lilisdha
lilisdha
Ordinary Girl with Extraordinary Life
34 posts
writing, traveling, counseling, cooking, photograpy..
Don't wanna be here? Send us removal request.
lilisdha · 6 years ago
Photo
Tumblr media
"Anaknya udah bisa apa sekarang?" "Sekarang lagi belajar solat, lagi seneng bantu2. Suka kalau diajak berkebun." "Udah dua tahun, kan? Udah bisa ngomong belum?" "Alhamdulillah sekarang udah bisa panggil Bunda. Sebelumnya cuma bisa panggil ayah :)" . . . Tanpa sadar kita pernah terjebak dalam pertanyaan atau obrolan basa basi yang berakhir dengan ngebandingin apa yang kita miliki dengan milik orang lain. Entah itu harta, jabatan, kesempatan, pasangan, atau anak-anak kita. . . . Kalau ada yang ngebandingin perkembangan anak kita dengan anak lain. Senyumin aja. Kalau mau ngebandingin, boleh! Tapi bandingin perkembangan anak kita hari ini yang udah bisa manjat-manjat bangku misalnya. Sama anak kita yang beberapa bulan lalu hanya baru bisa naik bangku dan gak bisa turun. 😅 @30haribercerita #30haribercerita #30hbc19 #30hbc1906 #emak2curcol https://www.instagram.com/p/BsTPo-hhf2RszZjf-8Y7UuEMlk8WECxmR4onjI0/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=s2gwmyc0cn1z
2 notes · View notes
lilisdha · 6 years ago
Photo
Tumblr media
Doa ibu akan senantiasa mengiringi langkahmu. . . Nak, setelah mitsaqan ghaliza yang kau ucapkan, artinya hidupmu telah menjadi lengkap, bukan sempurna. Jadi jangan saling menuntun kesempurnaan ya. @30haribercerita #30haribercerita #30hbc19 #30hbc1905 https://www.instagram.com/p/BsQ1H-wBr1MRvDnXdBVMYTxUInOukf_sEGkR9M0/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=e1pxb33gwj26
0 notes
lilisdha · 6 years ago
Photo
Tumblr media
Hujan tidak turun untukmu saja. Jangan menyalahkan kebaikannya untuk semua. Hadirnya adalah berkah. . . . Lelaki hujan. @30haribercerita #30haribercerita #30hbc19 #30hbc1903 https://www.instagram.com/p/BsLLJQmh-h6d4H2dj2ZeSFBBV5vvenIl3DB9ac0/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=tdc0xpx10km3
0 notes
lilisdha · 6 years ago
Photo
Tumblr media
Makhluk bernama post power syndrome itu pun melanda.. Diam diam, kita mengenang seorang perempuan enerjik yang di masa lalu sibuk menyumbangkan potensinya disana sini. Kita mengenang perempuan cerdas yang dulu dikenal akan karya karya akademik briliannya. Akan penghargaan penghargaan yang diraihnya. Kita pun mengenang perempuan yang dulu selalu bersemangat. Yang menjadi kesayangan banyak orang.. Perempuan yang saat ini serasa tak bernama. Yang gak dikenal siapa siapa. Yang jika pun dikenal, identitasnya selalu dikaitkan dengan suaminya, atau disebut dengan Mama-nya si A. Padahal mungkin sesekali kita hanya butuh sendiri. Butuh diam mengamati. tentang seorang perempuan yang bukan gak berguna lagi, tapi hanya pindah wilayah kontribusi.. . . Saya pernah save penggalan status Mba Jayaning Hartami diatas. Sebagai pengingat siapa tau bakal ngalamin. Dan nyatanya beneran pernah melalui masa itu. Makhluk bernama Post Power Syndrome yang ternyata cukup mengerikan buat saya dan pernah bikin stres haha.. Apalagi kalau udah ketemu sama pertanyaan "Sekarang aktivitasnya apa?“ “Kamu masih ngajar?“ atau "Kenapa gak ngajar lagi, sayang banget.." “Kamu gak kemana-mana sekarang?" Dan banyak lagi pertanyaan serupa yang ditanyakan ke saya setelah nanya apa kabar. . . Segeralah berdamai dengan hati. Yup, kita bukan gak berguna lagi tapi cuma pindah wilayah kontribusi aja. Kemudian saya pun jadi diajak mengenang tentang banyak hal yang juga disampaikan oleh Mba Tami di status nya waktu itu. Memang ternyata hal-hal yang amat sederhana. Saya mengenang wajah suami dan anak yang tersenyum sebagai ucapan terima kasih paling sederhana tapi membahagiakan. Tentang ibu hamil atau ibu dan balita yang datang ke posyandu dengan berbagai kisah yang ingin di dengar. Tentang teman-teman majelis ta'limnya mamah yang meminta dicarikan lirik lagu dan video qasidah. Tentang rumah tanpa debu supaya asma bapak tidak sering kambuh. Tentang keponakan yang mendapat jawaban atas setiap pertanyaan kritisnya kalau main ke tempat kita. Juga tentang bikin kue bolen pisang untuk teman ngopi keluarga di pagi dan sore hari. Hingga kemudian post power syndrome tak lagi berlaku. @30haribercerita https://www.instagram.com/p/BsI5SbgBCzNpK4pRHVX2lLqmw6Q-fIogYIi6E00/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=axj8wtfujisn
