Text
Si Inner Enemy vs Si Inner Friend
"Tolong ikut antrian ya soalnya kita juga sama nunggu lama vs Ya udah lah gapapa, biarin aja"
Apa itu Inner Enemy & Inner Friend?
Pernah ngerasain hal diatas ga? Kalau iya, berarti Inner enemy sama inner friend kita lagi berusaha buat menangin suara kita, disini kita harus memilih memberitahu orang yang nyalip antrian atau cukup legowo aja deh biarin. Tapi, sebelumnya ada yang pernah denger ga apa itu Inner Enemy sama Inner Friend itu sendiri?
Didalam otak kita, mungkin kita sering sekali merasakan keadaan isi kepala yang cukup berisik. Banyak banget yang ngomong macem - macem ada yang ngomong baik dan ada yang ngomong hal - hal jahat. Tak sering suara jahat yang mempengaruhi kita. Nah, suara-suara ini yang kita akan namakan sebagai Inner Enemy dan Inner Friend.
Contoh Kasus Inner Enemy & Inner Friend
Mari kita ambil contoh sederhana, misalkan ketika menemukan hal baru. Si Inner Friend bakal bilang "Coba aja kali aja seru!", sedangkan Inner enemy bakal bilang sebaliknya, "Ngapain sih, ngabisin energi aja". Atau ketika ada opportunity yang bagus, si Inner Friend bakal bilang ke otak kita "Ambil! gagal gapapa!", sedangkan si Inner Enemy bakal bilang "Gak usah macem-macem kamu gaakan bisa. Paling hasilnya kaya yang udah-udah". Begitu pun dengan sebuah kegagalan. Si Inner Friend bakal bilang "Gapapa namanya juga belajar", sedangkan si Inner Enemy bakal bilang "Tuh kan, gagal kan makanya gausah coba - coba". Akhirnya? Biasanya Inner Enemy ini memenangkan kita, dan kita pun ga jadi ngambil kesempatan itu.
Yang Baik-Baik Apakah Selalu Inner Friend?
Lalu muncul pertanyaan, berarti inner friend itu yang baik - baik dong? Jawabannya belum tentu, kadang si inner enemy ini suka menyelinap baik-baik jadi inner friend. Contohnya pas lagi antri tadi lalu ada seseorang yang maen salip salip aja.
Inner friend: Ingetin dengan sopan, kalo dia gamau dengerin ya udah Inner enemy #1: Omelin! Inner enemy yg menyelinap: Udah biarin aja, ngapain cari ribut
Ko dia inner enemy? Bukannya dengan mengalah, itu baik? Disini kita harus bisa membedakan mana yang rendah hati dan mana yang rendah diri. See, betapa jahatnya si inner enemy ini. Bayangin aja, inner enemy ini seumur hidup mengendalikan fikiran kita dan dia aga tricky, kalo kita ga bisa membedakan yang mana hati nurani, inner enemy dan inner friend. Puluhan tahun hidup kita penuh dengan kekhawatiran, ketakutan, diomelin sama si inner enemy. Coba deh temen-temen perhatiin dalem sehari inner enemy temen-temen ngomongin apa aja? Tapi, inner enemy ini bisa dikendalikan ga si? jawabannya Bisa.
Nah agar kita tidak dengan mudah dikendalikan oleh inner enemy, tentu kita harus tau ciri-cirinya. Apa aja emang? Inner Enemy ini biasanya tidak mendatangkan manfaat, Melemahkan, Membuat tidak nyaman, Membuat tidak bahagia, hingga Menyalahkan. Selain itu, biasanya bentuknya itu seperti tamak, benci/marah, delusi/bodo amat, hingga Ego.
Cara Melatih Inner Friend
Tapi kita tidak perlu khawatir, ada cara untuk melatih mendengarkan inner friend kita agar ia yang bisa memenangkan suara kita dalam segala kondisi. Apa aja?
Coba nulis 3 x 7 kalimat buat melatih diri kita mendengar inner friend. Contohnya refleksikan 3 hal ini Aku, bangga pada diri sendiri karena.. (7 hal) Aku, memaafkanmu karena.. (7hal) Aku, berkomitmen untuk.. (7 hal)
Catet tiap hari inner enemy ngomong apa aja.
Terakhir, memang benar kalau inner enemy dan inner friend ini dibentuk oleh orang-orang disekitar kita, tapi inner enemy dan inner friend ini ada di kepala kita. Nah tugas kita mengenali si inner enemy dan hanya mendengarkan inner friend kita.
256 notes
·
View notes
Text
Amygdala Hijack
Emosi - Takut
Ada yang pernah denger istilah Amygdala Hijack atau Pembajakan Amigdala ?

Istilah ini dipopulerkan oleh seorang pakar kecerdasan emosional bernama Daniel Goleman. Istilah tersebut merujuk kepada sebuah respons (tiba-tiba) di luar kesadaran manusia yang dipicu oleh dorongan emosional yang kuat.
