Don't wanna be here? Send us removal request.
Video
youtube
Jangan Panggil Aku bang part 1 baca kisah selanjutnya hanya di MaxNovel : https://update.max-culture.com/update/share/book.html?v=202410241100&bId=681180c501968e70aa60382f&f=WhatsApp_share
0 notes
Video
youtube
Akad Dadakan Suami Penggantiku Ternyata Sultan Capter 1 Part 1 #goodnove...
0 notes
Video
youtube
Ratu Indigo VS Bad Boy Chapter 1 part 2
1 note
·
View note
Video
youtube
SATU MALAM UNTUK SELAMANYA #novelonline #goodnovel #dreame #innovel
0 notes
Video
youtube
Gadis Cacat Pilihan CEO #goodnovel #novelonline #novel
0 notes
Video
youtube
JANGAN PANGGIL AKU BANG! #maxnovel #novelonline #storyteenlit #teenlit
0 notes
Video
youtube
IBU SUSU BISU BAYI KEMBAR TUAN PENGUASA By PRASIDAFAI @GoodNovelOfficia...
0 notes
Video
youtube
Ratu Indigo VS Bad Boy original novel Dewiluna
0 notes
Video
youtube
Satu Malam untuk Selamanya ,novel by Rachel Kim #goodnovel #drama #capcu...
0 notes
Text



Cuplikan Bab :
"Adikmu sungguh punya nyali, Esme. Dia kabur sebelum berjalan ke altar. Aku penasaran seandainya dulu yang kunikahi bukan kau melainkan Celia. Apakah dia akan kabur dari pernikahan juga?" canda Austin Robertson di perjalanan pulang ke rumah keluarga Richero.
Esmeralda mendengkus sinis seraya melirik suaminya yang duduk di bangku belakang mobil bersebelahan dengannya. "Aku malas membicarakan adik yang tak tahu diri dan kontroversial itu. Dia mempermalukan keluarga Richero. Entah siapa pria yang masih mau menikahinya?" sahut kakak tiri Celia dengan dada dipenuhi kebencian.
"Sepertinya Mama dan papa tak berhasil mendidik Celia. Sungguh disayangkan setelah dewasa kelakuan putri kandungku buruk sekali!" ujar Nyonya Emilia dari bangku depan samping sopir.
Sedari dahulu memang mama kandung Celia lebih menyayangi Esmeralda, putri sambungnya. Dia selalu memandang Celia dengan kaca mata negatif seolah-olah anaknya adalah beban keluarga Richero.
"Biarkan saja Celia melanglang buana berpetualang dari pada menahannya di Kansas dan membuat gosip miring tentang keluarga kita, Ma. Tolong bujuk papa ya?" Esmeralda mencoba merayu mama tirinya. Dia tak ingin Celia pulang ke rumah.
"Akan Mama usahakan nanti!" jawab Nyonya Emilia.
Sebulan berlalu, Esmeralda kembali mendapat ide untuk membuat hidup adik tirinya sengsara. Dia menghubungi teman lamanya yang berprofesi dokter dan berstatus duda.
"Hello, Mark. Ini Esme, apa kau masih ingat kepadaku? Kita teman SMA dulu!" ucap Esmeralda dengan senyuman licik.
"Ohh ... yeah, ada apa, Esme? Apa kau sakit dan butuh konsultasi denganku?" sahut Dokter Mark Larson, spesialis internis.
Esmeralda pun melanjutkan, "Kudengar kau sedang mencari wanita untuk diperistri, bukan?"
"Hmm ... benar, sebaiknya dia bukan wanita karir karena harus mengurus keempat anakku yang masih kecil-kecil semua. Apa kau ada teman atau saudari yang ingin mencari suami mapan dan penyayang seperti aku? Hahaha!" Mark memiliki prinsip makin cinta berarti memiliki banyak anak. Namun, istrinya terlalu lelah untuk beranak pinak hingga akhirnya meninggal dunia dalam usia muda.
"Ada. Adikku berbeda ibu sedang membutuhkan calon suami yang available dan berlatar belakang baik. Mungkin kau bisa temui papaku untuk melamar Celia? Lebih cepat lebih baik pastinya, mungkin papa punya calon menantu lain!" jawab Esmeralda dengan mata berbinar senang karena umpannya berhasil.