0 notes
lilisdha · 6 years ago
Photo
Tumblr media
Menulis itu katanya adalah jatuh cinta. Jatuh cinta pada kebahagiaan kita, jatuh cinta pada kesedihan kita, kehilangan kita, kekecewaan kita, dan semua hal yang kita rasakan. Supaya ada hikmah, diambil pelajarannya, disyukuri segala kebaikannya. Nyatanya menulis adalah merapikan kenangan. Tentang segala yang pernah kita lalui dalam hidup. Saya buka satu persatu jurnal lama saya. Salah satunya yang kemarin gak ke-foto adalah buku bersampul kuning dengan motif jerapah. Di halaman paling depan saya membaca tulisan ini: "bismillah. Saya adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang selalu bersemangat, yang bertekad memberikan manfaat dimanapun dan kapanpun, selama saya masih diberi kesempatan untuk hidup. 28 Okt 09." Sampai disitu saya menghela nafas panjang. Ingatan kembali pada masa dimana saya mulai sangat bersemangat untuk terus bergerak. Oktober 2009 artinya sudah satu tahun kepergian mamah untuk selamanya. Saya menuliskan hal semacam itu karna ingat pesannya. Dan saat itu saya belajar bahwa orang yang kita cintai meski dia sudah tiada tetap bisa menjadi motivasi untuk kita. Mungkin sebagai balas jasa, petuahnya menjadi amal jariyah jika kita terus bergerak menebar kebaikan, memberikan banyak manfaat. . . . Untuk hari ini cukup segini dulu. Jadi mau merenung panjang atas apa yang pernah ditulis. @30haribercerita #30haribercerita #30HBC19 #30hbc1901 https://www.instagram.com/p/BsGRTWsB6SKA2oMLK8FZEamJe5mVcwB3o-GEgo0/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=1sox5t3tta34k
0 notes
lilisdha · 7 years ago
Text
Sebuah Nama Sebuah Cerita
“Perkenalkan nama saya Lisdha Nurakida” “Siapa?” “Lisdha Nurakida, L-I-S-D-H-A, Lisdha, memang agak sulit kedengarannya kalau baru kenal.” “Panggilannya Lisdha?” “Iya, hmm tapi kalau susah boleh panggil saya Lilis.” “Kenapa Lilis?” “Ya gak apa-apa biar mudah aja, sejak kuliah saya cukup terbiasa dengan panggilan itu. Sebelumnya ada banyak nama panggilan lainnya.” “Baiklah, Lis dha.” *tersenyum
Aku sangat penasaran dengan arti namaku. Seingatku, aku mulai penasaran dengan arti namaku saat aku duduk di kelas 6 SD. Dulu sepupuku yang mempunyai tiga suku kata dalam namanya, menceritakan arti namanya satu persatu. Kalau aku yang ditanya, aku akan menjawab tidak tahu. Aku hanya percaya bahwa artinya baik. Ketika itu aku hanya tahu bahwa Nur artinya cahaya dan Aqidah adalah kebaikan atau kebenaran. Meskipun cara penulisan namanya pun salah, aku mengartikan sendiri bahwa Lisdha Nurakida berarti Lisdha si cahaya kebaikan dan kebenaran :) *terpengaruh sama ninja hatori kayaknya hahaha
Bertahun-tahun berlalu, aku telah menjadi seorang mahasiswi baru. Pada masa orientasi dan beberapa mata kuliah di awal-awal semester kami pernah ditugaskan untuk menuliskan arti dari nama kami dan bagaimana kami mewujudkan doa kebaikan dari nama kami itu. Akhirnya suatu sore aku pernah bertanya pada ayah. Sayangnya ayah tidak tahu pasti. Dan aku terlambat menanyakannya ke mamah. “Ingin saja dengan nama itu,” katanya. Soal penulisan pun tidak terlalu menjadi hal yang dipermasalahkan oleh orang tuaku dulu. “Pokoknya dulu ayah mau ada nur nur nya biar bercahaya.” Mendengar itu aku jadi senyum-senyum sendiri hehe..