Amigdala bertanggung jawab untuk mempersiapkan tubuh dalam situasi darurat, seperti sedang kaget, emosi dan untuk menyimpan kenangan/peristiwa. Ketika kita berpikir pake emosi, amigdala otomatis akan menghalangi otak hingga kita tidak bisa berpikir karena tertutup emosi.
Contohnya ketika tangan kita kesetrum, maka dengan reflek kita akan menjauhkan tangan tersebut dari sumber listrik. Tindakan menjauhi listrik ini merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan amigdala dalam otak manusia. Jadi apa sih itu Amigdala? Amigdala merupakan bagian dari sistem limbik di dalam otak manusia. Sistem limbik sendiri adalah bagian otak yang berhubungan dengan tiga fungsi utama, yaitu emosi, kenangan, dan gairah (stimulasi). Terdapat tiga pilihan respons yang akan dilakukan oleh amigdala, yaitu Flight, Fight, Freeze.
Flight Response, misalnya ketika bertemu mantan pacar dijalan. Tanpa pikir panjang beberapa dari kita akan menghindar. Hal itu termasuk dalam Amigdala Hijack. Otak rasional kita di "bypass" dan memerintahkan tubuh kita untuk berlari atau menghindar. Tanpa berpikir, seluruh tubuh kita sudah berlari secepat kilat.
Fight Response, Pesan moral yang diambil dari serial squidgame, dengan kondisi yang menghimpit nyawa, beberapa dari peserta panik sehingga emosi meluap. Keputusan yang diambil juga jadi tak stabil, bahkan rela menyerang teman dekatnya sendiri. Semua ingin keluar dengan selamat dan menempuh hidup baru dengan hadiah yang akan didapatkan.
Freeze Response, misalnya ketika kita mendapat kabar yang mengagetkan. Tubuh kita akan merespons kaku, pikiran kosong serta tidak tahu harus berbuat apa mendengar kabar tersebut,
Balik lagi ke pertanyaan tadi, bisa ga sih kita mengontrol amigdala ? Jawabannya bisa. Rasa takut yang pernah terjadi akan terprogram didalam otak. Otak kita sering tidak bisa membedakan antara danger dan fear.
Danger is real, Fear is in the mind. Ketika ada situasi serupa, bahkan ketika tidak ada danger (sumber bahaya) yang real, kita sudah otomatis merasakan emosi takut, dan otomatis mengambil aksi ‘menyelamatkan diri’.
Mulai belajar menghadapi situasi dengan reflektif. Dengan mengenali fear bukan berati kita tidak akan pernah takut lagi. Rasa takut akan tetap sesekali muncul. Tapi kita akan bisa mengenali dia ketika dia menyelinap muncul di kepala kita. Disitu, kita akan bisa memilih opsi dan memilih keputusan yang paling bijak.
Semoga pilihanmu mencerminkan harapanmu, bukan ketakutanmu. Nelson Mandela
104 notes
·
View notes
Text
Hack your emotion.
Siapa disini yang masih suka gagal mengelola emosi? It’s okay. Kita sama. Berbicara mengelola emosi, saya jadi teringat sama salah satu materi yang saya dapet di sesi mentorship @perempuangagal. Begini kurang lebih summary-nya.
Emosi - Aksi
Kebanyakan dari kita masih banyak yang berfikir kalau emosi=marah. Padahal sebenarnya jenis emosi itu banyak sekali. Perasaan seperti sedih, jatuh cinta, bahkan lapar termasuk emosi. Sejatinya tidak ada emosi yang baik ataupun buruk. Ini insight baru buat saya. Hidup ini ibarat kita lagi nonton film yang perlu jeda. Buat apa? Buat berfikir sejenak alur dari film tersebut. Kita bisa sebut ini dengan mindfulness dimana kita mengambil jeda, sehingga bisa punya pilihan dalam menentukan respon yang kita ambil.
Contohnya, Karena saya dulu kuliah Bidan, Alih - Alih menjadi tenaga kesehatan atau buka praktek, saya memilih lanjut studi yang mana itu aga ga sejalur sama bidang sebelumnya. Tentu, pilihan ini tidak mudah diterima oleh lingkungan sekitar contohnya.
Stigma saat baru masuk kuliah
A : Kamu ngapain kuliah lagi yu, buang - buang waktu dan duit aja, ngapain kuliah 3 taun lagi. Cape - cape itumah kaya ngulang lagi dari nol, sayang umur loh, perempuan lagi.
B : Perempuan mah mending buka praktek aja dirumah biar suami pulang kerja istri ada dirumah, anak keurus, dan lain sebagainya
Stigma saat kuliah sambil bekerja
D : Tuh liat si Y kuliah sambil kerja, udah kenal uang sibuk banget, kuliahnya ga beres2 sampe sekarang, hati - hati loh.
