Tumgik
ngisiteko · 2 months
Text
Berbagai Kepergian Dalam Hidupku
Tidak ada yang abadi di dalam hidup ini. Tidak ada yang terus menerus akan bersama sepanjang waktu. Pergi adalah kata yang bisa menjadi penyebab dari semua situasi itu. Sesuatu atau seseorang, baik yang telah ada, datang dan berjumpa dengan kita suatu saat akan pergi dari samping kita. Kamu jangan dulu sedih mendengar kalimat tadi. Pergi bukan berarti tak akan bertemu lagi kan? Bisa saja, seseorang pergi karena memang ada hal yang harus dilakukan di tempat yang lebih jauh tanpa kita mengikutinya. Seperti saat aku kecil, ayahku yang harus pergi merantau bekerja di Ibu Kota, sementara aku, ibu dan saudara lainnya tetap tinggal di desa. Kepergian semacam itu sifatnya sementara, karena pada waktu tertentu, ayahku akan kembali pulang.
Ada hal yang cukup mengganjal perasaan memang, namun di sisi lain juga manis. Rindu dan harapan yang setiap bulannya kami tabung membuat momen kepulangan ayahku menjadi hal yang sangat istimewa. Setiap ayahku pulang, hal yang aku harapkan adalah, kami pasti akan pergi ke kota terdekat untuk jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, membeli keperluan dan juga mainan. Setelahnya kami pasti akan makan bersama di tempat kuliner favorit kita yaitu warung bakso. Kadang ayah juga memberikan kami kejutan berupa mainan yang tidak dijual di desa. Hadiah yang sangat berkesan hinggga kini adalah ayahku membelikan miniatur rumah beserta orang-orangan mini. Dengan bangga kupamerkan ke teman-temanku dong! Itulah kepergian yang dulu aku selalu rindukan kepulangannya.
Jika tadi adalah pergi untuk kembali yang cenderung membahagiakan, kali ini aku akan menceritakan pergi yang menyedihkan. Pergi yang tak akan pernah kembali. Pergi untuk selamanya. Kamu pasti sudah bisa menebaknya. Betul sekali jika kamu menerkanya adalah kematian seseorang. Kala kecil, aku pernah berpikir, bagaimana ya rasanya jika orang terdekatku ada yang meninggal? Aku bisa berempati ketika ada tetangga yang meninggal namun tidak begitu dalam tentunya. 
Hingga akhirnya aku merasakannnya sendiri saat dewasa. Ada tiga kepergian yang membuat diriku terguncang. Kepergian pertama adalah sahabat dekatku yang meninggal karena kecelakaan. Kepergian kedua adalah Mbah Kakungku yang meninggal di dalam kereta saat hampir saja sampai di stasiun tujuan terakhir Purwokerto. Kepergian ketiga adalah yang paling mengguncang, yaitu meninggalnya sepupu istimewaku karena kecelakaan saat menuju Jogja. Kepergian ketiganya mengguncang hati sebab tidak aku saksikan langsung detik-detik kepulangannya karena sangat mendadak. Kaget, tersungkur kemudian menangis sejadi-jadinya adalah hal yang spontan aku lakukan. Aku telah kehilangan sosok yang selama ini ada bersamaku. Mengisi hari-hariku dan memberi makna terdalam. Butuh waktu untuk terbiasa tanpa mereka. Butuh ruang dan waktu untuk sendiri menerima kenyataan itu. Rela memang tak semudah kata, ya! Al Fatihah untuk mereka semua. Semoga dilapangkan kuburnya, diterima semua amal ibadahnya, diampuni semua dosanya dan semoga kami dipersatukan kembai di surga-Nya. Aamiin
Kepergian berikutnya adalah kepergian seseorang yang sempat singgah di hidupku. Sempat mengisi ruang dalam hati dan kuanggap berarti, namun memang belum jalannya untuk bersama. Kedatangan seseorang yang membawa harapan kepadaku tentang masa depan, mau tidak mau membuatku menyambutnya dengan tangan terbuka. Karena akupun menginginkan apa yang dia tawarkan. Kita saling menyamakan pandangan dan mencoba menerima perbedaan. Mungkin bisa saja aku naif, karena begitu mudahnya percaya dan menaruh rasa serta harapan pada seseorang yang belum lama kukenal. Hingga pada suatu waktu, dia lama-lama menjauh dan  pergi tanpa sepatah kata pun. Ghosting! ya itu istilah kerennya. 
Tidak mudah melalui semuanya setelah kepergiannya. Banyak tanya yang tercipta di dalam kepala hingga membuat kepercayaan diriku runtuh. Ada masalahkah di dalam diriku? Jika dia punya masalah sendiri kenapa memilih pergi tanpa penjelasan? Seberat apakah itu? Aku merasa dikhianati dan tak dihargai. Amarah dari diriku serta tekanan dari sekitar bercampur aduk  membuatku perlahan merasa hancur.
