mandandarian

[mandandarian]

Mengilhami Keikhlasan dan Mengamini setiap Takdir

“Allah akan iya, ketika engkau sudah ikhlas pada semua yang tidak” - Cak Nun

Ketika engkau tidak lagi menggenggam dengan cemas, melainkan melepaskan dengan ridha. Saat itulah, langit mendekat dan bumi menjadi teduh.

Cak Nun mengingatkan kita bahwa kadang “iya”-Nya Allah tak muncul saat kita sedang ngotot, tapi saat kita tunduk dan berkata: “Jika bukan ini yang terbaik, aku pun siap dituntun ke yang lebih hakiki.”

Dalam penolakan, dalam kehilangan, dalam kegagalan—di situlah Allah sedang mengasah ruh kita untuk mengenal makna cinta yang sejati: cinta tanpa syarat, pasrah yang tidak pasif, tapi penuh iman.

Barangkali yang sekarang tertutup bukanlah pintu, melainkan mata hati kita. Dan ikhlas itu bukan menyerah, melainkan mempercayakan kendali pada Dia yang lebih tahu arah. Sebab jalan Tuhan seringkali terlihat sunyi, tapi justru di sanalah damai abadi bersembunyi.

Ketika ikhlas sudah sepenuhnya hadir pada semua yang “tidak”, di situlah semesta mulai mengamini doamu yang diam-diam dipeluk langit. Satu per satu, "iya" akan datang—bukan karena kau memaksa, tapi karena ikhlasmu mengetuk pintu-pintu arasy-Nya.

Sebab Allah tak pernah menjauh, hanya menunggu kau benar-benar pulang. Dan dalam pulang itu, tak ada yang lebih suci dari hati yang mengilhami keikhlasan dan mengamini setiap takdir,

Maka sekali lagi, biarlah nasehat Cak Nun ini meneduhkan langkahmu: “Allah akan iya, ketika engkau sudah ikhlas pada semua yang tidak.” Dan itu cukup, lebih dari cukup, untuk terus berjalan.

-Kaderiyen || Yogyakarta, April 2025

[mandandarian]

Bercerita

Setiap kisah pasti ada bagian terbaiknya, yang terkadang itu adalah bagian tersedih dalam kisahnya, atau bagian paling bahagianya.

Bukan, bukan soal kisah seseorang, tapi soal kisah hidup kita masing-masing. Andai hari ini gemuruh dan hujan lebat sedang datang padamu, tak apa, pertanda langit akan segera cerah dan itu bisa menjadi bagian terindah dari kisah yang akan kamu kenang.

Pastikan saja, bahwa setiap langkah kaki dan potongan perjalanan kita ini adalah untuk mencari keberkahannya. Bukankah hidup tanpa keberkahan itu layaknya mayat yang berjalan? Raganya hidup tapi hatinya mati.

Aku tahu dan aku pun pernah melakukannya, sekadar menyendiri sesaat untuk menangis, sebab hidup ada saatnya harus menangis, ada saatnya pula hidup harus tertawa bahagia.

Aku hanya punya 1 doa yang biasa aku panjatkan dan sampaikan pada-Nya, pada pemilik dunia dan masa depan.

"Yaa Allah, muliakan hidupku, bimbing langkahku, ingatkan dengan lembut setiap khilafku, jangan engkau ambil nikmat yang kau berikan, ajari aku sacar bersabar dan bersyukur dengan kenikmatanmu, dan matikan aku dalam kebaikan"

Doa yang begitu singkat, tapi itu menenangkan untukku, barangkali juga menenangkan untukmu.

Selamat menulis kisah :')

@jndmmsyhd

[mandandarian]

Naik Turun

Dalam setiap hembusan nafas yang kau keluarkan, setiap langkah yang kau gerakkan, setiap rasa yang ada di hatimu adalah letak di mana Islammu berada. Setiap kegundahan dalam hatimu, setiap air mata yang mengalir di pipimu, dan setiap nafsu yang ada dalam dirimu ada tempat di mana keimanan itu tinggal.

Bukankah ironi manusia ini? di setiap detik kehidupan dan dalam setiap kesempatan yang diberikan adalah wujud nyata di mana keimananmu berada. Yang ada dalam dirimu ialah Islam bersemayam, yang ada dalam dirimu adalah pembuktian syahadahmu kepada Tuhan.

Tuhan mendengarmu meskipun tidak terucap, Tuhan melihatmu meskipun kau pasang lain, bahkan kepadamu Ia lebih memahami. Bukankah malu? air mata dan kegelisahanmu adalah kesungguhanmu meragukan-Nya. Bahkan dunia dan seisinya adalah bukti kebesaran-Nya yang setiap hari kau lihat dan tapaki.

Inilah dunia. Tempat bersusah payah bukan tempat untuk menyerah. Ini hanyalah dunia. Ketika kau melihat suatu yang indah itu hanyalah fatamorgana. Ini hanyalah dunia, penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi orang kafir.