"Baiklah, nanti malam sepulang kerja akan kutemui papamu di rumah keluarga Richero. Terima kasih, Calon Kakak Ipar!" Mark terkekeh sebelum mengakhiri sambungan telepon.
***
Selama satu bulan Celia menetap di Nevada. Dia menjelajah banyak resort mewah dan kasino di Las Vegas. Sedikit bermain berbagai permainan judi; Baccarat, Black Jack, dan Roulete untuk bersenang-senang. Hampir setiap hari papanya mengirim pesan agar Celia pulang ke rumah. Akhirnya, dia pun setuju.
Malam sebelum dia pulang ke Kansas, Celia mencoba sebuah restoran waralaba elit yang terkenal di Las Vegas. Dia duduk sendirian di meja dan memesan menu yang diinginkan. Musik jazz mengalun lembut romantis.
Dari balik pintu dapur restoran cabang miliknya Chef Morgan Bradburry memperhatikan Celia. Dia membiarkan asisten dapur menyiapkan bahan masakan.
"Chef, ready!" lapor Chef Eugene Botswa dari balik punggung Morgan.
"Jadi apa yang dipesan oleh Nona Celia?" tanya pria bercambang tipis bermata biru itu.
"Sirloin Meltique medium rare with Rosemary Brown Sauce. Dia ingin sayurnya asparagus ditumis setengah matang, Chef!" jawab Chef Eugene seraya menyerahkan kertas pesanan dari tamu spesial restoran mereka.
Dengan terampil Chef Morgan Bradburry memasak daging steak sesuai selera Celia. Dia mematangkan potongan sirloin dengan lemak yang beraroma sedap terbakar lumer di teflon. Garam, lada, oregano, dan rosemary ditambahkan hingga seisi dapur menelan air liur. Brown sauce yang diinginkan wanita kesayangannya terlalu mudah bagi Chef Morgan. Dalam beberapa menit hidangan siap beserta sauteed asparagus with garlic in olive oil yang renyah.
"Sajikan sekarang!" ucap Chef Morgan usai melakukan penataan hidangan di piring keramik putih lebar. Kemudian dia mengintip dari balik pintu dapur karena penasaran apakah Celia menikmati masakan buatan tangannya sendiri.
Waitress berambut hitam kuncir ekor kuda menyajikan sepiring steak lezat itu di meja Celia seraya mempersilakan tamunya makan. Ternyata Celia memesan dessert Princesstårta (Swedish Princess Cake) yang ada di daftar buku menu restoran.
Madeline segera melapor ke Chef Morgan mengenai hal tersebut karena kue berwarna hijau cantik di bagian luar itu jarang dibuat oleh chef restoran. "Sir, apa saya harus mengatakan bahwa menu dessert pesanan Nona Celia habis?" tanyanya.
"Jangan, aku akan membuatnya sekarang. Katakan ke asisten dapur untuk menyiapkan bahan kue sesuai takaran resep, Maddie!" jawab Chef Morgan. Dia tak ingin beranjak dari tempatnya mengamati Celia. Wajah wanita itu menunjukkan bahwa masakan buatannya begitu nikmat.
'Dear Celia, sayang sekali papamu menolak aku sebagai calon menantunya. Kata Mister Arnold Richero, koki tidak cocok menjadi pendamping putrinya. Beliau menempatkanku di daftar terakhir bujangan potensial yang bisa melamarmu. Baiklah, aku akan menguji takdir kita. Apakah cintamu akan bermuara kepadaku atau tidak?' batin Morgan dalam hatinya dengan tatapan sendu. Sosoknya yang humble dan misterius membuat papa Celia tak mengetahui bahwa bisnis waralaba kulinernya sukses luar biasa di luar Kansas.
"Chef, bahan Princesstårta siap untuk diolah!" lapor Eugene Botswa. Head chef di cabang restoran Las Vegas, Nevada itu penasaran dengan wanita muda yang menjadi tamu restoran malam ini. Big bossnya begitu mengistimewakan dengan turun langsung ke dapur memasak menu pesanan Nona Celia Richero.
