Tumgik
luyyinatsa · 10 months
Text
Semakin sedikitnya doa yang kita ucap, pertanda semakin sedikitnya pula kita bergantung pada Tuhan. Biasakan berdoa pada semua kebutuhan, agar Tuhan sayang dan cinta. Bukankah seseorang yang cinta dan sayang itu pasti akan memberikan segalanya untuk yang dicintai? Apalagi Tuhan, pemilik dunia dan isinya.
@jndmmsyhd
1K notes · View notes
luyyinatsa · 2 years
Text
Sudah gosok gigi, cuci muka, wudhu dan skincare-an. Lalu barusan matiin lampu kamar, siap-siap mau tidur. Tapi tiba2 aja muncul lagi kekhawatiran. Emang jam2 segini tuh jam2nya manusia jadi overthinking ya.
Sebagai manusia, kita selalu berharap buat dikasih kemudahan sama Allah. Tapi kadang, ketika sesuatu rasanya jadi terlalu mudah, lancar-lancar aja kadang bikin khawatir juga. Jadi bertanya-tanya, apakah ini memang kemudahan yang merupakan nikmat dari Allah atau justru malah sebuah ujian? Karena ujian bentuknya kan ga harus berupa kesulitan, kemudahan juga bisa jadi ujian ketika itu melenakan.
Intinya mah, mau lagi dikasih kemudahan atau kesulitan emang kita harus tetep hati-hati dan dzikrullah. Kalau pas lagi susah ya memohon diberi kekuatan, kesabaran buat melewatinnya. Dan pas lagi ketemu kemudahan juga tetep inget, bersyukur alhamdulillah dikasih jalan yang mudah sambil terus berdoa dan berusaha biar hati tetap merendah. Kalo dipikir2, emang lebih berat tantangan dikasih kemudahan ya daripada dikasih kesulitan. Kalo lagi sulit kan kita secara naluri pasti mohon2 agar bisa keluar dari kesulitan. Kalo lagi daet kemudahan ini yang agak sulit, namanya manusia, emang bisa banget buat lupa diri. Huhu. Naudzubillah.
Prinsipnya sama sih ya kayak kalo lagi berkendara. Mau lagi di jalanan jelek, jalanan macet, atau bahkan jalanan tol, gimanapun jalanannya ya harus tetep ikut rambu-rambu dan hati-hati kalau mau selamat.
Hmm.
Dan pada akhirnya tulisan ini isinya obrolan sama diri sendiri yang lagi nginetin diri sendiri karena kepikiran banget sama yang terjadi belakangan ini. Wkwk.
Bismillah yah!
Jakarta, 15 November 2022 jam 23.21
12 notes · View notes
luyyinatsa · 3 years
Text
Dahulu vs Kini: Kemampuan mengandalikan perasaanku
Belakangan, aku baru menyadari satu perbedaan antara diriku yang dulu dan sekarang. Perbedaan dalam kemampuanku mengendalikan hati, perasaan, dan emosi.
Saat tersadar, di satu titik aku tertawa, teringat bagaimana 'labil'nya aku dahulu, yang belum bisa mengendalikan perasaan, yang masih sering kali salah tingkah saat sedang bahagia, yang sering kali muncul sikap lain saat sebenarnya sedang tersinggung, yang pura-pura terkendali dan berniat memperbaiki keadaan saat emosi, tapi ternyata terlalu banyak yang ditumpahkan dan kadang malah membuat salah paham.
Belakangan, aku terkejut dengan kemampuan mengandalikan perasaanku. Kini aku bisa kembali tenang dalam hitungan detik saat hati mulai meninggi karena bahagia. Bisa berpikir kembali dan memutuskan untuk diam saat emosi mulai terusik agar tidak membuat suasana. Bisa menghilangkan senyum malu-maluku saat berbicara untuk tidak menunjukan salah tingkahku. Dan perkembangan-perkembangan lainnya.
Aku ingat betul. Dulu, saat MAN, setiap kali aku bertemu, bahkan sekadar berpapasan dengan orang yang aku suka, hatiku bisa tiba-tiba merekah, dan perasaan itu bertahan beberapa waktu seterusnya. Jadi berbahaya kalau di saat itu tiba-tiba dia menyapa, atau ada orang lain yang menyinggung namanya. Duh, pasti langsung salah tingkah!
Tapi sekarang, saat hatiku terasa mulai merekah saat di dekat orang yang..... aku suka? (hm, belum yakin juga sih beneran suka atau apa), atau tiba-tiba tersenyum dan tersipu karena isi pesannya, dalam ditungan 1-2 detik aku bisa membuat hatiku kembali ketempatnya, bersikap wajar, tanpa salting-saltingan. Hebat kamu, Luyyina! wkwkwk.
Jadi ini yang namanya pendewasaan ya?
Aku tersenyum sendiri membandingkan diriku yang sekarang dan diriku 10 tahun lalu. Sungguh, manusia memang banyak berubah.
Aku pun tidak keberatan jika ada orang yang bilang aku berubah. Karena memang aku berubah :)
Dan semoga, berubahku betul ke arah yang lebih baik ya.
0 notes
luyyinatsa · 3 years
Text
Suka kepikiran gasih, kalau bisa jadi apa-apa yang kita lalui saat ini, yang rasanya mungkin gak sesuai sama harapan kita, bukan yang kita pengenin bisa jadi adalah jalan yang Allah siapkan menuju sesuatu yang kita harapkan, yang selalu kita do'akan?
4 notes · View notes
luyyinatsa · 4 years
Text
Memberi Judul Kegagalan
Sore tadi aku menonton salah satu variety show Korea favoritku, Master in The House. Tema pada episode yang aku tonton adalah: Festival Kegagalan. Saat menonton episode itu, aku jadi berpikir dan merefleksikan tentang makna kegagalan. Kenapa orang merasa gagal? Kenapa orang itu menuliskan angka 77 pada jumlah kegagalan pada hidupnya? Kenapa yang lainnya ada menuliskan angka 3? atau angka 4? Lalu aku teringat pada masa-masa di mana aku sering menemukan pertanyaan “apa kegagalan terbesar yang pernah kamu alami?”. Yep, masa-masa itu adalah masa kuliah (jaman jadi maba yang ikut wawancara berbagai organisasi), yang entah kenapa harus ada pertanyaan macam itu.