Yaa muqolibal qulub tsabit qolbi 'ala diniik, yaa muqolibal qulub tsabit qolbi 'ala iimaan, yaa muqolibal qulub tsabit qolbi 'ala thoati.

Bantul, 06 September 2024. Waktu antara Ashar sampai Magrib.

[mandandarian]

R U N T U H

Dunia dan seiisinya menjadi tidak ada yang menarik ketika bapak tidak sehat. Dunia menjadi tidak menyenangkan ketika bapak kesakitan. Dan dunia menjadi sangat lama berputar ketika bapak menampakkan rintihan.

Bahkan pengandaian yang sia-sia selalu terfikirkan. Jika seandainya bisa, anak-anakmu rela dibagi sakitnya itu.

QS. Asy-Syuara : 80 “Wa iżā mariḍtu fa huwa yasyfīn.” (Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku"

[mandandarian]

Jika boleh menyederhanakan pemaknaan dalam hidup, kehidupan itu bagi saya adalah perihal mengukir syukur dan sabar.

Bagaimana dengan ibadah? Dimanakah letak ibadah dalam kehidupan ini? Bukankah puncak tertinggi dari ibadah seorang hamba adalah sebagai manifestasi syukur atas segala kebaikan yang Allah limpahkan kepada hamba-Nya?

Sebagaimana dahulu Aisyah RA bertanya-tanya mengapa Rasulullah SAW rela berdiri lama dalam shalat malamnya, padahal beliau sudah diampuni segala dosanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang. Rasulullah SAW pun menjawab, "Yaa Aisyah, afala akunu 'abdan syakura? (Wahai Aisyah! Tidakkah aku pantas menjadi hamba yang bersyukur?)".

Bagaimana dengan sabar? Setiap manusia akan diuji pada titik terlemahnya, sebagai bentuk tamhis (seleksi) akan kemurnian iman yang terkandung di dalam hati. Orang-orang yang mulia, para Nabi dan Rasul, telah begitu banyak menggoreskan tinta kisah tentang betapa luar biasanya mereka dalam soal kesabaran.

Nabi Ibrahim AS diuji dengan penantian panjang untuk hadirnya seorang anak, Nabi Ayub AS dengan penyakit yang parah, Nabi Yusuf AS oleh pengkhianatan saudara-saudaranya, dan tentu saja Rasulullah SAW, yang menorehkan begitu banyak kisah kesabaran, termasuk saat beliau memaafkan masyarakat Thaif yang menyakitinya, seraya berkata kepada malaikat yang menawarkan hukuman, "Sesungguhnya mereka hanya tidak tahu".

Pada akhirnya, hidup adalah perjalanan panjang yang penuh dengan nikmat dan ujian. Syukur dan sabar adalah dua kunci utama yang akan menuntun kita melewati perjalanan ini dengan hati yang tenang dan jiwa yang kokoh. Syukur menjadikan kita hamba yang selalu dekat dengan-Nya, sementara sabar memberikan kekuatan untuk tetap teguh meski badai kehidupan datang menghampiri.

[mandandarian]

"Jangan membuat pilihan hanya sekedar untuk menghindari ketakutan kita pada hal yang lain".

Nasihat dari salah satu penulis buku favorit, Kurniawan Gunadi.

Sedang melatih diri untuk meyakinkan apa yang dipegang, hal-hal berharga yang diyakini, nilai-nilai yang perlu dijaga.

Ditengah kekhawatiran yang kadang-kadang datang, aku mencoba untuk meyakini prinsip tersebut. Jika ada hal-hal yang berharga dalam hidup, dan perlu waktu sedikit lama untuk sampai, tidak apa-apa. Tidak apa-apa.

Semoga keyakinan itu terus mengakar.

[mandandarian]

Sigaring Nyawa

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah). QS. Adz Dzariat:49

Sangat cukup menjadi sebuah pengingat dikala sedang dalam penantian panjang. Menunggu segala sesuatu dengan penuh ketidakpastian adalah melelahkan. Sungguh, manusia adalah seonggok daging yang sulit merasakan syukur. Sesekali tersadar tapi banyak kali tertampar keadaan akibat kelalaian. Tertekan oleh banyak keadaan dan terfikir oleh banyak omongan.

Ternyata benar, jika perempuan tidak disibukkan dengan belajar maka ia akan gila karena perasaannya, dipusingkan dengan sekeliling yang semua seakan mengolok dirinya sebagai gadis tua yang sudah seharusnya memiliki pasangan. Andai mereka tahu, keadaan seperti ini pun bukan keinginan gadis itu, ia hanya berusaha menjalankan perannya dengan sebaiknya ia hidup, berusaha semampunya, dan pasrah dengan kehendak Yang Kuasa. Rangkaian doa panjang ia panjatkan, ia penuhkan hatinya dengan keyakinan untuk menguatkan dirinya.

Allah selalu memiliki jalan cerita terindah. Jika Allah menunda sesuatu yang baik, mungkin Allah akan menjadikan hal yang ditunggu itu menjadi yang lebih baik lagi. Wallahu 'alam bishawab.

Bantul, dipenghujung Juni...