Tiga tahun berlalu, aku telah menjadi seorang kakak tingkat di kampus. Mempunyai banyak adik yang tidak satu darah namun begitu Allah eratkan hubungan kami. Begitulah ukhuwah. Aku dipertemukan dengan salah satu adik yang sangat spesial. Hilyan namanya. Aku mewawancarainya saat perekrutan pengurus baru di LDF. Sejak itu serasa mempunyai penggemar yang tidak rahasia hahaha.
Hilyan sering menggenggam tanganku saat bertemu. Dia senang mencegahku untuk pergi. Dia sering nempel-nempel, setengah memelukku saat kami berjumpa. Dia senang bermanja-manjaan denganku. Dia sering merengek saat aku hendak meninggalkannya. Hilyan, adik yang satu ini adalah yang paling ajaib yang berhasil membuatku sering menyelipkan namanya dalam setiap doa. Bagaimana tidak, dia sering menghujaniku dengan SMS yang menyatakan rasa sayangnya padaku. Atau dia juga mengirimkan pesan-pesan tak jelas. Aku pernah merasa terganggu dengan itu semua tapi kemudian aku menerimanya karena dia tak ada duanya. Kamu adik yang polos. Selalu begitu.
Dia pernah menyuruhku main ke rumahnya, bertemu ibunya yang katanya mempunyai nama yang sama denganku. “Eh nama ibu kamu Lisdha juga? Coba dong tanyain apa arti namanya.” tanyaku pada Hilyan. “Iya, makanya aku suka sama kakak hehehe. Tapi ummi aku namanya gak pake H.” Begitulah jawaban polosnya. Dan aku sangat menyesal bisa memenuhi permintaannya untuk bersilaturahim justru dalam kondisi berduka, tepat dihari ayahnya meninggal. Sejak itu dia semakin sering mengirimi aku pesan, masih berisi ungkapan sayang, dan kini lebih sering diselingi kesedihan.
“Kayaknya aku tau deh arti nama kakak apa.”
“Oya, apa?”
“Orang yang kuat dan tegar.”
“Eh, kamu sok tahu dari mana?”
“Nama Kakak dan Ummi aku kan sama, dan aku liat Ka Lisdha dan Ummi adalah orang yang kuat dan tegar. Kalian bisa sabar dan nguatin aku.”
*nyeesh..
Hi Hilyan, apakah arti namamu adalah sayang yang tulus?
Apapun arti nama Lisdha, terima kasih pernah memberi tahu soal itu :)
2 notes · View notes
lilisdha · 8 years ago
Text
Motherless Daughters
Motherless Daughters /Mama, sungguh aku tak tahu apa jadinya hariku tanpa dirimu. Tapi kini aku berusaha melaluinya dengan baik./ Begitu tulisku di secarik kertas untuk mamaku. Aku tahu dia tidak akan pernah membacanya. Aku hanya ingin menulisnya saja. Aku menulisnya tiga tahun lalu, setelah aku menyadari bahwa aku mengalami represi atas kepergian mamaku itu. Hari-hari tanpa mama yang selalu diakhiri air mata setiap harinya. Aku lelah. Sampai pemahaman baik itu datang, aku memilih untuk melepaskannya. Setelahnya, aku merasa jauh lebih baik. ---- Kerinduanku untuk bercengkrama dengan mama hadir lagi. Tiap harinya aku rindu, tapi kali ini sudah sampai pada puncaknya. Aku ingin mama menjadi orang pertama yang kuajak bicara. Tentang dia, seseorang yang memintaku untuk menjadi istrinya. --- /Mama, aku benar-benar menikahi laki-laki asing ini. Entah bagaimana aku sampai berani mengambil keputusan ini. Tapi menurutku dia pria yang baik dan sholeh, Ma. Setelah akad nikah pagi tadi, kini aku dibuatnya jatuh cinta untuk yang pertama kali./ --- Sampai kapanpun setiap anak perempuan tak akan pernah bisa melupakan ibunya. Tak akan pernah siap kehilangan ibunya. Sebab setiap peran dalam kehidupan selalu ada peran ibu. Saat aku akan menikah, ada kekhawatiran bahwa aku tidak bisa menjadi istri yang baik kelak. Terlebih ketika aku diberikan amanah untuk menjadi seorang ibu. . . Dari beberapa draft yang ada, aku putuskan tulisan ini menjadi tulisan pertama yang akan aku post dalam rangka #30DWC hari 1 Motherless Daughters yang ini hanya sekilas cerita atau rangkuman dari proyek nulis pribadi aku. Semoga bisa terlaksana. Aamin..