Dulu, aku selalu memerlukan waktu lama untuk menjawab ketika mendapati pertanyaan "apa kegagalan terbesarmu sampai saat ini?". Entah kenapa, rasanya seperti tidak ada momen yang terpikirkan tentang itu. Sedangkan ketika diberikan pertanyaan "Apa keberhasilan terbesarmu sampai saat ini?" aku selalu punya banyak pilihan momen untuk dijadikan jawaban. Menimbang-menimbang mana keberhasilan yang paling besar dari semua keberhasilan yang terbayang untuk aku jadikan jawaban.
Yaampun, mulus bener ya kayaknya hidupnya.. Sampe-sampe gabisa memikirkan kegagalan. Giliran disuruh mikir keberhasilan, banyak bener yang dipikirin. wkwkwk..
Entahlah...
Tapi aku pernah ditolak di sekolah yang paling aku impikan saat aku lulus SMP, padahal sudah sampai pada tahap seleksi paling akhir dari banyaknya rangkaian seleksi. Dan aku menangis di malam setelah pengumumannya.
Aku pernah mendapatkan hasil "TIDAK LOLOS" pada pengumuman SNMPTN dan menangis di sore harinya.
Aku pernah mengulang satu mata kuliah karena kecerobohanku saat ujian dan menangis kecewa karenanya.
Aku pernah mengalami penurunan nilai dan peringkat yang drastis pada saat SMP dikarenakan kesalahanku sendiri di masa itu dan juga menangis menyesal karenanya.
Aku pernah mengikuti kompetisi tingkat nasional, sudah optimis karena mendapatkan nilai tertinggi pada saringan karya tertulis, tapi sayang tidak berhasil masuk final setelah tahap presentasi.
Aku pernah membuka beberapa bisnis, namun akhirnya terhenti karena ketidak mampuan untuk mengelola seorang diri, ada juga yang terhenti karena pandemi, sehingga toko menjadi sepi.
Aku pernah menulis mimpi untuk ikut conference di luar negeri, membuat paper dengan sungguh-sungguh untuk dapat lolos seleksi. Tapi ternyata hasilnya belum memenuhi ekspektasi.
Wah, ternyata setelah aku coba tuliskan di sini, banyak juga ya kisah menyedihkanku? Menurut kalian, apa kisah di atas itu adalah kegagalan?
Tapi sebenarnya, kegagalan itu apa sih?
Menurutku, hal ini hanya tentang perspektif. Bagaimana kita melihat, menilai, dan memberi judul suatu momen dimana kita tidak sampai pada harapan dan ekspektasi. Apakah ingin menilainya sebagai kegagalan, atau hal lainnya?
Bagiku sendiri, momen yang semacam itu tidak akan aku nilai sebagai kegagalan, tapi aku anggap itu hanya momen ketidaktepatan saja. Entah itu tidak tepat waktunya, tempatnya, siapanya, caranya, atau bahkan jalannya. Yang berarti, memang bukan jalan hidupku ada di sana.
Ketika hal tersebut terjadi, sedih boleh, kecewa boleh, menangis boleh. Itu hal yang wajar saat menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Tapi, setelahnya kita harus kembali berusaha.
Karena kegagalan itu belum terjadi kalau kita belum berhenti.
Yep. Kegagalan itu hanya terjadi ketika kamu berhenti dan tidak mencari jalan lain.
---
By the way, tentang kisah-kisah menyedihkan yang aku tuliskan di atas, mau tahu kelanjutannya?
Walau aku tidak lolos masuk SMA yang paling aku impikan, ternyata aku malah lolos masuk MAN IC Serpong, yang secara teknis, secara statistik, rating dll justru lebih bagus dari sekolah yang aku impikan itu. Alhamdulillah.
Walau aku tidak lolos SNMPTN dengan pilihan Manajamen-UI, tapi akhirnya aku kuliah di Manajemen-UI juga! Aku masuk melalui jalur SIMAK. Alhamdulillah.
Walau di kelas 8 SMP aku pernah mengalami penurunan nilai dan peringkat drastis di semester 2, pada akhirnya, di kelas 3 aku bisa mendapatkan surat rekomendasi pendaftaran SMA yang mensyaratkan berada di peringkat 10 paralel. Beserta bonus Nilai UN yang alhamdulillah termasuk nilai tertinggi di sekolah.
Walau aku tidak berhasil masuk final pada kompetisi nasional, aku mendapatkan banyak teman dan pengalaman baru dari kegiatan itu. Alhamdulillah. Lagi pula, setelah aku pikir lagi, entah apa gunanya juga jika saat itu aku menang kompetisi untuk kehidupanku saat ini. Hehe.
Walau paperku yang bertemakan sosial saat itu tidak lolos untuk bisa dipresentasikan pada sebuah conference internasional, ternyata alhamdulillah saat ini aku bekerja di pemerintahan yang berperan melakukan perencanaan untuk negeri ini di bidang sosial. Bukankah itu justru lebih berdampak secara nyata dibandingkan sebuah paper? 
Sungguh plot twist sekali ya hidup ini.
---
Aku bersyukur karena di masa lalu aku tidak pernah memberi judul kisah-kisah sedihku itu sebagai kegagalan. Karena ternyata, di masa selanjutnya (masa kini) kisah itu justru berlanjut menjadi kisah yang baik, yang mungkin bisa dibilang adalah kesuksesan.
Saat menulis ini (yang prosesnya mengalir saja), aku jadi tersadar akan kebenaran suatu kutipan kalimat yang pasti kalian semua sudah sering mendengarnya:
“Kegagalan adalah awal dari keberhasilan” atau “Kegagalan adalah sukses yang tertunda”
Well, it’s true!