[mandandarian]

Menunjukkan Ekspresi

"Manusia adalah makhluk simbolis, apa-apa yang ditampilkan oleh setiap individu adalah apa yang difikirkan di dalam kepalanya "

Ekspresi adalah sebuah makna simbolis yang ditampilkan oleh setiap manusia. Ekspresi menimbulkan sebuah ambiguitas subjektif. Setiap kita memiliki cara yang unik dalam menampilkan dan mengartikan sebuah ekspresi. Terkadang, ada manusia yang berputar-putar. Yang lain ada yang sederhana. Pengalaman dan pengetahuan yang membentuknya. Mungkin terlalu rumit di kepala. Tidak ada yang salah, entah.

Bantul, 20 Juni 2024. Sedang menikmati sore menjelang magrib dengan es teh.

#dailylife #human #interaction

[mandandarian]

"Segala sesuatu yang ada di dunia ini telah berjalan sesuai dengan temponya, tidak cepat tidak juga lambat"

#takdir #waktu #iman #doa #islam

[mandandarian]

Mulai.

"Butuh keberanian untuk memulai, butuh keyakinan untuk percaya diri"

Setelah dua kali tiga ratus enam puluh lima hari, banyak hal yang terjadi dan dipelajari. Diam memahami, melangkah untuk memperbaiki. Banyak cerita yang tidak diutarakan, banyak rasa yang tidak ditunjukkan, dan ternyata ekspresi palsu untuk menyembunyikan luka adalah sebuah drama yang berjalan selama ini. Sayang, manusia lain memang ahli sebagai pengamat ulung.

Ratusan hari dilalui, banyak hal yang disadari sebagai hakikatnya manusia. Memberanikan diri untuk memulai lagi dan berusaha tanpa harap besar. Atau, sebenarnya memiliki harapan yang besar tetapi menyembunyikan ruang untuk ikhlas jika suatu nanti tidak sesuai ekspektasi.

Melawan segala asumsi.... Kemudian tersadar lagi. Masih banyak kurang dan banyak yang harus diperbaiki untuk diri sendiri, bahkan untuk memberikan kepada orang lain rasanya belum cukup dan pantas.

Terkadang salah memaknai sebuah simbol yang diberikan. Bahkan jika seorang manusia memberikan suatu kebaikan itu memiliki banyak arti. Mungkin sekadar menolong, atau merasa berhutang budi, atau kasihan. Atau karena kebaikannya sebagai makhluk sosial. Seringkali bingung untuk menafsirkan, merasa telah melakukan kesalahan jika menyimpulkan terlalu awal.

"Terlalu senang lalu melupakan bahwa satu-satunya harap hanyalah kepada-Nya. Sebaik-baiknya tempat berharap hanyalah kepada Sang Pencipta. Memberikan ruang harap kepada makhluk selainNya hanyalah mendapat kecewa."

Bantul, 12 Juni 2024. Hari ini mendung dan sempat gerimis

#selfimprovement #doa #islam #moeslim #harap #romantisasihidup

[mandandarian]

Hidup adalah Doa yang Panjang

Hidup adalah doa yang panjang. Bahkan menapaki dua tahun setelah seperempat abad bukan tolok ukur profesionalitas seseorang dalam kehidupannya. Iya, kita semua amatir dalam kehidupan masing-masing. Sesekali tenang, sesekali riuh. Meskipun setiap kita adalah pemula, tetapi masing-masing dari kita adalah pemeran terbaik dalam setiap kehidupan. Beberapa orang berhaha hihi untuk menutupi mendungnya. Sebagian yang lain sibuk untuk sekadar pura-pura lupa masalah hidupnya. Yang lain lagi terpandang teduh pelupuk matanya, tetapi lebar senyum bibirnya.

Hidup adalah doa yang panjang. Dengan banyaknya lalu lalang di kepala, solusi ketenangan adalah adanya keyakinan. Keyakinan bahwa Yang Kuasa sudah lebih ahli dalam mengatur sedemikian rupa apa yang ada di langit dan bumi. Tidak terkecuali takdir manusia.

Hidup adalah doa yang panjang. Bahkan kegelisahan yang kerap kali hadir adalah kesempatan terbaik dalam berdoa. Bukankah sudah jelas Allah tidak akan memberikan suatu cobaan melebihi kemampuan setiap hambaNya. Lalu bukankah sudah jelas langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya puan?

Hidup adalah doa yang panjang. Selagi masih diberi ruang untuk tangan menengadah, seharusnya tidak perlu khawatir dan gelisah.

Potongan Surat Al Baqarah ayat 286 "Laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha" (Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan setiap hambaNya).

Bantul, 11 Juni 2024 penulis sedang mendung-mendungnya.

#selfimprovement #dua #iman #islam #moeslim #dailylife

[mandandarian]

Yunus a.s was in the belly of a whale Yusuf a.s was deep in a well Ibraheem a.s was in a burning fire Musa a.s was in front of the sea with no way around

It all seems impossible to escape from but who was their Creator? The same Allah SWT who created us. Their key was Tawakkul.