muhammadarilaw
muhammadarilaw
Muhammad Ari Pratomo
43 posts
Pengacara, Penulis, Dan Musisi
Don't wanna be here? Send us removal request.
muhammadarilaw · 7 days ago
Text
Tumblr media Tumblr media
Back to Father’s Embrace: When A Father’s Love Becomes a Journey of Redemption
By Muhammad Ari Pratomo
“Sometimes, the longest journey we take… is the one back to the people we love.”
Divorce does not always break hearts because of money or status. Sometimes, it breaks a man entirely because he is forced to part with the one soul he cherishes the most—his own child.
This is not fiction. This is not just a book. This is my story.
Losing More Than Love
I was a successful lawyer in Indonesia. From the outside, I had everything: a career, a reputation, and a family. But when the gavel fell on my marriage, the custody of my child went to my ex-wife. I lost not only my home but the very reason I woke up each morning.
I tried to keep going. I tried to pretend. But pretending didn’t bring back the laughter of my child. Pretending didn’t silence the cries I hid each night.
Eventually, I walked away from everything I had built—my office, my name, my comfort. And I flew across the world to volunteer in Palestine.
From Ruins, I Found Meaning
Amid war and devastation, I found something unexpected: humanity. In the broken eyes of strangers, I saw myself. In their courage, I saw hope. In their prayers, I remembered what it meant to feel again.
Palestine didn’t save me. But it reminded me how to save myself.
It reminded me that healing is not forgetting. Healing is remembering who you are, and choosing to love again—despite the pain.
Back to My Child
When the time came, I returned to Indonesia—not as the man who had left, but as someone reborn. I knocked on the door of the one I had lost… not to demand, but to embrace. Not to fix the past, but to begin a future—no matter how fragile.
Back to Father’s Embrace is a novel based on this very journey. It is a tribute to fathers who love in silence, to children who never knew how deeply they were missed, and to the people who rise after they fall.
This is my offering. This is my redemption. This is my way back home.
— Now available on Smashwords, apple book, amazon and other major platforms.
📌 Tags:
true story fatherhood parenting after divorce palestinian conflict healing journey indonesian author muhammad ari pratomo self discovery emotional healing based on true events trauma recovery literary fiction novel excerpt personal story ayah dan anak kisah nyata mental health
#BackToFathersEmbrace
#TrueStory
#AyahDanAnak
#KisahNyata
#NovelisIndonesia
#EmotionalRead
#IndieAuthor
#PalestineJourney
#LiteraryFiction
#MentalHealthAwareness
#ParentingAfterDivorce #MuhammadAriPratomo
Back to Father’s Embrace: Ketika Cinta Seorang Ayah Menjadi Perjalanan Menuju Pemulihan
Oleh Muhammad Ari Pratomo
"Kadang, perjalanan terpanjang dalam hidup kita… adalah jalan kembali kepada orang yang kita cintai."
Perceraian tidak selalu menghancurkan karena harta atau jabatan. Kadang, ia menghancurkan seseorang hingga ke akar jiwanya—karena ia dipisahkan dari satu-satunya sosok yang paling ia sayangi: anaknya sendiri.
Ini bukan sekadar cerita fiksi. Ini bukan sekadar novel. Ini adalah kisah hidup saya.
Kehilangan yang Tak Terdefinisi
Saya adalah seorang pengacara yang dikenal di Indonesia. Dari luar, hidup saya tampak sempurna: karier mapan, reputasi baik, dan keluarga. Tapi ketika sidang perceraian berakhir, hak asuh anak jatuh ke tangan mantan istri saya. Saat itu juga, saya kehilangan dunia saya.
Saya mencoba bertahan. Saya mencoba berpura-pura kuat. Tapi berpura-pura tidak akan mengembalikan tawa anak saya. Berpura-pura tidak akan menenangkan tangis di malam-malam yang sunyi.
Akhirnya, saya tinggalkan semuanya—kantor, nama besar, dan kenyamanan. Saya pergi menjadi sukarelawan ke Palestina.
Menemukan Makna di Tengah Luka
Di tanah yang hancur oleh perang, saya justru menemukan kehidupan. Di mata-mata yang lelah dan kehilangan, saya melihat diri saya sendiri. Di tengah doa-doa dan keberanian orang-orang asing, saya melihat harapan.
Palestina tidak menyelamatkan saya. Tapi Palestina mengingatkan saya bagaimana cara menyelamatkan diri saya sendiri.
Saya belajar bahwa penyembuhan bukan tentang melupakan. Tapi tentang mengingat siapa kita, dan tetap memilih mencintai—meski pernah hancur.
Kembali untuk Memeluk
Ketika waktunya tiba, saya kembali ke Indonesia. Bukan sebagai orang yang dulu pergi, tapi sebagai seseorang yang telah dibentuk ulang oleh luka dan kasih sayang. Saya datang bukan untuk menuntut, tapi untuk memeluk. Bukan untuk memperbaiki masa lalu, tapi untuk memulai masa depan—meski perlahan.
Back to Father’s Embrace adalah novel yang lahir dari perjalanan ini. Sebuah persembahan untuk para ayah yang mencintai dalam diam. Untuk anak-anak yang mungkin tak tahu betapa dalam mereka dirindukan. Untuk mereka yang tetap memilih bangkit, walau pernah jatuh.
Ini kisah saya. Ini pemulihan saya. Dan ini… jalan pulang saya.
0 notes
muhammadarilaw · 8 days ago
Text
Penulis Butuh Penerbit
Tumblr media
Mencari Penerbit yang Siap Bertumbuh Bersama Penulis Produktif dan Mandiri
Halo para pembaca, sahabat kreatif, dan terutama para penerbit yang sedang mencari penulis yang konsisten berkarya dan siap bekerja sama dalam jangka panjang.
Saya menulis postingan ini dengan satu tujuan sederhana namun penting: Saya sedang mencari penerbit yang bersedia mendistribusikan karya-karya tulis saya — baik versi cetak maupun digital — tanpa membebani penulis dengan biaya cetak, pengurusan ISBN, atau biaya digitalisasi.
Sebagai seorang penulis yang berkomitmen untuk menulis setiap hari, saya tidak hanya mengirimkan naskah, tapi juga siap menyajikan karya yang siap terbit, lengkap dengan:
Desain sampul yang saya kerjakan sendiri
Layout isi yang telah saya tata secara profesional
Naskah yang siap cetak dan siap unggah ke platform digital
Apa yang Saya Harapkan dari Penerbit:
Tidak ada biaya cetak yang dibebankan ke penulis
Pengurusan ISBN dan e-ISBN ditanggung penerbit
Distribusi digital ke berbagai marketplace (Google Play Book, Gramedia Digital, Shopee, Tokopedia, dll)
Royalti yang disepakati secara adil dan transparan
Cetak awal hanya untuk kebutuhan arsip Perpusnas dan Perpusda
Saya hanya memerlukan dua eksemplar buku fisik untuk promosi pribadi di media sosial dan membantu penjualan lewat sistem pre-order
Sebagai seorang penulis sekaligus kreator konten, saya memiliki jaringan audiens yang aktif dan responsif di berbagai media sosial. Saya akan membantu mempromosikan buku dengan pendekatan yang otentik dan konsisten, karena saya percaya penerbit yang baik tidak hanya mencetak buku, tapi membangun dampak bersama para penulisnya.