Jadi, jangan terlalu cepat memberi judul seuatu momen ketidaksesuaian dengan ekspektasi dan harapan itu sebagai kegagalan, ya! :) Karena kita gak pernah tahu bagaimana kelanjutan cerita dari momen tersebut. Tugas kita hanya terus berusaha. Pada akhirnya, pasti ada jalan yang terbuka. Dan hal baik pasti ada di ujungnya.
Semangat! :)
4 notes · View notes
luyyinatsa · 4 years
Text
Ats-Tsaury
Beberapa waktu lalu, juga beberapa tahun lalu, beberapa kali pernah mempertanyakan tentang peran-peran yang aku dapat dalam hidup. Semacam “kenapa ya aku selalu ditempatkan dalam peran yang semacam ini? Padahal rasanya diri belum sepenuhnya baik, apa lagi panutan, jauh banget dari kata itu”
Selain jawabannya memang karena takdir Allah, aku terus ber-husnudzan bahwa itu adalah cara Allah menjaga aku. Biar seenggaknya, kalau belum jadi orang yang baik-baik amat, minimal dengan peran yang menjadi takdir itu, aku jadi berusaha buat jadi orang baik.
Dan ternyata, setelah perenungan semalam, yang dilanjutkan di pagi ini, aku baru menemukan sesuatu, dan tersadar: ternyata itu emang doa untukku sejak aku dikasih nama. Iya, nama akhirku (yang dari dulu aku gak dikasih tau artinya dan disuruh cari tau sendiri , tapi susah bener nemu artinya di gugel) itu mengarahkan aku pada takdir-takdir ini. Ternyata, apa yang selama ini terjadi adalah do’a yang terwujud. Bener emang nama tuh adalah do’a ya. Itulah kenapa memberi nama itu harus yang baik-baik.
1 note · View note
luyyinatsa · 4 years
Text
Pernah gak sih merasa suatu hari itu terasa beraaaaat banget? Walau sebenarnya tau bahwa diri ini masih mampu, tapi merasa butuuuh banget dapet support.
Sekadar untuk memberi tahu, bahwa diri ini memang masih mampu.
Sekadar untuk mengkonfirmasi, bahwa yang sedang diperjuangkan itu sangat berarti.
0 notes
luyyinatsa · 4 years
Text
Titik terendah.
Setiap kali berada dalam sesi wawancara, atau menemui pertanyaan mengenai hal tersebut, aku selalu membutuhkan waktu lebih lama untuk mengingat dibandingkan pertanyaan lainnya. Entah karena memang belum pernah berada di titik itu, atau memang aku yang selalu memgambilnya dari sisi yang baik.
Jadi, setiap kali aku temui pertanyaan itu, sering kali aku jawab dengan menceritakan masa-masa awal aku bersekolah asrama, di sebuah MAN, delapan tahun lalu. Walau sebenarnya, aku tidak merasa serendah itu saat itu.
Aku sendiri selalu berpikir, bahwa aku belum pernah menemui titik terendahku. Bersyukur, karena Allah selalu berikan keadaan baik kepadaku dan mungkin aku pun selalu menjalani hidup dengan ringan. Tapi aku juga takut, jika suatu saat titik terendah itu datang, apa yang akan aku perbuat, bagaimana aku harus menghadapinya, apa aku kuat?
Singkat cerita, aku sampailah pada hari ini, masa ini, kondisi belakangan ini. Dan akhirnya aku sadar apa itu titik terendah. Apakah saat ini adalah titik terendah? Pikiran dan perasaanku belakangan sebenarnya tidak karuan. Tapi sungguh, masih banyak urusan di luar yang harus diselesaikan. Aku sedikit kesulitan mencari waktu untuk menyelesaikan urusan dalam diriku sendiri, tapi kuusahakan diriku untuk setidaknya bertahan, beberapa pekan lagi.
Ternyata, seberat ini ya untuk bertahan pada kondisi yang tidak mudah. Semenyedihkan ini ya berada di titik terendah. Doakan, semoga diri ini bisa bertahan.
Salam kagumku untuk kalian yang sudah berhasil melewati titik terendah dan bertahan hingga saat ini. Kalian hebat!
0 notes
luyyinatsa · 4 years
Text
Kemarin, aku penasaran. Biasanya aku selalu mendapat kejutan atas apa yang sedang kuperjuangkan. Tapi kenapa, kali ini kok sepertinya masih jauh ya untuk jadi kenyataan?
Lalu aku sadar. Oh, mungkin yang satu itu memang belum aku perjuangkan. Nyatanya, janjiku untuk perjuangan tersebut pun belum sungguh-sungguh ku upayakan, bahkan sempat terlupakan. Ah, ternyata aku memang belum menginginkan dan memperjuangkannya dengan sungguh ya. Pantas saja... Harusnya aku malu. Berani-beraninya mengharapkan kejutan atas itu.
Kali ini, jika benar bertekad dan mengharapkan, tepatilah janji yang pernah diucapkan, tunjukanlah kesungguhan, dan hiduplah dengan lebih baik, oke?
---
Tahun ini sebenarnya aku tetap mendapat kejutan. Tapi dalam bentuk yang lain. Yang tidak pernah aku bayangkan (ya namanya juga kejutan), tapi sangat menjawab atas apa yang sedang aku upayakan. Mungkin ini jawaban atas mimpi yang pernah aku tulisan.
Ah, Allah memang paling mengerti hambaNya. Memang sudah sepatutnya kita untuk terus percaya padanya saja, dan menerima segela ketetapannya. Dia selalu tahu yang terbaik, yang hambaNya paling butuhkan. Meskipun terkadang, justru hambaNya itu yang tidak mengerti yang terbaik bagi dirinya.
Selamat berjuang dan bersungguh-sungguh!
0 notes
luyyinatsa · 4 years
Photo
Sebuah pertemuan ajaib.
