Bersama mengkaji, mendalami, dan mempelajari keindahan Islam, Al-Quran, dan As-Sunnah.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Menghisab Kedermawanan Tuhan
SUDAH siap “Sekam Terpendam di Tlatah Yogya”, tapi kusimpan dulu. Kita menyelam ke pembelajaran nilai yang ‘universal’ saja dulu.
Sebelum menyelam aku sempat menoleh menatap Indonesia. Ternyata tetap saja berkecamuk adrenalin cintaku kepadanya: Wahai Indonesia, sebenarnya kita ini mau apa sih? “Aku Indonesia” itu maunya apa? Mau pergi ke mana? Gawang tendangan bola kita yang mana? Cita-cita kita apa? Mau Kaya? Atau mau hebat? Kuat? Pintar? Baik? Kuasa?
Kalau mau kaya, wahai para ahli kekayaan terangkanlah dibanding ketika merdeka, sekarang ini apakah kita makin kaya, atau malah semakin miskin? Atau jelaskanlah kaya itu bagaimana? Kaya itu merdeka dari utang, ataukah semakin banyak utang berarti makin kaya? Menurut kriteria dunia, yang kaya itu Negaranya, pejabatnya ataukah rakyatnya? Kalau tukang bakso menabung sekeping demi sekeping uang selama puluhan tahun untuk biaya naik haji, lantas Negara meminjamnya entah untuk apa – siapa di antara mereka berdua yang kaya?
Kami rakyat kecil takut salah kepada Negara kalau kami bilang kami miskin, tetapi memang sekarang semakin susah cari penghidupan. Kami tidak punya pengetahuan untuk mengatakan Indonesia ini kaya atau miskin. Tanah air kita kabarnya kaya, bahkan katanya terkaya di muka bumi. Tetapi kami tak punya ilmu untuk menyimpulkan apakah dengan adanya Negara dan Pemerintahan berkali-kali ini kita menjadi makin kaya atau lebih miskin.
Aku pribadi buta huruf tentang kekayaan dan kemiskinan, kalau yang dimaksud adalah materialisme, kapitalisme, peta keuangan, konstelasi modal, devisa, fiskal, daya beli, kedaulatan pangan dan apapun makhluk-makhluk gaib lainnya. Kalau kaya adalah melimpahnya materi, benda dan uang, kenapa tiap hari semua rakyat dan Pemerintah mengeluh tentang itu semua?
Kalau kaya adalah menyembah berhala-berhala keduniaan, kenapa para berhala itu belum juga menerima ibadah dan sembah sujud kita kepadanya? Manusia yang paling konyol adalah yang getol menyembah berhala, tetapi berhalanya tidak mau disembah. Sampai utang-utang berhala. Sampai mengkhayal-khayalkan berhala. Sudah jelas busuk diberhalakan sebagai harum. Sudah jelas merosot, diberhalakan sebagai kenaikan. Sudah jelas terpuruk, diberhalakan sebagai kebangkitan. Sudah jelas berebut, sikut menyikut, singkir menyingkirkan, baku bunuh karakter dan akses, tetap diberhalakan sebagai persatuan dan kesatuan.
Aku tidak punya daya dan kuasa atas Indonesia. Oleh karena itu aku juga tidak bertugas apa-apa di dan kepada Indonesia. Sehari-hari aku hanya melakukan muhasabah pribadi, berhitung atau meng-hisab hidup aku sekeluarga kecil maupun keluarga besar aku, karena nanti di-hisab oleh Pencipta dan Pemilik kami semua.
Kalau aku bertanya kepada diriku: Apakah hidupmu mau kaya, hebat, kuat, pintar, baik, atau kuasa? Aku menjawab: tidak semua. Jadi mau apa? Aku ‘hanya’ berjuang agar tidak dimurkai oleh Allah. In lam takun ‘alayya Ghodlobun fala ubali: asalkan Engkau tidak marah kepadaku, maka kuterima nasib apapun di dunia. Aku tidak ‘pathèken’ oleh keadaan apapun yang Engkau tentukan di bumi.
Mungkin bagi Indonesia: kegelapan utama adalah kemiskinan dan kebodohan. Nabi Ayyub yang sangat miskin, atau Nabi Muhammad yang “ummiyy”, tidak punya alat serap terhadap kepustakaan tekstual, yang satu pakaiannya dipakai, satu lainnya, di almari, dan satu lainnya dicuci, yang sering mengganjal perutnya dengan batu di balik sabuknya karena lapar – menurut kriteria Indonesia: adalah dua Nabi yang hidup dalam kegelapan.
Kalau ada kasus korupsi, kegelapan bagi Indonesia adalah “harta Negara dicuri”. Sedangkan bagiku kegelapannya terletak pada “manusia kok mencuri”. Manusia kok tidak adil dan tidak beradab terhadap sesamanya, sehingga merebut paksa hak orang lain. Kegelapan bagiku adalah hancurnya kepribadian manusia, termasuk ambruknya martabat bangsa dan Negara.
Kegelapan bagi Indonesia mungkin adalah tidak punya kereta cepat, infrastruktur fisik terbengkalai, meyakini kecemasan bahwa ia tertinggal 200 tahun dari Negara-negara lain. Tapi tidak bagiku. Aku tidak pernah tertinggal sehari pun dari siapapun dan apapun, sebab jalan yang kutempuh berbeda, dan arah hidupku tidak sama. Aku bukan warga Negara Dunia Ketiga. Aku tidak ketinggalan 200 tahun dari Bangsa lain. Aku tidak mengejar siapapun di jalanan yang berbeda.
Atau misalnya kita mengacu ke tiga rumusan cita-cita kemasyarakatan tradisional Jawa: “deso mowo coro, negoro mowo toto”. Kemudian “gemah ripah loh jinawi”. Serta “toto tentrem kerto raharjo”. Yang pertama, ketertataan Negara dimulai secara bottom up dari cara hidup masyarakat di desa-desa. Infrastruktur peradaban Negara adalah keberadaban desa-desa. Yang berlangsung sekarang adalah desa-desa merupakan bagian dan diatur oleh Negara. Terjadilah top down ketidaktertataan, sejumlah perusakan, pelecehan dan perendahan kota atas desa.
Yang disebut kemajuan adalah kalau desa menjadi kota. Diperlukan Kementerian Desa Tertinggal. Produknya sementara ini adalah ketidaktertataan Negara semakin hari semakin menghancurkan “deso mowo coro”. Masyarakat desa dipandang sebagai strata terendah dalam pandangan kota dan Negara. Penduduk desa adalah semacam “Sudra”. Yang di bawah garis kemiskinan adalah “Waysha”. Kelas menengah intelektual adalah “Ksatria”. Elit penguasa adalah “Brahmana”.
