu kembali datang.
Mengapa ia tak bosan-bosan?
Rumah setiap kita memang berbeda, ada yang luarnya sederhana, namun lapang isinya tak terhingga. Ada pula yang megah tampilannya, tapi ternyata sempit dan berantakan isinya.
Kalau rumah mu, bagaimana?
Tumblr media
3 notes · View notes
hikmahjalanan · 10 months
Text
Cerpen : Aku dan Setakut Itu
Dulu aku pernah di fase setakut itu tentang pernikahan. Membayangkan memiliki hubungan jangka panjang dengan orang asing, bahkan membayangkan dia bisa melihat tubuhku tanpa sehelai benang saja membuatku bergidik. Karena selama ini, semalu itu rasanya kalau tersingkap barang sedikit.
Tapi hal yang paling menakutkanku sebenarnya adalah diriku sendiri yang tidak seyakin itu untuk membangun kepercayaan. Selain karena, rasanya begitu buntu harus mencari sosok pendamping di lingkunganku sekarang. Di kantor? Tidak ada yang menarik, sekalinya menarik ternyata sudah jadi pasangan orang lain. Selorohan salah satu temanku dulu jadi teringat, "Orang itu akan terlihat menarik dan terbukti kebaikan dan ketulusannya ketika sudah menikah sama orang lain."
Memang, apa yang dikhawatirkan sekarang kan soal finansial, kesetiaan, dan hal-hal serupa itu. Dan yang sudah menikah kemudian berhasil membuktikan itu, tampak menjadi pasangan yang beruntung. Mungkin itu kali ya jadi banyak pelakor. Soalnya mau yang udah "terbukti", bukan yang gambling kayak sekarang nyari yang begitu - sudah ketemu - masih bertanya-tanya benar atau tidak.
Hihhhh aku sih gak mau yaaa merebut pasangan orang lain! Aku memahami bahwa usiaku terus beranjak. Tahun ini masih 27 memang, tapi rasanya aku belum bisa berdamai dengan gemuruh kecurigaanku untuk membangun kepercayaan dengan seseorang seumur hidup. Atau mungkin sebenarnya karena aku belum bertemu saja, mungkin tergantung siapa orangnya. Bisa jadi.
Rasanya proses mengenal diri membuatku merasa harus mendapatkan pasangan yang layak. Dan aku tak mau menurunkan standar kelayakan itu. Kemarin aku cerita ke temanku, apakah aku terlalu tinggi memasang standar kelayakan? Menurutnya, itu wajar, kan mau menikah, wajar kalau aku menginginkan pasangan yang bisa memenuhi sebagian besar kelayakan yang aku inginkan.
Aku sampai berpikir lagi setiap kali pulang dari kantor. Membuka pintu kamar kos yang sunyi. Sendiri dalam ruang yang luasnya hanya 12 meter persegi. Apa aku sebenarnya sudah cukup matang untuk masuk ke fase itu? Apa hanya karena ketakutanku pada umur yang terus berlalu?
Aku bahkan tidak memiliki ketertarikan dengan siapapun sekarang, tidak dekat dengan siapapun juga. Apa aku perlu menjalani hidup dengan cara yang berbeda kali ya? Resign terus menggunakan seluruh tabungan untuk jalan-jalan keliling Indonesia? Atau mencoba peruntungan untuk mencari pekerjaan di luar negeri?
Tapi setelah dipikir-pikir, kenapa aku serisau itu ya seolah-olah aku tidak beriman. Padahal aku tahu betul hal ini jadi rahasia-Nya. Sama seperti kematian.
521 notes · View notes
hikmahjalanan · 10 months
Text
Thanks mas remindernya
Sulitnya Mengembalikan Kepercayaan
Dalam menjalani fase bertumbuh, seseorang sangat mungkin melakukan kesalahan. Di antara beberapa kesalahan yang mungkin terjadi, salah satu kesalahan yang paling berdampak adalah ketika merusak kepercayaan.