Sebelum mengenal istilah mindful, saya orang yang sangat take things personally. Easily Triggred dan Reaktif. Saat itu, yang saya lakukan adalah marah dalam diam lalu mulai menjaga jarak, sempat ingin menyerah, bahkan tak sering mempertanyakan kembali. Apakah life path yang saya tempuh ini benar? Ternyata kondisi ini disebut kondisi tanpa midfulness (Stimulus - Reaksi) dan ada pengaruh inner enemy. Apa itu inner enemy ? Next saya akan bahas di postingan berikutnya..
Then, Bagaimana seharusnya kita mengontrol emosi dengan mindful?

Stimulus - Sadari situasi - pilah opsi - pilih aksi - respon
Diantara stimulus dan respon, terdapat sebuah jeda. Di dalam jeda itu, kita punya kekuatan untuk memilih respon. Begitu yang dikatakan Victor Frankl.
Kalau diperhatiin, prosesnya emang panjang banget. Padahal di saat yang sama, proses ini terjadi sangat cepat di otak kita. Emang bisa? Jawabannya sangat bisa, tapi tentu ini perlu dilatih. Semakin kita sering melatih respon kita terhadap stimulus kita, semakin jago kita mengelola emosi. Sama hal nya ketika dulu kita belajar baca, lamaa banget proses dari mengenal huruf sampe bisa baca kalimat “Ini Ibu Budi”. Tanpa disadari sekarang kita udah bisa baca artikel-artikel berat bahkan jurnal.
Pertanyaan yang saya tanyakan ke diri sendiri adalah apa sekarang saya selalu berhasil buat mindfullness? Jawabannya tentu tidak, masih sering banget kelepasan dan nurutin ego ujung - ujungnya nyesel. Tapi tetep, yang penting tetep belajar buat mengelola. Kalau kata Nelson Mandela, Kesuksesan kita dalam kehidupan (pekerjaan, relationship, dll) bergantung pada kemampuan kita untuk merespon secara efektif, bukan bereaksi secara otomatis.
112 notes
·
View notes
Text
I offer you the following 10 steps to awaken your financial genius.
1. Find a Reason Greater than Reality: The Power of Spirit
Kalau setiap orang ditanya, apa kamu ingin menjadi kaya dan bebas finansial? Hampir semua jawabannya pasti iya. Tapi pada kenyataannya, jalan menuju sana butuh waktu yang panjang dan akan sangat banyak bukit yang harus didaki. It’s okay. It’s not easy, but it’s not impossible.
Dalam bukunya yang berjudul Rich Dad Poor Dad, Robert T. Kyosaki menceritakan kalau pemikiran ‘Keinginan’ dan ‘Ketidakinginan’ adalah kombinasi yang terbersit kenapa seseorang ingin menjadi kaya. Bingung? Mari kita bahas!
Pertama, keinginan
Saya ingin mengontrol waktu dan hidup saya. Saya ingin uang bekerja untuk saya (money for work for us, we don’t work for money).
Kedua, ke- tidak inginan
Kita tentunya tidak ingin bekerja sampai tua seperti hal nya orang tua pada umumnya waktunya habis untuk bekerja sehingga sangat sedikit waktu yang ia habiskan untuk bermain bersama anak - anaknya dan ia ingin bebas finansial di usia 40. Mimpi itu ia mulai wujudkan dengan mempelajari banyak hal dari usia 4 tahun.
Pertanyaanya adalah apa keinginan dan ke-tidak inginan kita?
If you don’t have a strong reason, there is no sense reading further. It will sound like too much work. Without strong reason or purpose, anything in life is hard
2. Make Daily Choices: The Power of Choice
Pilihan yang kita lakukan terhadap uang, waktu dan pikiran itu sendiri. Manfaatkan waktu untuk investasi leher ke atas atau pendidikan. Sejak pandemi banyak orang - orang investasi di saham instead of belajar dulu analisa perusahaan banyak orang memilih jalan ninja FOMO (Fears of missing out) ikut beli saham yang lagi rame.
Masing-masing dari kita pasti mengenal orang-orang yang berpendidikan tinggi, atau percaya bahwa mereka pintar namun tidak semua memiliki pola fikir yang sama beberapa enggan menerima ide dari orang lain. Orang yang benar - benar cerdas akan mudah menerima ide - ide baru dan belajar dari orang lain. Mendengarkan lebih penting ketimbang banyak bicara, seperti hal nya Tuhan memberikan kita dua telinga dan satu mulut. Nyatanya banyak orang pintar tapi tidak cerdas dalam mengelola ucapan, sulit menerima ide baru dan membaca peluang.
3. Choose Friends Carefully: The Power of Association
Ada dua tipe orang didunia ini: (1) orang kaya dan (2) orang miskin. Hal ini tidak dilihat hanya dari seberapa banyak uang yang mereka punya. Meskipun tidak semua, tapi kebanyakan orang ‘miskin’ enggan membicarakan masalah uang dan investasi instead of mereka belajar proses mengapa seseorang menjadi kaya. Ini tentang mindset. Dalam bukunya disebutkan kalau mereka datang menanyakan dua hal. Apa itu? (1) Pinjaman dan (2) Pekerjaan. Alasan kita juga harus memilih teman yang ‘kaya’ karena uang berasal dari informasi.