Bagi penerbit yang mencari mitra penulis yang produktif, profesional, dan mandiri secara teknis, saya siap menjadi bagian dari tim Anda. Saya percaya bahwa kemitraan kreatif bisa menjadi kunci masa depan industri literasi yang lebih sehat dan kuat.
Silakan hubungi saya jika Anda tertarik membuka diskusi lebih lanjut. Saya siap mengirimkan naskah-naskah yang sesuai dengan karakter penerbit Anda, dan akan terus menulis setiap hari untuk menyempurnakan karya-karya selanjutnya.
Terima kasih atas waktu dan perhatiannya. Mari kita tumbuh bersama — tanpa beban biaya, tanpa drama, hanya karya dan kolaborasi yang tulus.
Salam hormat, Muhammad Ari Pratomo Penulis, Pengacara, Musisi, dan Podcaster 📬 Hubungi saya di: https://linktr.ee/muhammadarilaw
#PenulisIndonesia #PenerbitIndonesia #KerjaSamaPenerbitan #TanpaBiayaCetak #CariPenerbit #PenulisProduktif #BukuIndonesia #KolaborasiBuku #NaskahSiapTerbit #DistribusiDigital #BookPublishingIndonesia
0 notes
muhammadarilaw · 11 days ago
Text
Tumblr media
This novel is the English translation of Hukum Terakhir, written by Muhammad Ari Pratomo — a renowned Indonesian lawyer, writer, and legal podcaster.
A must-read for law students, practicing lawyers, and aspiring legal professionals, The Final Judgement is inspired by real legal cases in Indonesia.
With its gripping narrative and courtroom intensity, this story is not only a legal drama — it’s ready for the big screen.
#LegalThriller#TheFinalJudgement#MuhammadAriPratomo#IndonesianAuthor#CourtroomDrama#JusticeForTheSilenced#LawAndFiction#LawStudentReads#LegalFiction#InternationalLegalThriller#HukumTerakhir#LegalPodcaster#LawyerAuthor#ThrillerBooks#IndonesianThriller
0 notes
muhammadarilaw · 14 days ago
Text
Tumblr media
📘✨ “ETIKA PENGACARA: BUKAN SEKADAR KODE ETIK” 📚 Buku wajib untuk setiap advokat, mahasiswa hukum, dan siapa pun yang peduli pada masa depan keadilan di era digital ini.
📲 Dunia hukum kini bukan hanya soal pasal dan persidangan. Di era media sosial, monetisasi konten, dan sorotan publik—etika bukan cuma formalitas. Ia harus hidup dalam sikap, keputusan, dan nurani.
🔥 Buku ini adalah panggilan hati. Bukan sekadar teori atau aturan, tapi refleksi mendalam tentang bagaimana menjadi pengacara yang bermartabat dan disegani—bukan karena pencitraan, tapi karena integritas.
🛡️ Dari loyalitas kepada klien hingga tanggung jawab sosial. Dari branding digital hingga batas etis monetisasi. Dari sumpah profesi hingga menjaga nama baik di mata publik.
📖 Judul: ETIKA PENGACARA: BUKAN SEKADAR KODE ETIK ✍️ Penulis: Muhammad Ari Pratomo – @MuhammadAriLaw 📌 Tersedia di Draft2Digital dan platform digital lainnya!
📎 Klik link di bio untuk mulai membaca. 💬 Tag rekan advokatmu—karena perubahan etika dimulai dari kesadaran bersama.
#Tagar (Hashtags): #EtikaPengacara #BukanSekadarKodeEtik #MuhammadAriLaw #PengacaraIndonesia #AdvokatMuda #HukumDigital #EtikaProfesi #BukuHukum #ProfesiHukum #BukuIndonesia #AdvokatBerintegritas #LegalEthics #BukuWajibPengacara #LiterasiHukum #HukumZamanNow #EtikaDanIntegritas #LawBookRecommendation
Buku ini akan membuatmu menatap cermin profesi. #EtikaPengacara
0 notes
muhammadarilaw · 17 days ago
Text
youtube
🚨 DESAKAN PUBLIK: TANGKAP SEMUA PELAKU KEBocoran DATA & REGISTRASI SIMCARD ILEGAL! 🚨
Privasi dan keamanan data pribadi kita sedang dalam bahaya besar! Kebocoran data yang masif dan registrasi SIM card ilegal bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga mengancam keamanan setiap individu dan negara.
Kami menuntut: 🔹 Penegak hukum segera bertindak cepat dan tegas. 🔹 Tangkap dan proses hukum seluruh pelaku kebocoran data yang merusak kepercayaan publik. 🔹 Berantas jaringan yang memfasilitasi registrasi SIM card ilegal demi menjaga keamanan komunikasi nasional.
Kita tidak boleh diam! Privasi kita adalah hak yang harus dilindungi. Jangan biarkan kejahatan siber merajalela tanpa konsekuensi.
#TangkapPelakuKebocoranData #BerantasSimcardIlegal #KeamananDataAdalahHakKita
#MuhammadAriPratomoMelawan
0 notes
muhammadarilaw · 19 days ago
Text
TANGKAP: Pelaku Registrasi Sim Card No HP Ilegal Dengan Data Orang Lain
Tumblr media
Cover By Muhammad Ari Pratomo
Tangkap Pelaku Registrasi SIM Card Ilegal
Karya: Muhammad Ari Pratomo
Genre: Thriller Hukum – Investigasi Digital Tema: Keadilan Digital dan Penyalahgunaan Data Pribadi Tagline: Ketika data pribadimu jadi senjata kejahatan, siapa yang akan membelamu?
Pukul 04.39 WIB. Lampu meja kerja di sudut ruang tamu masih menyala, menyoroti tumpukan buku hukum, secangkir kopi hitam dingin, dan laptop yang layarnya penuh kalimat bersilang. Di kursi kayu yang keras, duduk seorang pria kurus dengan mata merah—Muhammad Ari Pratomo.
Pengacara. Penulis. Musisi. Tapi malam ini, dia hanya satu hal: penulis novel hukum yang belum tidur sejak magrib.
Di layar, kalimat terakhir masih bergetar:
“Jika hukum tak mampu melindungi yang lemah, maka kata-kata harus bersuara lebih keras.”