Walaupun dari tulisan kawanku satu ini kesannya dia ngerepotin mulu, tapi sebenernya aku gak kalah banyak ngerepotin. Apalagi jaman di IC, sering ngerepotinnya buat hal yang tidak ada manfaatnya 😂 Ckckck
Anyway, ketemu dan kenal sama orang satu ini jadi salah satu hal yang aku syukuri.. I’m so thankful for our friendship. You're awesome, Rak! Eh. We're awesome!🤘
Semoga ada kesempatan untuk bersua kembali.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Kenalin, ini orang yang selama 3 tahun di IC selalu sebelahan absen denganku, selalu aku pinjem pulpennya, dan selalu aku mintain jajannya.
Setelah lulus, aku dan kawanku ini punya sebuah ritual. Setiap ada kesempatan ketemu, kita bakal foto senyum biasa + foto senyum maksimal.
Eh tapi tahun 2020 ini kita belom update foto lhoo ckckck. Semoga bisa segera bersua lagi ya!
Feat. @luyyinatsa
6 notes · View notes
luyyinatsa · 4 years
Text
Menyaksikan beberapa video sejarah yang menayangkan kondisi masyarakat dan lingkungan di Indonesia pada masa-masa sebelum dan awal kemerdekaan.
Lalu menyadari, semakin kesini ternyata manusia semakin banyak gaya ya?
0 notes
luyyinatsa · 4 years
Text
Kadang merasa bahwa suatu pertemuan itu sebenarnya tidak dapat mengobati rindu. Pertemuan hanya sebagai pereda sementara. Karena saat waktu berpisah kembali tiba, rasa rindu kembali melanda dengan segera. Bahkan tak jarang rasanya lebih membara dari yang sebelumnya.
Lantas, harus dengan apa rindu diobati?
1 note · View note
luyyinatsa · 4 years
Text
Berat Badan
Ups! Ini hal yang cukup sensitif bagi beberapa orang untuk dibicarakan. Sebagian orang menganggap ini adalah angka confidetial yang gamau banget dikasih tau, kecuali buat data kesehatan kalau lagi di klinik, form isian kalo buat daftar suatu yang penting, dsb. Padahal, kalau dipikir-pikir, ya ngapain juga merahasiakan ya? Dan sebaliknya, ngapain juga nanya-nanya? Hehe.
Banyak orang menganggap badan kurus itu lebih oke. Yang gendut pengen kurus. Yang normal, merasa gendut, juga pengen kurus. Padahal, apa spesialnya dari badan kurus? (Ya... mungkin keliatan lebih oke sihh kalau pakai baju yang lucu-lucu hehe). Di sisi lain, ada orang kurus yang pengen gemukan. Cuma mungkin, yang lebih banyak tersorot adalah orang-orang (yang merasa) gendut, diet, olah raga, dll untuk bisa lebih kurus.
Kemarin, aku ketemu dengan seorang teman lama. Temen aku itu sedang dalam program penggemukan badan karena BMI dia underweight banget. Lalu, ada seorang temenku yang lain, yang bulan lalu aku temui, dia lagi program nurunin berat badan dan ukuran lingkar2 di badannya karena setelah dia konsultasi dengan dokter, dia butuh untuk diet. Hal yang terlihat berlawanan (yang satu mau menurunkan berat badan, yang satu mau menaikannya) padahal sebenarnya hal yang mereka tuju itu sama.
Yang unik dan aku kagumi dari kedua temenku ini, mereka menaikkan dan menurunkan berat badan bukan untuk hal-hal yang gak jelas dan hanya berkaitan dengan penampilan aja, tapi mereka melakukan itu sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap diri mereka. Temenku yang lagi nurunin berat badan itu, sekarang jadi rutin banget olahraga dan menjaga makanannya. Bukan mengurangi atau gak makan sama sekali kayak orang-orang yang diet gak jelas, tapi dia makan dengan panduan yang jelas, dan tetap 3x sehari. Badan dia sekarang jadi lebih seger dan prima karena rutin olahraga dan makan makanan sehat. Berat badan dia turun juga beberapa kilo, gak drastis, tapi dia cukup bersyukur karena tujuan dia adalah untuk jadi lebih sehat. Berat badan turun hanyalah bonus dari usaha dia untuk menjalani hidup lebih sehat.
Begitu juga dengan temen aku yang lagi dalam program menaikkan berat badan. Dia sekarang rutin untuk olahraga yang bisa menaikkan masa otot (?). Makan lebih banyak dan rutin (karena biasanya dia males makan), dan juga minum susu sumplemen penambah berat badan. Dia merasa, dengan badan dia yang kurus, dia jadi kurang segar. Makanya, walau semua orang pengen banget keliatan kurus, dia justru pengen gemuk dan sehat.
(Fyi, temenku yang lagi nurunin berat badan itu memang punya gen gemuk dari keluarganya. Begitu pula temenku yang satunya, dia memang punya gen kurus dari keluarganya.)
Dari kedua cerita temenku itu, aku kagum sama mereka dan jadi tersadar bahwa:
penampilan dan kebahagian itu jelas gak bisa diukur dengan timbangan berat badan. Tapi, dengan menjadi diri yang lebih mencintai diri, hidup lebih sehat dan bahagia itulah yang harus jadi tujuan.
Aku seneng karena kedua temenku itu jadi lebih happy. mereka merasa lebih sehat dengan program yang mereka jalani. <3
Jadi, semestinya yang menjadi tujuan kita bukanlah bertimbangan rendah, tapi menjadi sehat dengan lebih merawat & mencintai diri, menjadi lebih percaya diri dan bersyukur dengan apapun bentuknya diri kita. Karena kita spesial dan layak dicintai. Dan untuk dicintai, semestinya mulai dari diri sendiri. <3
2 notes · View notes
luyyinatsa · 4 years
Text
Hidup buat apa sih?
Pas lagi nganggur: “Ampun! Bosen banget ga ada kerjaan. Malah jadi bikin gak semangat dah gabut begini. Mendingan sibuk dari pada gabut gini.”
Pas lagi ada kerjaan: “Duuuuh! Kerjaan gak berhenti-berhenti dah. Capeeeek! Pengen gabut kek sekali-sekali”
Heran. Lagi gabut, pengen sibuk. Lagi banyak kerjaan, pengen gabut. Dasar manusia!