Sementara bagiku, siapa saja, boleh tukang becak atau Menteri, tukang sabit rumput atau Presiden, kuli atau Ulama – kalau hidupnya menomorsatukan materialisme keduniaan: merekalah Sudra atau Waysha. Dan siapa saja, boleh penjual pecel atau pengusaha, buruh pabrik atau Profesor, makelar motor bekas atau Habaib – kalau mereka meletakkan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sila Pertama atau rujukan utama perilaku hidupnya: merekalah Brahmana.
Kemudian “gemah ripah loh jinawi” adalah terawatnya tanah air serta apapun yang tumbuh dan hidup padanya atau di atasnya. Lingkungan hidup yang sehat dan subur, yang berbuah kesejahteraan bagi manusia. Lantas “toto tentrem kerto raharjo” adalah iklim politik dan perhubungan sosial budaya yang kondusif untuk membangun ketenangan hidup masyarakatnya.
Tiga filosofi tradisi itu sangat bagus, tetapi belum berdialektika vertikal. Ada rumusan “baldatun thayyibatun wa Robbun Ghofur”. Baldah itu bisa Negara, Kerajaan, Kesultanan, Padepokan, Persemakmuran, Perdikan, atau komunitas saja. Thayyibah adalah baik. Di dalamnya boleh ada kekayaan, kemakmuran dan kesejahteraan materi. Tetapi titik beratnya adalah kebaikan bersama secara sosial.
Keadilan sosial adalah: Boleh kaya boleh agak miskin. Boleh high-tech atau low-tech. Boleh berkibar-kibar gedung-gedung mencakar langit. Boleh super-digital boleh manual. Asalkan seluruhnya itu adil bagi seluruh rakyat.
Sementara itu Allah menunjukkan presisi tujuan hidup manusia dengan konsep “Robbun Ghofur”. Sehebat apapun pencapaian manusia di dunia, babak finalnya adalah diampuni atau tidak oleh-Nya. Tak punya pencakar langit tak apa, asalkan bersih dari kemarahan Allah. Miskin tak apa, asal Ia mengampuni di kehidupan sejati nanti. Maka aku hidup jangan sampai fakir, juga jangan sampai memanggul kekayaan melebihi wajarnya kebutuhan.
Yang terbaik adalah lapar. Yang kurang baik adalah kenyang. Yang tidak baik adalah kekenyangan. Dan yang paling tidak baik adalah kelaparan.
Kujalani prinsip kesehatan hidup yang semacam itu. Pasti di tengah perjalanan ada kurang-kurang, bocor-bocor, penyok-penyok atau prithil-prithil. Tuhan memang menciptakan manusia dengan kelemahan: ‘al-insanu mahallul khotho` wan-nisyan’, manusia itu tempat salah dan lupa. Maka Ia Maha Pengayom siap siaga mengampuni. Bahkan Allah menyiapkan minimal enam konteks ampunan: Al-Ghofur, Al-Ghaffar, Al-’Afuww, Ar-Ro’uf. Ditambah kontekstualisasi sifat Tuhan yang bisa berakibat pengampunan: Al-Karim, yang Maha Pemurah, atau Al-Wadud, Maha Mencintai.
Andaikan Allah bermurah hati bertanya kepadaku: “Kamu ini mau apa sih?”. Aku jawab dengan menirukan kalimat seorang Muthawwif yang Rasulullah saw juga berthawaf di belakangnya: “Aku ingin menghitung kedermawanan-Mu, sehingga aku tahu seberapa kemurahan-Mu kepadaku. Aku ingin meng-hisab ampunan-Mu, sehingga aku tahu seberapa selamat aku di hadapan-Mu”.
Dan Allah menjawab: ”Tak usahlah kau hitung-hitung kedermawanan dan ampunan-Ku, supaya Aku juga tak menghitung-hitung dosa dan kekhilafanmu
Cak Nun,
Yogyakarta, 08 Sep 2017, 05:09
3 notes
·
View notes
Text
Doa Nabi Ibrahim As
Di dalam kitab suci alquran Allah swt mengabadikan doa Nabi Ibrahim as setelah meninggikan dasar-dasar baitullah kabah..
Allah SWT berfirman:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَ يُزَكِّيْهِمْ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
robbanaa wab'as fiihim rosuulam min-hum yatluu 'alaihim aayaatika wa yu'allimuhumul-kitaaba wal-hikmata wa yuzakkiihim, innaka antal-'aziizul-hakiim
"Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 129)
disini nabi ibrahim as berdoa meminta kepada Allah agar di utus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri , yang membacakakan ayat-ayatNya, mengajarkan kitab suci dan hikmah, dan mensucikan mereka...
jadi ada 4 hal yang diminta oleh nabi ibrahim as dengan urutan
1. Rasul dari kalangan mereka sendiri
2. membacakan ayat-ayatNya
3. mengajarkan kitab suci dan hikmah
4. mensucikan mereka
setelah 2000 tahun lebih...., kalau kita hitung masa nabi ibrahim adalah 1800SM , dan masa pengutusan nabi Muhammad saw 600M.... berarti 2400 Tahun Allah swt mengkabulkan doa Nabi Ibrahim as yang diabadikan didalam ayat berikut...
Allah SWT berfirman:
كَمَآ اَرْسَلْنَا فِيْکُمْ رَسُوْلًا مِّنْکُمْ يَتْلُوْا عَلَيْكُمْ اٰيٰتِنَا وَيُزَكِّيْکُمْ وَيُعَلِّمُکُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِکْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ ۗ
kamaaa arsalnaa fiikum rosuulam mingkum yatluu 'alaikum aayaatinaa wa yuzakkiikum wa yu'allimukumul-kitaaba wal-hikmata wa yu'allimukum maa lam takuunuu ta'lamuun
"Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Quran) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 151)
disini Allah swt menjawab doa nabi ibrahim as dengan urutan..
1. Rasul dari kalangan mereka sendiri
2. membacakan ayat-ayatNya
3. mensucikan mereka
4. mengajarkan kitab suci dan hikmah
5. mengajarkan apa yang belum mereka ketahui
kalau kita perhatikan dari doa nabi ibrahim as dan jawaban dari Allah, ada beberapa perbedaan,....
pertama urutan doa yang diluruskan oleh Allah swt....
setelah membacakan ayat-ayatNya, nabi ibrahim as meminta agar rasul tersebut mengajarkan kitab suci dan hikmah baru kemudian mensucikan mereka...., tetapi Allah kabulkan dengan mensucikan mereka dahulu baru mengajarkan kitab suci dan hikmah....
disini ada beberapa penjelasan dari para ahli bahwa, pertama walaupun hanya dengan membaca ayat-ayat alquran, walau belum memperoleh rahasia-rahasianya, telah dapat mengantarkan seseorang pada kesucian jiwa.
yang kedua adalah bahwa mempelajari ayat-ayat Tuhan dan hikmah itu harus didahului dengan kesucian jiwa,
kalau kita lihat zaman sekarang ini
banyak orang yang faham dan mengerti tentang ilmu agama, tetapi tidak sedikit yg ilmunya itu justru dipergunakan untuk mengadudomba dan menyesatkan manusia sendiri,
kemudian selanjutnya kalau kita perhatikan lama waktu pengabulan doa nabi ibrahim as,
kalau kita baca didalam alquran surah annisa' ayat 125, bahwa Allah telah menjadikan nabi ibrahim as sebagai Kholilullah atau kesayanganNya...
dan Allah kabulkan doanya 2000 tahun lebih...
ini cukup jadi pelajaran buat kita bahwa janganlah kita tergesa-gesa bedoa dengan segera mengharapkan doanya terkabul....