2 notes · View notes
lilisdha · 8 years ago
Quote
Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.
Pramoedya Ananta Toer
0 notes
lilisdha · 8 years ago
Text
So Soon
Katanya, menulis adalah merapikan kenangan. Dan benar saja, aku menemukan kenangan itu, kenangan yang senantiasa mengingatkan aku atas sebuah keniscayaan dalam hidup ini.
So Soon
Entah dari mana kami memulai diskusi ringan siang tadi. Aku, Amel, dan Ratri tiba-tiba hanyut dalam satu perbincangan yang mengakrabkan. Setidaknya itu yang aku rasakan. Kami saling bertukar cerita, sampai akhirnya kesempatan jatuh padaku. Awalnya aku hanya menanggapi cerita Ratri dengan menceritakan kisah temanku yang pernah menangisi diri sendiri karena merasa tidak mempunyai masalah luar biasa dalam hidupnya, sekalipun tentang kehilangan. Tetiba tanpa sadar aku malah menceritakan kisahku sendiri. Kisah penuh makna dalam perjalanan hidup ini.
Pernah suatu hari, ketika kuliah Pengembangan Pribadi Konselor bersama Ibu Retty, temanku yang bernama Elda mempresentasikan review bacaan wajib untuk mata kuliah tersebut. Buku yang berjudul Loving Each Other menjadi pembahasan kami selama satu semester. Dalam kesempatannya, teman saya itu membahas bab tentang mencintai orang lain kemudian harus meninggalkan. Intinya bahwa akan ada masa dimana kita akan meninggalkan orang yang kita cintai (baca: meninggal dunia). Pesan yang kutangkap dari apa yang ia sampaikan adalah kita harus mempersiapkan sebuah kematian.
Jika kau ditanya “apakah kamu takut mati?” kira-kira apa yang akan kau jawab? Kalau pertanyaan itu ditujukan untukku, maka aku akan menjawab bahwa aku takut. Bahkan sangat takut. Aku belum mempunyai banyak bekal. Masih banyak yang harus aku persiapkan. Bagaimana cara mengatasi ketakutan itu? Tentu saja dengan bertaqwa pada-Nya. Mengumpulkan banyak amalan, mempersiapkan bekal untuk perjalanan yang begitu panjang.
Kita pasti tahu bahwa urusan berbekal untuk diri sendiri, itu kembali lagi ke individu masing-masing. Lalu muncul pertanyaan dari salah seorang teman lainnya, “lalu bagaimana cara mempersiapkan diri akan sebuah kehilangan (baca: kematian) seseorang yang kita sayangi?” sejenak kelas tampak hening.. aku yang duduk di samping Ican tiba-tiba gemetar. Masih tetap gemetar, dan aku memberanikan diri untuk mengangkat tangan. Aku coba menjawab sesuai dengan apa yang pernah kurasakan. Sebuah kehilangan.. bukankah itu keniscayaan?
Jika semua orang ditanya apakah ia siap? Pasti jawabannya tidak. Begitu pun denganku. Aku sama sekali tidak siap dengan semua kehilangan. lalu apa yang aku lakukan? Ya, aku mempersiapkan diri. Kita harus sadari bahwa sebenarnya kita tidak memiliki apa-apa di dunia ini. Orang-orang yang kita sayangi pun bukanlah milik kita. Tidak hanya anak, tapi orang tua, saudara, dan teman-teman kita, semuanya adalah titipan. Ketika kita dititipkan sesuatu, maka kita harus menjaganya dengan baik. Saat ini, jika kita masih dititipkan orang tua, maka kita harus berbakti. Menurutku, itu adalah cara mempersiapkan kehilangan yang terbaik. Mengapa? Karena “penyakit” orang-orang yang kehilangan adalah sebuah penyesalan. Tidak cuma itu, seringkali mereka belum mampu menerima kehilangan mereka.