Ari sedang menulis novel terbarunya: “Trending Sebelum Mati”. Sebuah kisah tentang keadilan yang baru dianggap penting setelah viral. Fiksi—tapi terinspirasi dari kenyataan yang sering ia hadapi setiap hari.
Ia tahu, dunia hukum bukan hanya soal pasal. Tapi tentang siapa yang didengar, dan siapa yang dilupakan.
Adzan subuh terdengar dari kejauhan. Ari akhirnya menutup laptopnya pelan. Gitar akustik di samping meja kerja hanya ia pandangi sejenak. Ia terlalu lelah untuk bermain musik.
Ia merebahkan tubuh di sofa, hoodie masih melekat, buku catatan hukum masih terbuka di dada.
Baru lima belas menit ia terlelap—
BRAKK! BRAKK! BRAKK!
Pintu rumahnya digedor brutal.
Ari terlonjak. Tubuhnya belum sepenuhnya sadar, tapi suara itu menembus tulang. Bukan suara tukang roti. Bukan juga panggilan shalat. Ini... tekanan.
BRAK! BRAK!
Gedoran kedua lebih keras. Seolah-olah ada yang ingin menerobos masuk.
Ari meraih cutter kecil di meja kerja. Bukan untuk melawan, tapi untuk berjaga-jaga. Ia mendekati pintu perlahan, lalu melirik ke jendela kecil di samping.
Tiga pria. Tak berseragam. Salah satunya memakai jaket bertulisan singkat: “Unit Khusus Digital”.
Yang paling depan menatap tajam, lalu berteriak:
“Muhammad Ari Pratomo?! Buka pintu! Sekarang! Ini penting!”
Ari mengerutkan kening. Siapa mereka? Dan kenapa mendatanginya sepagi ini tanpa pemberitahuan?
Apakah ini tentang kasus yang sedang ia tangani? Atau… sesuatu yang lebih besar?
Dalam hitungan detik, tubuhnya benar-benar terjaga. Tapi pikirannya mulai dibanjiri pertanyaan:
Apa yang mereka cari? Apakah ini tentang tulisanku?
Muhammad Ari Pratomo membuka pintu perlahan. Udara pagi langsung menerpa wajahnya yang masih pucat karena kurang tidur.
Di hadapannya, tiga pria berpakaian kasual tapi dengan sikap formal berdiri kaku. Salah satunya memperlihatkan kartu identitas yang hanya sempat terbaca sekilas: Divisi Keamanan Siber – Unit Khusus Digital Kominfo dan Kepolisian.
“Maaf, Pak Muhammad Ari Pratomo,” kata pria yang berjenggot tipis. “Kami dari tim gabungan pengawasan registrasi ilegal. Kami datang karena nomor ponsel yang terdaftar atas nama Anda terindikasi digunakan untuk beberapa tindak kejahatan digital.”
Ari mengerutkan dahi. “Nomor ponsel saya yang mana maksudnya?”
Pria itu membuka map, lalu menyodorkan salinan beberapa nomor. Ada lima belas nomor berbeda.
“Ini semuanya terdaftar dengan NIK dan KK atas nama Anda. Empat digunakan untuk penipuan undian palsu. Tiga lainnya jadi alat serangan hoaks politik dan disinformasi di media sosial. Sisanya… beberapa dikaitkan dengan grup gelap di dark web.”
Ari terdiam. Tenggorokannya tercekat. Ia hanya memiliki dua nomor aktif: satu untuk urusan pribadi, satu lagi untuk kantor. Dan tidak satu pun dari daftar itu adalah miliknya.
“Saya… tidak pernah mendaftarkan nomor-nomor ini,” ucapnya pelan namun tegas. “Saya tahu betul ke mana saja NIK saya saya serahkan.”
Salah satu petugas mencatat. “Kami menduga data Anda telah dibocorkan. Mungkin lewat penyalahgunaan sistem registrasi kartu SIM prabayar, bisa juga dari kebocoran database.” 
Ari menghela napas. Ia pengacara. Ia tahu kasus seperti ini pernah ia baca sekilas di berita, tapi kini ia sendiri yang jadi korbannya.
“Berarti,” gumam Ari, “tanpa sepengetahuan saya, identitas saya dipakai untuk mendaftarkan nomor-nomor gelap. Lalu nomor-nomor itu dipakai untuk menipu dan menyebar fitnah.”
Petugas itu mengangguk. “Benar. Dan Pak Ari, dalam banyak kasus, korban penyalahgunaan data seperti Anda bisa ikut terseret jika tidak melapor dan menindaklanjuti secara hukum.”
Seketika itu juga Ari merasa ngeri. Bukan karena dituduh—tapi karena ia sadar, banyak orang di luar sana mungkin mengalami hal yang sama, tapi tidak pernah tahu.
Ia menatap mereka satu per satu. “Kalau begitu, izinkan saya bantu selesaikan ini. Bukan cuma untuk saya. Tapi untuk semua yang mungkin belum sadar kalau data mereka sedang digunakan untuk kejahatan.”
Dan di detik itu pula, pengacara yang semalam menulis novel tentang keadilan yang datang terlambat… memutuskan untuk mengubah kisah fiksinya menjadi nyata.
Langit Jakarta mulai menguning, menandakan pagi yang seharusnya biasa. Tapi di dalam rumah kecil bercat abu-abu itu, kemarahan mengendap seperti debu yang tak terlihat namun mengganggu napas.
Muhammad Ari Pratomo berdiri di balik pintu yang baru saja ia tutup. Sepi. Tiga tamu dari Unit Khusus Digital telah pergi. Tapi kata-kata mereka masih bergema tajam di benaknya.
“Nomor-nomor ini semua terdaftar atas nama Anda.”
Tangannya mengepal. Napasnya berat. Ia berjalan mondar-mandir, melewati tumpukan berkas hukum, gitar yang belum disentuh, dan laptop yang belum sempat dimatikan.
"Apa-apaan ini..." gumamnya lirih, tapi panas.
Sebagai pengacara, ia tahu prosedur hukum. Tapi sebagai manusia yang datanya disalahgunakan, ia marah — semarah-marahnya.
"Aku enggak pernah kasih dataku ke sembarangan tempat. Aku enggak pernah izinkan siapa pun pakai namaku. Tapi sekarang malah... dipakai untuk nipu? Untuk hoaks? Untuk politik kotor?!" suaranya meninggi. Tak ada siapa pun di rumah itu, tapi kemarahan tetap harus diluapkan.
Ia menatap salinan daftar nomor yang tadi diberikan. Belasan angka tak dikenal. Tapi semuanya terhubung dengan namanya.
Nama yang selama ini ia jaga di setiap sidang. Di setiap buku. Di setiap musik yang ia tulis. Kini dipakai untuk menipu ibu rumah tangga, menjatuhkan lawan politik, menyebarkan hoaks, bahkan mungkin lebih dari itu.
Identitasnya dicuri. Nama baiknya dipertaruhkan.
