Text
Tulisan : Menjawab Kegelisahanmu
Umur kita sama-sama beranjak. Kalau kamu merasa selama ini terus menunggu, apakah kamu tahu mengapa sesuatu yang kamu tunggu tak kunjung tiba?
Kalau kamu takut waktu berlalu dan kamu tak menemukan, di sini aku takut kalau ternyata seiring waktu berlalu, aku tak kunjung memiliki keberanian. Sementara keberanian yang kuketahui, tidak hanya tentang kata sifat, tapi termasuk kata benda. Sesuatu yang hingga waktu terus berlalu, tak kunjung melekat. Kemapanan, kepemilikan, dan semua keberanian berupa kata benda yang terus menerus memenuhi isi ruang kepala. Sampai-sampai aku pun ragu apakah suatu saat nanti memiliki keberanian.
Umur kita sama-sama beranjak. Meski kita punya tujuan yang sama, ternyata semakin dewasa kita sadar bahwa tujuan ini tidak bisa serta merta membuat kita bertemu di jalan, kemudian berjalan beriringan. Ternyata tidak sesederhana itu.
Tujuan yang sama, memang mempertemukan kita. Tapi tidak menyatukan kita, karena kita sama-sama takut untuk percaya satu sama lain. Apakah benar orang ini? Apakah tujuan ini akan tercapai atau justru tercerai berai? Bahkan sebagai orang dewasa, kita sama-sama sadar, kalau memang benar tujuannya adalah ibadah, seharusnya bisa dengan siapapun yang tujuannya sama? Tapi ternyata tidak. Pertimbangan kita sebagai manusia terasa sangat manusiawi.
Tapi, bukankah waktu terus beranjak? Kalau kamu merasa selama ini terus berjuang, apakah kamu tahu mengapa apa yang kamu perjuangkan belum dimenangkan? Apakah jangan-jangan, perjuangan sebenarnya terjadi ketika keputusan diambil?
Sementara kita berlarut-larut dalam lautan keraguan, terengap-engap tenggelam dalam ketakutan. Takut miskin, takut salah pilih, takut tidak bahagia. Sementara ketakutan itu terus menarik kita hingga ke dasar keraguan yang gelap, sampai kita tidak percaya bahwa suatu hari nanti kita akan sampai ke tepian. Menemukan bahtera yang telah lama bersandar di dermaga, menanti kita menggunakannya untuk mengarungi samudra.
Kalau ketakutanmu begitu besar, kemungkinan besar, sama besarnya denganku. Sebab itu, mungkin kita tidak bertemu.
Bagaimana caranya agar kamu menjadi berani? Apakah kamu mau memberanikan diri? (c)kurniawangunadi
155 notes
·
View notes
Text
Orangtua Juga Manusia
Pernah gak merasa aneh dengan sekumpulan ibu-ibu yang sedang liburan dan menggunakan pakaian senada? Belum lagi dengan hebohnya khas ibu-ibu. Ada aja tingkah para ibu and the gank yang buat mengernyitkan dahi seakan-akan apa yang mereka lakukan sangat tidak cocok di usianya yang semakin senja. Itu masih ibu-ibu, belum para bapak-bapak. Haha.
"Apaan sih orangtua ini? Norak banget." "Aduh ibu-ibu! Urusin keluarga aja deh. Gak pantes!" Ada banyak sekali komentar miring ke mereka seakan-akan mereka tidak boleh menghibur diri sendiri.
Baiklah. Akan kuceritakan sesuatu.
---------------------------------------------------------------------------
Aku mendapat cerita dari adik sepupu kalau mamak bapaknya alias om dan tanteku touring ke suatu daerah menggunakan motor, berdua saja dengan misi mencari temannya yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa.
Mungkin bagi sebagian orang akan bilang, "Ngapain sih, uda tua juga. Rumahnya juga gak tau. Habis-habisin waktu."
Kenapa kita gak membiasakan diri untuk senang dengan segala kegiatan yang dilakukan orang lain alih-alih nyinyir? Mungkin, itu adalah salah satu cara mereka untuk menyenangkan diri dengan menikmati momen berdua? Ya dengan kemungkinan besar gak akan ketemu dengan temannya.
Ayo ubah mindsetnya. Bukankah orangtua juga manusia? Gak boleh kah mereka capek? Gak boleh kah mereka menyenangkan diri sendiri?