Allah swt lebih mengetahui kapan waktu yg tepat doa tersebut dikabulkan...
nabi ibrahim saja yang menjadi kesayangannya Allah swt, 2000 tahun lebih doanya baru dikabulkan
yang ketiga Allah beri tambahan pemberian dari doa nabi ibrahim tersebut yaitu "mengajarkan apa yang belum mereka mengerti"...
ini juga merupakan nikmat tersendiri bahwa tidak semua ilmu itu diperoleh dengan belajar dibangku-bangku pendidikan..... ada juga berupa ilham dan intuisi
mudah-mudahan kita dapat mengambil ibrah/pelajaran dari doa nabi ibrahim tersebut
amin
6 notes
·
View notes
Text
Sampah Hati
Seorang laki-laki yang berbeda paham dengan seorang Guru Sufi mengeluarkan kecaman dan kata-kata kasar, serta meluapkan kebenciannya kepada Sang Sufi tersebut. Sang Guru hanya diam, mendengarkannya dengan sabar, tenang, dan tidak berkata apa pun. Setelah lelaki tersebut pergi, si murid yang melihat peristiwa itu dengan penasaran bertanya: “Mengapa Sang Guru diam saja tidak membalas makian lelaki tersebut?” Sang Guru menimpali sambil bertanya kepada si murid: “Jika seseorang memberimu sesuatu, tapi kamu tidak mau menerimanya, lalu menjadi milik siapakah pemberian itu?” “Tentu saja menjadi milik si pemberi,” jawab si murid. "Begitu pula dengan kata-kata kasar itu,” tukas Sang Guru. “Karena aku tidak mau menerima kata-kata itu, maka kata-kata tadi akan kembali menjadi miliknya. Dia harus menyimpannya sendiri. Dia tidak menyadari, karena nanti dia harus menanggung akibatnya di dunia atau pun akhirat, karena energi negatif yang muncul dari pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan hanya akan membuahkan penderitaan hidup.” Kemudian, lanjut Sang Guru: "Sama seperti orang yang ingin mengotori langit dengan meludahinya. Ludah itu hanya akan jatuh mengotori wajahnya sendiri.” Demikian halnya, jika di luar sana ada orang yang marah-marah kepadamu, biarkan saja, karena mereka sedang membuang SAMPAH HATI mereka. Jika engkau diam saja, maka sampah itu akan kembali kepada diri mereka sendiri, tetapi kalau engkau tanggapi, berarti engkau menerima sampah itu.” “Hari ini begitu banyak orang di jalanan yang hidup dengan membawa sampah di hatinya; sampah kekesalan, sampah amarah, sampah kebencian, dan lainnya, maka jadilah kita orang yang BIJAK.” Sang Guru melanjutkan nasehatnya: “Jika engkau tak mungkin memberi, janganlah mengambil.” “Jika engkau terlalu sulit untuk mengasihi, janganlah membenci.” “Jika engkau tak dapat menghibur orang lain, janganlah membuatnya sedih.” “Jika engkau tak bisa memuji, janganlah menghujat.” “Jika engkau tak dapat menghargai, janganlah menghina.” “Jika engkau tak suka bersahabat, janganlah bermusuhan.” Itulah ajaran agama Rahmatan lil alamin. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ "Wahai TUAN kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, ENGKAU lah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِه و صحبه اجمعين. Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Amin Yaa Rabb.
#sabar#ikhtilaf#sufi#kisah sufi#sufism#perselisihan#perbedaan pendapat#amarah#caci maki#penyakit hati#sampah hati#kebencian
1 note
·
View note
Text
Timbangan
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ Hai manusia! Sesungguhnya engkau giat menuju Tuhanmu dengan penuh kesungguhan; maka pasti engkau akan menemui-Nya Surah Al-Insyiqaq (84:6) _kadih_ atau _kadhan_ pada mulanya berarti _bersungguh-sungguh hingga letih dalam melakukan kegiatan_ manusia mau atau tidak pasti berakhir usahanya dengan kematian dan pertemuan dengan Allah (swt). Ayat ini mengisyaratkan pertanggungjawaban, karena tidak mungkin pertemuan itu tanpa tujuan, apalagi yang ditemui Allah Yang Maha Agung Sang Pencipta manusia. amal demi amal telah dihadirkan dan dipertanggungjawabkan. dalam konteks ini Allah swt menghadirkan apa yang dinamai _mizan_ atau _timbangan_ . وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ Timbangan pada hari itu adalah kebenaran (keadilan), Surah Al-A'raf (7:8) timbangan pada hari itu adalah timbangan yang penuh keadilan, yakni tidak disentuh oleh kecurangan, sekalipun sebesar atom/ _dzarroh_ (al zalzalah 7-8).... benar sesuai dengan kenyataan dan keadilan... setiap amal akan ditimbang dengan tolak ukur yang berbeda-beda... seluruh amal akan dihitung dengan penuh keadilan... ucapan dan perbuatan itu tidak satupun tertinggal untuk dihisab.... semua itu haruslah berlandaskan keimanan.... tanpa keimanan, sia-sialah seluruh amalan kita.... وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. Surah Al-Furqan (25:23) semoga kita selalu menjaga keimanan kita dari segala bentuk kesyirikan yg nampak dan tersembunyi.
0 notes
Text
Untuk Inikah Al-Quran Diturunkan?
Allah telah jelaskan bahwa hati manusia itu akan menjadi keras seperti orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), KENAPA, karena mereka membaca kitab dan melafalkannya, tapi mereka tidak mengerti sama sekali isi kitab tersebut.
Mereka tidak peduli, mereka tidak menggunakan kitab tersebut untuk melembutkan hati mereka, untuk ‘berbicara’ dengan Allah. Mereka tidak memiliki apa yang harusnya mereka dapatkan dari kitab itu.
Rasulullah SAW bersabda, “Para ahli kitab itu tidak mendapatkan manfaat (dari kitab ini) sama sekali. Mereka memiliki Taurat dan Injil tapi tidak mendapatkan manfaat apapun”.