Ari menatap cermin. Mata lelahnya beradu dengan bayangan diri sendiri.
"Aku nggak bisa diem. Ini bukan cuma soal aku," gumamnya. “Ini sistem yang rusak. Negara suruh registrasi SIM card pakai NIK, tapi siapa yang jamin NIK itu enggak diperjualbelikan? Siapa yang kontrol?”
Ia duduk. Menyalakan laptop. Tangannya gemetar tapi matanya fokus.
Tab pertama yang ia buka: berita-berita lama soal kebocoran data SIM card. Tab kedua: akun media sosialnya. Tab ketiga: daftar notaris dan gerai operator yang pernah ia curigai main data.
“Aku enggak akan tunggu polisi saja. Aku harus buka ini semua. Aku akan pakai hukum… dan suara.”
Di hari itu, Muhammad Ari Pratomo bukan hanya seorang korban. Ia menjelma jadi api kecil yang bisa membakar satu sistem besar yang terlalu lama dibiarkan longgar.
Hari belum terlalu siang saat Muhammad Ari Pratomo tiba di sebuah gerai operator seluler di pusat kota. Letaknya kecil, tersembunyi di antara ruko-ruko yang tampak biasa. Tapi bagi Ari, tempat ini adalah titik awal dari teka-teki besar: bagaimana mungkin NIK dan KK-nya digunakan untuk mendaftarkan nomor yang bahkan tak pernah ia sentuh?
Dengan jaket hitam dan ransel berisi dokumen hukum, Ari masuk. Seorang petugas customer service menyambut dengan senyum formal.
“Selamat siang, ada yang bisa dibantu?”
Ari langsung mengeluarkan KTP dan KK-nya. “Saya ingin verifikasi berapa banyak nomor yang pernah didaftarkan menggunakan data ini.”
Petugas itu sedikit tertegun. “Baik Pak. Tapi sesuai prosedur, hanya tiga nomor yang bisa terdaftar untuk satu NIK dan KK.”
Ari tersenyum kecil—senyum sinis seorang yang tahu hukum lebih baik dari yang berbicara padanya. “Saya tahu. Itu sebabnya saya minta cek langsung. Kita lihat… sistem kalian jujur atau tidak.”
Tak lama, petugas kembali dari ruangan dalam. Wajahnya berubah pucat.
“Pak… berdasarkan pengecekan kami, NIK dan KK Bapak… terdaftar untuk 1.723 nomor prabayar di sistem kami saja. Belum termasuk operator lain.”
Ruangan seketika sunyi.
Ari menahan napas. Detik itu juga, darahnya mendidih.
“Seribu tujuh ratus dua puluh tiga?”
“Iya, Pak. Kami juga tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi…”
“Jangan bilang tidak tahu. Aturan di Peraturan Menteri Kominfo jelas. Maksimal tiga nomor. Bahkan untuk satu operator. Kalau sampai ribuan? Itu artinya ada pembiaran. Ada kelalaian. Atau ada komplotan.”
Petugas tertunduk. Ari tahu, ia hanya pegawai biasa. Tapi ia juga tahu, ada yang lebih besar sedang dimainkan di balik angka itu. Ada sistem yang terlalu longgar. Ada celah yang dibuka lebar-lebar, dan pelaku kejahatan digital menari di dalamnya.
Ari melangkah keluar dari gerai dengan kepala tertunduk, bukan karena kalah—tapi karena sedang menyusun strategi.
Tangannya merogoh ponsel. Ia mulai mengetik, mengirim pesan ke teman-temannya di media, sesama pengacara, dan para aktivis digital:
“Data saya dipakai untuk ribuan nomor ilegal. Ini bukan sekadar kebocoran. Ini sindikat. Dan saya bersumpah… saya akan kejar siapa pun yang terlibat.”
Langit mendung. Tapi bagi Ari, badai baru saja dimulai. Dan kali ini, ia akan menjadi petir pertama yang menyambar.
Sore menjelang senja saat Muhammad Ari Pratomo tiba kembali di rumahnya. Tapi kali ini, langkahnya tak lesu. Pandangannya tak lagi buram karena kurang tidur. Ia seperti menemukan sumber energi baru: kemarahan yang punya tujuan.
Ia menyalakan lampu ruang kerja, menarik tirai, dan duduk di kursi yang sejak tadi pagi belum sempat ia tiduri.
Laptop langsung menyala, notifikasi email dan chat berdatangan. Tapi Ari mengabaikan semuanya. Ia membuka semua akun media sosialnya — Instagram, TikTok, YouTube, Twitter (X), bahkan LinkedIn. Di semua akun itu, ia sudah diverifikasi. Ribuan hingga jutaan orang mengikutinya.
Dan kini, ia tak akan diam.
Ia menatap kamera. Wajahnya serius. Suaranya dalam, nyaris bergetar karena emosi.
"Nama saya Muhammad Ari Pratomo. Saya seorang pengacara. Hari ini saya menemukan fakta bahwa data kependudukan saya—NIK dan KK—telah digunakan untuk mendaftarkan lebih dari seribu tujuh ratus nomor SIM card ilegal. Padahal menurut hukum, maksimal hanya boleh tiga. Maka saya ingin tanya: Siapa yang mendaftarkan ribuan nomor ini? Siapa yang memperjualbelikan data saya? Dan kenapa sistem registrasi yang katanya demi keamanan... justru membuka celah kejahatan?"
Ia berhenti sejenak. Lalu melanjutkan.
"Saya tidak sendiri. Mungkin Anda juga jadi korban. Dan jika sistem dibiarkan seperti ini, jangan heran kalau besok-besok, nama Anda digunakan untuk menipu orang, menyebarkan hoaks politik, atau... jadi dalih penangkapan tanpa Anda tahu."
Ia menatap kamera lebih dalam.
"Buat para pelaku: Kalian salah pilih korban. Kalian pikir aku akan diam? Kalian pikir data pribadi bisa kalian pakai sesuka hati tanpa perlawanan?
Kalian lupa... Aku bukan cuma pengacara. Aku punya suara. Dan mulai hari ini, aku akan gunakan semua yang aku punya — hukum, musik, tulisan, bahkan algoritma — untuk menyeret kalian keluar dari bayang-bayang."
Ia tekan tombol upload. Video berdurasi 2 menit 17 detik itu langsung tayang serentak di semua platform.
Komentar mulai berdatangan. Ribuan likes, repost, dan mention bermunculan hanya dalam 10 menit. Orang-orang mulai bertanya, ikut mengecek, bahkan ada yang mengaku menjadi korban serupa.
Sebuah gerakan lahir. Dan Ari tahu, inilah awal dari gelombang yang tak bisa dihentikan.
Malam itu, tagar #DataDijual #TangkapPelakuRegistrasiIlegal #BocorItuNyata mulai naik ke jajaran trending. Dan bagi pelaku yang selama ini merasa aman… mereka baru saja menyadari: mereka salah lawan.