Just for share, dulu ketika pertama kali aku merasakan kehilangan, aku benar-benar kacau. Aku kesal ketika ada yang berkata “sabar, ya..” atau kata-kata lain yang sejenis. Aku sama sekali tidak menangkap kata itu sebagai sebuah nasehat. Yang ada dalam benakku adalah “kamu gak ada di posisi aku, sabar itu gak segampang yang kamu katakan!”
Sampai akhirnya pemahaman yang baik itu datang.. lembut sekali masuk ke dalam hati ini. Bahwa sesungguhnya, manusia itu tidak pernah merasakan kehilangan. Segala yang ia sayangi dan semua yang ia kira miliknya sebenarnya bukanlah miliknya. Manusia tidak pantas merasakan kehilangan, sebab semua yang ia kira miliknya hanyalah titipan Sang Pencipta. Titip itu bukan berarti memiliki, tapi untuk dikembalikan.
Aku menyudahi cerita sebelum waktu solat ashar tiba. Terakhir yang belum sempat aku sampaikan ke Ratri dan Amel adalah dalam perjuangan ini, kita juga harus siap untuk kehilangan. Entah itu teman seperjuangan atau bahkan kelak kita kehilangan sebuah kepercayaan orang lain. Satu hal yang juga harus kita pahami. Ketika kita kehilangan, maka hal pertama yang harus kita cari adalah prasangka baik kita. Jangan sampai ia ikut hilang bersama kehilangan kita. Jika kita sudah berhasil menemukan prasangka baik kita, maka pasti Allah akan ganti dengan yang lebih baik. Entah itu dengan menghadirkan teman seperjuangan yang lebih baik atau sebuah kemuliaan atas kesabaran kita memaknai kehilangan itu sendiri.
Sahabat, semoga pemahaman yang baik itu datang. Kehilangan adalah keniscayaan.. : )
Lisdha Nurakida
Rekan Advokasi BEM UNJ 2014
Dibalik Tiga Jendela, 14.05.2014
Tulisan di atas merupakan “sumbangan” dalam program seminggu satu tulisan dari Departemen Kominfo BEM UNJ 2014. Sekarang kamu bisa produktif kaya dulu gak, Lis? :D
1 note · View note
lilisdha · 8 years ago
Text
Kepada Seseorang
Entah bagaimana caranya mamah dan ayah mengajarkanku, bahwa kita harus senantiasa percaya. Percaya bahwa setiap kali kita berdoa, maka Allah akan mengabulkannya. Ada tiga cara katanya. Pertama, doa kita langsung Allah kabulkan. Kedua, Allah tunda pengabulannya sampai waktu yang tepat. Ketiga, Allah “ganti” doa kita dengan sesuatu yang lain, yang lebih indah, dan penuh hikmah di dalamnya.
Banyak hal kebaikan yang mamah dan ayah sampaikan kepadaku. Membentuk kepribadianku, dan membuatku bersyukur telah dianugrahi orang tua seperti mereka. Sampai akhirnya takdir perpisahan itu tiba. Tak ada lagi petuah kebaikan. Kini tinggal bekasnya saja, dan aku menuai hasilnya.
Dan kali ini aku rasa hanya Allah yang tahu caranya. Membuatku percaya bahwa kehilangan mamah dan ayah bukan akhir dari segalanya. Hanya Allah yang tahu caranya, bagaimana membuatku percaya bahwa Dia akan selalu ada dan aku tidak akan sendirian. Kecuali aku yang memilih jauh dariNya. Hanya Allah yang tahu caranya, bagaimana membuatku percaya bahwa kebaikan itu mengabadi, tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula. Aku menyaksikannya, sepeninggal mamah dan ayah, tak ada kekhawatiran sebab mereka adalah orang-orang baik, yang hanya meninggalkan kebaikan pada sekitarnya. Aku ikut merasakan kebaikannya.
Ah, aku ingin menyerah saja rasanya. Bukan, bukan dengan tugas akhirku aku ingin menyerah. Aku ingin menyerah dengan semua doa orang-orang yang aku temui dengan mengatakan aamin sebanyak-banyaknya.