Para muslim akan menjadi seperti mereka.
Kaum muslimin akan datang kepada para imam dan berkata, “Imam Shaab, aku terserang demam, ayat manakah yang harus aku bacakan?” “Putriku akan menikah, surat manakah yang harus ditampilkan setelah DJ selesai tampil?” “Doa yang mana dari AlQur'an yang harus aku bacakan ketika aku sedang mencari pekerjaan?”
Hanya itukah arti AlQur'an bagimu?
Kamu bilang mencari berkah dalam semua hal, apakah AlQur'an memberikan barakah kepada acara pesta dan seremonimu?
Untuk itukah AlQur'an diturunkan?
Apakah AlQur'an turun supaya kau dapat menyewa seseorang dalam acara pernikahanmu? Lalu ia datang dan membacakan AlQur'an kemudian meletakkan selendang di atas kepala pengantin?
Atau AlQur'an turun agar kau dapat memiliki hiasan dinding besar yang bertuliskan ayat di dalam rumahmu? Hiasan dinding besar surat Al-Ashr di dalam rumah yang kau pajang di samping TV puluhan inch?
Untuk itukah AlQur'an turun?
Supaya kau dapat menggantungkan tulisan ayat kursi di kaca spion depan mobilmu? Karena kau tidak memiliki 'air bag’ sebagai pengaman?
Untuk itukah AlQur'an turun? Apa yang terjadi? Apa yang telah kita lakukan pada AlQur'an selama ini? Apa yang telah kita buat sampai mengubahnya?
Ini adalah hal yang teramat penting.
Allah menurunkan petunjuknya seperti ini. Telah banyak orang yang meneteskan darah agar dapat mengubah hidupnya sesuai dengan petunjuk isi kitab. Tapi sekarang AlQur'an hanya menjadi sebuah kitab seremoni. Ini membuat hati hancur dan menyakitkan.
Kita membalut kitab ini, dan mencetaknya di atas sutra, lalu kita mengadakan pameran seni AlQur'an.
Kita merayakan anak-anak kita yang berhasil menghafalkan AlQur'an, Tapi kita tidak menangis ketika anak-anak itu beranjak dewasa tapi tidak mengetahui apa yang mereka bacakan.
Mereka tetap tidak mengerti dan kita tetap merayakannya. Setiap tahun. Lalu anak-anak itu memimpin shalat tarawih tapi mereka tidak mengerti apa yang ia bacakan. Lalu apa yang kalian harapkan dari para makmumnya…?
Pria yang memimpin shalat saja tidak mengerti.
Ada yang salah dengan ini semua. Ini tidak normal, seharusnya keadaan tidak seperti ini. Tapi kitalah yang telah membuatnya.
Dan anak-anak kita, ketika kita membangun hubungan palsu dengan AlQur'an, anak-anak itu menghafal AlQur'an dan tujuan besarnya hanyalah, “Aku akan memimpin shalat tarawih tahun ini”.
AlQur'an bukanlah sebuah piala.
AlQur'an bukanlah bertujuan agar kau mendapatkan hadiah ketika membacakannya. Bukan itu.
Aku bertemu dengan beberapa anak yang menghafal AlQur'an dan mereka mencari tempat (mesjid) untuk memimpin shalat tarawih karena bulan Ramadhan akan tiba.
Dan mereka berkata, “Hei berapa mereka akan bayar? mesjid yang ini berapa? hadiah apa yang akan kau dapat dari mesjid itu?”
Mereka malah membicarakan apa yang akan mereka terima atau berapa upah ketika memimpin shalat.
Ini harus menjadi perhatian kita. Inikah yang telah kita lakukan dengan AlQur'an?
Kita yang melakukan ini bukan orang lain. Jangan salahkan pemerintah. Kitalah yang melakukan ini pada kitab Allah,
Tidakkah kau berpikir Allah akan meminta pertanggungjawaban kita tentang ini semua?
Bagaimana seharusnya?
Dulu para penghafal AlQur'an disebut juga dengan Hamilat Quran. Pembawa Al Quran. Karena mereka mengerti bahwa mereka sedang membawa tanggung jawab yang besar.
Dan aku tidak menuding ini terhadap anak-anak yang menghafal AlQur'an, ini bukan salah mereka. Ini salah kita karena tidak mengajarkan lebih jauh.
*Diterjemahkan dan disarikan dari khutbah Jum'at oleh Ustadz Nouman Ali Khan. *Sumber NAK Indonesia
———————-
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِِْ
وَمَا تَكُوْنُ فِيْ شَأْنٍ وَّمَا تَتْلُوْا مِنْهُ مِنْ قُرْاٰنٍ وَّلَا تَعْمَلُوْنَ مِنْ عَمَلٍ اِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُوْدًا اِذْ تُفِيْضُوْنَ فِيْهِ ۗ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَّبِّكَ مِنْ مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِى السَّمَآءِ وَلَاۤ اَصْغَرَ مِنْ ذٰ لِكَ وَلَاۤ اَكْبَرَ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ “Dan tidaklah engkau berada dalam suatu urusan, dan tidak membaca suatu ayat Al-Qur'an serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukannya. Tidak lengah sedikit pun dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah, baik di Bumi maupun di langit. Tidak ada sesuatu yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, melainkan semua tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (QS. Yunus 10: Ayat 61)
0 notes
Quote
Hidup ini adalah “pilihan”. Apapun yang membuatmu sedih, “tinggalkan”. Dan apapun yang membuatmu tersenyum & bahagia, “pertahankanlah”. Hakikat hidup ini adalah, bagaimana pengabdian kita kepada ALLAH Azza wa Jalla. Jadi, jalani hidup kita dengan “syukur kepada NYA”, maka segala sesuatu “pasti” akan terasa “indah”.