Malam telah larut. Tapi bagi Muhammad Ari Pratomo, gelora dalam dadanya tak mengenal tidur. Setelah unggahannya viral dan dukungan publik mengalir deras, satu hal masih mengganjal di hatinya:
“Kalau data pribadi bisa dijual semudah itu… maka yang dicuri bukan sekadar identitas. Tapi masa depan.”
Dan sebagai seorang pengacara yang juga musisi, Ari tahu: beberapa luka hanya bisa disuarakan lewat lagu.
Ia ambil gitarnya. Duduk sendiri di ruang tamu. Tak ada lampu studio. Hanya cahaya dari laptop dan lampu meja. Tapi inspirasi datang deras—karena lagu ini bukan sekadar karya seni. Ini adalah perlawanan.
Dengan suara lirih dan jujur, Ari mulai menyanyikan bait pertama:
🎵 "Berapa harganya dataku dibuka? Berapa untungnya kalian berbagi luka? Ku tak pernah daftar, ku tak pernah tahu Tapi ribuan nomor, pakai namaku"
"Katanya demi keamanan, demi ketertiban Tapi kenapa bocor jadi kebiasaan? Ini bukan kelalaian, ini kejahatan Dan hukum tak boleh diam dalam kesunyian…" 🎵
Suara gitar berpadu dengan denting emosi. Ari menambahkan beberapa notasi, lalu merekam ulang dengan mic studionya.
Kemudian, ia beri judul lagu itu:
“Identitasku Dijual” (Sebuah Lagu Perlawanan dari Seorang Pengacara yang Jadi Korban)
Ia unggah ke YouTube, TikTok, dan Spotify. Deskripsinya tegas:
“Lagu ini kutulis sebagai bentuk protes dan seruan kepada negara. Jika data pribadi bisa dijual tanpa pertanggungjawaban, maka negara telah lalai melindungi warganya. Suara ini bukan sekadar lagu. Ini bukti bahwa kami tidak akan diam.” – Muhammad Ari Pratomo (MuhammadAriLaw)
Keesokan paginya, lagu itu trending di berbagai platform. Banyak musisi ikut meng-cover. Para aktivis membuat video reaksi. Media mengangkat liriknya sebagai kritik sosial. Bahkan beberapa pejabat mulai memberi komentar diplomatis—tanda bahwa panasnya mulai terasa.
Dan saat Ari melihat semua itu, ia hanya berkata lirih:
“Aku menulis hukum agar dibaca hakim. Aku menulis lagu agar didengar hati nurani.”
Pagi itu berita nasional dibuka dengan tajuk mencolok:
“Pemerintah Bereaksi atas Viral Lagu ‘Identitasku Dijual’, Presiden Minta Penelusuran Total SIM Card Ilegal”
Muhammad Ari Pratomo memandangi layar televisi dengan mata tajam. Setelah beberapa hari perjuangannya viral, akhirnya negara mulai menunjukkan tanda-tanda bergerak.
Juru bicara kepresidenan memberi pernyataan resmi:
“Presiden telah memerintahkan investigasi menyeluruh terhadap praktik registrasi kartu SIM ilegal. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bagian dari kejahatan siber yang mengancam hak sipil.”
Dalam waktu singkat, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama aparat cyber crime Polri melakukan operasi besar-besaran.
Gerai ponsel abal-abal digerebek. Penjual SIM card yang tak sesuai prosedur diamankan. Sejumlah oknum penyalahguna data NIK–KK mulai diperiksa intensif.
Beberapa di antaranya tertangkap membawa laptop berisi ribuan data penduduk yang dijual dalam format Excel.
“NIK dan KK per kepala, Pak. Per 50 ribu saja,” ucap salah satu pelaku dalam interogasi, videonya bocor dan beredar luas.
Ari menyimak perkembangan ini dengan amarah yang belum padam, tapi kini sudah mulai mengarah.
“Ini baru awal. Yang ditangkap mungkin cuma pion. Tapi aku ingin raja dan penyedianya ditelanjangi hukum.”
Ia kembali membuat unggahan singkat:
“Terima kasih untuk kalian yang bersuara. Hari ini beberapa pelaku mulai ditangkap. Tapi kita belum selesai. Jangan biarkan sistem kembali tidur setelah kita bangunkan. Keadilan bukan hanya soal siapa yang salah. Tapi siapa yang berani meluruskan yang salah—meski sendirian.”
– Muhammad Ari Pratomo (MuhammadAriLaw) Pengacara. Korban. Dan kini: penggugat sistem.
Tagar #TangkapAkarMasalah mulai ramai. Media internasional mulai meliput sebagai contoh “advokasi digital dari warga sipil yang berdampak nasional.”
Ari duduk di ruang kerjanya. Ia tahu ini belum usai. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya, ia bisa menghela napas lebih lega.
Karena negara—meski terlambat—akhirnya tidak lagi diam.
Langit malam menggantung kelabu. Kota tertidur, tapi tidak dengan Ari.
Di ruang kerjanya, layar laptop memancarkan terang yang dingin. Puluhan tab terbuka: berita-berita penyalahgunaan data, laporan pelanggaran regulasi registrasi SIM card, dan rekam jejak perusahaan penyedia jaringan yang diduga terlibat pembiaran.
Meski beberapa pelaku telah ditangkap, amarah Ari belum surut. Tidak ketika ia tahu jutaan data masih mungkin diperjualbelikan. Tidak ketika aparat hanya menyentuh kulit, bukan akar.
“Apa gunanya hukum, kalau hanya untuk menghukum yang lemah?”
Ari berdiri. Mengambil jaket hitamnya. Di depan cermin, ia menatap bayangannya sendiri.
“Mulai hari ini,” gumamnya lirih namun tegas, “aku bukan hanya korban. Aku adalah pelacak. Penyerang. Dan suara yang tak akan kalian bungkam.”
Ia menyalakan kamera. Menyapa para pengikutnya dengan tatapan tajam:
🎥 “Saya Muhammad Ari Pratomo. Pengacara. Korban penyalahgunaan data. Dan hari ini, saya bersumpah: Saya akan terus membongkar praktik ilegal registrasi SIM card ini, sampai ke akar. Saya tidak takut. Saya tidak akan diam. Karena hukum bukan alat kekuasaan. Hukum adalah janji keadilan. Dan saya akan menagihnya.” 🎥
Unggahan itu meledak. Ribuan komentar mengalir. Beberapa mendukung. Sebagian memperingatkan bahaya.
Tapi satu pesan membuat Ari terdiam:
“Hati-hati, Mas Ari. Mereka yang kau lawan, bukan cuma penjual SIM. Mereka punya uang. Dan punya orang.”
Ari membaca pesan itu sambil tersenyum kecil. Tapi matanya tak lagi lembut. Ada bara di sana.