"Let's make it!" tukas Chef Morgan lalu dia mulai melakukan step-step pembuatan kue khas Swedia yang terkenal lezat, unik, dan cantik tampilannya itu di meja dapur.
Chef-chef lainnya memasak menu pesanan tamu lainnya sambil berbisik-bisik mengamati Chef Morgan melakukan pekerjaan membuat kue itu sendirian. Para chef menebak bahwa wanita cantik berambut cokelat keemasan di meja tengah restoran adalah incaran big boss mereka. Beruntung sekali!
Setelah adonan cake siap, Chef Morgan memasukkannya ke oven lalu kembali berjalan ke pintu keluar dapur. Dia mengamati Celia lagi lalu memanggil Madeline, "Sajikan Decorative Gelato untuk Nona Celia. Katakan itu sebagai kompensasi telah mau menunggu lama Princesstårta dibuat!"
"Baik, Sir!" jawab Madeline lalu dia meminta Chef Eugene membuatkan Decorative Gelato. Tiga scoop gelato ice rasa stroberi, cokelat, vanilla dihias dengan berbagai wafer, permen, dan jelly rasa buah serta buah berry segar.
Head Chef itu bersiul-siul sembari tersenyum ketika membuat menu hidangan manis itu lalu berpesan kepada Madeline, "Tanyakan ke Nona Celia, apa dia mau bertemu dengan chef baik hati yang memasak hidangan lezat malam ini di restoran kita?"
Gadis berdarah Hispanik itu pun mengacungkan jempol mengerti maksud Chef Eugene Botswa. Dia mengirimkan Decorative Gelato lalu menyampaikan pesan Chef Eugene ke Celia.
"Wow, kalau chef tidak sibuk aku mau sekali menemuinya. Semua hidangan yang dia masak sangat spesial, aku penasaran seperti apa sang raja dapur restoran ini?!" jawab Celia antusias.
"Ahh ... dengan senang hati akan saya panggil Chef Morgan. Selamat menikmati es krimnya, Nona Celia. Nanti beliau akan membawakan Princesstårta pesanan Anda!" Madeline menahan tawa karena siasat Chef Eugene mencomblangi big boss mereka dengan tamu cantik itu nampaknya akan sukses.
Udara di dapur dipenuhi aroma manis kue khas Swedia itu. Sayangnya yang boleh memakan hidangan spesial tersebut hanya Nona Celia Richero. Seperti apa perkenalan pertama Chef Morgan dan si nona muda?
Bersambung...
Judul : Nona Muda Mari Bercinta
Penulis : Agneslovely2014
Platform : GoodNovel Indonesia
Status : On Going
#goodnovel#AGNESLOVELY2014
#NonaMudaMariBercinta#promosicerita
Baca cerita lengkapnya di aplikasi GOODNOVEL. Jangan lupa masukkan pustaka dan ikuti update ceritanya. Berikan ulasan dan komentar juga disetiap bab nya.
Agnes Amelia GoodNovel Indonesia @pengikut
0 notes
Text

Judul: AKAD DADAKAN: SUAMI PENGGANTIKU TERNYATA SULTAN
Penulis: duvessa @pengikut
Platform: GoodNovel Indonesia GoodNovel
Bab 3: Kontrak Sementara
"Maaf, hari ini terlalu banyak pekerjaan," kata Alvano singkat. Isvara mengangguk pelan, berusaha menanggapi. Namun, pikirannya terlalu sibuk memperhatikan sekitar. Saat melangkah keluar dari mobil dan mengikuti Alvano menuju pintu masuk, matanya terus menelusuri setiap sudut rumah itu. Dinding-dindingnya mulus, bersih tanpa banyak ornamen. Namun, setiap detail, mulai dari gagang pintu, taman kecil di samping teras, hingga lampu gantung di dalam, semuanya terkesan mahal. Begitu pintu rumah terbuka, Isvara hampir menahan napas. Interiornya luas, lega, dan tetap bergaya minimalis. Lantai marmer mengkilap, sofa abu-abu besar di ruang tamu, dan rak buku tinggi dengan koleksi yang tampaknya benar-benar dibaca, bukan sekadar pajangan. Tak ada kemewahan berlebihan seperti emas-emas mencolok, namun justru itu yang membuat rumah ini terasa berkelas. Isvara berdiri kaku di depan pintu, merasa seolah baru saja melangkah ke dunia lain. Dalam hatinya, suara kecil berbisik getir, ‘Ternyata pria yang aku tarik asal-asalan buat nikah ini … orang kaya, ya.’ Dia tersenyum tipis, setengah tak percaya, juga merasa bodoh. "Masuklah," kata Alvano, membuyarkan lamunannya. Nada suaranya lebih lembut, seolah sadar betapa canggung situasi ini. Isvara melangkah masuk, membiarkan dirinya ditelan oleh kehangatan rumah asing itu. Tidak satu pun dari mereka yang membuka suara. Isvara menunduk, sementara Alvano hanya diam dengan tatapan mengarah ke dinding, seolah sedang menimbang sesuatu dalam pikirannya yang ruwet.