My Self
0 notes
Text
Syukuri dan Nikmati Hidupmu
Jika kekayaan adalah rahasia dari kebahagiaan, tentu orang-orang kaya akan menari-nari di jalanan. Tetapi hanya anak-anak miskinlah yang melakukannya. Jika kekuatan memang menjamin keamanan, tentu orang-orang penting akan berjalan tanpa pengawalan. Tetapi hanya mereka yang hidup sederhanalah yang dapat menikmati lelapnya tidur. Jika kecantikan atau ketampanan serta kepopuleran membawa kita kepada kehidupan yang ideal, tentu para selebriti pasti akan memiliki pernikahan yang terbaik. Hiduplah sederhana. Berjalanlah dengan rendah hati. Dan mencintailah dengan tulus. Begitulah hidup, maka Syukuri dan nikmatilah hidupmu. _________________ فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْکُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْن. "Maka ingatlah kepada-KU, AKU pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-KU dan janganlah kamu ingkar kepada-KU." (QS. Al-Baqarah: Ayat 152) وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّـكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ "Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya AKU akan menambah (nikmat) kepadamu. Jika kamu mengingkari (nikmat), Sesungguhnya adzab (karena ingkar/kufur) sangatlah keras."" (QS. Ibrahim: Ayat 7)
0 notes
Text
Raja, Tawanan, dan Sahabat
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu merumuskan cara memperlakukan atau mendidik anak berdasarkan jenjang umur 7 tahunan: *Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun) perlakukan anak sebagai "Raja." *Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun) perlakukan anak sebagai "Tawanan." *Dan kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun) perlakukan anak sebagai "Sahabat." *Anak Sebagai Raja (Usia 0-7 Tahun) Melayani anak dibawah usia 7 tahun dengan sepenuh hati dan tulus adalah hal terbaik yang dapat kita lakukan. Banyak hal kecil yang setiap hari kita lakukan ternyata akan berdampak sangat baik bagi perkembangan perilakunya, misalnya, apabila kita langsung menjawab dan menghampirinya saat dia memanggil kita (bahkan ketika kita sedang sibuk dengan pekerjaan kita), maka dia akan langsung menjawab dan menghampiri kita ketika kita memanggilnya. Saat kita tanpa bosan mengusap punggungnya hingga dia tertidur, maka kelak kita akan terharu ketika dia memijat atau membelai punggung kita saat kita kelelahan atau sakit. Saat kita berusaha keras menahan emosi di saat dia melakukan kesalahan sebesar apapun, lihatlah dikemudian hari dia akan mampu menahan emosinya ketika adik/ temannya melakukan kesalahan padanya. Maka ketika kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati anak yang belum berusia tujuh tahun, insya Allah dia akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena jika kita mencintai dan memperlakukannya sebagai "Raja," maka dia juga akan mencintai dan memperlakukan kita sebagai raja dan ratunya. *Anak Sebagai Tawanan (Usia 8-14 tahun) Kedudukan seorang tawanan perang dalam Islam sangatlah terhormat, mereka mendapatkan haknya secara proporsional, namun juga dikenakan berbagai larangan dan kewajiban. Usia 7-14 tahun adalah usia yang tepat bagi seorang anak untuk diberikan hak dan kewajiban tertentu. Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi wa Shahbihi wa Salam mulai memerintahkan seoang anak untuk shalat wajib pada usia 7 tahun, dan memperbolehkan kita memukul anak tersebut (atau mengukum dengan hukuman seperlunya) ketika dia telah berusia 10 tahun jika meninggalkan shalat. Karena itu, usia 7-14 tahun adalah saat yang tepat dan pas bagi anak-anak kita untuk diperkenalkan dan diajarkan tentang hal-hal yang terkait dengan hukum-hukum agama, baik yang diwajibkan maupun yang dilarang, seperti: -Melakukan sholat wajib 5 waktu, -Memakai pakaian yang bersih, rapih dan menutup aurat, -Menjaga pergaulan dengan lawan jenis, -Membiasakan membaca Al-Qur’an, -Membantu pekerjaan rumah tangga yang mudah dikerjakan oleh anak seusianya, -Menerapkan kedisiplinan dalam kegiatan sehari-hari. -Dan hal lainnya. Reward (hadiah/ penghargaan/ pujian) dan Punishment (hukuman/teguran) akan sangat pas diberlakukan pada usia 7 tahun kedua ini, karena anak sudah bisa memahami arti dari tanggung jawab dan konsekuensi. Namun demikian, perlakuan pada setiap anak tidak harus sama kerena every child is unique (setiap anak itu unik). Akan lebih bijak lagi jika orang tua memahami terlebih dahulu karakter masing-masing anaknya dan menyesuaikan dengan reward dan punishment yang mau ditetapkan. *Anak Sebagai Sahabat (Usia 15-21 tahun) Usia 15 tahun adalah usia umum saat anak menginjak "aqil baligh." Sebagai orangtua sebaiknya memposisikan diri sebagai sahabat dan memberi contoh atau teladan yang baik seperti yang diajarkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah, yaitu: 1. Berbicara dari hati ke hati. Inilah saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengannya, menjelaskan bahwa dia sudah remaja dan beranjak dewasa. Perlu dikomunikasikan bahwa selain mengalami perubahan fisik, dia juga akan mengalami perubahan secara mental, spiritual, sosial, budaya, dan lingkungan, sehingga sangat mungkin akan ada masalah yang harus dihadapinya. Paling penting bagi kita para orang tua adalah kita harus dapat membangun kesadaran pada anak-anak kita bahwa pada usia setelah aqil baliqh ini, dia sudah memiliki buku amalannya sendiri yang kelak akan ditayangkan dan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. 2. Memberi Ruang Lebih. Setelah measuki usia aqil baligh, anak perlu memiliki ruang agar tidak merasa terkekang, namun tetap dalam pengawasan kita. Controlling (pengawasan) tetap harus dilakukan tanpa bersikap otoriter dan tentu saja diiringi dengan berdo’a untuk kebaikan dan keselamatannya. Dengan demikian anak akan merasa penting, dihormati, dicintai, dihargai, dan disayangi. Selanjutnya, dia akan merasa percaya diri dan mempunyai kepribadian yang kuat untuk selalu cenderung pada kebaikan dan menjauhi perilaku buruk. 3. Mempercayakan tanggung jawab yang lebih berat. Waktu usia 15- 21 tahun ini penting bagi kita untuk memberinya tanggung jawab yang lebih berat dan lebih besar, dengan begini kelak anak-anak kita dapat menjadi pribadi yang cekatan, mandiri, bertanggung jawab dan dapat diandalkan. Contoh pemberian tanggung jawab pada usia ini adalah seperti memintanya membimbing adik-adiknya, mengerjakan beberapa pekejaan yang biasa dikerjakan oleh orang dewasa, atau mengatur jadwal kegiatan dan mengelola keuangannya sendiri. * * * * * Anak bisa menjadi sebab syurga atau neraka bagi kita. Jika kita menginginkan anak keturunan kita tumbuh dan berkembang menjadi anak yang shaleh/shalehah yang bisa "menyejukan mata" orang tuanya, mari kita lindungi dan didik mereka, karena mereka adalah amanat dari Allah Ar-Rahim Subhana wa Ta'ala yang akan dimintai pertanggung jawabannya. Didiklah anak-anak sesuai ajaran Islam, jangan berlaku kasar/keras kecuali yang diizinkan syara'. Fleksibel dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di jaman kita, dan tetaplah memprioritaskan Agama sebagai landasan pergaulan. Rumah adalah sekolah pertama pendidikan anak. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita anak-anak yang shaleh-shalehah, bertaqwa kepada Tuhan nya, berbakti kepada orang tuanya, dan bermanfaat bagi makhluk Allah Azza wa Jall lainnya. …َ رَبِّ هَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۚ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَآءِ "…Wahai RABB-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa." (doa Nabiullah Zakaria Alaihissalam di Al-Quran surah Ali 'Imran: 38). Amin, Allahumma amin. Alafuw minkum jika ada yang tak berkenan. Wa Allahu a'lamu bissawwab. ______________________________ أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِِْ يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَاۤ اَصَابَكَ ؕ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ۚ "Wahai anakku! Laksanakanlah sholat dan berbuatlah yang makruf dan cegahlah dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting." (QS. Luqman: Ayat 17) -------------------------------------------- Disunting dari tulisan habib Quraisy Baharun yang berjudul: "Mendidik Anak Menurut Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah."