Aku butuh ruang untuk sendiri. Sebab sembuh kali ini tak kutemukan peredanya di tempatku berada sebelumnya. Aku memilih pergi untuk memuntahkan magma yang telah mendidih di dalam diriku. Kulakukan itu karena aku masih sayang mereka. Kubawa pergi semua luka dan duka sampai erupsi mereda. Itulah kepergian seseorang yang menjadi salah satu alasanku pergi dari orang-orang yang kucintai. Kini semua telah berlalu. Aku telah berdamai dengan masa lalu, bahkan dengan yang bersangkutan. Aku menerima bahwa, aku hanyalah figuran dalam hidupnya, begitu juga sebaliknya, aku takkan lagi gegabah menempatkan seseorang menjadi pemeran utama dalam hidupku. I'm done!
3 notes · View notes
ngisiteko · 2 months
Text
Perjalanan Perjumpaan
Berjumpa dengan manusia adalah hal yang menyenangkan bagi orang ekstrovert sepertiku. Aku si manusia sponge yang suka menyerap energi yang ada di sekitar. Ibarat baterai, chargerku ada di luar tubuhku. Ketika rasanya sudah penat dengan aktivitas yang membuatku harus berdiam diri di dalam suatu ruangan dalam waktu yang lama, maka aku tidak akan menyia-nyiakan waktu luangku untuk keluar walau hanya sekedar berkeliling menghirup udara segar. Rasanya kadar oksigen dalam otakku yang taidnya rendah menjadi kembali tinggi.
Pekerjaanku sebagai freelance di industri kreatif membuatku lebih dominan menggunakan otak kanan. Saat mengalami kebuntuan dalam mendapatkan inspirasi, terkadang aku harus keluar terlebih dahulu dari rumah atau kos-kosan. Bisa saja aku pergi ke cafe, pasar, supermarket, duduk-duduk di taman, atau sekedar berkendara keliling kota.Sungguh aneh namun nyata, di perjalanan, seringkali otak kanan ini aktif lebih kencang dibandingkan saat aku berpikir keras di balik meja kerjaku. Mungkin karena aku mendapatkan penyegaran secara visual dengan melihat pemandangan yang tersaji di sepanjang jalan. Begitu juga saat aku mengunjungi cafe, terutama cafe dengan konsep alam terbuka. Cukup dengan duduk, mencoba menikmati suasana sekitar seperti sejuknya angin, daun-daun yang bergerak melambai, kicauan burung ditambah alunan musik dari gawai. Semua itu menjadi mood boosterku.
Seseorang sepertiku sepertinya memang tak betah berlama-lama di rumah jika situasinya terlampau membosankan. Yap! aku adalah orang yang bosan dan gampang ngantuk jika situasi sangat monoton. Jika pun aku lama berdiam di rumah, sudah dipastikan lebih banyak kugunakan waktuku untuk tidur. Aku menyebutnya sebagai mode kebo. Tapi enggak apa-apa kan ya, karena sekalinya aku sudah keluar rumah, bisa seharian waktu kugunakan. Meski senang namun badanku merasakan lelah. Tentunya aku butuh istirahat dong.
Mungkin kamu berpikir, aku hanya buang-buang waktu, uang dan tenaga saja ketika aku menghabiskan waktu di luar rumah kan? Kadang penilaianmu benar, tapi itu hanya di saat aku butuh waktu untuk refreshing tanpa memikirkan tanggung jawab. Bertemu dengan kawan untuk sekedar bertukar cerita atau melakukan hal menyenangkan lainnya. Selebihnya aku telah mengatur waktuku untuk melakukan pertemuan dengan orang-orang untuk membahas hal-hal penting baik itu terkait pekerjaan atau urusan pribadi yang harus segera diselesaikan.
Jika kamu bertanya, siapa artis yang merepresentasikan diriku, maka aku akan menjawab Vidi Aldiano. Seorang penyanyi yang dilabeli sebagai social butterfly. Dia ada di banyak momen-momen dari yang sakral sampai hura-huranya para artis papan atas. Yah, seperti itulah diriku. Punya banyak teman, mudah bergaul, supel, hobi ngelawak. Hemmm, terdengar menyenangkan? Tentu saja bagiku iya. Aku senang mendengarkan cerita orang lain, sebab dari situlah aku mendapatkan banyak pelajaran. Karena gemar mendengarkan, aku jadi pandai berempati. Mudah merasakan apa yang sedang temanku rasakan dan mencoba berada di posisinya. Mungkin saja, dari kemampuanku itu, teman-temanku merasa nyaman berada di dekatku.
Mudahnya aku bertemu serta berkenalan dengan orang baru serta beradaptasi dengan linkungan baru, sedikit banyak membentuk mental sosialku yang cukup bagus. Termasuk dalam hal perjumpaan dengan beberapa lelaki yang dikenalkan atau kutemukan sendiri. Khusus dalam ranah ini, memang tidak semudah seperti aku menambah kenalan atau teman baru. Beban perasaan dan harapannya tentu saja lebih berat. Berbagai macam karakter kutemui. Dari yang baik, modus receh, modus murahan hingga modus kejahatan pernah kuhadapi. Apa yang kudapatkan saat ini dari semua yang pernah datang, baru sebatas pelajaran belum menjadi pasangan. Sekuat-kuatnya diriku, aku tetaplah manusia biasa yang punya rasa lelah. Aku harus mengambil jeda dari perjumpaan satu ke perjumpaan berikutnya ketika aku sudah siap membuka kembali hatiku. Setidakknya aku tidak merasa trauma hingga menyebabkan aku menyerah begitu saja.