Sejenak Alvano mengalihkan pandangannya pada Isvara. Entah apa yang dipikirkan, sorot matanya menunjukkan seperti sedang mencocokkan sesuatu, kemudian menggeleng pelan. Beberapa detik berlalu, akhirnya Alvano berdiri dan berjalan menuju tangga. “Aku tunjukkan kamarmu,” ucap pria itu singkat. Isvara mengangguk pelan, lalu mengikuti langkah pria itu dalam diam. Langkah mereka menggema pelan di lantai marmer, melewati lukisan-lukisan besar dan deretan foto keluarga yang tergantung rapi di dinding. Semua barang di sini tampak berkelas. Setibanya di depan sebuah pintu berwarna putih gading, Alvano membukanya dan mempersilakan Isvara masuk. Kamarnya luas, nyaris dua kali ukuran kamar milik Isvara di rumah orang tuanya. Tempat tidur besar dengan seprai putih bersih mendominasi ruangan, disandingkan lemari pakaian tinggi dan jendela besar dengan tirai tebal berwarna kelabu. “Kalau ada yang kamu butuhkan, bilang saja ke Mbak Wati. Kamarnya di belakang dapur,” kata Alvano datar, tanpa menoleh. Isvara hanya mengangguk lagi. Saat suara langkah kaki Alvano menjauh, dia baru perlahan-lahan meletakkan tas dan kopernya di kursi dekat jendela. Saat duduk di tepi kasur, Isvara mengusap wajahnya yang sudah mulai terasa panas. Ada perasaan ganjil yang menggelayut di dadanya. Bukan hanya gugup, tapi juga penyesalan yang samar-samar mulai muncul ke permukaan. Seketika dadanya terasa berat. Apa yang sedang dia lakukan? Tangannya mengepal tanpa sadar. Tadi pagi dia masih duduk di KUA dengan perasaan panik dan marah karena Tara tidak muncul. Lalu, semuanya berubah begitu cepat. Keputusan impulsif yang saat itu terasa logis, kini perlahan kehilangan bentuknya. Bagaimana mungkin dia bisa cocok tinggal di rumah sebesar ini? Bersama pria yang bahkan tidak dikenalnya dengan baik, dari dunia yang sepenuhnya asing baginya? Isvara menarik napas panjang. Ada rasa malu yang mengendap di dada. Mungkin dia terlalu naif, terlalu cepat menarik Alvano ke dalam kekacauan hidupnya, hanya karena sama-sama dikhianati. Namun saat itu, dia tidak tahu kalau perbedaan di antara mereka akan terasa sejauh ini.