Aku turut bahagia mendengar cerita itu. Sudah saatnya para orangtua menikmati masa tuanya. Apalagi anak-anak om dan tante bisa dibilang sudah memiliki hidupnya masing-masing yang Insya Allah berkah. Mau kapan lagi?
"Aku sih mentingin anak." Tau gak? Orangtua yang bahagia berpengaruh juga loh dengan tumbuh kembang anak.
Dear, orang tua kami! Jangan lupa membahagiakan diri sendiri ya! Healing dulu lah healing! Haha
----------------------------------------------------------------------------
Ah, tapi mamakku belum sempat menikmati masa tuanya. Hehe.
Yogyakarta, 28 Februari 2024 | Ika Pratiwi
4 notes
·
View notes
Text
Kebaikan yang Diteruskan
Sesungkan apa menerima perlakuan baik dari orang lain?
Banyak dari kita ketika menerima kebaikan pasti ada perasaan untuk membalasnya dengan kebaikan juga. Namun, kita juga dibuat resah serta takut tatkala tidak bisa membalasnya atau nilai balasnya tidak sepadan. Kita tidak pernah tau bagaimana sifat seseorang kan?
Kemarin, aku baru saja membaca kisah pak Anies yang diceritakan oleh temannya. Intinya adalah pak Anies membantu seseorang yang tidak dikenal ya karena memang mau membantu. Beliau sudah disodorkan uang dan ditolak. Pak Anies bilang pada orang tersebut ketika nanti di jalan menemukan orang yang menghadapi kesusahan, tolong dibantu. Hal itu adalah cara untuk membalas kebaikan yang telah pak Anies lakukan.
Aku dikelilingi oleh teman-teman yang super baik. Aku teringat oleh salah satu teman yang ketika kami berjumpa, pasti ini orang selalu memberikan kebaikan kepadaku. Entah itu traktir makanan, membelikan sesuatu atau apapun. Temanku ini perempuan. Mungkin, dia juga sering melakukan hal yang sama kepada teman perempuannya yang lain. Love languange nya suka memberi sepertinya.
Aku pernah bilang, "Terima kasih banyak, tapi ini uda kebanyakan. Aku susah membalasnya."
Tau gak dia bilang apa? "Ya gak perlu dibalas. Bisa dengan berbuat hal baik juga dengan orang lain."
Hal ini jadi pelajaran yang berharga untukku. Sebisa mungkin, ketika menerima hal baik, berikan kebaikan juga kepada orang lain. Biar pahalanya bisa dirasakan bersama-sama.
Untuk teman-teman yang sudah sangat baik kepadaku, terima kasih untuk semuanya. Maaf jika aku belum bisa balas satu persatu-satu. Tapi bisa kupastikan, kebaikanmu akan kuteruskan.
Yogyakarta, 4 Januari 2024 | Ika Pratiwi
5 notes
·
View notes
Text
Ujian Hidup
"Setelah cobaan ini selesai, bakal diuji apalagi ya sama Allah?"
Aku selalu memegang prinsip itu. Seolah-olah kita hidup memang sedang menunggu sebuah cobaan. Hingga akhirnya sadar bahwa jangan pernah membandingkan diri dengan orang lain sampai kita tau cobaan apa yang sudah dihadapi. Coba perhatikan bagaimana segudang masalah yang terjadi di sekitar? Tidak usah jauh-jauh, perhatikan aja masalah di pernikahan ayah ibu/keluarga sendiri. Pasti pernah di antara kita di posisi tersebut sambil bicara ke diri,
Kok bisa sih terjadi?
Karena cobaan yang datang terkadang di luar nalar manusia. Tugas kita hanya bersiap-siap untuk menerima dan menjalaninya. Bismillahirrahmaanirrahim. Semoga Allah senantiasa menguatkan pundak kita.
Yogyakarta, 25 November 2023
1 note
·
View note
Text
Anak Manja Itu Sudah Berubah
Aku jadi teringat tenntang diri di masa lalu. Di keluarga mamak, aku dianggap sebagai anak kota yang gak bisa mengerjakan segala kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan rumah tangga. Seperti memasak, menyuci, bebersih, dan lain lainnya. Karena bagi mereka, aku dan adik adikku dimanja. Dimanja dalam hal arti tidak dibebankan dengan pekerjaan rumah itu.
"Sama mamaknya cuma disuruh belajar. Mana boleh ngerjain kerjaan rumah." Padahal biasa aja sih. Mamak tetep nyuruh kita ngerjain kerjaan rumah kok.