Dari banyaknya jungkir balik yang telah aku lalui, akhirnya membawaku pada titik perenungan terdalam. Pantas saja aku lelah seoalah tak berkesudahan. Semua karena aku lebih berfokus mengejar makhluk. Tekanan dan rasa cemas telah mencambukku untuk berlari kencang bagai kuda balap. Aku lepas dari pacuan dan menerjang apa yang ada hingga berlari ke hutan belantara dan tersesat. Terjatuh dan tersungkur dengan banyak luka menganga. Aku sendiri terkapar di gelapnya buana. Bersyukur, Allah hadir kembali di dalam hatiku membawa cahaya yang menuntunku perlahan-lahan untuk keluar dari lingkaran fana menyesatkan itu. Kini, aku hanya ingin tenang dan percaya bahwa perjumpaan dengan dia yang terbaik sudah Allah atur hanya dengan jalan dan waktu yang Dia ridloi. Pun, sebenarnya perjumpaan yang sudah jelas akan kita temui adalah perjumpaan dengan-Nya bukan? Kenapa kita tidak mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk perjumpaan itu?
2 notes · View notes
ngisiteko · 2 months
Text
Rumah itu Aku
Aku adalah rumah
Setiap yang datang kusambut dengan ramah.
Diundang atau tidak, asalkan tak membawa masalah.
Kujamu sekalian tanpa jengah
Aku adalah rumah
Apa yang sekalian harapkan?
Canda tawa keceriaan?
Tempat bercerita sampai sedu sedan?
Pelarian menuju ketenangan?
Nasehat tanpa penghakiman?
Datanglah, aku akan jadi rumah paling nyaman.
Aku Sang tuan rumah
Aku berkuasa atas setiap jengkal tanah
Tak kubiarkan ada penjajah
Mengambil yang bukan milik
Mengacau sampai jadi pelik
Senjataku siap membidik
Aku bukanlah lagi rumah
Manakala sekalian hanya membuat resah
Menggoyahkan tiang hingga mau runtuh
Menggerogoti hingga mau rapuh
Jangan tenang melihatku diam
Karena telah kupersiapkan selongsong meriam
Dimana api telah kugenggam
Aku tak lelah menjadi rumah
Hari ke hari aku berbenah
Agar sekalian semakin betah
Aku bermimpi menjadi rumah
Menunggu yang dirindu untuk pulang
Mengucapkan selamat datang sayang
Membukakan pintu meski telah petang
Memastikan makanan telah terhidang
Kupangku kepala tuan yang menegang
Kuusap sampai terlelap tenang
Jika aku rumah, bisakah tuan menjadi tangganya?
2 notes · View notes
ngisiteko · 2 months
Text
Bukan Siapa Melainkan Apa
Aku berteman dengan orang dari beragam background sosial dan lintas agama. Aku tak memandang apakah dia orang yang taat dalam agama atau pun tidak. Selama masih berperilaku baik, tidak toxic, tidak merugikan, plus asik, bagiku tidak masalah.
Don't judge the book by it's cover!
Jangan terburu-buru melabeli seseorang adalah pendosa lalu menjauhinya. Jika kamu mau membuka diri terhadap mereka, memberikan waktu untuk bertukar pikiran, menyelami isi hatinya, bisa jadi kamu akan mendapatkan mutiara di dalamnya.
Obrolan di Lesehan Berkah malam itu sangat mengetuk hatiku. Seseorang yang belum lama kukenal namun rasanya sudah seperti kawan lama itu, memberikan banyak insight tentang uang.
Sangat berbeda dari sisi lain hidupnya, dia mengajarkanku arti rezeki. Katanya, jangan terlalu ambisi dalam menimbun uang. Rezeki yang kita dapatkan sebagian adalah milik orang lain. Belanjakan kepada penjual yang bahkan barangnya tidak kamu butuhkan sekalipun dengan niat untuk membantu. Sedekahkan kepada yang membutuhkan. Setiap pagi jangan lupa sedekah subuh. Jangan terlalu pelit sama diri sendiri. Kita juga butuh menikmati rezeki yang kita peroleh agar rasa syukur kita semakin besar.
Ibarat wadah, jika sudah penuh maka rezeki yang akan datang tidak akan tertampung. Rezeki yang didapatkan perlu dikeluarkan sehingga akan menyisakan ruang untuk nantinya terisi kembali. Jika terasa membutuhkan lebih banyak, maka wadahnya perlu diperbesar.
Take and give!
Ketika kita diberi sesuatu dari orang lain, ingatlah untuk berbagi juga kepada orang tersebut ataupun orang lain. Biaya-biaya yang kita keluarkan untuk keperluan sosial, percayalah nantinya akan kembali juga dari jalur sosial maupun jalur lainnya. Tapi ya jangan berharap besar untuk kembali. Lakukanlah karena memang kita suka berbagi.