#Ali bin Abi Thalib#Pendidikan anak#anak sholeh#rumah tangga#orang tua#ayah dan anak#habib Quraisy Baharun#alwi
10 notes
·
View notes
Text
Jual Beli Dengan Malaikat
Satu hari, sayyidina Ali bin Abi Thalib karramaALLAHU wajhah dalam perjalanan pulang ke rumahnya selepas silaturahim kepada baginda Rasulullah S.A.W. Sesampainya di rumah, Ali menjumpai istrinya, Sayyidah Fathimah (s.a), yang sedang duduk memintal wol.
“Wahai perempuan mulia, adakah makanan yang bisa kau berikan kepada suamimu ini?” tanya Ali kepada istrinya.
“Demi Allah, aku tidak mempunyai apapun. Hanya enam dirham ini, ongkos dari Salman (al-Farisi r.a) karena aku telah memintal wol miliknya,” jawabnya. “Uang ini hendak aku belikan makanan untuk Hasan dan Husain.”
“Bawa kemari uang itu.” ujar sayyidina Ali. Fathimah segera memberikannya dan Ali pun keluar membeli makanan.
Tak lama berselang setelah beranjak dari rumahnya, tiba-tiba dia bertemu seorang laki-laki yang berdiri sambil berujar, “Siapa yang ingin memberikan hutang karena Allah yang Maha Menguasai dan Mencukupi?” Sayyidina Ali mendekat dan langsung memberikan enam dirham di tangannya kepada lelaki tersebut.
Fatimah menangis saat mengetahui suaminya pulang dengan tangan kosong. Sayyidina Ali hanya bisa menjelaskan peristiwa secara apa adanya.
“Baiklah,” kata Fathimah, tanda bahwa ia menerima keputusan dan tindakan suaminya.
Sekali lagi, Sayyidina Ali bergegas keluar. Kali ini bukan untuk mencari makanan melainkan mengunjungi baginda Rasulullah. Di tengah jalan seorang Badui yang sedang menuntun unta menyapanya. “Hai Ali, belilah unta ini dariku.”
”Aku sudah tak punya uang sepeser pun.”
“Ahh, kau bisa bayar nanti.”
“Berapa?”
“Seratus dirham.”
Sayyidina Ali sepakat membeli unta itu meskipun dengan cara hutang. Sesaat kemudian, tanpa disangka, sepupu Nabi ini berjumpa dengan orang Badui lainnya.
“Apakah unta ini kau jual?”
“Benar,” jawab Ali.
“Berapa?”
“Tiga ratus dirham.”
Si Badui membayarnya kontan, dan unta pun sah menjadi tunggangan barunya. Ali segara pulang kepada istrinya. Wajah Fatimah kali ini tampak berseri menunggu penjelasan Sayyidina Ali atas kejadian yang baru saja dialami.
“Baiklah,” kata Fatimah selepas mendengarkan cerita suaminya.
Ali bertekad menghadap baginda Rasulullah. Saat kaki memasuki pintu Nabawi, sambutan hangat langsung datang dari Rasulullah. Baginda Nabi melempar senyum dan salam, lalu bertanya, “Hai Ali, kau yang akan memberiku kabar, atau aku yang akan memberimu kabar?”
“Sebaiknya Engkau, ya Rasulullah, yang memberi kabar kepadaku.”
“Tahukah kamu, siapa orang Badui yang menjual unta kepadamu dan orang Badui yang membeli unta darimu?”
“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” sahut Ali memasrahkan jawaban.
“Sangat beruntung kau, wahai Ali. Kau telah memberi pinjaman karena Allah sebesar enam dirham, dan Allah pun telah memberimu tiga ratus dirham, 50 kali lipat dari tiap dirham. Badui yang pertama adalah malaikat Jibril, sedangkan Badui yang kedua adalah malaikat Israfil (dalam riwayat lain, malaikat Mikail).”
Wa ALLAHU a'lamu bissawwab.
*Sumber kitab al-Aqthaf ad-Daniyah. ____________________________________ Ketulusan sayyidina Ali dalam menolong sesama telah berbalas berlipat di luar dugaannya. Dan keluasan hati sang istri, sayyidah Fathimah (sa), dalam menerima keterbatasan dan keadaan sang suami serta mendukungnya juga menjadi pendorong dan penguat apa yang dilakukan oleh sang suami.
Sebuah kisah kebersahajaan hidup rumah tangga hamba-hamba Allah S.W.T. Dalam kondisi tak punya apa-apa tetapi mereka tetap rela meninggalkan “kebutuhan” mereka untuk orang lain.
Semoga kita, pasangan hidup kita, dan keluarga kita, termasuk dalam golongan mukhlisin dan shalihin. Amin.