“Biarlah. Karena aku tidak sedang cari sensasi. Aku sedang cari kebenaran. ini untuk Indonesia”
Hari-hari berlalu, namun api semangat Muhammad Ari Pratomo tak pernah padam. Ia tahu, di balik ribuan nomor yang terdaftar atas namanya, ada tangan-tangan gelap yang menyembunyikan diri di balik layar.
Dengan sigap, ia mulai menelusuri satu per satu nomor yang menggunakan data pribadinya. Dari data publik yang berhasil ia kumpulkan, hingga melalui jaringan koneksinya sebagai pengacara, Ari menggali lebih dalam.
Setiap nomor yang ditemukan bukan sekadar angka. Ada rekam jejak panggilan, pesan, hingga aktivitas yang menimbulkan kerugian hukum maupun moral.
Ari menghubungi operator, meminta data lengkap pengguna. Ia mengirim somasi kepada beberapa pihak yang terbukti menyalahgunakan data miliknya. Namun tidak semua pihak kooperatif.
“Mereka bersembunyi di balik anonim. Tapi aku punya hukum dan kebenaran sebagai senjata,” pikir Ari.
Sambil terus mengupayakan langkah hukum, Ari juga memanfaatkan media sosial untuk mengajak masyarakat waspada dan melaporkan jika ada penggunaan data mereka yang mencurigakan.
Suatu malam, saat mengamati laporan terbaru, Ari menemukan nomor yang terhubung dengan jaringan buzzer politik dan kejahatan siber. Itu bukan kebetulan. Ia yakin ada skema besar di baliknya.
Dengan tatapan penuh tekad, ia menulis di akun sosial medianya:
“Aku akan terus mencari semua pelaku yang menggunakan data pribadiku. Karena ini bukan hanya soal diriku. Ini soal keadilan untuk semua yang menjadi korban. Bersama kita lawan kejahatan data!”
Dendam yang dulu membara kini berubah menjadi aksi nyata. Muhammad Ari Pratomo, sang pengacara sekaligus aktivis, bersumpah tak akan berhenti hingga semua pelaku terbongkar dan hukum ditegakkan.
Selain memburu para pelaku penyalahgunaan data, Ari mengerahkan seluruh pengaruhnya untuk menuntut perubahan sistem.
Melalui berbagai kanal, ia mengunggah seruan keras:
“Registrasi nomor HP menggunakan NIK dan KK adalah pintu masuk kebocoran data yang berbahaya. Undang-undang perlindungan data pribadi memang ada, tapi nyatanya kebocoran tetap terjadi. Sudah saatnya pemerintah mengadopsi teknologi modern, seperti sidik jari digital dan video pengenalan wajah, sebagaimana yang diterapkan di negara maju lainnya. Ini bukan soal kemudahan, tapi soal keamanan dan perlindungan hak warga negara.”
Ia mengirim surat terbuka kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Komisi I DPR RI, mendesak pengkajian ulang metode registrasi nomor ponsel.
Ari tahu ini bukan perkara mudah. Namun baginya, perjuangan ini adalah demi keadilan yang lebih besar:
“Kalau hukum tidak diperbaiki, maka korban berikutnya akan terus berjatuhan. Dan kita semua terancam.”
Ari tetap teguh: bukan hanya mencari pelaku, tapi juga memperjuangkan sistem yang adil dan aman bagi semua.
Perjuangan Muhammad Ari Pratomo belum usai. Di tengah gemuruh kemajuan teknologi, masih banyak yang belum menyadari betapa pentingnya menjaga keselamatan data pribadi.
Di ruang kerjanya yang sederhana, Ari duduk termenung sejenak. Ia tahu betul, suara kebenaran kadang sulit didengar di tengah riuhnya dunia digital. Banyak yang acuh, menganggap masalah data hanyalah urusan teknis yang jauh dari keseharian mereka.
Namun Ari tak menyerah.
“Meskipun tak ada yang mendukung, aku akan terus berteriak. Aku tahu betul bagaimana membuat desakan publik.”
Sebagai pengacara, ia menguasai cara merangkai kata yang tepat untuk membangkitkan kesadaran dan tekanan kepada pihak berwenang. Setiap tulisan, setiap lagu, setiap video yang ia buat adalah teriakan lantang untuk keadilan.
Melalui media sosial, Ari terus membagikan fakta-fakta tentang bahaya kebocoran data pribadi, kasus-kasus penyalahgunaan yang kerap tersembunyi, dan langkah-langkah konkret yang harus diambil oleh masyarakat dan pemerintah.
Meski sering mendapat cibiran dan skeptisisme, ia yakin bahwa benih kesadaran itu perlahan tumbuh.
“Ini bukan perjuangan untuk hari ini saja. Ini untuk masa depan generasi kita. Aku akan terus menyalakan api ini, sampai semua orang sadar bahwa data pribadi bukan barang dagangan.”
Ari berdiri, menatap langit malam dari jendela kantornya.
“Selama aku masih mampu, selama suaraku masih bisa didengar, aku akan tetap berjuang. Karena keadilan itu harus diperjuangkan, bukan hanya diucapkan.”
Perjuangan Ari adalah kisah tentang keberanian melawan arus, tentang tekad yang tak pernah padam meski harus berjalan sendirian. Suara pengacara yang menuntut keadilan dan melindungi yang terbungkam.
Ari semakin dalam menelusuri jejak kejahatan di balik registrasi SIM card ilegal. Kali ini, ia fokus pada para pedagang nomor aktif yang beroperasi di berbagai sudut kota.
Dengan data dan jaringan pengacaranya, Ari berhasil mengungkap bahwa para pedagang ini tidak sekadar menjual nomor biasa, tetapi nomor dengan dalih “nomor cantik” yang kerap jadi incaran kalangan tertentu.
Apa yang membuat Ari terkejut? Bahwa praktik ini dibiarkan beroperasi leluasa, bahkan oleh sebagian aparat yang seharusnya menjaga keamanan.
“Ini bukan hanya soal jual beli nomor. Ini kejahatan nyata yang merugikan banyak pihak, tapi kenapa sampai sekarang ada yang diam?” pikir Ari.
Dalam benaknya, Ari mulai merancang strategi:
1. Pendidikan dan Edukasi Masyarakat Ari tahu, kunci utama adalah kesadaran masyarakat. Banyak orang membeli nomor cantik tanpa tahu risikonya. Mereka menjadi korban, atau tanpa sadar ikut berkontribusi dalam praktik ilegal. Ia berencana membuat konten edukasi yang mudah dipahami, tentang bahaya registrasi nomor menggunakan data pribadi yang tidak valid.
2. Tekanan Publik melalui Media Sosial Dengan ribuan pengikutnya, Ari akan menyuarakan secara masif praktik-praktik ini agar pemerintah dan aparat tidak bisa lagi menutup mata.