Tapi emangnya semua manusia begitu ya? Katanya sih, “gabut salah-sibuk salah” itu cuma berlaku buat orang-orang yang gak punya tujuan. Lagi nganggur gatau harus ngapain. Dapet kerjaan, gak menikmati. Ya... apalagi sebabnya kalau karena gak punya tujuan?
Tujuan emang sepenting itu ternyata. Aku juga sempet gabut, dan ngeluh karena kok rasanya gak guna banget hidup menganggur. Tapi suatu saat tiba-tiba dapet banyak kerjaan, terus ngeluh lagi karena pusing banyak kerjaan. Dasar aku si manusia.
Sedikit cerita tentang pengalaman pribadi.
Dulu, aku sempet jadi manusia yang bertujuan, dan bener-bener pengen wujudin tujuan tersebut saat: kelas 6 SD dan mau UN, kelas 9 SMP dan mau UN (menargetkan nilai UN setiap pelajaran dan target NEM), dan SMA kelas 12 (menargetkan lolos masuk jurusan Manajemen UI atau Unpad, dan target mau maju ke panggung pas wisuda biar ortu bangga!), pas sebulan sebelum deadline pengumpulan skripsi (tujuan: skripsi kelar! wisuda Agustus 2019, gak pake nawar!). Wah, masih kebayang banget sih gimana rasanya, gimana membaranya jiwa ini di masa-masa itu. Semangat bangettt rasanya. Karena setiap bangun tidur dan mulai beraktifitas, ada tujuan yang pengen dicapai. Tidur jam 2 pun gak kerasa berat bagi si morning person yang sebenernya susah banget untuk tidur di atas jam 10 ini.
Pas kuliah? Rasanya lebih banyak menargetkan hal-hal di luar akademik, aku malah nargetin punya bisnis, jumlah penghasilan sampingan yang harus didapat (buat latihan lebih mandiri ngurangin beban ortu, sekaligus buat nambah-nambah modal usaha). Ya, satu-satunya target akademik kayaknya cuma untuk nyelesein skripsi dan lulus deh. Hehe.
Setelah lulus? Tiba-tiba bingung tujuannya harus kemana. (aku anggap wajar karena baru lulus) Awalnya berencana full-time bisnis. Tapi pas skripsian bisnisnya malah berhenti karena “mau fokus skripsi dulu, biar segera lulus”. Pas lulus telanjur kendor semangat bisnisnya dan.... merasa kurang pas kondisinya kalau harus full-time bisnis. Alhamdulillah-nya, sebulan sebelum wisuda dapat tawaran jadi pekerja lepas di salah satu lembaga yang masih SBU-nya fakultas. Jadilah aku dapat penghasilan dari sana plus ngajar privat yang hanya sekali-sekali aja (gak sesering pas kuliah). Awalnya fine-fine aja:
“Gapapa deh, baru lulus juga, cari-cari pengalaman aja dulu sambil cari-cari kerjaan tetap. Lumayan juga kan, dapet penghasilan. Seenggaknya beneran 100% mandiri secara finansial, gak sama sekali dibiayain ortu lagi setelah lulus. Alhamdulillah..”
Singkatnya begitu. Agak panjangnya dikit kayak di caption ig aku pas awal tahun 2020. Hehe ^^v
Dan... Ternyata... Inilah... awal mula... semakin... memudarnya... tujuan hidupku. Hehe.
Mungkin ini yang orang-orang sebut sebagai quarter-life crisis? (padahan belum sampe seperempat abad hidup, udah sok-sokan krisis aja). Satu-satunya yang masih sesuai tujuan adalah rencana bisnis. Keliatan orang lain mungkin cukup oke, padahal bingung juga harus gimana karena tiba-tiba aja belakangan ini kondisinya jadi kurang stabil. (memang ya, belakangan ini hidup jadi lebih menantang bagi banyak orang. Semangat terus ya, kita semua!).
Jujur, beberapa bulan belakangan hidupku jadi kayak agak hilang arah, padahal ngakunya punya peta hidup. Peta hidup ada, tapi tiba-tiba kayak gak kebayang gimana harus jalanin dan wujudinnya. Sampai akhirnya beberapa hari ini aku merenung dan sadar, bahwa:
tujuan itu emang harus sering ditengok, diberi “asupan energi”, dan diinternalisasi ulang supaya tetap diingat dan jadi sumber semangat. Karena kadang, kalau terlalu tenggelam dalam rutinitas, terbawa dalam arus hidup yang arahnya bisa kemana-mana, atau terlalu gampang bilang “iya” “oke” pada tawaran-tawaran orang yang mungkin keliatannya menjanjikan bisa bikin kita lupa akan tujuan hidup.
Karena tawaran-tawaran yang terlihat menarik dari orang itu belum tentu sesuai dengan tujuan dan mimpi kita. Walaupun gak salah juga sih menjadi seorang opportunis-realistis. Mungkin bisa menguntungkan secara finansial ataupun sosial, tapi yaaa memang belum tentu menguntungkan dan membahagiakan bagi jiwa kita juga.
Dapet pelajaran deh, bahwa:
Menjalani hidup yang ternyata gak sesuai dengan tujuan membuat sesuatu kegiatan, karya, dan hidup itu sendiri jadi kurang nyawa. Itulah yang bikin kita kurang semangat: lagi santai gak tenang karena merasa gak guna, dapet banyak kerjaan gak happy karena gak menikmati.
note: Alhamdulillah hari ini nambah 1 tempelan di dinding buat mendetailkan tujuan yang sebenernya udah tertulis di peta hidup tapi kemaren-kemaren kayak no idea gitu, “buat apa sih?”, “kenapa dulu nulis ini deh?”, “emang buat apa sih?”, dan “gimana coba wujudinnya?”. Dan ternyata, emang bikin nambah semangat setelah menyapa lagi, nagajak ngobrol lagi diri tentang tujuan itu. Aku jadi tau harus ngapain aja selain menjalani rutinitas yang kadang terasa hampa ini. Yay!