Kadang kalau kita begitu kikirnya dalam penggunaan rezeki, nantinya rezeki itu akan dikeluarkan seolah dengan cara paksa, dalam jumlah besar sekaligus. Misalnya, harus keluar karena kerugian, terkena tipu, atau karena musibah. Menyakitkan bukan?
Aku terkesima mendengarnya. Meski bukan konsep yang baru saja aku dengar, namun justru darinya aku mendapatkan insight yang lebih dalam. Bukan siapa yang menyampaikan, tapi apa yang disampaikan.
Jangan terkecoh dengan apa yang terlihat dari luar. Karena dalamnya bisa jadi jauh lebih mulia dari apa yang kita lihat. Aku justru lebih rispek dengan insan sepertinya, ketimbang dengan manusia yang terbungkus dengan apik dari luar tapi tengik dari dalam.
0 notes
ngisiteko · 2 months
Text
Ini Bukan Tentang Pisang Goreng
Indonesia kaya akan jenis pisang. Sejujurnya aku sendiri masih belum hafal benar dengan berbagai jenis pisang. Jika disuruh beli pisang, dapat dipastikan aku akan banyak bertanya.
Saat masih SD, ada satu mata pelajaran bernama Kertangkes atau Kerajinan Tangan dan Kesenian. Buat kamu yang enggak asing dengan nama mapel tadi, artinya kamu dan aku sama-sama generasi millenial😅. Hampir setiap tingkat pasti ada praktek memasak. Kami diminta membentuk kelompok dan memilih menu yang akan dimasak.
Di antara semua menu, dengan cepat kami memutuskan untuk membuat pisang goreng. Alasan kami sangat lah sederhana. Tentunya sesederhana membuatnya. Sampai aku mendapat cibiran dari kakakku. "Ah bikin pisang goreng mah gampang!." Akupun menimpalinya, "Biarin, yang penting praktek masak, wek!"
Aku dan temanku Siti pergi ke pasar untuk membeli pisang. Sesampai di pasar, kami mencari penjual pisang. Berhasil menemukan lapak dengan banyak pisang, kami menghampirinya dan tentu bertanya.
"Bu, mana pisang yang enak untuk dibuat pisang goreng?
Ibu penjual menjawab, "Ini mba, namanya Pisang Raja".
Aku bertanya kembali, " Kalau ada Pisang Raja, apa ada juga Pisang Ratu, Bu? Terus apa juga ada Pisang Putri dan Pisang Pangeran?".
Si ibu penjual tertawa terbahak-bahak. "Emangnya mau bikin kerajaan pisang?"
Aku pun ikut tertawa kencang😂. Sebuah pembicaraan yang sangat berfaedah, bukan? Jelas, bukan lah! 🤣
Back to main topic. Setelah selesai dengan urusan membeli pisang, besoknya acara memasak pun dimulai. Kami sekelompok terdiri dari empat personil membagi tugas. Si Irus menyiapkan kompor dan peralatan memasak lainnya. Sementara si Isal mengupas pisang dan memotongnya. Siti kebagian membuat adonan dan aku yang menggorengnya.
Kami berekspektasi pisang gorengnya akan berbentuk seperti kipas. Isal mencoba membelah pisang menjadi 3 lalu di buat seperti kipas. Namun ternyata tidak semudah yang kami bayangkan. Berkali-kali pisangnya justru putus ketika dipaksa melebar seperti kipas. Aduh gawat! Pisangnya tinggal 2. Harus hati-hati nih!
Aku pun gemas dan akhirnya turun tangan mencoba membuatnya seperti kipas tanpa mematahkannya. Dengan penuh perasaan dan sangat perlahan, aku mencoba membelah dan melebarkannya, namun gagal! Lihat lah! Perasaan yang lembut saja tidak cukup kawan!
Bu guru nampaknya melihat kesulitan yang kami hadapi. Kami pun dihampirinya dan diberi tutorial yang benar. Bu guru membelahnya menjadi tiga namun tidak langsung melebarkannya, melainkan dilebarkan menggunakan sodet saat pertama kali dimasukkan ke wajan berisi minyak panas. Wow!
Bu guru menunjukkan sebuah kesalahan yang kami lakukan. Pertama, kami memilih jenis pisang dengan tekstur yang cenderung lembek ditambah lagi sudah terlalu matang sehingga sulit untuk dibentuk seperti pisang. Kedua, kami terlalu memaksakan untuk membentuknya menjadi kipas, sementara pisangnya sangat rapuh. Seharusnya tidak perlu dibuat seperti kipas. Cocoknya cukup dibelah saja jadi dua. Ingat ya!
Kini, saat aku menceritakannya kembali, aku menyadari bahwa perkara menggoreng pisang ternyata tidak sesederhana yang aku dan teman-temanku pikir. Dan aku menyadari, ternyata itu bukan hanya tentang pisang goreng, tapi tentang pelajaran dalam hidupku.