Berawal mungkin dari ketidaktahuan diri, kurang paham bahwa kesempatan itu adalah ujian kepantasan, atau memang diri yang pemalas, atau memang pada saat itu karakter diri memang demikian. Masih remaja yang galau, sensitif, problematik, dan segudang masalah lain yang membuat respon sikap kita menjadi menyakitkan bagi orang lain, mengecewakan, dan berdampak pada hilangnya rentetan kesempatan dan relasi di masa yang akan datang.
Memang mahal sekali harganya dari kesalahan tersebut. Kesalahan yang kalau diri cepat menyadari dan menginsyafi, banyak sekali evaluasi yang akan diri dapatkan. Pelajaran hidup memang selalu begitu, diuji dulu baru dapat pelajarannya.
Sekarang mungkin hal itu sudah terlewati beberapa waktu, tapi diri tidak mungkin lupa. Terlalu besar harganya untuk dilupakan, terlalu besar pelajarannya sampai tak muat dalam kenangan.
Diri ini mungkin sudah tumbuh, melewati bertahun-tahun sejak kejadian itu. Meski tak bisa memperbaiki dan kembali ke sana, kita jadi lebih hati-hati untuk menjaga kepercayaan orang lain. Tidak merusaknya dengan sengaja, apalagi dengan kebodohan dan ketidaktahuan. Lebih parah lagi kalau ternyata kita masih seperti kemarin-kemarin, tidak kunjung berubah, dan terus menerus merasa diri yang paling benar.
Kurniawan Gunadi
268 notes · View notes
hikmahjalanan · 10 months
Text
Some nice words, for a better days. Tomorrow and the day after.
6 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Terkadang kita hanya belum tahu saja maksud hidup di Dunia,
Kenapa kit diberi ujian bertubuh.
Mengapa kegagalan datang berulang-kali.
Mengapa kemudahan tak kunjung didapatkan.
Dan mengapa kesusksesan tak kunjung dicapai.
Sampai kelak, suatu saat nanti, kita tiba pada ujungnya. Lalu berkata,
"Oh, ternyata ini maksudnya..."
Tumblr media
1 note · View note
hikmahjalanan · 1 year
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Bismillah, tulisan ini tentu belum sempurna dalam membicarakan sesuatu yang begitu besar dan luas, disebabkan keterbatasan ilmu penulis, dan keterbatasan media yang dipilih untuk menyampaikannya. Sehingga banyak hal hal penting yang seharusnya juga masuk untuk dibahas mungkin luput untuk dimasukkan, dari itu apabila banyak kekurangan dalam tulisan ini semoga mafhum dan maklum adanya. Dan dg penuh kerendahan hati berharap semoga pesan sederhana ini sampai pada para ayah, para suami.
Semoga meski sedikit mampu mengobati para perempuan yang hari ini masih harus berjuang dengan beratnya tanggung jawab rumah tangga yang harus ditopang sendirian.
Semoga kelak akan senantiasa terwujud rumah tangga2 yang melindungi kaum perempuan, memberi kebaikan bagi kaum laki laki. Aamiin.
268 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
I Don't Think I Can Survive a Day Without Prayers to Allah Almighty.
It's all about Faith.
Iman itu bukanlah ketika engkau berdoa kemudian doamu dikabulkan lalu engkau beriman, itu adalah iman "bersyarat".  
Akan tetapi iman adalah ketika engkau senantiasa berdoa, engkau senantiasa berusaha menjaga hak-hak Allah, kemudian jalan hidupmu terasa jauh dari harapan, tak seindah jalan yang lain. ketika engkau senantiasa berdoa di banyak sujudmu, kemudian duri-duri kehidupan melukai dirimu..  
Namun itu semua tidak mengubah diri untuk senantiasa menjaga hak-hak Allah, dan engkau berkata:  
"Ya Allah betapa lembutnya diri-Mu atas diriku, kebaikan apa kiranya yang engkau simpan untukku? Jadikanlah aku bagian dari orang² yang aslama wajhahu. Yang menyerahkan wajahnya, eksistensinya, seluruh jiwa dan raganya, hidup dan matinya adalah untuk Engkau Yaa Rabb-ku"
Kemudian engkau tak sedikitpun merasa lelah dalam berdoa dengan iman yang semakin mendewasa dalam taat, tak peduli dunia dan seisinya yang sedemikian menggoda untuk "meninggalkan" Rabb-mu. 