Pernah suatu ketika, aku diskeptisin. Ketika mamak sakit sebelum beliau pergi untuk selamanya, segala kerjaan rumah itu diambil alih oleh kami, anak-anaknya.
"Bisa rupanya?" kata mereka. Nyatanya kami memang sebisa itu. Bahkan sebelum merantau ini, masih aja ada anggapan apakah aku bisa mengerjakan semuanya sendiri?
Ternyata, kami memang sebergantungan itu sama mamak haha. Dan cara paling ampuh agar kami bisa hidup mandiri ya beliau pergi untuk selamanya. Ya tapi kenapa harus beliau sih? hadeh.
Namun berbeda pandangan temen-temenku padaku. Yah, mungkin karena memang mereka yang lebih tau bagaimana strugglenya diri.
"Kok bisa sekuat itu sih, Ka?" Kalau dipikir-pikir memang sekuat itu. Semoga tetap waras sampai nanti-nanti.
Terima kasih ya Ka sudah membuktikan diri. Perjalanannya masih sangat panjang. Semangat selalu.
Yogyakarta, 21 November 2023
4 notes
·
View notes
Text
Emang Boleh Sepeka Itu?
(Tadabbur Surat At Taubah 40)
@edgarhamas
Salah satu momen yang barangkali akan meruntuhkan 'sok kuatnya' kita, adalah ketika seseorang tanpa ada angin dan badai tiba-tiba bertanya, "kamu lagi nggak baik-baik aja ya?"
Kita seperti dibaca olehnya, tepat di halaman terpenting; saat orang-orang sama sekali tak peduli.
Ketika yang lain membaca kita sebagai orang kuat dan tangguh, selalu tersenyum dan teguh padahal di dalamnya terseok-seok; lalu kita terbaca bahwa kita tak baik-baik saja.
Saya pun pernah akhirnya menangis sesenggukan karena pertanyaan sederhana itu, "kamu ga baik-baik aja ya?"
Seseorang yang mampu membaca kita, biasanya ia pun pernah melalui badai hidup yang sama, cobaan yang sama bahkan lebih berat.
Maka ia melihat cukup dari menunduk lesunya kita, atau dari helaan napas yang berat sambil duduk terkulai di kursi. Dari mata sayu yang kurang tidur itu.
Dan kau tahu? Ada kisah manusia paling tajam kepekaannya pada seseorang terabadikan dalam Al Qur'an. Di saat harus melakukan misi berat antara hidup dan mati, dikejar oleh pembunuh dengan janji upah sangat tinggi.
Kalimat itu terucap di gelap gua nan sempit, "jangan bersedih..."
Ialah baginda Rasulullah. Gua Tsur nan sempit dan gelap itu beliau jadikan tempat bersembunyi bersama sahabatnya, Abu Bakr.
Padahal beliau sendiri sedang terancam, tegang dalam kejaran musuh. Tapi beliau tenangkan Abu Bakr, "Jangan engkau bersedih, sungguh Allah bersama kita.” (QS At Taubah 40)
Bagaimana rasanya menjadi Abu Bakr dalam situasi itu?
Bisa saja Rasul tak berkata apa-apa, tak melakukan dan menasihati apa-apa. Tapi, Rasul tenangkan sahabatnya; karena Rasul peduli. Beliau peduli pada keadaan orang lain bahkan di saat paling berat. Shalallahu alaihi wasallam.
Jika bertemu orang yang mampu membaca bahwa dirimu sedang tak baik-baik saja saat yang lain tak peduli, pasti kau akan mengenangnya dalam memori teristimewa.
Dan, begitulah Abu Bakr menjadi perisai dan pembela Rasul paling perkasa. Karena Rasul peduli pada sahabat-sahabatnya.
"Kala itu Rasul sedang berhadapan pada tugas besar bernama hijrah yang dirongrong kaum musyrikin" kata Syaikh Abdullah Balqasim, "tapi, beliau tidak lupa untuk menghibur sahabatnya yang bersedih. Maka tak ada alasan bagi kita untuk tidak peduli pada sahabat kita."
masyaAllah!
Aku tahu kita seringkali tak baik-baik saja. Kamu bisa saja tak peduli, bisa saja tak pakai hati, karena kamu sendiri sudah remuk redam.
Tapi percayalah, salah satu hal yang kau butuhkan untuk mengobati kusamnya hidup itu adalah peduli. Dunia sudah kejam, kita jangan ikut-ikutan.