1 note · View note
ngisiteko · 2 months
Text
Berharap Menjadi Pengendali Harapan
Seandainya aku menjadi avatar, aku ingin diberi kemampuan untuk mengendalikan harapan. Mungkin terdengar lucu atau justru garing. Tapi sungguh perkara harapan ini telah banyak menyedot energiku.
Ada banyak harapan tercipta dari berbagai momen kehidupan. Ada kalanya memiliki harapan adalah sesuatu yang positif seperti menjadi lebih optimis misalnya. Namun harapan juga memiliki sisi gelapnya.
Setiap pertemuan yang terjadi dalam hidupku khususnya dalam ikhtiar jodoh, aku telah banyak mengalami pahitnya karena sebuah harapan.
Entah aku yang terlalu naif, atau tuan yang pandai dalam membuatku percaya. Aku selalu berusaha membuka diriku untuk setiap yang mengetuk. Kupersilakan tuan untuk duduk. Kuajak berbincang dari pikiran hingga ke hati.
Tanpa kusadari, benang-benang harapan sedang terpintal. Terajutlah berbagai asa di masa depan yang terasa ideal. Sementara itu dalam perjalanannya ternyata tak semudah yang kukira. Hingga semua berujung pada kata perpisahan. Entah aku atau tuan, kita tidak bertemu di belanga yang sama.
Bisakah aku diberi kemampuan untuk mengendalikan harapan? Rasanya begitu lelah menjadi manusia berhati imut yang selalu berharap bahwa tuan akan memberikan energi yang sama dengan energi yang aku berikan. Aku sedang merasakan apa yang dirasakan oleh Sayyidina Ali Bin Abu Thalib yaitu aku sudah merasakan semua kepahitan hidup. Dan yang paling pahit adalah berharap pada manusia.
3 notes · View notes
ngisiteko · 2 months
Text
Sendiri Tanpa Merasa Sepi
Kalau dipikir-pikir, hidup selama 30 tahun lebih tanpa pernah memiliki "pasangan" enggak begitu menyedihkan. Aku tidak munafik, melihat orang lain sudah memiliki pasangan yang halal, jelas pernah membuatku ingin berada pada fase itu. Ada kalanya aku menghela nafas dan mengasihani diri sendiri. Semua itu karena aku masih normal. Aku masih memiliki perasaan fitrah sebagai mana perempuan pada umumnya.
Namun, apa yang menyebabkan aku merasa sendiri bukanlah karena belum memiliki pasangan, melainkan ketika kehadiranku tidak dihargai serta tidak ada yang mau memahami penderitaanku. Saat itu aku merasa tidak ada sosok untukku bernaung dan percayai. Itulah saat aku merasa sendiri yang paling menyedihkan.
Ada sebuah perasaan dan reaksi yang baru ini kualami. Fenomena itu terjadi ketika aku memutuskan tinggal di kos-kosan saat merantau. Saat pergantian umurku, tiba-tiba aku menangis cukup terisak-isak. Bukan lagi meratapi kejombloanku, melainkan mengingat memori kebersamaan dengan orang-orang baik yang telah hadir selama ini di dalam hidupku.
Hal yang paling aku syukuri adalah masih banyak orang-orang yang menyayangiku dengan tulus. Menginginkan kehadiranku di samping mereka. Berbagi cerita dan banyak hal lainnya. Membutuhkanku tanpa memanfaatkanku. Menegurku tanpa menyakiti hatiku. Tertawa dan menangisi randomnya dunia. Menjelajah tempat-tempat indah dan mengabadikan momen bersama.
Setiap aku menemui orang baru yang memiliki kebaikan dan ketulusan yang menyentuh entah mengapa dalam kesendirian, mata ini mulai berkaca-kaca ketika mengingatnya. Aku memang masih sendiri. Tapi aku tak pernah merasa sepi. Jika dari begitu banyaknya kebahagiaan yang aku rasakan saat bersama dengan mereka, apakah tidak kufur jika aku meratapi dan menangisi kebelumhadiran sosok pasangan yang bahkan aku belum tahu dia siapa dan apa yang akan dia tawarkan? Kebahagiaan ataukah kesengsaraan?
1 note · View note
ngisiteko · 2 months
Text
Temu Berbuah Luka
Pada garis waktu, kita bertemu
Bukan mauku, apalagi maumu.
Tuhan yang inginkan, kita tak kuasa untuk mengurungkan.
Pada satu titik aku terpantik
Ada pesona yang membuatku terkesima
Kau tunjukkan cahaya yang membuatku percaya
Caramu begitu indah, begitu menggugah
Apakah aku mulai lengah?