Aku bungsu dari lima bersaudara. Ketiga abang dan kakakku sudah berkeluarga dan tidak lagi tinggal di rumah. Sepeninggal ayah, aku hanya tinggal berdua saja dengan kakak perempuanku yang keempat. Kira-kira satu tahun kami tinggal bersama, sampai akhirnya ada yang melamarnya dan tak perlu waktu lama langsung menikah. Selama satu bulan aku tinggal bersama kakakku dan suaminya di rumah. Setelah itu dia ikut tinggal di rumah suaminya. Ya setidaknya aku merasa lebih nyaman seperti itu. Akhirnya selama satu tahun aku tinggal seorang diri di rumah. Aku membebaskan siapa saja teman perempuanku untuk menginap dan tinggal di rumah sesuka hati mereka. Rumah menjadi seperti kos-kosan bagiku. Aku sibuk kegiatan di luar rumah. Pergi pagi pulang malam. Masih aktif BEM di tahun terakhirku di kampus, aktif kegiatan sosial, dan hobi jalan-jalan. Saat bulan Ramadhan pun, hanya tiga hari aku berbuka puasa di rumah. Aku menikmati semuanya, dan menjadi tidak fokus dengan apa seharusnya aku kerjakan. Tugas akhir alias skripsi, itu yang harusnya menjadi fokusku di tahun 2014 waktu itu. Aku malah melalaikannya. Orang-orang di sekitar semakin mengkhawatirkanku. Katanya aku butuh pendamping hidup. What?? Ya, setiap kali ada nikahan, silaturahim ke rumah karib kerabat, juga guru-guruku, doa utama yang diberikan padaku adalah semoga aku segera dipertemukan dengan jodohnya dan menikah. Aku di doakan untuk menggenap dulu baru sarjana. Sampai suatu ketika aku bertanya pada salah seorang sahabat baikku, “Kenapa yah banyakan yang doain aku biar cepet nikah, bukan cepet lulus aja gitu.” Lalu temanku bilang karena banyak yang mengkhawatirkan aku yang tinggal sendirian di rumah. Aku memang mandiri, tapi perlu ada yang mengawasi, mendampingi. Sampai di bagian itu, aku mulai merenung. Sebegitu mengkhawatirkannya, kah?
Harus aku akui, semenjak tinggal sendiri aku hidup terlalu bebas. Memperlakukan rumah sesuka hatiku. Dua kali mengalami kemalingan rumah. Bagaimana tidak, lingkungan sekitar sudah hapal aktivitasku. Banyak yang sudah tau aku tinggal sendirian dan sering meninggalkan rumah. Dan ada seorang anak remaja kurang berpendidikan yang suka mengintai rumahku. Tidak kah itu semua cukup menjadi alasan untuk orang lain menjadi khawatir kepadaku??
Baiklah, sudah saatnya aku berubah. Berdamai dengan hati, dan mulai fokus dengan apa yang seharusnya aku lakukan. Perjalanan ke Bukittinggi akhir desember kemarin mungkin harus menjadi yang perjalanan terakhirku untuk sekedar bersenang-senang dan entah lari dari apa. Perjalanan yang merupakan pelarian terakhir dengan membawa untaian doa utama.
Ya Allah, aku tak ingin membuat orang lain khawatir lagi. Maafkan aku yang sudah lalai dan sengaja lari entah dari apa. Setelah ini aku ingin benar-benar berubah. Aku tak tahu mana yang akan Kau dahulukan. Jika lulus lebih dulu adalah yang terbaik, maka mudahkanlah. Dan mudahkanlah jodohku agar aku tak membuat orang lain khawatir lagi. Aku menyayangi mereka semua karenaMu.
Tumblr media
Januari dua tahun lalu. Aku masih saja mengulang doa yang sama sejak perjalanan terakhirku ke Bukittinggi. Semoga dihadirkan seseorang yang baik untuk menjadi jodohku. Siapa sangka, dua minggu setelah perjalanan itu Allah menghadirkan seorang laki-laki sholeh, yang masih sangat asing, tapi aku pernah berkenalan dengannya di Bukittinggi. Tak ku sangka, ia yang Allah hadirkan. Ia menyapaku dan dengan berani langsung menyatakan maksudnya untuk ta’aruf denganku. Kemudian Allah benar-benar takdirkan ia untuk menggenapiku. Allah, lagi-lagi Engkau membuatku percaya bahwa Kau akan mengabulkan semua doa.
Kepada seseorang yang selalu kurapal dalam doa. Meski awalnya aku tak tahu kamu siapa, tapi kini aku bersyukur dan bahagia, bisa menyebut namamu dalam setiap pinta mesraku kepadaNya.
