Text
0 notes
Text
0 notes
Text
0 notes
Text
[Ceritanya jalan-jalan kedua]
Lima hari setelah jalan-jalan pertama, mencoba mencari makan di area Blok M. Niat awalnya pengen makan di Gandaria tengah. Tapi berhubung akses busway tidak ada yang turun di sini (ya, masih tertarik pakai transportasi ini), akhirnya diputuskan mencoba kulineran di pusat perbelanjaan Blok M.

Turun di halte utama Blok M. Agak linglung pas turun masuk pasar area basement. Setelah berputar sebentar akhirnya keluarlah di areak Blok M Square.
Langsung di halaman depan dihadapkan dengan tenda besar berisikan berbagai jajanan kaki lima, lengkap dengan hiasan lentera Imlek.

Tapi keinginan kulineran tidak langsung tertuju ke tempat ini. Segera aja meluncur ke Blok M Plaza, karena keingetan tempat makan pinggiran di belakang malnya.
Setelah mampir dulu buat tarik uang, ibadah, ambil video singkat dan berkunjung sebentar ke toko DIY, langsunglah menuju tempat jajan tersebut.
Ngomong-ngomong toko DIY lumayan juga barang-barangnya. Sayang, gak nemu payung lipat yang lagi dicari.

Ketika sampai di tempat yang dituju, ternyata lumayan banyak pedagang makanannya. Meski bisa dibilang tidak ada yang baru dan hampir semuanya menjual makanan yang sama.
Pilihan pun jatuh kepada nasi gulai yang ada di perempatan samping mal.

Seporsinya hanya Rp10.000, pake sate tusuk telur puyuh jadi Rp15.000. Lumayan ngenyangin dengan harga yang bersahabat.

Selepas makan langsunglah pulang dengan menggunakan busway lagi. Kali ini inginnya naik dengan rute pulang berbeda.
Meski rutenya cukup berputar jauh, pada akhirnya dapet juga payung bagus di Giant dekat pos pengumpan busway.
Keren.
Keren lagi.
1 note
·
View note
Text
[Tampar]
Pas santainya istirahat malam, sambil melamun, muncul 'lagi' rasanya melempem dengan kehidupan.
Apa mau gini-gini aja?
Apa mau menyambung hidup dengan keadaan yang gini-gini aja?
Apa gak letih harus berdoa tiap malam tapi belum bersua dengan titik temu?
Kalau semuanya harus dibalas dengan kalimat "nanti juga datang waktunya" terus nantinya direspon dengan pengharapan kosong...
mending gak usah.
Lebih baik dipecut omongan skeptis, lebih baik dibentak rasa takut...
Supaya diri segera memulai usahanya....
meski cuma secuil demi secuil.
0 notes
Text
[Lebih Janggal dari Kisah Fiksi]
Satu judul film ini (catat: judulnya saja) cukup menohok dan pas sekali dalam menggambarkan hidup.
Kenapa begitu?
Contohnya begini,
Lu mau berangkat sekolah, lu bakal naik kereta di stasiun ini, di antara jam segini sampai jam segini.
Lalu apa yang terjadi?
Jaringan kereta lumpuh dan lu akhirnya harus naik ojol.
Lalu apa yang terjadi, lagi?
Bukan cuma kereta, jaringan listrik satu kota mati dan ujung-ujungnya provider lu gak bisa nyediain akses ke internet dan berbagai layanan komunikasinya.
Lalu gimana?
Lu terpaksa naik ojek konvensional, telat sampai di sekolah dan harus bayar biaya transportasi yang lebih mahal dari biasanya.
Lu pikir sampai di situ aja? Oh tidak.
Daerah sekolah lu kena banjir dan akhirnya diliburkan.
Contoh lagi,
Lu kerja di kantor yang lumayan besar, ketemu dengan lingkungan yang asyik, orang-orang yang suportif. Cuman satu orang ini cukup menyebalkan dan lu gak pernah ngobrol ama dia. Lu mikirnya gak cocok.
Tapi,
Jelang setengah tahun lu mulai merasa ada yang menyusut dalam lingkaran pergaulan lu. Masalah baru tiba-tiba datang. Temen yang lu kira awalnya suportif ternyata tidak segitunya.
Dan anehnya, orang yang lu kira gak cocok ama lu itu ngeliat ekspresi sendu lu. Terus dia yang akhirnya ngasih dukungan.
Aneh bukan?
Kalo ditelisik kembali dari berbagai angan di hari yang lalu, semua rencana, keinginan, mau jadi apa nantinya, mau kerja di mana, atau yang lebih jauhnya mau menghabiskan sisa hidup dengan siapa.
Hampir seluruhnya, atau gak salah satunya, menyimpang begitu aja. Bahkan rencana B pun (baca:cadangan) bisa meluruh jadi hal tak terduga, entah baik atau buruk.
Makanya, judul "Stranger than Fiction" terasa begitu riil.
Prediksi cuma berbuah secuil kalo dikaitkan dengan kenyataan, sedangkan 50 banding 50 kalo dikaitkan dengan cerita fiksi.
Akhir cerita film atau buku bisa dengan mudahnya ditebak, tapi realita sering berujung kalimat tanya "nanti gimana ya?"
Akhirnya, cuma dibalas dengan:
0 notes
Text