589 notes
·
View notes
Text
Kita Keren!
Sadar gak sih kalau kita memang sekeren itu?
Sebentar lagi, aku dan teman-teman sedang melaksanakan tugas sebagai fasilitator pada forum pelatihan kepemudaan. Bisa dibilang tugasnya adalah mendampingi para peserta selama pelatihan. Ada yang berbeda di tahun ini daripada tahun-tahun sebelumnya, yaitu peserta. Tahun ini, forum tersebut menerima peserta dengan bidang yang berbeda-beda. Ada founder, influencer, profesionalist bidang seperti dosen, CEO perusahaan, pengusaha, dan masih banyak lagi. Hal ini yang membuat kami sedikit merasa insecure dengan kerennya para peserta.
Aku coba bedah satu-satu bagaimana kami. Ternyata, tidak ada yang buruk. Ada yang PNS, guru, founder, penggerak komunitas, lulusan S2, dan masih banyak lagi. Rasa-rasanya tidak pantas untuk mengkerdilkan segala proses yang sudah dijalani.
Menurutku, orang-orang yang pantas dikerdilkan adalah mereka yang tidak bisa menempatkan diri. Orang-orang yang merasa tinggi dengan segala hal yang sudah dicapai dan tidak mau merendahkan hati untuk menerima segala hal baik yang ada di sekitar.
Semoga kita tidak seperti itu. Semoga tetap menjadi seseorang pembelajar yang siap menerima pembelajaran dari manapun, kapanpun dan siapapun.
Yogyakarta, 27 September 2023
3 notes
·
View notes
Text
"Cuma dua tahun. Sebentar doang." "Tapi, dalam dua tahun itu banyak berubah Ka."
Ah ya, benar! Kata kata diatas keluar saat aku hendak merantau selama dua tahun. Bagi sebagian orang mungkin cuma sebentar. Namun, sebagian lain tidak merasa demikian. Ada banyak hal yang berubah jika disadari.
Hampir setahun di kota orang membuat aku tertegun melihat berbagai perkembangan orang-orang di sekitar. Adikku yang wisuda, adikku yang lain beranjak SMA, ada yang studi lanjut, menikah, dan masih banyak lagi.
Aku tertegun jika melihat bagaimana waktu berjalan. Segala hal yang dialami saat ini, tugas kita hanya menerima. Baik itu takdir ataupun konsekuensi terhadap hal yang sudah dipilih.
Bagaimana? Sudah siap dengan berbagai perubahan yang lain?
Yogyakarta, 26 September 2023
2 notes
·
View notes
Text
Jatuh Cinta dengan Rasa Percaya
Aku tak bisa menebak apa yang hatimu ucapkan, apa rasa yang sedang berkelindan di hidupmu, pikiran yang membuat larut tidurmu.
Aku hanya kenal marahmu begitu. Bahagiamu seperti itu. Dan sedihmu demikian. Tak mengapa tak bisa memahamimu dengan baik, biar itu jadi urusanku seumur hidup.
Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu tahu jika aku tidak ada ketakutan sedikitpun untuk berada dalam pikiranmu yang berkecamuk, pada perasaanmu yang pasang surut.
Maukah kamu percayakan padaku?
564 notes
·
View notes
Text
Aku yang Dirayakan
Tulisan ini bukan dalam rangka aku sedang mengulang tahun. Tapi izinkan aku menulis ini untuk mengenang segala hal yang telah dirayakan selama aku hidup.
Aku Ika, perempuan yang lahir hampir 28 tahun silam. Si anak perempuan pertama dan juga cucu pertama dari keluarga mamak. Anak yang di bahunya terdapat harapan karena dia yang serba pertama.
Aku si anak pertama yang banyak diabadikan dalam foto album yang tersimpan rapi sampai saat ini. Aku adalah cucu yang sepertinya pertama kali dirayakan ulang tahun saat di kampung mamak. Si anak yang selalu dibawa kemana-mana.
Kata mamak, aku adalah salah satu cucu kakek yang banyak permintaan hehe. Saat pulang kampung, aku tidak suka jajan-jajan murah yang ada di kedai. Sukanya jajanan yang cukup mahal dan belinya harus menempuh waktu sekitar 1 jam pulang pergi. Dasar aku! Setiap pulang kampung ke kampung mamak, perasaan yang sangat disambut oleh mereka yang ada disana. Bayangkan saja, dulu aku sangat suka ikan mas. Dan itu makanan selalu disajikan setiap aku berkunjung. Sepertinya kakek sampai membuat kolam ikan mas agar makanan itu selalu tersedia untukku hehe. Al-Fatihah untuk kakek.