Kamu bilang aku satu-satunya
Aku bilang kamu bisa saja
Kata-kata bagai sihir tipu daya
Sepertinya kau telah mendapatkan buruan
Sementara aku masuk dalam jebakan
Kukira kita dalam belanga
Bersatu padu menyempurnakan rasa
Sebab kau seperti cerminku
Pantas, pas dan sekufu
Sepertinya ini kan mudah
Kau bilang kita kan bersama
Aku yakin kita kan melampaui masa demi masa
Tanpa hujan tanpa badai
Lama-lama kau mulai abai
Dari yang selalu ada menjadi alpa
Di sudut lain aku termakan asa
Kau melangkah pergi tanpa satu kata
Aku meringkuk pedih terundung luka
Semua yang telah kita rangkai
Seketika lenyap menguap
Kau tinggalkan aku tak berdaya
Di tengah banyaknya tanya
Dari mereka yang ikut berdoa untuk kita
2 notes · View notes
ngisiteko · 2 months
Text
Haruskah Menyelesaikan Masa Lalu?
Mungkin kamu pernah mendengar sebuah nasehat bahwa sebelum menikah kita harus selesai terlebih dahulu dengan masa lalu. Saat pertama kumengetahuinya, yang terpikir adalah apa saja hal yang belum selesai dari diriku yang ada di masa lalu?
Mantan? Aku tak punya. Utang pun tak ada. Dendam kepada seseorang kurasa nihil. Luka batin pengasuhan? Mungkin saja ada. Tapi kalau pun ada, bagaimana caranya aku menyelesaikan semuanya?
Jika dengan cara memaafkan, Insya Allah aku sudah menerima dan memaafkan semuanya. Tapi apakah masih ada hal-hal di bawah alam sadarku yang masih mengganjal?
Berbicara alam bawah sadar, aku beberapa kali bersinggungan dengan ilmu hypnotherapy. Meskipun belum terlalu dalam, setidaknya aku mengetahui tujuan daripada hypnotherapy yaitu untuk menggali alam bawah sadar dan memprogram ulang.
Kebetulan aku mempunyai seorang kenalan seorang hypnotherapist. Sebelum dihipnosis aku harus di tes gelombang otaknya. Sayangnya gelombang otakku alpha. Sementara dia baru bisa membantu menghipnosis orang dengan gelombang otak teta. Gelombang otak alpha katanya sulit untuk ditembus karena susah fokus. Sementara teta lebih mudah karena mudah sekali untuk fokus.
Harapanku untuk mendapatkan terapi dengan biaya terjangkau melalui temanku itu sulit untuk dilakukan. Jika mau, aku harus ke rekannya sesama hipnoterapis yang lebih handal. Secara kemampuan finansial aku belum bisa. Harap maklum penghasilanku masih tergolong pas-pasan.
Lalu apakah harus menyelesaikan semuanya? Temanku yang hipnoterapis tersebut bilang, terus menerus berusaha untuk memaafkan dan mengikhlaskan adalah hal yang membantu untuk menyelesaikan semua ganjalan masa lalu.
Karena, tidak semua masa lalu harus benar-benar selesai katanya. Jika terlalu sibuk memikirkan harus menyelesaikan masa lalu, terus kapan kita akan melangkah ke depan dengan pasti? Pilih lah hal paling besar dan utama yang harus diselesaikan. Biarkan yang sudah tak bisa lagi selesai serta minta maaf atau maafkanlah. Jika sudah menemukan ketenangan, artinya kita sudah berdamai dengan masa lalu.
2 notes · View notes
ngisiteko · 2 months
Text
NO MORE WAITING LIKE THIS!
Benar kata Zivilia dalam lagunya berjudul Aishiteru bahwa menunggu adalah sesuatu yang menyebalkan. Terlebih lagi yang ditunggu adalah sebuah kabar yang penting.
Sebuah komunikasi yang tak jalan dengan baik adalah permasalahannya. Sampai harus membuatku menunggu sebuah percakapan untuk terbangun. Bukan masalah gengsi, tapi takut dikira agresif. Hingga akhirnya rela menurunkan ego untuk lebih dulu memulai.
Sebuah rasa telah tersampaikan melalui aplikasi perpesanan. Harapan akan sebuah jawaban telah memenuhi isi kepala. Namun amat mengesalkan. Menunggu pesan yang terkirim sampai mendapatkan centang biru saja harus berhari-hari lamanya. Adakah manusia sesibuk itu? Kupikir mustahil. Apakah aku sedang diabaikan? Sial! Aku mulai overthinking.
Menunggu kepastian sebuah komitmen ternyata semelelahkan ini. Lebih melelahkan daripada menunggu 100 nomor antrian. Aku tak menuntut sebuah janji untuk ditepati. Aku hanya ingin sebuah kejelasan. Ya atau tidak. Hanya hal sederhana seperti itu saja apakah begitu sulit?. Apakah tak bisa sekedar berkata "beri aku waktu" untuk sedikit menghargaiku? Semenyedihkan inikah sebuah penantian?
If I were a boy
I think I could understand
How it feels to love a girl
I swear I'd be a better man
Lirik lagu Rihanna tiba-tiba melintas dipikiranku. Jika saja aku ada di posisi laki-laki aku tak akan sepecundang ini. Jika saja sekitarku tak terus menerus mempertanyakannya, aku tak akan meminta sebuah kejelasan hingga rela menunggu sebuah jawaban selama itu.