2 notes · View notes
luyyinatsa · 4 years
Text
Kalau hidup lagi berjalan gak sesuai rencana, selalu makin penasaran: “sebenernya apa sih rencana Allah?”
sambil disabarin.
sambil diiklasin.
sambil terus yakin kalau rencana Allah pasti yang terbaik, tinggal tunggu aja akhirnya gimana. Bagiannya manusia emang ikhtiar kan? bukan menentukan hasil :”
2 notes · View notes
luyyinatsa · 7 years
Text
Halal dan Baik
Halaalan thayyiban
kata itu pasti sudah sering didengar, terutama jika berkaitan dengan makanan. Aku punya satu cerita tentang ini, yang mengingatkanku tentang syarat makanan yang sudah diatur dalam agama, pun terbukti dari segi kesehatan secara ilmiah: halal dan baik
Iya, makanan bukan cuma harus halal, tapi juga harus baik. Makanan harus halal dari sisi zatnya, caranya, pun prosesnya. Makanan benar-benar halal ketiga ketiga hal tersebut sudah terjamin halalnya. Makan makanan yang halal memang sangat peniting, bahkan wajib. Namun, terkadang kita hanya fokus pada halal-nya saja, tanpa berpikir pada thayyib-nya. Melupakan satu aspek penting dalam makanan inilah yang akhirnya menjadikan sebuah masalah: sudah halal, tapi belum thayyib.
Aku, seorang yang dari kecil terbiasa makan jajanan dan makanan rumahan kalau jajan sangat dipilih-pilih. Bukan karena seorang picky eater, tapi karena berdasarkan pengalaman dan nasehat dari dokter sejak kecil, tubuhku tidak kuat dengan makanan yang aneh-aneh. Makan micin terlalu banyak bisa membuatku pusing, minum minumah dengan pemanis buatan, baru seteguk tenggorokanku langsung sakit, kadang jadi batuk, minum-minuman bersoda perutku panas, makan makanan pedas, perutku serasa terbakar. Dulu, ketika kecil, hal ini membuatku kesal karena aku jadi tidak bisa jajan dan memncicipi aneka jajanan yang dijual di pinggir jalan ataupun makan-makanan yang terlihat enak semauku. Kalau aku melanggar, tubuhku akan berontak dengan sendirinya. Yang sakit tentu aku sendiri. Ya, begitulah ketidakbersyukuranku dulu. Namun sekarang, hal ini setidaknya membuatku bersyukur, bahwa tubuhku punya alarmnya sendiri untuk mengingatkanku untuk tetap mengkonsumsi makanan yang tidak membahayakan tubuhku. Walaupun terkadang, sesekali aku tergoda untuk mencicipi, dengan dalih “sedikit aja deh, gapapa sekali kali”.
Tentang makanan halal dan baik ini, aku punya satu cerita yang memicuku untuk menulis tentang hal ini di sini. Ceritanya, dua hari lalu aku membeli dua porsi kecil suatu jenis makaroni yang cukup terkenal namanya, dia memiliki rasa yang beragam, sangat micin, dan bisa juga menjadi sangat pedas. Sebenarnya, seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya, perutku tidak bisa dan tidak terbiasa untuk makan makanan pedas. Tapi, saat itu aku sedang dalam mood “ah, gapapa deh, sedikit aja, sekali kali”. Maka beli lah aku dua bungkus makaroni: satu tidak pedas, rasa BBQ, dan satut lagi rasa jagung bakar, ditambah sedikittttt pedas.
Singkat cerita, hari itu aku akan melakukan perjalanan ke Depok menumpangi bus antar kota. Makaroni itu aku rencanakan untuk jadi camilanku di perjalanan. Sore itu, setelah bus melaju, aku buka bungkusan makaroni yang aku bawa. Beberapa suap aku makan, pertuku mulai merasa tidak enak. Hal itu aku anggap wajar, karena aku memang begitu. Beberapa menit kemudian, habis sudah satu bungkus makaroni aku lahap. Lumayan, untuk mengisi kesunyan di perjalanan.
Beberapa jam kemudian, sampailah bus yang aku tumpangi di terminal Kp. Rambutan. Aku hanya tinggal menaiki angkot sekali, rute nomor 19 untuk sampai ke Depok. Saat itu, perutku tersa semakin tidak enak. Entah karena masuk angin, makaroni yang sebelumnya aku makan, atau gabungan antara keduanya. Tanpa berlama-lama, aku langsung menaiki angkot merah nomor 19. Baru beberapa menit aku di angkot, perutku terasa semakin tidak enak. rasanya seperti terdorong dari dalam. “apa masuk angin ya ini isinya angin semua?”.  Aku panik, sekaligus berharap: panik karena aku tidak mau tersiksa selama perjalanan atau merepotkan karena perutku yang sakit, dan berdoa supaya sakitnya mereda, minimal hingga aku sampai di asrama. Dan ternyata, do’aku agak terkabul. Aku berhasil sampai di ujung gang menuju asrama dengan sakit perut dan mual yang masih tertahan. Dan akhirnya, semuanya terlepas tepat saat aku sudah sampai di depan asrama. Alhamdulillah...
Sebenarnya, ini hanya potongan cerita remeh dari hidupku. Tapi kabar baiknya adalah hikmah yang aku dapat dari cerita remeh ini: Makanlah makanan yang halal dan baik. Karena yang halal, belum tentu baik. Contohnya makaroni pedas yang kumakan. Dia halal, tapi tidak baik untukku :( (karena pedesnya bikin muntah, melilit dan diare T^T)
jadi, berhati-hatilah memilih makanan yaaa, teman-teman.
Ingat: yang halal dan baik! karena halal, belum tentu baik.
0 notes
luyyinatsa · 7 years
Text
Opini tentang Pernikahan, dari Luyyina di usia 21-nya
Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Saat ini kuliahku sudah memasuki semester tua, semester 6. Kalau lancar, insyaAllah 2 semester lagi aku akan lulus sebagai Sarjana Ekonomi. Aamiin..