Isvara menatap pintu yang kini tertutup rapat. Baru beberapa jam menikah, dan segalanya sudah terasa salah. Ketukan pelan di pintu membuat Isvara tersentak. Dia buru-buru mengusap wajah, merapikan duduknya seolah takut ketahuan sedang tenggelam dalam kekalutan sendiri. Pintu terbuka tanpa suara. Alvano berdiri di ambang pintu, wajahnya tetap datar seperti biasa. "Aku mau bahas sesuatu. Ikut aku ke ruang kerja," ucap pria itu singkat. Lagi-lagi, Isvara hanya bisa mengangguk. Dia bangkit dan tentu saja mengikuti pria itu. Ketika sampai di ujung lorong sebelah kiri, Alvano membuka pintu ruang kerja yang temaram namun tertata rapi. Rak buku tinggi menjulang, meja kerja besar dengan tumpukan dokumen rapi, dan sebuah sofa mengisi sisi ruangan yang lain. “Duduklah,” ujar Alvano, mengambil map coklat dari atas meja dan duduk di kursi seberang wanita itu. Isvara menuruti. Hatinya mulai berdebar, takut kalau-kalau akan ada klausul rumit yang tidak bisa dia penuhi. “Ini kontraknya,” ucap Alvano sambil membuka map di hadapannya dengan tenang, seolah yang mereka bicarakan hanyalah urusan bisnis biasa. Pria itu menyodorkan selembar dokumen dan sebuah pena ke arah Isvara. Isvara menerimanya dan mulai membaca cepat. Matanya menyapu baris demi baris dengan cermat. Isinya tidak rumit, bahkan terkesan ... adil. Tidak ada larangan keras, tidak ada ancaman. Intinya, mereka sepakat untuk tidak mencampuri urusan pribadi satu sama lain. Pernikahan ini bersifat sementara, dan akan berakhir dalam satu tahun. Tidak ada keterikatan, tidak ada tuntutan. Isvara menelan ludah pelan. Ada kelegaan yang perlahan merayap di dada. Setidaknya, semuanya tidak seburuk yang dia bayangkan. Setidaknya, Alvano masih memberinya ruang untuk bernapas. “Satu tahun?” gumam Isvara pelan. Alvano mengangguk sekali. Tegas dan singkat, seperti biasa.
“Tandatangani kalau kamu setuju.” Isvara terdiam sesaat, menatap lembaran kertas di hadapannya. Tanpa berkata apa-apa, dia mengambil pena dan menandatangani dokumen di tempat yang sudah ditandai. Tangannya sedikit gemetar, tapi satu tarikan napas cukup untuk menuntaskannya. Alvano mengambil kembali dokumen itu, menandatanganinya tanpa ragu, lalu menyelipkannya kembali ke dalam map. Pria itu berdiri sejenak, lalu mengambil map dari meja dan kembali duduk di balik kursi kerjanya. “Kamu bisa kembali ke kamar,” ucap pria itu tanpa menoleh. Isvara tidak langsung bergerak. Matanya masih tertuju pada pria itu, seseorang yang kini sah menjadi suaminya, tetapi terasa begitu jauh. Seolah percakapan barusan hanya urusan bisnis biasa. Tak ada pertanyaan. Tak ada penjelasan. Hanya satu kontrak, satu tahun. “Baik,” ucap wanita itu pelan sebelum akhirnya melangkah keluar dari ruangan itu. ___ Pagi itu, matahari belum terlalu tinggi ketika aroma roti panggang dan kopi hangat memenuhi ruang makan rumah Alvano. Suasananya tenang. Hanya denting sendok yang sesekali menyentuh piring menjadi latar dari percakapan yang masih terasa canggung. Isvara duduk berseberangan dengan Alvano. Pandangannya sempat tertahan pada pria itu. Rambutnya masih sedikit acak, basah sisa mandi. Kemeja putih yang digulung hingga siku membuatnya tampak santai, tapi tetap rapi. Dan … entah kenapa, terlihat lebih menarik? Isvara cepat-cepat menunduk, meneguk air putih yang sebenarnya tidak terlalu dia butuhkan. Kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak lebih kencang? “Aku pikir … aku bisa bantu urus rumah,” ucap Isvara akhirnya, berusaha terdengar biasa. “Dan juga, soal kebutuhan rumah tangga, aku bisa ikut tanggung. Meskipun tidak banyak, tapi aku tetap ingin—”
“Nggak usah,” potong Alvano tanpa mengangkat wajah dari piringnya. “Rumah ini sudah diurus asisten. Kamu tidak perlu repot atau keluar uang buat hal-hal begitu.” “Aku nggak enak,” gumam Isvara kemudian, lebih lirih. “Kamu sudah banyak menolongku. Dan aku, nggak bisa hanya duduk diam dan membiarkan semua ini terjadi tanpa berbuat apa-apa.” Alvano akhirnya menatapnya. Tatapan itu membuat Isvara seketika lupa napasnya sendiri. Mata pria itu tajam, tapi tidak menakutkan. Tenang, tapi tidak dingin. Seolah bicara dengan bahasa yang tidak perlu diucapkan. “Kamu di sini bukan untuk bayar utang, Isvara.”