#jual beli#transaksi#dagang#dirham#malaikat#ali bin abi thalib#sayyidina ali#fatimah az-zahra#sayyidah fatimah#fathimah#al-aqthaf ad-daniyah#alwi
3 notes
·
View notes
Text
Bila Usia Telah Sampai 40 Tahun
Allah SWT berfirman: أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِِْ وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ؕ حَمَلَـتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ؕ وَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰـثُوْنَ شَهْرًا ؕ حَتّٰٓى اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةً ۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْۤ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْۤ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰٮهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْ ؕ ۚ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ "Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga ketika dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, "Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim."" (QS. Al-Ahqaf: Ayat 15) Bila Usia 40 Tahun, maka manusia mencapai puncak kehidupannya baik dari segi fisik, intelektual, emosi, maupun spiritualnya. Dia telah meninggalkan masa mudanya dan melangkah ke masa dewasa yang sebenar-benarnya... Bila Usia 40 Tahun, maka hendaknya manusia memperbarui taubat dan kembali kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, membuang kejahilan ketika usia muda, lebih berhati-hati, melihat sesuatu dengan hikmah dan penuh penelitian, semakin meneguhkan tujuan hidup, menjadikan uban sebagai peringatan dan semakin memperbanyak syukur... Bila Usia 40 Tahun, maka meningkatnya minat seseorang terhadap agama, sedangkan semasa mudanya jauh sekali dengan agama. Banyak yang mulai menutup aurat dan mengikuti kajian-kajian agama. Jika ada orang yang telah mencapai usia ini, namun belum ada juga minatnya terhadap agama, maka bisa jadi pertanda yang buruk dari kesudahan umurnya di dunia... Bila Usia 40 Tahun, maka tidak lagi banyak memikirkan "masa depan" keduniaan, mengejar karir dan kekayaan. Tetapi sudah jauh berpikir tentang nasibnya kelak di akhirat... Bila Usia 40 Tahun, jika masih gemar melakukan dosa dan maksiat, mungkin meninggalkan shalat, berzina dll, maka akan lebih sulit baginya untuk berhenti dari kebiasaan tersebut... Bila Usia 40 Tahun, maka perbaikilah apa-apa yang telah lewat dan manfaatkanlah dengan baik hari-hari yang tersisa dari umur yang ada, sebelum ruh sampai di tenggorokan. Ingatlah menyesal kemudian tiada guna... Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu berkata : "Barangsiapa mencapai usia 40 tahun dan amal kebajikannya tidak bagus dan tidak dapat mengalahkan amal keburukannya, maka hendaklah ia bersiap-siap ke Neraka" Imam Malik rahimahullah berkata : "Aku dapati para ahli ilmu di negeri kami mencari dunia dan berbaur dengan manusia hingga datang kepada mereka usia 40 tahun. Jika telah datang usia tersebut kepada mereka, mereka pun meninggalkan manusia (yaitu lebih banyak konsentrasi untuk meningkatkan ibadah dan ilmu)" (At-Tadzkiroh hal 149). Imam asy-Syafi’i rahimahullah tatkala mencapai usia 40 tahun, beliau berjalan sambil memakai tongkat. Jika ditanya, maka beliau menjawab : "Agar aku ingat bahwa aku adalah musafir. Demi Allah, aku melihat diriku sekarang ini seperti seekor burung yang dipenjara di dalam sangkar. Lalu burung itu lepas di udara, kecuali telapak kakinya saja yang masih tertambat dalam sangkar. Komitmenku sekarang seperti itu juga. Aku tidak memiliki sisa-sisa syahwat untuk menetap tinggal di dunia. Aku tidak berkenan sahabat-sahabatku memberiku sedikit pun sedekah dari dunia. Aku juga tidak berkenan mereka mengingatkanku sedikit pun tentang hiruk-pikuk dunia, kecuali hal yang menurut syara’ lazim bagiku. Di antara aku dan dia ada Allah" Abdullah bin Dawud rahimahullah berkata : "Kaum salaf, apabila diantara mereka ada yang sudah berumur 40 tahun, ia mulai melipat kasur, yakni tidak akan tidur lagi sepanjang malam, selalu melakukan shalat, bertasbih dan beristighfar. Lalu mengejar segala ketertinggalan pada usia sebelumnya dengan amal-amal di hari sesudahnya" (Ihya Ulumiddin IV/410). Wahai Saudaraku, bagaimanakah dengan dirimu ?
#usia#40 tahun#empat puluh tahun#umur#kembali#taubat#Abdullah bin Abbas#Imam Syafii#imam shafii#imam malik#renungan#ahmad alidrus#ihya ullumuddin
2 notes
·
View notes
Text
akulah hamba-MU
Tuhan, Akulah satu-satunya hamba-Mu yang terbodoh Tak pandai bagaimana memahami petunjuk-Mu Tak peka terhadap segala sindiran-sindiran-Mu Tak sadar setelah Kau ingatkan berkali-kali Tuhan, Akulah hamba-Mu yang paling pandir Selalu tertipu oleh harapan palsu setan Tergiur ajakan nafsu hanya nikmat sesaat Selalu salah memilih yang palsu dan tinggalkan hakiki Aku termakan dusta gemerlap dunia, kubeli dengan akhirat Tuhan, Akulah hamba-Mu yang termiskin Akulah hamba-Mu yang sakit parah Akulah hamba-Mu yang terlilit beban Akulah hamba-Mu yang tertindas Aku tak memiliki siapa-siapa lagi kecuali Engkau Kujulurkan tanganku yang kotor ini Kau Maha Penolong dan Maha Iba Tariklah aku dari segala masalah ini Kepada-Mu aku mohon, dekaplah aku dalam rahmat-Mu Jangan Kau lepaskan abadi selamanya - husinnabil -
5 notes
·
View notes
Text
Senangkanlah Hatimu
Kalau engkau kaya, senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang sulit-sulit.... Dan jika engkau fakir miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang selalu menimpa orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepada engkau lagi, lantaran kemiskinanmu... Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacatmu... Kalau tanah airmu dijajah atau dirimu diperbudak, senangkanlah hatimu! Sebab penjajahan dan perbudakan membuka jalan bagi bangsa yang terjajah atau diri yang diperbudak kepada perjuangan melepaskan diri dari belenggu. -Disadur dari buku Tasauf Modern karya Buya Hamka
2 notes
·
View notes
Text
Terjerumus di Dalam Dosa?
Jika engkau orang yang selalu berbuat taat dan kebaikan, Kemudian engkau terjerumus pada suatu dosa dan kesalahan, Maka janganlah putus asa dan jangan terlalu memikirkannya. Itu adalah ujian dari ALLAH, yang ingin mrmberitahu dirimu, Akan kelemahan dan kehinaanmu di hadapan NYA, Yang menginginkan mu untuk selalu meminta dan berharap kepada-NYA. Jangan biarkan diri mu terpuruk oleh kesalahan dan dosa-dosamu, Tetaplah melangkah ke hadapan, Di hadapanmu ada tangga menuju ALLAH, Menujulah kepada ALLAH, Meskipun dengan keadaan terpincang-pincang. Habib Umar bin Hafidz
0 notes
Text
Taqdir
Kata "taqdir" sering disalah fahami sebagai nasib seseorang atas sesuatu yang menimpa dirinya....katakan saya ditakdirkan menjadi anak yang nakal....atau saya ditakdirkan menjadi orang miskin... ini jelas pemahaman yang keliru...., kesalahan terbesarnya adalah terletak pada prasangka terhadap Allah swt.... bahwa takdir-takdir "buruk" yang diterimanya itu dianggab merupakan ketetapan dari Allah swt.. seakan-akan Tuhan menetapkan si A baik dan si B buruk... padahal Allah swt menjelaskan إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, Surah An-Nisa' (4:40) takdir berakar dari kata "qadara" yang memiliki arti "mengukur, memberi kadar atau ukuran"... jika anda melempar bola dengan batas terjauh 5 meter....berarti takdir/ukuran anda adalah 5 meter..., semua ciptaan Tuhan telah diberikan takdirnya masing-masing.... ِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. Surah Al-Furqan (25:2) pengelihatan manusia diberikan takdir/ukuran tertentu sehingga tidak dapat melihat kuman dan bakteri anda bisa bayangkan jika pengelihatan anda diberi ukuran/takdir sehingga dapat melihat kuman dan bakteri....sudah pasti kita sebagai manusia tidak akan mampu bertahan....karena dalam keadaan apapun makan, minum, berbaring kita selalu melihat ribuan kuman dan bakteri setiap saat.... untunglah Tuhan Yang Maha Pemurah memberi ukuran/takdir pada mata kita... matahari beredar pada garis edarnya sampai waktu yang ditentukan, merupakan takdir/ukuran yang diberikan Tuhan kepada matahari وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah takdir Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Surah Ya Sin (36:38) takdir setiap mahluk Tuhan merupakan, kesempurnaan yang diberikan Tuhan kepada mahluk ciptaannya... wallahu'alam نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Surah Al-Hijr (15:49)
2 notes
·
View notes
Text
Musa As Dan Bangkai Anjing
Satu waktu, ALLAH Azza wa Jalla “berdialog” dengan “Kalamullah,” Nabiullah Musa As.