[Ceritanya Jalan-jalan Pertama]
Beberapa hari lalu nyoba mampir ke Sarinah liat CD. Yah medium musik satu ini bisa dibilang sudah pupus masa jayanya, diganti deretan aplikasi musik yg daftar lagunya gak abis-abis.

Berhubung udik karena jarang sekali menggunakan busway Transjakarta, kening pun jadi mengkerut melihat rute yang banyak cabangnya.
Setidaknya ada beberapa hal yang didapat dari perjalanan naik busway ini. Pertama, ngeliat rute busway lewat Google Maps ternyata tidak sesulit itu. Kedua, busway ternyata dingin sekali. Ketiga, laju busway bisa mendadak jadi kayak roller coaster.

Keputusan pulang menggunakan kereta berhasil diurungkan begitu melihat daerah rumah terpampang di informasi rute busway. Alhasil balik pun tetap gunain moda transportasi ini.
Dan, hasilnya sepadan dengan perjalanan satu jam yang ditempuh. Pemandangan Jakarta di malam hari cukup menarik. Jalanan tidak semacet yang dibayangkan.
Berhubung sedang "mengarungi" Jakarta, GPS serta Google Maps langsung dinyalakan untuk melihat nama jalan yang sedang dilewati.
Alhasil banyak tahunya sih meski akhirnya bakal lupa-lupa juga. Mungkin kegiatan naik busway keliling kota ini harus sering-sering dilakukan, dengan rute yang berbeda tentunya.
Ngomongin soal toko musik(yang namanya Musik Plus) di Sarinah tadi, koleksinya lumayan beragam loh, mulai dari CD, kaset, hingga piringan hitam.
Ada CD lokal yang harganya mulai Rp30.000 sampai Rp55.000. Kalau yang luar semisal Coldplay itu harus siapin kocek dalam dah. Karena harganya bisa dari Rp100 ribuan lebih.
Untungnya satu CD kebeli juga dan itu stok terakhir. Penyanyinya sudah mulai bergema namanya nih sejak setahun lalu. Tau siapa?

0 notes
Text
[Pos Satu]
Nyoba bikin jurnal. Soalnya hidup berasa stagnan aja. Niatnya pengen nyoba hal baru, tahu hal baru. Terus semua pengalaman itu bakal direkam di sini.
Mungkin coba mulai dulu dari nyobain rute transportasi baru. Ada sedikit utas yang mungkin menyimpang dan mungkin pada akhirnya semua bakal jadi campur aduk.
Kenapa pake Tumblr? Karena sebenarnya konten di sini buat sendiri aja. Dan entah kenapa gak tertarik ikut-ikutan pake platform populer (kecuali Twitter: ini perlu). Dan, ehm, Instagram dan Facebook itu terlalu "ramai" gak sih.
Ya,
segitu dulu.
0 notes