4. Master a Formula and Then Learn a New One: The Power of Learning Quickly
Sebagai contoh, seorang koki yang memasak selalu mengikuti resep padahal hal tersebut sudah diluar kepalanya, sama halnya dengan orang pada umumnya sekolah kemudian bekerja ‘that is formula’ atau bekerja untuk uang.
Makes money works for us. Pelajari skill baru dengan menjadikannya side hustle (sampingan).
Be the master of money, that skill is priceless finding faster formulas-recipes. Working hard for money is an old formula.
5. Pay Yourself First: The Power of Self-Discipline
Jika kamu tidak bisa mengontrol diri sendiri, jangan pernah berharap menjadi kaya.
Ada tiga keterampilan manajemen terpenting yang diperlukan dalam hidup:
Management cashflow
Management people
Management personal time
Agar berhasil membayar diri sendiri terlebih dahulu, ingatlah hal-hal berikut:
Jangan berhutang melebihi penghasilan kita. Jaga agar pengeluaran kita tetap rendah. Bangun aset dulu. Kemudian membeli rumah besar atau mobil bagus.
Ketika kita kekurangan, jangan gunakan tabungan dan investasi tapi gunakan kekurangan tersebut agar mendorong kita untuk lebih berfikir bagaimana caranya menghasilkan lebih banyak uang.
The rich know that savings are only used to create more money, not to pay bills.
6. Pay Your Brokers Well: The Power of Good Advice
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu skill management yang penting adalah management people. Kebanyakan orang hanya manage orang dibawahnya seperti halnya bos yang memikirkan cara bagaimana manage staff-nya. Namun kita seringkali lupa untuk manage orang yang secara keilmuan berada di atas kita. Kenapa? Karena saat ini kita ada di era informasi, information is priceless.
A good mentor should provide you with information as well as take the time to educate you.
7. Be an Indian Giver: The Power of Getting Something for Nothing
Ketika pemukim Eropa pertama datang ke Amerika, mereka terkejut dengan praktik budaya yang dimiliki beberapa orang Indian Amerika disana. Misalnya, jika seorang pendatang kedinginan, orang Indian akan memberi orang itu selimut. Mengira itu sebagai hadiah, pendatang sering tersinggung ketika orang India memintanya kembali. Orang-orang Indian itu juga marah ketika mereka menyadari bahwa para pendatang tidak mau mengembalikannya. Dari situlah istilah ‘Indian giver' berasal, kesalahpahaman budaya yang sederhana.
Di dunia bisnis, menjadi Indian giver sangat penting untuk mengembangkan aset kita. Pertanyaan pertama seorang investor pasti: 'Seberapa cepat saya mendapatkan uang saya kembali?' Itulah sebabnya ROI (Return on Investment), atau laba atas investasi, sangat penting.
Ray kroc, seorang pengusaha yang membeli McDonald's Corporation, bukan Karena dia suka hamburgers tapi karena dia melihat peluang bisnis real easte dr franchise MCD.
So, wise investors must look at more than retun on investment , its the assets you get for free once you get your Money back.
8. Use Assets to Buy Luxuries: The Power of Focus
Seringkali kita fokus untuk meminjam uang untuk mendapatkan hal-hal yang kita inginkan daripada berfokus pada menghasilkan uang. Yang satu lebih mudah dalam jangka pendek, tetapi lebih sulit dalam jangka panjang.
Ini adalah kebiasaan buruk kita sebagai individu. Perlu diingat jalan yang mudah sering kali menjadi sulit, dan jalan yang sulit sering kali menjadi mudah. Semakin dini kita dapat melatih diri sendiri dan orang-orang yang kita cintai untuk mengontrol uang, semakin baik.
Money is a powerful force. Sayangnya, banyak orang yang terjebak dalam hal tersebut. Jika kecerdasan finansial kita rendah, uang yang akan menguasai kita dan uang akan menjadi lebih pintar dari kita. Jika uang lebih pintar dari kita, kita akan bekerja untuk uang sepanjang hidup.
9. The Need for Heroes: The Power of Myth
Memiliki pahlawan adalah salah satu cara paling ampuh yang kita pelajari. Saat kita kecil seringkali kita memiliki idola superhero, tapi ketika dewasa, kita sering kehilangan pahlawan kita merasa minder ketika ada di circle yang lebih keren alih - alih menjadikan seseorang tersebut mentor.
Ketika dewasa hero Robert adalah Warren Buffett, dan ia membaca tentang sudut pandangnya terhadap pasar modal dan bagaimana dia memilih saham serta Donald Trump tentang bagaimana dia bernegosiasi dan membuat kesepakatan.