Maka jika ada ajakan ataupun bisikan untuk mendobrak dimensi iman kita, hati-hati. Catatan sejarah sosok-sosok yang diabadikan dalam Al-Qur'an mestinya menjadi cermin bagi kita, seberapa pantasnya kita untuk dikatakan sebagai orang yang beriman.  
Apakah mereka yang berkata:  
"Jika aku tidak mengambil jalan ini (riba) untuk memenuhi kebutuhanku, darimana lagi dan bagaimana aku bisa survive?"  
"Jika aku tidak membuka jilbabku, tidak ada yang mau memperkerjakanku. Dari mana aku bisa menghidupi anak-anakku?"  
"Jika aku tidak pacaran sebelum nikah, bagaimana bisa aku bertemu dengan jodohku?"  
"Jika aku tetap beriman dengan Islam, nyatanya aku miskin. Sementara ketika aku pindah keyakinan, nafkahku ada orang yang menjamin."
Tidak. Namun yang kita dapati salah satunya: Allah Ta'ala jadikan contoh untuk dapat kita ambil ibrahnya dari nabi Yusuf 'alaihi sallam. Dalam surah Yusuf ayat 33, beliau lebih memilih berdoa supaya diletakkan dalam kondisi yang sulit secara duniawi saja, tetapi selamat agamanya. Ketika beliau dihadapkan dengan "ujian" dan "fitnah" berupa godaan yang dapat merusak imannya.
Nas'alullah as-salamah wal 'afiyah
236 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Berhentilah Berburuksangka
Orang lain memposting kesehariannya, kamu tidak suka dan merasa terganggu. Orang lain memposting prestasi atau pencapaianya, kamu menganggapnya sombong. Orang lain memposting tumbuhkembang anaknya, kamu tersinggung karena punya treatment yang berbeda. Orang lain memposting liburan, kamu menganggapnya pamer. Orang lain menuliskan pendapatnya, kamu marah karena tidak sependapat. Orang lain memposting ceramah, kamu merasa tersindir
Aduh. Nggak capek apa punya pikiran negatif terus? Itu kan orang lain cuma sharing aja. Kenapa merasa sakit hati?
Sadarlah.. bahwa apa yang kita lihat, apa yang kita baca, respon kita tergantung bagaimana perasaan kita saat itu juga. Coba renungi, dan bertanya pada diri sendiri, kenapa bisa seperti itu? Apa yang membuatmu selalu sakit hati? Kamu merasa semua orang menyakitkan bagimu, padahal itu hanya perasaanmu sendiri
Bukankah memang tidak apa-apa kalau memang kamu tidak baik-baik saja? Tidak perlu denial; jangan mencari kambing hitam untuk menutupi apa yang sakit dalam dirimu. Cari penyebabnya, lakukan sesuatu yang bisa menghindarkanmu dari hal tersebut; lakukan sesuatu yang positif untuk mengalahkan prasangka negatifmu
Kalau media sosial sudah membuatmu banyak terkena penyakit hati, coba istirahatlah sebentar. Jangan kepo dengan aktivitas orang lain kalau masih terus melihat dari kacamata negatif
Berbaiksangkalah.. sungguh itu akan menyelamatkan hatimu sendiri
Jakarta, 14 Agustus 2023 | Pena Imaji
187 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Cinta yang Tenang.
Sejujurnya aku tak ingin menamakan perasaan ini Cinta, sebab aku sudah berjanji dengan diriku sendiri untuk tak lagi jatuh cinta dan baru benar-benar mencurahkan cinta ketika sudah sah dengan yang diharapkan berjalan bersama menuju surga.
Tapi kalaupun boleh kusebut perasaan ini cinta, maka biarlah kunamai dia dengan sebutan Cinta yang Tenang.