No answer is an answer? No! Tidak sesederhana itu. Komitmen yang sudah melibatkan banyak orang terdekat harus dihadapi dan diselesaikan dengan jiwa ksatria.
I know my worth! Aku tak melakukan kesalahan apapun. Bahkan aku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Aku merasa tak pantas diperlalukan seperti ini.
No more waiting like this!
Who do you think you are?!
1 note · View note
ngisiteko · 2 months
Text
Dicabut Takut, Dibiarin Malu
"Dicabut takut, dibiarin aja malu". Selain rambut, gara-gara kejadian naas itu, aku baru menyadari bahwa gigi juga nilainya setara dengan mahkota. Jika dicabut aku akan menggunakan gigi palsu. Rasanya risih membayangkan harus memakai gigi palsu. Tak hanya itu, mencabut gigi atas bagian depan katanya akan berefek samping terhadap saraf penglihatan.
Jika dibiarkan aku akan merasa insecure. Jika hanya mengikuti rasa takut terus menerus, aku tidak akan mendapatkan solusi. Datang ke dokter gigi memang langkah paling tepat meski sebenarnya takut. Takut sama tindakan dari dokter dan takut sama biayanya juga haha... Sudahlah, aku pasrah saja! Kalo harus dicabut, aku masih bisa menolak kan?
Setibanya di dokter gigi, aku menceritakan apa yang telah menimpaku sehingga membuat gigiku tak utuh lagi. Dokter langsung mengiba menunjukkan muka sedih sambil memeriksa gigiku. Setelah selesai memeriksa, dokter berkata "tenang saja mbak, ini masih bisa ditambal tanpa perlu dicabut". Ada sedikit angin segar setelah mendengarnya. Aku tak perlu mencabut gigiku ternyata. Ternyata info jika gigi depan atas dicabut akan berbahaya untuk syaraf mata itu benar adanya.
Setelah kurang lebih 1 jam dokter melakukan penambalan pada gigiku, aku diberikan kaca untuk melihat hasilnya. Aku harus menerima bahwa gigi hasil tambalan memang tidak akan sempurna seperti aslinya. Tapi aku masih bersyukur setidaknya dokter tidak melakukan pencabutan pada gigiku. Dokter bilang padaku untuk tidak menggunakan gigi depan yang telah ditambal tadi untuk mengigit makanan yang keras. Gunakan saja gigi samping agar aman.
Sesampainya di rumah aku berkali-kali berkaca sambil menonjolkan gigi. Mencoba untuk membangun kepercayaan diri kembali. Mencoba menerima ketidaksempurnaan pada diriku. Kehilangan gigi merupakan kehilangan yang menyesakkan sekaligus memberiku banyak pelajaran untuk berani menghadapi kenyataan, mempertebal kesabaran serta belajar menerima diri kembali.
0 notes
ngisiteko · 2 months
Text
Kejadian Naas Sebelum Masuk Kuliah
Diantara lulus SMA dan masuk kuliah, tentunya ada jeda waktu libur yang cukup panjang. Tidak ada yang hal istimewa yang aku lakukan selain berdiam diri di rumah, mengerjakan pekerjaan rumah seperti bersih-bersih, mencuci, dll. Jalan-jalan pun tidak. Rasanya lagi mager aja buat bepergian setelah lelah mengikuti seleksi masuk kuliah dari satu kampus ke kampus lain.
Pada suatu pagi, setelah selesai mencuci pakaian, aku dimintai tolong mba untuk mengantar dua bocil tetangga ke kolam renang terdekat. Sebenarnya mager banget, tapi karena mereka tidak ada yang mengantar, akhirnya aku mengiyakan.
Dengan menggunakan celana pendek komprang dan kaos oblong yang menjadi outfit andalanku kala itu, aku berangkat ke sana. Di tengah perjalanan, aku mengalami oleng akibat disalip oleh bus besar yang cukup mepet di sampingku. Dalam kecepatan sedang, reflek aku turun ke trotoar dengan berusaha keras menjaga keseimbangan.
Namun, takdir berkata lain. Aku limbung dan terjatuh. Tiba-tiba semua gelap! Ada rasa sakit yang teramat di mulut, tangan dan kaki. Aku membuka mata dan kudapati telah banyak orang mengerumuniku. Dua orang bapak-bapak memapahku ke tempat duduk. Aku langsung mengaca pada kaca rumah penduduk. Darah mengucur dari mulutku. Aku menangis menahan perih sekaligus meratapi kondisi mulutku. Empatbaris gigi depanku patah terkikir oleh aspal.
Kecelakaan itu menjadi kejadian ternaas dalam hidupku. Tak hanya rasa sakit yang teramat sangat, namun juga rasa malu yang luar biasa akibat tak utuhnya gigiku. Sebagai orang yang suka ngomong, gigi adalah hal yang paling terlihat bukan? Apa kata orang-orang kampus ketika berbicara denganku dan mendapati gigiku ompong?