Ketika ia berada di pasar modal “saya sedang menegosiasikan secara tidak sadar bertindak dengan keberanian Trump”. Atau ketika menganalisis sebuah tren, ia melihatnya seolah-olah Warren Buffet yang melakukannya. Pahlawan membuat segalanya terlihat mudah dan membuat kita menjadi terinspirasi.
10. Teach and You shall receive: the power of giving
“If you want something, you first need to give”
Setiap kali kita merasa kekurangan atau membutuhkan sesuatu, berikan apa yang kita inginkan terlebih dahulu dan itu akan kembali.
Giving to receive in those instance, instead of giving to give.
426 notes
·
View notes
Text
Beli emas online RIBA ?
“We spend money that we do not have, on things we do not need, to impress people who do not care.”
Siapa disini yang pengen punya emas sampe bisa disimpen di bawah tanah Plaza geumga kaya di film Vicenzo?
Ngga cuma dalam drama, emas juga sama berharganya di dunia nyata karena nilainya terus naiiik. Sayangnya, banyak orang justru membeli barang - barang yang justru akan turun nilainya bahkan habis.
Karena lg building @investingold jd akhir2 ini banyakin literasi tentang emas biar cuannya lebih berkah dan makin banyak temen2 yg aware tentang pentingnya nabung emas.
Disclaimer, Ini bukan pendapat pribadi hanya sharing apa yg aku dapat dari baca beberapa literatur, Aku bukan ulama maupun experties so, jika ada kekeliruan feel free to discuss.
Postingan kali ini tidak bermaksud mengundang perdebatan atau konflik aku akan bahas dari 2 persfektif yang berbeda, jadi keputusan balik lagi ke kepercayaan masing2 yaa.
Mengingat emas adalah logam mulia yang secara kebendaan memiliki sifat kualitas yang stabil sehingga melekat padanya fungsi sebagai benda yang menyimpan nilai dan sebagai pengukur nilai barang lain, sehingga tata cara mentransaksinya pun harus sangat teliti oleh Nabi Saw.
Menurut mayoritas ulama madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, praktik jual beli emas secara tidak tunai dilarang dalam agama.
Karena syarat jual beli emas itu ada 2
Jika emas dengan emas : Harus tunai (yadan bin yadin) kedua Harus sama timbangannya meskipun beda kualitas (Mitslan bi mitslin)
Jika uang dengan emas : Harus tunai (yadan bin yadin)
Dalam pandangan kalangan ini, emas dan perak adalah tsaman (harga, alat pembayaran, uang) yang tidak boleh dipertukarkan secara angsuran/cicil maupun tunda, karena hal itu menyebabkan riba.
Riba Fadhl
Yaitu riba karena adanya penambahan saat pertukaran antara barang2 ribawi termasuk emas.
Riba Nasi’ah
Riba yang terjadi karena penundaan penyerahan beda ribawi.
Contoh : beli emas online, emas digital.
Jadi gimana sampe sini ? ada yg mulai berubah fikiran ? atau ga setuju ? hehe
Buat penyeimbang aku mau bahas 1 lagi dari pendapat yang berbeda. Statement ini juga cukup relevan pada kondisi pandemi sekarang dimana segala aktivitas diharuskan online. Namun keputusan balik lagi ke kepercayaan masing - masing :)
Fatwa DSN-MUI menyebutkan, Emas dan perak merupakan media pertukaran dan transaksi di masyarakat dahulu. Saat ini masyarakat dunia sudah tidak lagi memperlakukan emas atau perak sebagai alat pembayaran/barter karena sudah tergantikan dengan uang. Sehingga emas lebih difungsikan sebagai barang.
Ketika saat ini kondisi itu telah tiada, maka tiada pula hukum tersebut.
Jadi jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah/bank, hukumnya boleh selama emas tidak menjadi alat tukar resmi atau uang.
Beberapa point fatwa Nomor: 77/DSN- MUI/V/2010.
Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo.
Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan (rahn).
Emas yang dijadikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam nomor 2 tidak boleh dijual belikan atau dijadikan objek akad yang perpindahan ke kepemilikan.
Saat ini emas memang sudah jarang dijadikan alat tukar, namun tidak kehilangan fungsinya sebagai alat pembayaran hanya saja perannya tergantikan dengan uang kertas saat ini yang lebih efisien. Karena sifat emas dapat melindungi aset dari inflasi dan juga disebutkan dalam ijma‟ para ulama termasuk barang ribawi, maka kita perlu hati2 memperjualbelikannya.
Kapan saat yang tepat membeli emas ?
Dalam dunia investasi kita mengenal istilah filosofi raiz yaitu berinvestasi dalam jumlah kecil secara teratur.
Kita juga mengenal istilah dollar cost average atau DCA
DCA adalah strategi investasi secara rutin disetiap periode (misalnya setiap bulan) tanpa memperdulikan harga naik atau turun.