#novelonline
#romance
#drama
#goodnovel
#novel
0 notes
Text

Judul : Malam Penuh Ga i rah Bersamamu
Rate : 18+
Genre : Bos/CEO, Drama
Pen Name : Dewiluna
PF : GoodNovel
Bab 1. Skandal di Kamar Presidential Suite
"Gilang?!"
Netra Tania menyipit, memastikan sosok yang menggendongnya adalah kekasih yang kepergok berselingkuh.
Hatinya mencelos. Dadanya sesak oleh kemarahan yang belum sempat dia lampiaskan. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya jatuh membasahi pipinya.
"Kamu bre ngsek!" Suaranya bergetar, tangannya menghantam dada bidang itu berkali-kali. "Bisa-bisanya kamu selingkuh dariku!”
Langkah pria itu terhenti, tapi dia tidak menjauh. Pria itu membiarkan Tania meluapkan amarahnya.
"Kenapa?!" Tania meraung.
Tinjunya melayang, menghantam dada pria tersebut. Penuh dengan amarah.
Tania masih bisa melihatnya dengan jelas—bayangan Gilang di hadapannya beberapa jam lalu. Kekasihnya, bersama seorang wanita, terjerat dalam pelukan penuh ga i rah di atas ra n jang.
Bercak merah yang tersebar di kulit wanita itu menjadi saksi bisu atas pengkhianatan yang tak perlu dijelaskan. Tania ingin bertanya. Ingin berteriak. Ingin mengingkari kenyataan.
“Jahat ….”
Air mata membanjir di pipi Tania. Dia tidak bisa mengendalikannya lagi. Dia biarkan saja riasannya luntur, rambutnya tak karuan, dan bajunya berantakan. Tania tak peduli.
"Kamu jahat!" Tinju berikutnya mendarat di bahu pria itu, disusul pukulan lain yang semakin lemah. "Kamu nggak boleh melakukan ini padaku!"
Pria itu hanya diam, membiarkan Tania melampiaskan emosinya.
"Enggak boleh! Cuma aku saja yang boleh men ci ummu!" Tania menarik pria itu mendekat.
Tania menabrakkan bibirnya kasar. Napas pria itu mengalir lembut di wajahnya. Ada kehangatan yang aneh, tidak seperti yang dia bayangkan.
Perlahan, tubuh Tania terasa melayang. Sebelum seprai sutera menyapa punggungnya lembut. Badan besar itu menin dihnya sempurna.
“Mmh …."
Tania mencoba mengatur napas yang semakin memburu. Jemari kokoh itu menyusuri tubuhnya perlahan, meninggalkan jejak panas yang merayapi kulitnya.
"Tatap aku," bisik pria itu di dekat telinga Tania. Suaranya berat, menggema seperti mem bius.
"Lihat siapa aku baik-baik."
Tania mendongak. Mata mereka bertemu—sorotannya dalam dan menusuk, seperti pusaran gelap yang siap menelannya.
Setengah kesadaran Tania membuatnya menelan bingung. ‘Dia … bicara apa?’ Tak banyak yang bisa masuk ke dalam otaknya.
"Aku bukan pacarmu," suara pria itu terdengar kembali–lembut, tetapi tegas dan penuh penekanan. “Aku lebih dari dia.”
Udara di sekitar mereka terasa semakin panas. Dekapan itu semakin erat, menyisakan ruang yang nyaris tak ada. Tania menutup mata, membiarkan dirinya hanyut, tenggelam dalam lautan perasaan yang meluap-luap.
Pria itu kembali berbisik. "Setelah ini, aku tak akan melepaskanmu.”