Tujuanku setelah ini sebenarnya masih belum terlalu jelas. Entah akan memberanikan diri untuk terjun di dunia yang benar-benar aku minati, yaitu bisnis atau terlebih dahulu mencicipi bangku kantoran, bekerja di balik meja 8 jam sehari, berangkat pagi dan pulang sore. Yang jelas, aku ingin segera sukses, segera kaya. Aku punya mimpi untuk dapat memiliki mobil pribadi sebelum usia 25, memiliki rumah pribadi sebelum usia 28, pengalaman menjelajah berbagai negeri di usia semuda mungkin, dan mimpi-mimpi lainnya yang aku sadari butuh usaha keras untuk itu.
jadi, kalau dipikir-pikir, timeline hidupku kurang lebih akan seperti ini:
Kuliah – Lulus – Kerja – punya mobil – punya rumah – terus kerja – keliling Eropa – bikin cake house – mau ke sini – mau ke sana – mau ngasih ini – mau bikin itu – mau ngelakuin ini – mau bisa itu -lalu …. waktu pun terus berjalan. terus tiba-tiba udah tua deh -_-
“Loh? kapan aku nikah ya? wah ga bakal bisa nikah dulu sih kalau gini, soalnya kalau udah nikah ga bebas, harus ngurus rumah, ngurus suami, belum lagi kalau udah punya anak, susah deh buat blablablablablabla… yaudah deh, nikahnya nanti aja!”
TETTTOOOOT!
Engga, itu bukan timeline rencana hidupku kok. itu cuma sebuah pikiran randomku ditengah perjalanan Bandung-Depok beberapa hari lalu.
Lalu setelah pikiran random itu, aku muai berpikir tentang “mau bebas dulu”. apa iya dengan tidak menikah dan fokus mengejar mimpi-mimpi itu adalah suatu hal yang disebut bebas? Apakah ya keputusan untuk tidak menikah dulu dengan alasan aktualisasi diri itu yang disebut dengan bebas?
“iya dong, kan kalau ga nikah jadi ga ada beban urusan rumah tangga, ga perlu mikirin orang lain, ga perlu ngurusin ini dulu, ga ngurusin itu dulu, fokus aja di mimpi yang pengen dicapai…….”
Hmm
Sebelumnya, tulisan ini aku khususkan untuk pembaca wanita yaaa. tapi kalau ada laki-laki yang mau baca juga mangga aja, silakan.
Nih, kebanyakan orang menganggap masa lajang merupakan masa kebebasan. Kenapa? Katanya, karena kita bisa bekerja lembur tanpa khawatir ada yang menunggu di rumah, bisa main kesana kemari bersama teman-teman, bisa nongkrong lembur mengejar deadline di coffeshop hingga tengah malam, bisa mengikuti berbagai kegaiatan sesuka kita, bisa aktif di berbagai organisasi tanpa perlu bagi waktu dengan pasangan, bisa ke luar negeri sendiri tanpa mikir ada yang nemenin, bisa kemana-mana sendiri tanpa bergantung orang lain, bisa ini sendiri, bisa itu sendiri, wah, menyenangkan deh kalau masih sendiri. Bebaaaas!
iya, gitu katanya.
Wow. Apa iya itu sebuah kebebasan?
Aku, sebagai seorang yang jarang beropini karena selalu merasa takut akan penolakan atas pendapatku kali ini mencoba untuk nulis opini. Namanya opini, tentu dari sudut pandang pribadi. Jadi, maaf maaf aja kalau terlihat sotoy. Namanya juga opini. Tapi, dengan adanya berbagai dasar yang tiba-tiba lewat di pikiran saat proses beropini ini, semoga bisa menutupi kesotoyanku yang masih fakir ilmu ini.
Jadi gini, aku pernah baca suatu hadits yag bilang kalau wanita itu adalah fitnah bagi lelaki. Setelah aku cari, hadits yang cukup menarik dan berkaitan bunyinya nya begini nih:
حفظه الله. عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا، وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بْنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاء
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla menguasakan kepada kalian untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap dunia dan wanita, karena fitnah yang pertama kali terjadi pada Bani Israil adalah karena wanita.”
Tarikh haditsnya begini:
• اِتَّقُوْا النِّسَاءَ : waspadalah terhadap wanita; maksudnya, yaitu berhati-hatilah terhadap fitnah yang ditimbulkan olehnya
• فِيْ النِّسَاءِ : pada wanita, yakni fitnah itu disebabkan oleh kaum wanita.
Wanita itu memang sudah kodratnya menjadi salah satu hal yang rentan untuk menimbulkan fitnah. Berkeliarannya kita bisa jadi menjadi fitnah bagi lelaki, dan bagi diri kita sendiri. Jadi, kalau dari pandangan penulis pribadi, yang didukung oleh hadits ini melihat bahwa ternyata tidak ada kebebasan bagi seorang wanita lajang. karena wanita kodratnya adalah fitnah. Di sini lain, salah satu hikmah atau kebaikan menikah sendiri adalah untuk menghindari fitnah.
Jadi, kebebasan pada wanita itu ada ketika lajang atau menikah yaaa?
Terus secara random ku jadi kepikiran tentang safar (perjalanan) bagi seorang wanita.
Katanya kalau lajang itu bebas, bisa pergi kemana aja sendirian tanpa harus ribet mikirin siapa yang nemenin, tanpa harus bergantung sama orang lain untuk bisa pergi kemana-mana, pokoknya enak lah. gausah ribet-ribet bergantung sama orang, sendiri juga berangkaaaat!
Bener gak sih sebebas itu kalau wanita lajang?
Rasulullah pernah bersabda, yang kemudian diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas bahwa beliau mendengar dalam khotbah Rasulullah saw: “Sungguh, janganlah seorang laki-laki menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali dia bersama mahramnya. dan tidak boleh seorang wanita bepergian, kecuali bersama mahramnya”.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Said: “Bahwasanya Rasulullah saw. melarang wanita bepergian dua hari ataua dua malam perjalanan, kecuali disertai oleh suami atau mahramnya”
Dua imam itu juga meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Tidak halal bagi wanita untuk bepergian sehari dan semalam perjalanan, kecuali bersama mahramnya.”