Pasar naik dan turun adalah hal normal dan dikenal dengan istilah volatilitas atau risiko pasar. Kalo kita mengalami penurunan harga emas sesaat, itu adalah kondisi kita untuk meraih keseimbangan untuk jangka panjang.
55 notes
·
View notes
Text
Ladder of Participation
“Kita tidak bisa memilih terlahir dari keluarga seperti apa, tapi kita selalu bisa memilih untuk melahirkan keluarga seperti apa”
Kayaknya gak jarang kita nemuin kasus orang tua yang beranggapan kalau anak-anak itu masih minim pengetahuan sama minim pengalaman. Ini berefek ke sang anak yang gak dapet kesempatan buat ngambil keputusan yang tepat. Awalnya saya mikir hal yang sama. Namanya juga anak-anak. Kita bantu ambilin keputusan dengan niat kita yang ingin memberikan yang terbaik untuk sang anak.
“Minds are like parachutes, they online function when open”, - Thomas Dewar.
Pemikiran saya mulai berubah pas saya baca satu materi menarik yang judulnya Arnstein’ Ladder of Citizen Participation atau Tangga Partisipasi dari Sherry Arnstein (1996). Tapi sebelum kesana, saya ingin coba share ilustrasi dibawah ini.

Dalam bukunya yang berjudul A New Weave of Power & Politics: The Action Guide for Advocacy and Citizen Participation, Vene Klasen bilang ada empat tipe kuasa:
Power to: Membantu yang lain bersuara;
Power within: Kepercayaan diri, pengetahuan;
Power with: Semangat Bekerjasama;
Power over: Ingin mendominasi, melemahkan pihak lain.
Relasi power over ini seringkali bersifat hierarkis dimana terciptanya kekuasan satu pihak kepada pihak lainnya. Untuk kasus Power Over, contoh digambar ini Seorang suami yang kena masalah di tempat kerja, kemudian melampiaskan amarahnya ke sang istri lalu anak nya menjadi korban, kemudian sang anak meniru sikap orang tuanya. Kita bisa melihat relasi kuasa yang ingin mendominasi dan melemahkan pihak lain seringkali menempatkan anak atau korban di hierarki paling bawah. Konstruksi sosial budaya yang ngebuat mereka memiliki posisi seperti itu. Nah pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana partisipasi dapat mendukung proses kita membentuk dan membagikan kekuasaan yang positif/Power to ?
Kalau teori dari Arnstein berfokus ke partisipasi masyarakat, Dr Roger Hart (Co-Director of The Children’s Environments Research Group) membuat tangga partisipasi yang berfokus ke partisipasi anak. Tangga ini membantu kita memikirkan tentang dimana kita sebenarnya dan dimana kita ingin berada dalam hal partisipasi untuk Anak.
Tangga ini gak menyarankan kalau kita harus menempatkan anak di tangga paling diatas. Bukan, bukan itu maksudnya. Melainkan tangga ini dibuat untuk ngebantu kita biar kita punya tujuan untuk keluar dari anak tangga yang lebih rendah (Tokenism, Dekorasi, apalagi manipulasi). Tapi emang apa sih Tokenism, Dekorasi, dan manipulasi itu?
Manipulasi: Pada tahap ini, anak muda tidak memahami isu yang diangkat dan apa tujuan yang mereka lakukan. Contoh yang paling gampang itu kaya yang ada di Film 3 Idiots dimana Farhan di’takdir’kan menjadi seorang engineer sama orang tuanya, bahkan saat di hari pertama ia Lahir. Disitu ia tidak tau engineer itu apa dan ia tiba-tiba diarahkan untuk masuk ke ICE (Imperial College of Engineering). Padahal ternyata Farhan adalah seorang yang ingin menjadi seorang fotografer di NatGeo.
Dekorasi: Anak muda dilibatkan hanya untuk pemanis dan penggembira untuk kepentingan orang dewasa. Hal ini sering banget kita temuin, Contohnya seorang ibu yang membawa anak kecil ngamen untuk mendapatkan simpati/respon emosional orang lain, contoh lain di beberapa event kita sering melihat anak - anak diberi kaos untuk meramaikan kegiatan atau sekedar memenuhi ‘KPI adanya partisipasi anak muda’ padahal sebenarnya mereka tidak terlibat dalam perencanaan maupun paham akan tujuan kegiatan tersebut.
Tokenism: Anak muda memberikan pendapat, tetapi kenyataannya sedikit atau bahkan tidak ada kesempatan atau pilihan-pilihan sesuai dengan kebutuhan anak muda sebenarnya. Misalkan suatu hari seorang ibu memutuskan untuk membeli jaket baru untuk sang anak. Si anak bilang ke ibunya kalau ia menginginkan jaket yang water repellent, ukuran L, dengan warna yang tidak terlalu mencolok. Tidak lupa ia minta ibunya untuk mengajaknya saat beli jaket tersebut. Ibu nya mendengarkan apa keinginan anaknya. Tokenisme terjadi pas beberapa waktu kemudian, sang ibu tiba-tiba sudah membelikan si anak jaket. Dengan ukuran yang lebih gede (dengan alasan agar bisa digunakan saat besar nanti) dan warnanya pun mencolok karena sebenarnya warna yang dibeli itu warna kesukaan ibunya, bukan warna kesukaan si anak.