Kepada seseorang, kini aku bisa menyebutmu, Muhamad Nurhuda Nugraha.
2 notes · View notes
lilisdha · 9 years ago
Photo
Tumblr media
Malam berlalu, Tapi tak mampu kupejamkan mata dirundung rindu kepada mereka yang wajahnya mengingatkanku akan surga. Wahai fajar terbitlah segera, agar sempat kukatakan pada mereka "Aku kencintai kalian karena Allah" (Umar ibn Al-Khattab) #family #madsopifamily #happiness #cheers #bahagiasederhana #wedding #graduation
0 notes
lilisdha · 9 years ago
Photo
Tumblr media
"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)." QS. Hud: 6 . . . Allah yang Maha Memberi Rezeki, laba-laba yang tak bersayap ternyata bisa mendapat makanan berupa lalat yang terbang kesana kemari. Sama seperti cicak yang hanya merayap di dinding, Allah yang memberikannya rezeki berupa nyamuk. Allahu Akbar!! #quranoftheday #thepowerofrezeki #rezekisilabalaba #spider #bluebottle #nofilter #asuszenfone2 #candid
0 notes
lilisdha · 9 years ago
Text
Prolog: Monolog
“Apa hal yang paling sulit di dunia?” “Menulis” “Ah, kamu bercanda!” “Serius! Aku merasa menulis itu tidak semudah aku bercerita langsung.” “Kamu pikir, apa yang sudah kamu kerjakan sekarang? Kamu sudah berhasil menulis.” “Tapi tulisanku sama sekali tidak bagus. Kadang aku merasa bahwa tulisanku aneh.” “Itu hanya perasaanmu. Pada kenyataannya kau bisa menulis meski tak sebagus tulisan penulis favoritmu.” “Tetap saja, menulis itu sulit. Buktinya semua ide di kepalaku lebih indah ketika mereka menari-nari di kepala. Saat aku mencoba mengikatnya, mereka berlarian pergi. Jadi ku bebaskan saja mereka menari.” “Lucu! Bukankah sejak dulu kau senang bercerita? Kulihat tulisanmu juga cukup banyak. Itu berarti menulis adalah sesuatu yang mudah untukmu. Ayolah, jangan dustakan hal itu.” “Hmm.. baiklah, baiklah aku menyerah. Menulis saja itu mudah. Lalu apa yang sulit di dunia ini menurutmu?” “Istiqomah dan ikhlas” “…” “Kenapa diam? Kau merasa tertampar?”
***
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Aktivitas menulis sebenarnya sudah sejak lama aku lakukan. Berkali-kali ganti tempat nulis (baca: blog) tapi gada yang benar-benar di seriusin. Sering kali aku membiarkan semua ide-ideku pergi. Hikmah-hikmah yang ku petik hanya untukku sendiri. Egois sekali bukan? Karena ketidakistiqomahan aku dalam menulis, aku mungkin telah mendustakan nikmat yang Allah berikan. Tidak ikhlas dalam menulis sebab mungkin ‘mengharap’ penilaian juga menyulitkanku mengeluarkan semua isi kepala. Astaghfirullah.. Ya Rabb, izinkanlah aku untuk selalu mensyukuri nikmat-nikmat yang Engkau berikan. Ampuni aku atas setiap nikmat yang tanpa sadar telah aku dustakan. Aamiin..
Lisdha, 25 April 2015 Ruang (Baru) Merah Jambu Pukul 15.29 WIB
0 notes
lilisdha · 10 years ago
Text
Ekspektasi
698 notes · View notes
lilisdha · 10 years ago
Text
Bapak, Aku Ingin...
562 notes · View notes
lilisdha · 10 years ago
Text
Mencintai orang baik itu seperti mencintaimu. Ayah, lelaki hujanku.
Mencintai Orang Baik
Kebaikan itu magis. Kita senang melihat perbuatan baik. Kita senang pada orang yang berbuat kebaikan. Orang baik punya daya tarik.
Kita pun boleh jadi mencintai seseorang karena dalam pandangan kita, orang tersebut baik. Tak peduli jika orang lain tak sepakat dengan kita. Kita selalu bisa melihat sisi baik dari orang yang kita cintai. Dan berharap kita bisa membuat orang lain juga bisa melihat sisi baik tersebut.
Mencintai orang baik seperti mudah. Ada banyak hal yang bisa kita kagumi darinya secara spontan. Semua orang akan berpikir kita begitu beruntung memilikinya sebagai seseorang yang dicintai.