3. Kolaborasi dengan Penegak Hukum yang Bersih Ari akan mencari dan mengajak aparat yang memiliki integritas untuk bersama-sama memberantas jaringan ini sampai tuntas.
Edukasi untuk Pembaca:
Jangan membeli SIM card yang tidak terdaftar secara resmi dengan data asli.
Gunakan nomor telepon yang terdaftar sesuai identitas diri yang sah.
Waspadai penawaran nomor cantik dengan harga murah yang tidak masuk akal.
Jika menemukan praktik penjualan SIM card ilegal, segera laporkan ke aparat atau penyedia layanan resmi.
Jaga data pribadi dengan hati-hati, jangan mudah dibagikan di sembarang tempat.
Ari yakin, perang melawan kejahatan registrasi SIM card ilegal bukan hanya tugas aparat, tapi tanggung jawab bersama. Dengan edukasi yang tepat dan tindakan nyata, kejahatan ini bisa ditekan sampai ke akar.
Jika kasus registrasi SIM card ilegal dan penyalahgunaan data pribadi ini dibiarkan tanpa penindakan tegas, konsekuensinya bisa sangat berbahaya.
Data pribadi yang bocor bisa digunakan untuk kejahatan siber seperti penipuan, pencurian identitas, hingga pengancaman keamanan nasional. Nomor telepon ilegal kerap dipakai untuk kampanye hitam, penyebaran hoaks, dan manipulasi opini publik yang merusak demokrasi.
Lebih parah lagi, jika semua pelaku tidak segera ditangkap habis, maka kejahatan ini akan terus berkembang, menciptakan ekosistem ilegal yang sulit diberantas, dan membuat masyarakat semakin rentan menjadi korban.
Muhammad Ari Pratomo menegaskan:
“Ini bukan hanya soal melindungi data pribadi saya, tapi tentang melindungi hak dan keamanan seluruh warga negara. Jika kita diam, kejahatan ini akan terus merajalela. Mari bersama lawan dan tuntut keadilan!”
Pesan ini menjadi pengingat bahwa perlindungan data pribadi adalah tanggung jawab bersama, dan kejahatan digital harus dihadapi dengan serius demi masa depan yang lebih aman dan adil.
0 notes
muhammadarilaw · 20 days ago
Text
Ngancam Lewat DM, Chat, atau Voice Note? Bukti Digital = Bisa Dipenjara
🔍 Marah di DM? Emosi di WhatsApp? Kirim ancaman lewat VN? Kamu pikir itu cuma “kata-kata”? Hati-hati. Setiap ancaman, meski virtual, punya konsekuensi nyata.
⚖️ Dasar Hukum:
Pasal 29 UU ITE jo. Pasal 45B: ➤ Ancaman kekerasan atau menakut-nakuti lewat sistem elektronik ➤ Hukuman: Penjara max. 4 tahun, denda max. Rp750 juta
Pasal 368 KUHP (Pemerasan disertai ancaman): ➤ Meminta sesuatu disertai ancaman menyakiti atau membeberkan aib ➤ Hukuman: Penjara max. 9 tahun
Pasal 335 KUHP (Perbuatan tidak menyenangkan): ➤ Mengganggu orang lain dengan ancaman/tindakan memaksa ➤ Hukuman: Penjara max. 1 tahun atau denda
Pasal 310-311 KUHP: ➤ Jika ancaman disertai fitnah atau pencemaran nama baik ➤ Hukuman: Penjara max. 4 tahun
🔍 Bukti Digital Bisa:
✔️ Screenshot ✔️ Rekaman suara ✔️ Log chat dari WhatsApp, Instagram, Telegram, dll ✔️ Bukti transaksi jika menyertai pemerasan
➡️ Semua bisa dicetak, diajukan ke polisi, dan sah secara hukum.
🧠 Dari Saya, Muhammad Ari Pratomo (MuhammadAriLaw):
“Ancaman lewat teks, sama nyatanya dengan ancaman tatap muka di depan penyidik.”
Kalau emosi, lebih baik diam. Mengetik dalam marah bisa mengetuk pintu hukum pidana.
📎 #EdukasiHukum #AncamanDigital #UUITE #HukumCyber #ChatBisaJadiBukti #MuhammadAriLaw #JanganEmosiLewatDM #BuktiDigitalItuNyata
0 notes
muhammadarilaw · 20 days ago
Text
Sembarangan Sebar Foto/Video Orang Tanpa Izin = Bisa Masuk Penjara
🔍 Punya foto/video teman yang lagi lucu, malu, atau bahkan aib? Mau “seru-seruan” upload ke story atau grup?
Tunggu dulu. Tanpa izin, kamu bisa kena pasal!
⚖️ Dasar Hukum:
Pasal 26 UU ITE (jo. PP No. 71/2019): ➤ Setiap orang berhak atas privasi, termasuk data visual. ➤ Penyebaran tanpa izin = pelanggaran privasi
Pasal 27 Ayat (1) dan (3) UU ITE: ➤ Konten melanggar kesusilaan atau menyerang nama baik ➤ Hukuman: Penjara max. 4-6 tahun, denda max. Rp1 miliar
Pasal 9 jo. Pasal 39 UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta: ➤ Potret adalah hak cipta! Kamu gak bisa sembarang menyebar karya visual orang lain. ➤ Hukuman: Penjara max. 3 tahun, denda Rp500 juta
UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP 2022): ➤ Foto/video yang mengandung identitas orang = data pribadi ➤ Hukuman: Penjara max. 5 tahun, denda max. Rp5 miliar
👁️‍🗨️ Fakta:
▶️ Korban bisa menuntut balik secara pidana & perdata ▶️ Sekali kamu unggah, bisa jadi bukti permanen di pengadilan ▶️ Minta maaf di story ≠ menghapus konsekuensi hukum
🧠 Dari Saya, Muhammad Ari Pratomo (MuhammadAriLaw):
“Upload yang kamu anggap receh bisa berujung register perkara di kepolisian.”
Punya konten orang lain? Simpan untuk dirimu, kecuali mereka setuju.
📎 #EdukasiHukum #SebarFotoTanpaIzin #UUITE #UUHakCipta #UUPDP #MuhammadAriLaw #HukumPrivasi #DigitalResponsibility #HukumItuNyata
0 notes
muhammadarilaw · 20 days ago
Text
Bikin Akun Palsu Pakai Nama & Foto Orang Lain? Itu Kriminal, Bukan Cuma “Bercanda
🔍 Banyak orang bikin akun palsu untuk: ✅ Stalking mantan ✅ Ngejek orang ✅ Menyamar jadi publik figur ✅ Nipu, cari simpati, bahkan jualan!
Tapi tahukah kamu… itu bisa masuk ranah pidana berat?