Hart bilang kalau kita harus keluar dari tiga anak tangga yang sering disebut MADETO (Manipulasi, Dekorasi, Tokenism) ini dan memikirkan cara untuk benar-benar melibatkan mereka. Karena hingga akhirnya, tidak peduli seberapa berbakat anak kita, mereka tidak akan kemana-mana tanpa adanya kesempatan dari kita, termasuk pelibatan dalam mengambil keputusan.
249 notes
·
View notes
Text
Rhetorical Triangle (Part 2)
Anyway, ada yang menarik dari buku The Righteous Mind: Why Good People are Divided by Politics and Religion karya Jonathan Haidt. Ia menyebut ada lima pondasi moral manusia yang diantaranya: (i) Kepedulian/Kekerasan, (ii) Adil/Curang, (iii) Loyal/Berkhianat, (iv) Jabatan/Hirarki, dan (v) Keamanan/Kerusakan.
Dari lima fondasi ini, setiap orang pada umumnya minimal memiliki fondasi nomor satu (Kepedulian) terhadap sesuatu. Itu minimal, berarti ada audiens yang bisa jadi memiliki kelima fondasi tersebut. Nah kita bisa memanfaatkan lima pondasi ini sebagai tools menarik hati audiens kita misalnya saat opening atau call to action.
3. Logos/Konten
Prinsip ABC yang ada di Pathos menyebutkan kalau kita harus menempatkan audiens sebelum konten kita. Misalkan reputasi, kredibilitas, dan gaya bicara kita sudah bagus. Kita pun sudah mengenal latar belakang audiens kita dan apa yang mereka inginkan. Terus apa lagi yang harus dilakukan? Ingat ada elemen ketiga, Logos.
Kita harus tahu mengapa suatu isu itu penting untuk kita ceritakan dan bagaimana kita menceritakannya. Menurut Martin Buber (Austrian-Israeli Philosopher), ada dua pola relasi di dunia ini. Apa saja?
I - IT : Pendekatan Aku - Dia: Berjarak ekslusif, dingin, Melihat yang lain sebagai objek. I - You : Pendekatan Aku - Kamu: Terhubung, mengalami bersama, personal, dan langsung.
Agar konten kita bagus, kita bisa menggunakan pola relasi I-You agar kita bisa berelasi dan hangat dengan audiens. Logika dari argumen apabila disampaikan dengan logika yang baik dan benar, konten tersebut akan menjadi persuasif. Kalau kita masih bingung, narasi I-You ini bisa kita buat menjadi lebih efektif dengan menggunakan metode scripting yang terdiri dari opening, body, dan closing dengan menggabungkan unsur plot.
Untuk plot-nya sendiri, ada tiga Jenis plot yang bisa kita gunakan sesuai dengan konteks pesan yang akan disampaikan. Apa saja?
Rag to Riches: Zero - Struggle - Hero
Contohnya awal mula Jokowi yang merupakan rakyat biasa. Beliau bukan dari kalangan politisi lalu tiba-tiba menjadi walikota, Gubernur, hingga Presiden.
Overcoming Monster: Monster back story - Fight and weapon - Victory
Contohnya ambil kasus Brexit dan Imigran kalau di wilayah Eropa.
Quest: Mission - Obstacle - Victory
Contohnya sebuah organisasi/bisnis yang mempunyai tujuan/misi yang jelas.
Alright, mungkin sekian tulisan tentang Rhetorical Triangle. Inti dari teori ini menyebutkan bahwa ada tiga elemen penting untuk komunikasi yang efektif. Ethos (pembicara), Pathos (audiens), dan Logos (konten). Kalau kita bisa memahami ketiganya dengan Baik, komunikasi kita terhadap orang lain akan terasa lebih efektif.
11 notes
·
View notes
Text
Rhetorical Triangle (Part 1)
Yuval Noah dalam bukunya yang berjudul Sapiens: A Brief History of Humankind bilang kalau komunikasi dan membuat cerita atau narasi adalah salah satu pembeda antara manusia homosapiens dengan mahluk lain di kingdom Animalia. Saat revolusi kognitif terjadi, salah satu hal yang sangat berkembang dalam kehidupan manusia adalah kemampuannya dalam bernarasi, menciptakan cerita, lalu kemudian mengkomunikasikannya. Tanpa narasi dan cerita, manusia hanya mampu berkomunikasi maksimum 150 orang (Dunbar’s number).
Dalam tulisan ini, saya ingin sharing sedikit tentang seni dalam komunikasi yang saya dapatkan di kelas Think Policy Boothcamp Vol. 3. Selamat membaca!