Riwayat lain dari dua imam tersebut: Dari Ibnu Umar r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seorang wanita bepergian selama tiga hari, kecuali bersama mahramnya.”
Dari ketiga riwayat tersebut, ada perbedaan terkait lamanya safar yang Rasulullah sebutkan, ada yang sehari semalam, dan ada yang tiga hari. Namun, tidak ada penetapan jarak minimal untuk kata safar.
Jadi, yang dilarang sehari, tiga hari, atau berapa hari? Ternyata, kalau dibaca dari hasil mengkaji yang ditulis di buku fiqih wanita tulisan Prof. Dr. Mohamed Osman El-Khosht, adanya perbedaan waktu dalam riwayat itu disesuaikan dengan pertanyaan yang ditanyakan kepada Rasulullah. Ketika beliau ditanya tentang wanita bepergian selama sehari semalam, maka beliau mengatakan bahwa wanita tidak boleh safar selama sehari semalam tanpa suami atau mahramnya, ketika ditanya tentang wanita safar selama dua hari, beliau mengatakan bahwa wanita tidak boleh safar selama dua hari atau lebih tanpa mahramnya, safar selama tiga hari pun begitu dan begitu seterusnya. Jadi, kalau disimpulkan, kata safar adalah mutlak, yaitu semua perjalanan yang dapat disebut safar. dan seorang wanita dilarang bersafar (bepergian) tanpa mahram atau suaminya, baik jaraknya tiga hari perjalanan, setengah hari, dan lainnya. (Untuk penjelasan lebih lengkapnya, bisa baca langsung di bukunya. Termasuk jika memang gak punya suami atau mahram yang bisa menemani safar.)
Jadi, apakah melajang dengan alasan ingin jalan-jalan tanpa bergantung pada orang lain dulu adalah suatu kebebasan yang dimaksud?
Hmm
Karena ini opini, izinkan saya untuk beropini. Tidak maksud untuk menyimpulkan, karena inginnya pembaca sekalia yang menyimpulkan. Tapi terserah sih kalau kalian mau menganggap ini sebuah kesimpulan. hehe
Kebebasan diri kita sebagai wanita bukanlah ketika kita melajang dan terus-terusan mengejar karir, berkesibukan, pergi kemana-mana sendiri dan terus mengejar “kesusesan” dalam definisi dunia. Itu bukanlah kebebasan tenyata, karena akan timbul fitnah di sana. Juga karena ada batasan di sana saat kita masih “sendiri”.
“Wah, kok islam sangat membatasi? Aku kan pengen jalan-jalan…”
Bukan gitu sisters, justru islam sangat melindungi. Kita, sebagai wanita, merupakan makhluk yang lemah. Iya, lemah. Barang kali kita pernah mendengar bahwa wanita itu kurang akal dan agamanya.
“Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya paling bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (kaum wanita).” Maka ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksudnya kurang akalnya wanita?” Beliau menjawab, “Bukankah persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki?” Ditanyakan lagi, “Ya Rasulullah, apa maksudnya wanita kurang agamanya?” “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?”, jawab beliau. (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 79)
“tapi gue atlet taekwondo loh, sering ikut kejuaraan.”
Kuat di sini bukan hanya kuat fisik, tapi juga kuat hati, mental, dan imannya. Wanita kadang mudah terusik perasaannya, mudah tergoyah pendiriannya, atau mudah terluka hatinya. Maka dari itu, wanita disebut kurang akal, karena untuk persaksian saja dua orang wanita sebanding dengan seorang pria. Disebut kurang agamanya, karena wanita punya masa haidh yang membuat kita tidak bisa terus-terusan beribadah seperti laki-laki.
Kalau aku boleh iseng sih, aku pengen bilang gini: “jangan sok kuat yaa" hehe
Sooooooo, menurut aku pribadi, justru kebebasan yang lebih indah adalah kebebasan yang bukan kebebasan duniawi, yang justru ternyata ada saat kita sudah menikah.
Simpelnya sih, kalau kita udah nikah bakal ada rasa mawas diri (?) juga yang bikin kita ngerasa kalau kita istri orang yang juga harus jaga nama baik suami. Terus kalau udah nikah bakal lebih terlindung dari fitnah, kalau bepergian gak perlu khawatir gak ada mahram buat nemenin, aman lah pokoknya! insyaAllah..
Jadi, kalau ingin bebas, jangan menunda menikah, segerakan saja (kalo udah ada calonnya ya).
Mangga diistikharahkan dulu supaya mantap, demi menghindari maksiat.
Buat yang belum ada calon, ya bersabar aja, semua udah Allah atur. Pinter-pinter jaga diri aja dan berdoa supaya gak terjerumus dalam kemaksiatan dikala kesendirian dan penantian ini. Semoga Allah melindungi kita. Aamiin…
Btw, ini bukan postingan ajakan nikah muda ala-ala jaman sekarang yaaa. Ini cuma hasil berkontemplasi #asik. Pemikiran random dikala perjalan dari Bandung menuju Depok.
Maapkan random banget formatnya, namanya juga opini dari pikiran random. ditambah lagi penulis amatiran yang udah lama gak nulis. Jadilah susunan bahasa dan penulisnya super random. heheeee
Perbincangan anrata Aku dan Aku di pikiranku, Perjalanan Pagi Hari Bandung – Depok
Sabtu, 27 Januari 2018
Referensiku dari internet dan buku yang aku baca:
https://almanhaj.or.id/4117-waspadalah-terhadap-fitnah-dunia-dan-fitnah-wanita.html
El-Khosht, Mohamed Osman. Fiqih Wanita: Dari Klasik sampai Modern (Fiqh an-Nisa…..
https://rumaysho.com/1989-wanita-kurang-akal-dan-agamanya.html
5 notes · View notes