Cahaya rembulan yang menembus jendela kamar Presidential Suite menjadi saksi bisu runtuhnya harga diri Tania. Pintu megah itu tertutup, menyembunyikan jejak dari skandal yang baru saja terjadi, meninggalkan hanya keheningan yang tebal dan tak terungkapkan.
Malam perlahan merayap menuju akhir, langit gelap mulai memudar, digantikan semburat keemasan di cakrawala.
"Ugh!"
Tania meringis memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Silau dari sinar matahari yang menyelinap melalui celah jendela mengganggu tidurnya. Perlahan, matanya terbuka dan dia sadar langit-langit tinggi bercorak mewah itu bukanlah kamarnya.
Spontan Tania terduduk. Matanya melihat sekeliling dan dalam hati dia merutuk, 'Sial! Di mana aku?! Apa yang terjadi?!"
Belum surut paniknya, Tania melihat baju yang seharusnya melekat di tubuh, tergeletak di lantai.
Tania membuka selimut dan memekik tanpa suara. 'Astaga!'
Jantung Tania berdegup kencang saat matanya turun ke tubuhnya sendiri. Tubuhnya sepolos bayi yang baru lahir.
Tania tercekat. Ingatan semalam menghantam kepalanya. Bar. Minuman. Kemarahan. Lalu … pria itu.
Pria itu bukan Gilang.
“Mati aku!”
Kilasan samar wajah pria semalam muncul di kepalanya—rahang tegas, sepasang mata gelap yang tajam, dan ekspresi datar yang sulit dibaca.
Di saat bersamaan, suara air shower tiba-tiba terdengar dari toilet. 'Ha?! Gila! Dia masih di sini?!'
"Apa yang sudah aku lakukan?!"
Darahnya berdesir, kepalanya semakin pusing. Dia harus pergi. Segera.
Sedikit berlari, Tania meraih gagang pintu cepat. Tanpa menoleh ke belakang, dia melangkah keluar.
Lorong hotel terasa panjang dan sunyi saat dia berjalan, seolah setiap langkahnya bergema di dinding.
Tania tak ingin membuang waktu. Dia mencari jalan keluar. Papan petunjuk lift tertangkap dalam penglihatannya.
Langkah Tania semakin cepat. Semakin dia melihat sekeliling, semakin hatinya dilingkupi kegelisahan.
"Kenapa tempat ini terasa tidak asing?"
Tania meremas lengannya sendiri, mencoba meredam rasa tidak nyaman yang terus menggerogoti. Karpet beludru maroon, motif dinding, pencahayaan temaram—semuanya terasa seperti ….
"Grand Velora?! Nggak mungkin!"
Ding!
Suara lift terbuka di depannya tepat saat dia menghentikan langkah di depannya. Dan di sanalah seseorang berdiri.
Sepasang mata menatapnya penuh keheranan. "Loh, Tania?”
***
FB: Dewiluna Dewiluna
@sorotansemuaorang
#fyp#Novel#GoodNovel
#people#sorotan#Dewiluna#Romance#CEO#drama
0 notes
Text
Adam dan Viana turut membungkuk, “Pagi, Pak.” Masih seperti biasa, Teofilano tidak menoleh atau menjawab saat di sapa. Tapi pagi ini dia tidak menjawab karena tidak suka melihat Viana dipegang – pegang Adam. Tak lama, telpon kembali berdering. Viana pura – pura ke Toilet karena tahu yang menelpon 201, Teofilano. Sayang, baru saja kembali dari Toilet. Rafa membawa kabar buruk. “Vi, disuruh ke ruangan Bapak,” ujar Rafa. Rahang Viana jatuh, dia pikir sudah lolos dari Teofilano, ternyata malah disuruh menemuinya. Viana gugup, di depan sekretaris Teofilano, “Bapak memintaku menemuinya.” “Ya, masuk aja.” Tidak ada karyawan rendahan seperti Viana yang masuk ruangan CEO. Tapi semua orang tahu, kemarin Viana membuat kesalahan fatal. Selama 5 bulan bekerja di KIC, baru kali ini Viana tahu ruangan Teofilano. Ruangan segi empat dengan dinding kaca menghadap parkiran. “Bapak