Tidak seperti perasaan terdahulu yang menggebu-gebu, ingin segera memiliki, membiarkan nafsu mengambil alih diri, tanpa peduli kesiapan sendiri. Ibarat riak ombak di tengah lautan badai, menghantam segala kapal yang ada padanya, merusak dan menyakiti diri sendiri juga sekitar.
Perasaan ku kali ini setenang samudra terdalam. Tak terlihat, tak terjangkau, tak bisa diraba, yang riaknya tak terusik oleh angin kehidupan orang lain. Tak hanya sekadar ingin memiliki seperti dulu tanpa memikirkan hal lainnya, lebih dari itu aku ingin membahagiakan. Setiap hari bertanya pada hati, sudah bisakah?
Sudah pantaskah?
Tenang, aku pasti akan datang.
Tumblr media
5 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Cerpen : Coba Kamu Katakan Ini Padanya
Kenapa sih kamu gak mikir dua kali buat maju kepadaku padahal kamunya masih mencari jati diri, belum kenal baik sama dirimu, malah datang melamarku, membuatku bingung. Kedatanganmu yang membuatku bingung adalah hal yang paling aku tak sukai darimu. Kutanya dengan jelas, tapi jawabanmu sangat abstrak. “Ya karena aku yakin,” katamu.  Tapi keyakinanmu itu tidak bisa kamu jelaskan dalam tindakan yang menurutku tepat. Kamu bahkan masih bingung harus kemana setelah ini, masih meraba-raba akan menjadi apa dan seperti apa dirimu di masa yang akan datang. Kamu memang baik, tapi baik saja tidak cukup untuk menjadi modalmu mengatakan cinta.
Ditambah dengan ketidakbisaanmu untuk tegas kepada orang lain dan juga diri sendiri, itu membuatku semakin bingung karena kamu tak mau menghadapi masalah. Kalau bisa hidup tenang, ngapain melawan. 
Sementara aku tak demikian. Aku hidup dalam trauma, sesuatu yang membuatku tersakiti ternyata adalah hal yang tak berani kamu hadapi. Dan aku semakin bingung di usiaku yang terus beranjak, kamu datang dengan keadaan yang demikian.
Kenapa harus sekarang?
Kamu baik, tapi kamu tak mampu membuatku tenang.
Bahkan sejak kedatanganmu. ©kurniawangunadi
438 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Karena tugas kita memang bukan buat ngubah orang/temen/keluarga, melainkan untuk mendo'akan dan senantiasa mengingatkan.
I believe setiap orang, termasuk diri sendiri, yang sedang menghadapi kebingungan arah, terutama soal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah yang naiknya jarang dan turunnya tiap hari, pasti akan menemukan momennya untuk bener-bener bisa berubah. Dan biasanya sih itu terjadi ketika kita sedang akan memasuki suatu fase kehidupan yang baru, meninggalkan fase hidup yang sedang dijalani. Misalnya memutuskan akan menikah.
Misal obrolan singkat siang tadi, dengan seorang temen yang akhirnya memutuskan untuk meminta maaf dan coba menyelesaikan urusan masa lalunya dengan seseorang setelah sebelum2nya masa bodo dan merasa 'kayaknya udah kelar deh dan gue ga perlu minta maaf'. Ya, ego temen gw yang satu ini memang tinggi, wkwkwk
"Apa yang akhirnya membuat lu bener-bener mau minta maaf?" Tanya gw.
"Gue akhirnya bener-bener ngerasa dosa masa lalu ini banyak ngaruh ke kehidupan gue yang berantakan, gue takut kedepannya akan lebih lagi, dan gue pengen jadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya hid."
Beberapa teman pun berkata hal yang sama, ingin berubah, lepas dari dosa-dosa masa lalu ex: judi, mabok, dll. sebelum memutuskan berkeluarga.
Gw percaya pada dasarnya manusia itu selalu mempunyai intensi untuk jadi pribadi yang lebih baik, hanya kadang butuh momentum untuk sadar, dan be honest to him/herself.
Tapi apakah memang harus selalu menunggu datangnya momentum?
Gw sendiri sering membayangkan, momentum seperti apa yang bener-bener bisa mengubah diri gw jadi jauh lebih baik?