Bicara komunikasi efektif, rasa-rasanya sudah banyak sekali yang membahas tentang ini ya. Salah satu yang terkenal yakni Model Komunikasi David K Berlo dengan SMCR (Source, Medium, Channel, dan Receiver)-nya. Nah kali ini saya akan ambil teorinya Aristoteles. Aristoteles bilang kalau komunikasi kita bisa lebih efektif dengan teori Segitiga Rhetorical (Rhetorical Triangle) miliknya. Emang apa saja tiga elemen itu? (1) Ethos/Pembicara, (2) Pathos/Audiens, dan (3) Logos/Konten.
1. Ethos/Pembicara: Jembatan antara Cerita dan Audiens
Menurut Aristoteles, ada tiga elemen dalam Ethos yang harus dipenuhi. Apa saja? Reputasi, Kredibilitas, dan Gaya Bicara. Reputasi dan kredibilitas ini bisa didapat dari pendidikan, pengalaman, hingga track record. Untuk gaya bicara, tentunya jangan sampai gaya bicara kita membuat bosan audiens.
Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana kalau kita tidak punya kredibilitas? Nah masalah ini bisa kita solving dengan meminjam kredibilitas orang lain. Misalnya dengan memaparkan hasil riset orang lain.
2. Pathos/Audiens
Kalau Ethos lebih ke apa saja yang harus dipenuhi sebagai pembicara. Elemen kedua ini berbeda. Pathos lebih menekankan ke Bagaimana kita bisa menyentuh audiens kita melalui emosi hingga membuat impact. Prinsip yang ada di elemen ini yakni ABC (Audience Before Content). Kita menempatkan audiens diatas apa yang akan bicarakan. Sederhananya, sebelum kita memulai komunikasi, kita bertanya dulu ke diri sendiri. Siapa audiens kita? Apa latar belakangnya? Ini penting agar kita bisa attached langsung dengan audiens kita.
“If you talk to a man with a language he understands, that goes to his head. If you talk to him in his language, that goes to his heart”, - Nelson Mandela.
Setelah mengenal profil audiens kita, selanjutnya kita harus memikirkan bagaimana cara menyampaikan pesan yang ingin kita bawa sehingga dapat menggerakan kognitif dan emosional audiens. Untuk dapat mencapai tujuan itu, kita bisa menggunakan prinsip 2H: Hygiene Factor (apa yang mereka butuhkan dan inginkan) dan Hook (apa yang menggerakan hati mereka. Contohnya bisa melalui visual atau sedikit humor).
83 notes
·
View notes
Quote
Money comes and goes, but if you have the education about how money works, you gain power over it and can begin building wealth.
Rich dad Poor dad
aku mau cerita sedikit tentang awal ketertarikan di dunia minimalis. Pertama kali menemukan konsep minimalis beberapa tahun lalu ketika nonton video Raditya dika, ia menceritakan tentang cara pensiun sebelum umur 40 tahun, tips ngatur duit dan pengalamannya menjual semua koleksi jam tangan mewahnya dan mengganti semua jam tangan tersebut dengan membeli satu jam tangan saja.
Video tersebut bikin aku sadar bahwa konsumrisme tidak akan ada habisnya. Dulu saya seperti cewek – cewek pada umumnya ko sangat mudah tergiur diskonan, beli baju hampir tiap bulan, tas, sepatu, skincare yang belum abis tapi udah pengen ganti yang baru efek tergoda review temen atau youtober. Faktanya barang yang dipake itu – itu aja ga sih ?
Tanpa disadari barang menjadi menumpuk dan sebagian menjadi tidak terpakai. Padahal sebagai muslim kita terkadang lupa bahwa setiap barang atau apapun yang kita miliki akan dimintai pertanggungjawabannya. Keinginan untuk memiliki sesuatu tentu gaada salahnya naluri manusia emang ditakdirkan tidak pernah merasa cukup, membeli barang – barang mewah sah sah saja sebagai bentuk reward setelah kerja keras bagai kuda. Hanya saja terkadang kita senang sekali membeli sesuatu bukan karena kebutuhan tetapi karena keinginan atau gengsi ujung – ujungnya malah bikin kantong jebol just looked around at the ridiculous amount of things we owned, taking up valued space without providing any actual value.
Gaya hidup minimalis terutama financial minimalist bisa sangat menghemat pengeluaran untuk sesuatu yang lebih krusial, memutuskan untuk belajar lebih banyak tentang cara mengelola keuangan memotivasi saya untuk lebih agresif investasi dan mindful consumerism. Masih banyak hal yang lebih penting yang perlu dilakukan ketimbang bergantung terhadap materi dan tren, karena hidup pada dasarnya bukan tentang apa yang kamu miliki tapi siapa yang kamu miliki. It’s about forging stronger bonds with friends and family, doing things with a purpose, and taking care of others.
73 notes
·
View notes