“Wahai Musa, adakah makhluk KU yang lebih rendah derajatnya dari diri mu?" Temukan dan bawalah dia pada KU.”
Nabi Musa pun mulai berkeliling memenuhi perintah ALLAH untuk mencari makhluk yang lebih hina dari pada dirinya, namun apa dikata, sulit sekali baginya menemukan orang, atau makhluk, atau benda, yang derajatnya lebih rendah dari dirinya. Setiap kali bertemu orang, Nabi Musa berpikir: “Tak mungkin dia lebih rendah dariku. Pasti dia punya banyak kebaikan, sedang aku masih memiliki banyak kekurangan.“
Begitupun setiap kali akan mengambil sebuah benda, selalu terbetik dalam benak Nabi Musa bahwa benda itu pasti memiliki manfaat, jadi tak mungkin derajatnya lebih rendah darinya.
Akhirnya Nabi Musa As memutuskan untuk kembali menghadap ALLAH Azza wa Jalla dengan tangan hampa, untuk melapor pada Sang Maha Agung bahwa dia tak menemukan makhluk atau benda yang lebih rendah darinya.
Dalam perjalanan kembali menghadap ALLAH, di tengah jalan Nabi Musa menemukan bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan berbau menyengat. Sejenak Nabi Musa sempat berpikir, “Bangkai anjing ini pasti lebih rendah derajatnya dariku,” lalu dibawanya bangkai tersebut dengan cara diseret. Tetapi, belum jauh perjalanan kemudian bangkai itu dilepaskannya kembali.
Nabi Musa pun meneruskan perjalanan menghadap ALLAH dan melaporkan kegagalannya:
“Hamba tak mampu menemukan satu pun makhluk di dunia ini yang lebih rendah derajatnya daripada hamba, yaa RABB!”
“Bahkan bangkai anjing pun hamba rasa masih lebih baik dari hamba,” ujar sang Musa Kalamullah As.
Mendengar perkataan Rasul-NYA tersebut, ALLAH berfirman: "Wahai Musa, andai tadi jadi kau pungut bangkai anjing itu dan membawanya kepada-KU sebagai yang lebih rendah derajatnya darimu, maka akan KU-cabut ke-nabian darimu.”
Bayangkan, jika ALLAH Azza wa Jall melarang Nabi-NYA merasa lebih tinggi dari bangkai seekor anjing yang sudah hancur dan bau, lantas bagaimana mungkin kita yang hanya manusia biasa, berhak mengatakan bahwa diri kita lebih tinggi ketimbang sesama makhluk AR-RAHMAN lainnya? Afala Ta'qilun?
Alafuw minkum. Wa ALLAHU A'lamu bissawwab. ________________________ A'udzubillahim minasy-syaithani ar-rajim.
وَلِكُلٍّ دَرَجٰتٌ مِّمَّا عَمِلُوْا ؕ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ "Dan masing-masing orang ada derajatnya (tingkatannya), (sesuai) dengan apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An'am: Ayat 132)
3 notes
·
View notes
Text
Jangan Pernah Berputus Asa
Manusia adalah tempatnyasalah dan dosa, tetapi jangan sampai kita tertipu oleh setan bahwa kita tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Di saat yang sama, Allah SWT juga mengampuni seseorang bagi siapa yang "DIA kehendaki." Silahkan baca Al-Baqarah ayat 284, dan banyak di ayat-ayat yang lainnya. Jadi karena bagi siapa yang "dikehendaki," berhati-hatilah, jangan anggap enteng berbuat dosa. قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Surah Az-Zumar (39:53) Wallahu'lam
0 notes
Text
Apabila Dibacakan Dengarkan Baik-baik
Allah SWT mengajarkan kita... وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ ��َاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. Surah Al-A'raf (7:204) ayat-ayat alquran memiliki daya yang dapat mempengaruhi jiwa seseorang.....baik dia percaya atau tidak.... dalam satu riwayat kita tau sayyidina Umar bin Khattab ra...memeluk Islam setelah mendengar surah Thaha.... Walid bin mughirah....juga terpengaruh oleh bacaan alquran... إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), Surah Al-Muddassir (74:18) فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?, Surah Al-Muddassir (74:19) ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?, Surah Al-Muddassir (74:20) ثُمَّ نَظَرَ kemudian dia memikirkan, Surah Al-Muddassir (74:21) ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, Surah Al-Muddassir (74:22) ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, Surah Al-Muddassir (74:23) فَقَالَ إِنْ هَٰذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ lalu dia berkata: (Al Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), Surah Al-Muddassir (74:24) Sayyidina Umar Ra beriman...Walid tidak beriman.... sama-sama terpengaruh oleh alquran... Kalau anda perhatikan, dibeberapa ayat alquran.... termasuk ayat diatas.... mereka berkata alquran "sihir"...., kenapa mereka berkata "sihir"?....karena mempengaruhi orang yang mendengar.... Subhanallah.... Dalam ayat yang lain.... orang yang tidak beriman, menghalangi halangi agar tidak mendengar alquran... وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَٰذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ Dan orang-orang yang kafir berkata: Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka. Surah Fussilat (41:26) Subhanallah...., Dalam konfrensi tahunan ke XVII Ikatan Dokter Amerika, di Sant Louis, wilayah Missuori AS, Dr Ahmad Al-Qadhi pernah melakukan presentasi tentang hasil penelitiannya (penelitian awal) dengan tema: pengaruh Al-quran pada manusia dalam prespektif fisiologi dan psikologi....(untuk detilnya silahkan cari di google, karena kepanjangan kalau ditulis disini semua) Wallahu'lam
0 notes