Kematian kah? Pertemuan kah? Cinta kah? Patah kah?
Entahlah, tapi gw sadar waktu yang tersedia barangkali tak cukup untuk menunggu datangnya momentum itu. Berarti memang tidak semua orang butuh momentum untuk bisa berubah, ada yang memang harus benar-benar mengusahakannya.
Barangkali itulah diriku. Tapi, mau berubah kearah yang mana?
6 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Hamba Paling Tulus
Aku mengenal, pasangan-pasangan Islami, suami-istri yang memegang teguh keluarga dakwah sebagai visi, dari kalangan guru-guruku. Mereka yang terkenal baik akhlak dan agamanya, mereka yang selalu terdepan dalam agenda dakwah, dan mereka yang ketauhidannya tak perlu lagi dipertanyakan, namun bahkan setelah bertahun-tahun menikah masih tak kunjung dikaruniai buah hati.
Di lain sisi, banyak pasangan-pasangan zina yang begitu mudahnya hamil diluar nikah, bahkan banyak dari mereka yang sampai tega menggugurkan kandungannya.
Bukankah dunia terasa tak adil?
Tapi kawan, kau tahu lucunya apa?
Mereka, pasangan-pasangan baik yang kusebutkan tadi, yang setelah bertahun-tahun menikah dan berbuat baik namun tak kunjung diberikan buah hati. Tetap berlaku baik dalam hidupnya. Tetap menjaga yang paling depan dalam seruan dakwah. Dan tetap jadi yang terbaik dalam menjalankan perintah Tuhannya.
Rasanya lucu, mereka yang paling berhak untuk menuntut keadilan, paling berhak untuk berpaling dari Tuhan yang tak kunjung memberi mereka anak, justru menjadi manusia yang paling menunjukkan syukur dan tulus dalam menghamba.
Ah, aku seringkali bertanya-tanya. Bilamana kelak aku berada diposisi guru-guruku ini, apakah aku mampu menjadi hamba tulus seperti mereka?
Atau justru menjadi manusia yang paling awal berpaling serta mengutuk takdir yang tak adil.
Sungguh aku tak tahu, dan aku khawatir akan itu. Semoga bila aku bertemu ujian yang sama, diriku yang lembah ini mampu menapaki kesabaran indah yang sama seperti guru-guruku.
0 notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Kalo ada cowok yang bilang,
"Gue milih cewek ga mandang fisik kok."
Bagi gue, it's kinda bullshit.
Sadar ga sadar, hal pertama yang cowok nilai itu ya fisik, especially wajah dan kecantikannya, dari situlah biasanya cowok otomatis memilah mana yang selera dia mana yang engga. Toh memang manusiawi, memang kita para cowok dihiasi dengan rasa suka memandangi perempuan.
Tapi yang harus digaris bawahi adalah 'Selera tiap orang itu berbeda', dan bagi gue disinilah letak keadilan Allah.
Suatu malam gue berbincang via telpon dengan seorang teman yang minta dicarikan cewek, which is dia salah orang karena database gue soal cewek justru ga sebanyak dia 🤣. Terlepas dari itu akhirnya gue sebutkan lah beberapa nama yang menurut gue cantik, karena memang kriteria doi 'yang penting cantik'.
Tau apa yang terjadi setelahnya?
Nama-nama yang gue sebutkan ternyata bagi dia biasa aja, atau bukan selera dia. Terus gue tanya dong,
"Emang yang cantik menurut lu siapa?"
Disebutkan lah beberapa nama, dan kali ini gue yang komen kalau nama yang dia sebutkan bagi gue biasa aja. Tentu tidak jelek, tapi bukan perempuan yang mampu membuat gue tak bisa memalingkan pandangan 🙈.
Tapi disinilah bagian menariknya, betapa cantik itu memang relatif, selera tiap orang berbeda. Lebih kasarnya, fetish tiap orang berbeda. Dan bagi gue, disitu letak keadilan Allah dalam menjodohkan manusia satu sama lain.
Ada cowok yang suka perempuan berkacamata, bagi dia perempuan pake kacamata damagenya ga main-main. Tapi ada pula yang menganggap kacamata justru adalah nilai minus.