⚖️ Dasar Hukum:
UU ITE Pasal 35 jo. Pasal 51 (1): ➤ Setiap orang yang membuat data elektronik seolah-olah data orang lain. ➤ Hukuman: Penjara max. 12 tahun, denda max. Rp12 miliar
KUHP Pasal 378: ➤ Penipuan, jika akun palsu digunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. ➤ Hukuman: Penjara max. 4 tahun
UU PDP No. 27 Tahun 2022: ➤ Penggunaan data pribadi (nama, foto, identitas) tanpa izin. ➤ Hukuman: Penjara max. 5 tahun
KUHP Pasal 310-311: ➤ Jika akun palsu dipakai untuk mencemarkan nama baik seseorang. ➤ Hukuman: Penjara max. 4 tahun
👁️‍🗨️ Kamu pikir nggak ketahuan?
▶️ Jejak digital akun palsu bisa ditelusuri lewat IP Address, IMEI, hingga lokasi login. Polisi siber kita sudah makin canggih.
🧠 Dari Saya, Muhammad Ari Pratomo (MuhammadAriLaw):
“Di balik nama palsu, tetap ada konsekuensi hukum yang nyata.”
Hati-hati saat niatnya hanya “iseng”. Bercanda yang melanggar hukum = tetap kriminal.
📎 #EdukasiHukum #AkunPalsu #IdentitasDigital #HukumCyber #MuhammadAriLaw #JanganSembunyiDiBalikFakeAccount #ViralTapiPidana #IndonesiaLaw #TumblrHukum #HukumItuSerius
0 notes
muhammadarilaw · 20 days ago
Text
Screenshot Chat Lalu Disebar? Bisa Kena Pasal, Bukan Cuma Karma.
📚✨ [Edukasi Hukum #2 - Tumblr Post]
Judul: Screenshot Chat Lalu Disebar? Bisa Kena Pasal, Bukan Cuma Karma.
🔍 “Kan cuma capture omongan dia.” ❌ Hati-hati. Menyebarkan isi chat pribadi tanpa izin bisa bikin kamu berurusan dengan hukum — apalagi kalau merugikan nama baik orang lain.
Kamu mungkin pernah:
Screenshot chat seseorang lalu upload ke story
Menyebarkan curhatan orang tanpa sensor
Menambahkan caption yang menjatuhkan
Jika tanpa izin dari pihak yang ada di chat, dan apalagi bermuatan fitnah, kamu bisa dijerat!
⚖️ Dasar Hukum:
Pasal 26 Ayat (1) UU ITE: ➤ Setiap orang berhak atas perlindungan data pribadinya. ➤ Termasuk isi komunikasi pribadi seperti chat.
UU ITE Pasal 27 Ayat (3): ➤ Menyerang kehormatan atau nama baik lewat media elektronik ➤ Hukuman: Penjara max. 4 tahun dan/atau denda Rp750 juta
UU PDP (No. 27 Tahun 2022): ➤ Penyebaran data tanpa izin termasuk pelanggaran privasi. ➤ Hukuman: Penjara max. 5 tahun
📌 Kalau Mau Upload Screenshot:
✅ Dapatkan izin tertulis atau verbal dari semua pihak di chat ✅ Sensor nama, foto, nomor, dan konteks pribadi ✅ Jangan framing atau twist isi percakapan
🧠 Dari Saya, Muhammad Ari Pratomo (MuhammadAriLaw):
“Sekali kamu upload, bisa jadi bukti di pengadilan. Bukan sekadar konten yang viral.”
Sebarkan edukasi, bukan isi chat orang lain. 🙏
📎 #EdukasiHukum #UUITE #ChatPribadi #MuhammadAriLaw #CyberEtika #DataPribadi #ViralVsPidana #MahasiswaMelekHukum #JanganAsalCapture
0 notes
muhammadarilaw · 20 days ago
Text
Registrasi SIM Card No Hp Pakai Data Orang Lain = Penjara. Ini Bukan Sekadar Iseng.
Judul: Registrasi SIM Card No Hp Pakai Data Orang Lain = Penjara. Ini Bukan Sekadar Iseng.
🔍 Kamu mungkin mengira, pakai NIK orang lain untuk daftar SIM Card cuma “biar gampang.” Padahal… itu kejahatan. Serius. Bisa bikin kamu masuk penjara.
Di balik kartu SIM yang kamu pakai buat chatting, daftar WA bisnis, bikin akun anonim… ada identitas yang harus dilindungi. Tapi kalau kamu:
✅ Pakai data orang lain ✅ Beli SIM Card dari penjual ilegal ✅ Bikin akun palsu pakai nomor bodong
…kamu bisa kena 4 pasal sekaligus. Dan bukan kaleng-kaleng hukumannya:
⚖️ Dasar Hukum Berlapis:
UU ITE Pasal 35 jo. 51 (1) Pemalsuan data elektronik. ➤ Penjara: max. 12 tahun
KUHP Pasal 263 Pemalsuan dokumen identitas. ➤ Penjara: max. 6 tahun
UU Administrasi Kependudukan Pasal 94 Penyalahgunaan NIK/KK. ➤ Penjara: max. 10 tahun
UU PDP (No. 27/2022) Penggunaan data pribadi tanpa izin. ➤ Penjara: max. 5 tahun
🧠 Reminder untuk Teman Digital:
Jangan kasih NIK ke siapa pun cuma karena “katanya aman”
Jangan beli SIM Card bodong dari marketplace
Jangan anggap remeh identitas digital
🎙️ Dari Saya, Muhammad Ari Pratomo (MuhammadAriLaw):
Sebagai pengacara yang hidup di era digital, saya percaya:
"Keadilan hari ini dimulai dari cara kita menjaga data diri."
Follow saya untuk edukasi hukum yang nggak kaku tapi bikin paham — dan bikin sadar.
📎 #HukumDigital #CyberLaw #DataPribadi #TumblrLaw #MuhammadAriLaw #KeadilanDigital #SIMCardPalsu #JanganBodong #IndonesiaLaw #MahasiswaMelekHukum #JagaIdentitas
0 notes
muhammadarilaw · 5 years ago
Video
youtube
SHOLAWAT !!! Muhammad Ari Pratomo I MuhammadAriLaw
0 notes
muhammadarilaw · 5 years ago
Video
youtube
Kesalahan Perusahaan dalam menyusun Kontrak I Tonton sampai habis !!!
0 notes
muhammadarilaw · 5 years ago
Video
youtube
Saya miskin apa bisa pakai pengacara I Tonton sampai habis !!!!
0 notes
muhammadarilaw · 5 years ago
Video
youtube
SHOLAWAT MuhammadAriLaw
0 notes
muhammadarilaw · 5 years ago
Video
youtube
UNTUKMU YANG SEDANG MENGHADAPI MASALAH HUKUM !!!
0 notes
muhammadarilaw · 5 years ago
Video
youtube
EDUKASI HUKUM Mengenai Kasus Pengerusakan Masjid di Minahasa Sulawesi Utara
0 notes