Untuk keluarga sendiri, terima kasih untuk selalu merayakan hal hal kecil. Ternyata, aku banyak tidak sadarnya. Setiap bapak menerima gaji, pasti kami akan dibelikan makanan sesuai yang diminta. Bukan makanan mahal, hanya makanan di warung warung terdekat, seperti bakso, mie aceh, kwetiau atau apapun. Ya mungkin murah, tapi kami sudah senang. Karena biasanya setiap beli makanan walau hanya 1 bungkus, selalu dimakan ramai-ramai.
Setiap anggota keluarga ulang tahun, pasti selalu ada kue ulang tahun yang dipotong dan dimakan sama-sama. Foto-foto dan saling menyuapi.

Foto diatas adalah foto terakhir merayakan ulang tahun secara lengkap. 2020, usia mamak 50 tahun dan sudah sakit. Selebihnya, perayaan ulang tahun kami tidak akan pernah lengkap. Al-Fatihah.
Untuk teman-teman baik yang selama ini ada. Walau silih berganti, tapi terima kasih karena hal-hal tersebut akan selalu diingat.
Yogyakarta, dari aku yang sedang rindu rumah dan orang-orangnya 24 Agustus 2023
3 notes
·
View notes
Photo
2019 terakhir ke kota ini. Eh sekarang jadi kota pertama untuk merantau. Dear Jogja, ini sebenarnya aku yang jatuh hati sama kamu, atau kamu yang demikian?
Sepertinya, kita sudah tertaut sejak lama.

Yogyakarta Addict
Lebih dari sekedar tujuan.
Kota berhati nyaman. Buat ingin selalu tinggal
Akhir Oktober 2015, Allah memberi kesempatan kepada saya untuk menginjakkan kaki ke tanah Jawa untuk pertama kalinya. Beberapa hari disana dalam rangka mengikuti perlombaan bersama dua teman saya lainnya. Kota awal yang dikunjungi adalah Solo. Setelah dari Solo langsung menuju Yogyakarta karena disana juga ada teman.
Tiba di Yogyakarta sekitar jam 7 malam dengan menggunakan kereta api dari stasium Solo Balapan ke Stasiun Lempuyangan.
Menceritakan kota Yogyakarta itu seperti tidak ada habisnya. Saat tiba saja sudah membuat jatuh hati. TIdak bisa diungkapkan begitu saja. Sampai saat ini ketika ada yang membahas Yogyakarta selalu menangis terharu. Ada jiwa yang tertinggal disana.
Di kota Yogyakarta hanya satu malam. Dimulai dari jam 7 malam sampai jam 6 pagi (Karena harus segera ke bandara untuk kembli pulang ke Medan). Bayangkan begitu singkat menikmati kota tersebut. Mungkin karena darah Jawa yang mengalir di tubuh saya membuat jiwa segera menyatu dengan kota ini. Walaupun kelahiran Sumatera Utara, saya suku Jawa (walaupun tutur jawanya sudah hilang).
Dalam waktu yang singkat itu kami hanya mengunjungi UGM (Universitas yang sangat gede. Bahkan dalam kompleknya ada lampu merah. Haha. Pemandangan yang tidak ada di Sumatera Utara), tugu Jogja (asli jatuh cinta sama tugu satu ini), alun alun yang ada pohon kembar, dan juga menaikimobil dayung yang warna-warni berlampu-lampu. Hanya itu.
Mengingat Jogja seperti ada kehangatan tersendiri yang langsung memeluk tubuh. Semua hal tentang Jogja selalu buat nyaman. Liat iklan yang ada Jogjanya nangis. Liat acara tv yang di Trans Tv (Kos-kosan Jogja) buat terharu dan nangis. Denger lagu dan video Tulus yang berjudul “Teman Hidup juga bisa buat nangis karena latar belakang lagu beserta videonya Jogja kali :’)
Ah, Jogja. Kenapa kau begitu melekat? Aku rindu. Sebentar lagi kita akan bertemu lagi. Tunggui saja. Aku akan kembali.
(Seorang Yogyakarta Addict parah)
13 notes
·
View notes
Text
Maybe I like you. But i know, you don't like me.