Ada cowok yang suka perempuan pendek imut, ada yang suka tinggi dan dewasa.
Ada cowok yang suka perempuan lebih tua, kalau perlu janda biar mateng sekalian. Ada yang lebih suka seumuran, ada pula yang lebih muda.
Ada cowok yang suka perempuan pendiem, tapi ada juga yang memandang perempuan cerewet itu amat mempesona.
Ada cowok yang cari perempuan penurut yang mengabdi di rumah aja, ada pula yang cari perempuan karir.
Ada cowok yang suka perempuan langsing, ada pula yang lebih suka perempuan berisi chubby.
Pokoknya pasti semua kategori perempuan apapun itu, selalu ada cowok yang suka. Barangkali begitupula sebaliknya di cewek. Sehingga hampir mustahil ada manusia yang nir-cinta kecuali karena memang dia menolaknya, padahal tanda-tanda jodoh sudah sedekat itu.
Karena ada juga cerita dari salah satu senior tua di kampus tentang seorang akhwat teman angkatannya, yang semasa kuliah dulu jadi bunga dan primadona kampus. Setiap ikhwan selalu mengelu-elukan dia untuk diperistri, tapi dari sang akhwat selalu menolak setiap lelaki yang datang sampai akhirnya di umur kepala 3 sekarang dia belum berkeluarga dan mulai kesulitan mencari pasangan.
Aku tak menjustifikasi, tak menyalahkan, karena toh siapa pula yang berhak melabeli tanggal kadaluwarsa pada setiap punggung perempuan?
Tapi setidaknya ini jadi sebuah pelajaran untuk ku, bahwa privilese given berupa fisik yang seringkali membuat seseorang itu minder akan dirinya sendiri, sebenernya hanya halusinasi semata. Yang dinilai cantik menurut standard global kapitalis hari ini tidak selalu menjamin hidupnya lebih mudah, begitu pula sebaliknya. Masing-masing kita punya Value tersendiri kok, hanya perlu kita temukan lagi, dan poles agar lebih indah.
52 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Siapa yang bisa menyangka?
Ya, siapa yang bisa menyangka seorang teman yang semasa di Pesantren dulu adalah salah satu santri paling nakal, paling sering melawan Ustadz dan melanggar aturan, ternyata kini mengambil peran sebagai seorang guru STM yang amat sangat peduli murid-muridnya.
Siapa pula yang bisa menyangka seorang santri yang paling di rendahkan, paling sering di-bully, diejek sana-sini, ternyata mendapatkan kesempatan untuk dekat dengan para Ustadz terkenal di Indonesia, dan beberapa kali mendapatkan hadiah umroh gratis bersama mereka.
Siapa yang bisa menyangka hal itu?
Pun juga siapa yang bisa menyangka, seorang anak laki-laki yang selalu dielu-elukan atas prestasinya, rangking 1nya di sekolah, kepintaran dan masa depannya yang cemerlang, ternyata terjebak di keterpurukan kondisi kehidupannya tanpa masa depan yang jelas. Hilang telah sirna semua sinar kecemerlangannya di masa lalu.
Sayangnya kita manusia selalu terlalu cepat menilai, terlalu sering menjustifikasi lebih awal, terutama kepada manusia lainnya yang 'dinilai kurang' oleh standard dunia, pun juga agama. Standard dunia memang kejam dan tak ada aturan yang pasti, maka wajar bila seperti itu.
Namun standard agama sudah sebegitu komperhensif, meksipun seseorang berkemungkinan tercap sebagai pendosa, namun masih ada kesempatan baginya untuk berubah dan mengembalikan nama baiknya. Tapi begitulah kita, suka luput dan sok-sok-an mengambil peran Tuhan di Yaumil hisab nanti.
Kembali sebagai pengingat diri, jangan suka menjustifikasi, pun merasa aman dengan diri. Siapa yang tau, mungkin besok kitalah yang berada di posisi susah, posisi yang seringkali kita cela.
Wallahu'alam.
4 notes · View notes