Tapi, pada kenyataannya tidak selalu semudah itu.
Mencintai orang baik berarti memahami bahwa kebaikannya dibutuhkan oleh banyak orang. Bukan hanya oleh kita. Sebagai konsekuensi dari menjadi orang baik, tentu ia juga disayangi oleh banyak orang. Bukan hanya oleh kita.
Kita tahu bahwa ia baik bukan hanya pada kita. Tetapi pada semua orang. Itu berarti selain ia sebagai kekasih, atau suami, istri, ayah atau ibu yang baik, ia pun seorang anak yang berbakti pada kedua orang tuanya, teman yang suka membantu, pelayan masyarakat yang mengayomi, pekerja yang profesional, juga pemimpin yang berdedikasi.
Mencintai orang baik berarti memahami bahwa di hatinya bukan hanya ada kita. Hatinya memiliki banyak ruang untuk mengasihi banyak orang. Waktunya dibagi kepada banyak orang yang membutuhkan. Akalnya digunakan untuk memikirkan banyak orang.
Mencintai orang baik juga berarti memahami bahwa kita tak bisa egois dan berpikir bahwa ia milik kita. Karena akan selalu ada celah-celah yang dimanfaatkan para penggoda untuk menghembuskan perasaan iri dan cemburu.
Sejak detik pertama, mencintai orang baik berarti rela. Rela untuk tidak selalu jadi yang utama. Rela untuk mendukung tanpa keluh kesah. Rela untuk mendoakan tanpa lelah.
Berharap dipersatukan dengan orang baik ibarat mendambakan hujan. Kita tak bisa memintanya untuk jatuh di halaman rumah kita saja…
4K notes · View notes
lilisdha · 10 years ago
Text
Cerpen : Pertemuan Jalan
Sudah lama ia menunggu hari ini, menunggu pertemuan. Meski pertemuan tidak pernah sanggup memastikan sebuah kebersamaan. Nyatanya, pertemuan mengobati rasa penasaran tentang kepastian. Ada banyak kepastian yang hanya bisa ditemukan dalam pertemuan, kan?
“Kamu tidak berubah?” ujarnya.
“Tidak ada yang berubah, kecuali waktu.” ujarku.
“Mengapa datang lagi?” tanyaku lebih lanjut.
“Karena tidak ada yang berubah,” jawabmu sambil tersenyum.
Kami berjalan menyusuri jalanan kota mejelang musim berganti. Daun-daun pepohonan berguguran, seperti waktu-waktu yang ternyata sudah begitu banyak terlewati. Angin menghembuskan ketenangan, melewat sela-sela jari dan pakaian yang aku kenakan. Dan kamu, kamu seperti biasa berjalan sambil sesekali memejamkan mata, melihat ke arah langit dengan mata terpejam dan menghirup nafas dalam-dalam. Tidak ada yang berubah.
“Mengapa tidak berubah?” tanyaku.
“Aku tidak punya sebab untuk mengubahnya. Kamu, mengapa masih di sini? Apa aku boleh terlalu percaya diri bahwa kamu menungguku?” aku melihatmu mengatakan kalimat itu tanpa beban. Aku tertawa.
“Aku tidak tahu, sepanjang waktu aku memahami bahwa manusia pasti berubah. Tapi aku percaya padamu bahwa perasaanmu ke seseorang itu tidak mudah berubah.” ujarku.
“Dan seseorang itu kamu.” katamu sambil berjalan.
Aku tersenyum mendengarnya. Ku kira menunggu adalah pekerjaan yang melelahkan untuk hal-hal seperti ini. Tapi menunggu untuk seseorang yang akan tetap datang tidak peduli aku masih di sini atau tidak, menjadi keyakinan tersendiri untukku.
“Kamu layak ditunggu.” ujarku.
“Dan kamu sangat layak diperjuangkan, terima kasih sudah percaya,” ujarnya.
Angin mengalir menghapus jejak kami. Kami tidak pernah menjalin hubungan khusus selain berteman. Dan benar kata seseorang bahwa tidak ada pertemanan yang murni antara laki-laki dan perempuan, salah satu atau mungkin keduanya akan tercipta perasaan. Bertahun lalu kami memutuskan untuk melepaskan hal ini dengan cara pergi ke jalan masing-masing. Hari ini, jalan itu kembali bertemu di simpang yang sama.
Yogyakarta, 14 Oktober 2015 | ©kurniawangunadi
729 notes · View notes