- Tenang. Rasa itu tetap ada disana. Tidak akan pernah kupupuk agar ia tumbuh subur. Biarkan ia menjadi bagian dari cerita lain yang aku buat sendiri.
4 notes
·
View notes
Text
Bersinggungan
Pernah gak kalian mendengar tentang, "kita akan bertanggung jawab terhadap sesuatu yang bersinggungan dengan diri sendiri." Mungkin akan paham ketika aku bercerita kisah di bawah.
Aku seorang guru dan juga wali kelas. Tujuh-belasan kemarin, sekolah mengadakan perlombaan antar kelas. Ada banyak lomba dimana tiap kelas diwajibkan mengirimkan perwakilannya. Aku mencoba memilih perwakilan dari kelasku. Ada gejolak di dalamnya. Salah satunya di cabang perlombaan peragaan busana adat berpasangan. Ketika dipasangkan, si lelaki gak mau karena malu. Diganti dengan yang mau, si perempuan gak mau. Awalnya sudah mengiyakan, akhirnya kabur dengan banyak alasan. H-1 lomba, dipilih salah satu siswi pengganti. Besoknya, siswi tersebut juga kabur tanpa kabar. 30 menit sebelum penampilan, akhirnya ada yang bersedia menggantikan. Alhasil, penampilan dari kelasku hanya seadanya tanpa ada persiapan yang matang.
Aku seperti tertampar dengan diri sendiri. Ternyata, aku juga sering seperti itu. Lebih memilih kabur dari masalah daripada menghadapinya. Kisah kabur dari masalah ini akan aku ceritakan di tulisan selanjutnya.
Tidak sekali dua kali aku merasakan ini. Ketika menjadi fasilitator di suatu forum dimana aku berperan memfasilitasi kelompok peserta. Segala sifat dan perilaku dari kelompok yang aku tangani, hampir mirip dengan diriku sendiri. Seperti berhadapan dengan diri. Mungkin Allah menegur dan mengingatkanku dengan cara ini.
Jadi, apakah kamu pernah merasakan seperti yang aku rasakan?
Medan, 21 Agustus 2022 | © Ika Pratiwi
3 notes
·
View notes
Text
Hati Luas
Bapak mau nikah setelah hari Raya.
Pernyataan bapak yang sudah tidak kaget lagi. Karena rencana itu sudah disampaikan oleh orang lain kepada kami. Aku sebagai anak tertua hanya diam dan gak mau berkomentar apapun.
Dua bulan terakhir bapak memang sedang dekat dengan janda yang ada di lingkungan rumah. Yah, hanya beda gang. Banyak hal yang ditentang karena latar belakangnya yang ‘tidak baik’. Tidak melarang beliau nikah, karena kami tau hal itu akan segera terjadi. Apalagi bapak sudah bertahan selama setahun setelah kepergian mamak. Asal jangan dengan perempuan itu.
Bagaimana memiliki hati yang luas dengan segala penerimaan?
Sebuah pertanyaan yang masih menggelayut di pikiran. Aku coba perhatikan orang-orang sekitar yang bisa menerima orang baru di hidupnya. Memiliki ayah atau ibu baru misalnya. Kok bisa ya? Bagaimana caranya?
Selama ini aku merasa memiliki hati yang luas dengan sifat masa bodo ini. Namun, semakin kesini, sepertinya sifat itu merupakan bentuk menghindar dari masalah yang ada di depan mata. Bukannya malah menghadapinya.
Pertanyaannya masih sama, bagaimana memiliki hati yang luas dengan segala penerimaan? Medan, 23 Maret 2022 | Ika Pratiwi
4 notes
·
View notes
Text
Trauma diri sedang dibuka satu persatu olehNya. Dan kemarin terjadi. Aku nangis saat deeptalk bareng temen-temen di warung bakso. Pembahasannya tentang perempuan mandiri yang melekat di diri. Setelah didalami lagi, label itu seperti dua mata pisau. Satu sisi cukup buat aku senang dan bangga. Di sisi lain, ada luka. Dan itu beneran sakit karena nangis sesenggukan.
0 notes
Quote
Aku penasaran, jika suatu hari kamu menemukan tulisanku, akankah kamu mengetahui tulisan itu semuanya tentang kamu?
A.W.
9 Juni 2017.
(via surat-pendek)
Sepertinya dia tidak akan pernah tau
5K notes
·
View notes