panggil saya?” jantung Viana berdetak tidak normal ditatap manik hitam Teofilano. “Ya, sini.” Viana menolak duduk di pa ng ku an Teofilano. Sebagai gantinya, memilih sofa. Tapi kemudian menyesal, Teofilano melarangnya keluar dari ruangan sampai jam pulang, gara – gara dia tidak nurut. “Apa yang mereka pikirkan jika saya lama di sini?” Viana kesal juga lama-lama. Meski begitu tetap menjaga intonasi, takut Teofilano bertindak gila. “Pengganti Lauren, mungkin.” Viana marah. Dari pada salah ucap di depan orang g i la ini, lebih baik langsung keluar saja. Sayang, gelagatnya itu terbaca oleh mata elang Teofilano. Viana merutuki Teofilano dalam hati. Melihat pria itu menggenggam tangannya yang memegang handle pintu. “Aku bilang stay,” kata Teofilano “Saya tidak mau orang – orang bergosip,” alasan Viana. Aslinya, dia tidak mau berjam – jam seruangan dengan ba nd i t ini. “Apa kamu meragukan caraku menundukkan mereka?” “Bukan itu,” Viana takut salah ucap. Teofilano membalik badan Viana, sehingga mereka berhadapan, “Lalu apa?” “Kenapa Bapak maksa saya jadi Bu Lauren?” Viana penasaran. Teofilano sudah memiliki Cintya, kenapa masih mengejar dirinya yang jelas – jelas tidak mau dan sudah bersuami. “Karena kamu mirip,” aku Teofilano. Di tempat kerjanya, kecantikan Viana memang disebut – sebut mirip istri muda Teofilano, yaitu Lauren. Sebab itu Viana menjadi idola dan sering digoda teman kerjanya yang laki - laki. “Jadi karena itu?” Viana tidak percaya. “Ya.” Viana membuang nafas kasar, ternyata wajahnya ini yang membawa petaka, “Kalau saya o pe rasi plastik, apa Bapak akan melepaskan saya?” Rahang Teofilano m eng eras, sayang Viana tidak menyadari. “Ya.” Viana tidak percaya! secepat itu Teofilano menjawab. Kepala Viana migrain. Dari mana dapat uang sebanyak itu. Bahkan jika dia me n ci u m kaki suaminya pun, belum tentu diberi u an g. “Kenapa diam? Tak punya u a ng?” Teofilano seolah tahu pikiran Viana. Padahal, bukan tanpa alasan menebak seperti ini. Suami perempuan berusia 20 tahun ini seorang pebisnis, Galla Galardi. Tapi kenapa Viana masih mau kerja dengan gaji UMR. “Tidurlah denganku sampai punya cukup u an g! Baru bicara operasi!” Rahang Viana jatuh, merasa terhina. Jika ada hari yang boleh dia sesali, bukan hari dimana lahir di keluarga miskin. Tapi hari dimana memutuskan lanjut kerja di King International Club atau KIC, meski tahu ada aturan aneh yang mengharuskan seluruh karyawan menutupi pe rse lin gk uh an CEOnya. “Saya bukan pe l ac u r!” de si s Viana. “Pel ac ur bukan p el ac ur, kamu tetap akan menggantikannya!” Darah Viana mendidih dari ujung kaki sampai ubun – ubun. Atasan yang selama ini dia hormati, segani, dia anggap baik, ternyata hanyalah ba ndi t bre ng s ek. Viana tetap keluar. Tidak takut lagi mau dibunuh atau dimutilasi Teofilano. Mungkin itu lebih baik dari pada menuruti semua keinginan Teofilano. Judul : Terjebak Hasrat Bos Mafia Karya : Capucinno Platform : Goodnovel Genre : Adult Romance Rate : 18+ Baca kisah selanjutnya di link bawah ini atau ketik judulnya di aplikasi Goodnovel.
GoodNovel
goodnovel
novel
novelonline
romance
cintaterlarang
0 notes
Video
youtube
Terjebak Hasrat Bos Mafia by Capuccino #goodnovel #capcut #drama #novel...
0 notes
Video
youtube
AKAD DADAKAN: SUAMI PENGGANTIKU TERNYATA SULTAN II Original Novel by " D...
0 notes