Hampir setiap hari aku duduk di teras rumah sambil bengong lalu menangis. Membayangkan ketakutan yang akan terjadi. Takut sekali aku diam-diam diomongin atau bahkan ditertawakan. Selain takut dipermalukan, aku takut jika harus mencabut gigi yang tersisa. Pasti rasa sakitnya luar biasa. Mentalku sangat terguncang kala itu.
Namun, apa boleh buat. Aku harus tetap pergi ke kampus untuk daftar ulang dan mulai hari pertama OSPEK. Aku sangat irit dalam berbicara. Aku sangat berusaha untuk membuka mulut sekecil mungkin agar gigi ompongku tak terlihat. Saat itu sangat sulit melafalkan kata. Ah! Tersiksa sekali rasanya. Masa harus kayak gini terus? Aku hampir pesimis sampai akhirnya aku memberanikan diri ke dokter gigi untuk mendapatkan solusi terbaik. Next tulisan akan ku beritahu ya😅
1 note · View note
ngisiteko · 2 months
Text
Menyebrang dengan Estetik di JPO Cantik
Jembatan Penyeberangan Orang atau disingkat JPO adalah hal yang akan banyak kita temukan di kota besar khususnya Kota Jakarta. Sesuai namanya, jembatan ini membantu orang untuk menyebrang agar terhindar dari resiko kecelakaan. Bayangkan saja kita menyebrang jalanan kota yang lebar dengan lalu lintas yang seringkali padat merayap. Akan terasa sulit untuk menyebrang dalam waktu yang cepat.
JPO yang dulu kutemui saat masih kecil hanyalah sebuah JPO biasa dengan banyaknya penjual di lorongnya. Setelah adanya halte Busway, beberapa JPO telah direnovasi dan terhubung dengan halte. Beberapa tahun terakhir, JPO semakin bersolek. Didesain dengan futuristik nan estetik. Seketika menjadi viral dan rame orang-orang mengabadikan momen di sana.
Salah satu JPO estetik yang kami kunjungi adalah JPO Gelora Bung Karno. Dengan menggunakan Bus Transjakarta, kami menuju ke sana dari Kota Tua. Perjalanan yang memakan waktu amat lama sekitar satu jam lebih dikarenakan macet. A normal day in Jakarta, bukan? 😅
Meski kami terlewat satu halte, karena jaraknya cukup dekat, kami rela untuk jalan balik menuju JPO Gelora Bung Karno. Aku terkesima melihat gedung pencakar langit dengan semarak lampu-lampu dan layar videotron raksasa yang menampilkan beberapa iklan dengan visual keren. Jeprat jepret dan shot video berkali-kali sampai dapat momen terbaik adalah hal yang tak ingin aku lewatkan begitu saja. Saking lamanya enggak ke Jakarta, jadi gini amat noraknya. Biarin deh! Bodo amat!
Tumblr media
Sampai di JPO Gelora Bung Karno, kamu pasti sudah bisa menebak apa yang terjadi kemudian😅 Berpuluh-puluh foto telah tersimpan di gawai kami. Menunggu untuk diseleksi mana yang terbaik dan mana yang terjelek🤣. Penampakan seestetik itu amat sayang untuk dilewatkan. JPO cantik dengan warna warni lampu membuat setiap orang yang lewat merasa terhibur sejenak dari lelahnya pekerjaan.
Tumblr media
#30dwc #30dwcjilid45 #day18
0 notes
ngisiteko · 2 months
Text
Jekardah Trip Part 2
Dulu aku hanya bisa melihat stasiun kereta bawah tanah hanya dari layar televisi yang menyajikan scene di negara-negara maju. Kini, aku bisa menjajal secara langsung fasilitas dan moda transportasi tersebut. MRT begitu kereta tersebut disebut. Merupakan kepanjangan dari Moda Raya Terpadu yaitu sistem transportasi rel angkutan cepat.
Aku cukup membayar tarif sebesar Rp 7000,- untuk sekali perjalanan dengan menggunakan kartu deposit. Bisa menggunakan kartu multitrip, kartu MRT atau kartu e-money yang sudah support. Aku naik dari stasiun Dukuh Atas menuju ke stasiun Bundaran HI. Hanya butuh waktu sebentar saja sekitar 10 menit, kita sudah sampai di Bundaran HI. Kami lalu masuk ke halte dengan menempelkan kartu deposit agar bisa naik ke rooftop-nya. Saldo kami berkurang 3.500
Kukira hanya sekedar deck rooftop saja, ternyata di sana tersedia juga resto. Kami bertiga langsung menyusuri lorong untuk menuju ke deck dengan view Bundaran HI. Wah! Adalah kata pertama yang terucap dari mulut anak kampung ini, haha! Langsung saja kami bersiap diri untuk mengambil beberapa foto. Saat itu aku merasa menjadi anak hits Jekardah😂
Selesai berfoto, kami melanjutkan ke daftar kunjungan kami berikutnya yaitu kota tua. Sudah lama sekali aku ingin berkunjung ke sana. Aku termasuk menyukai bangunan-bangunan tua peninggalan zaman dulu. Ketikan hendak sampai ke halte tujuan, aku melihat sungai yang legendaris yang telah direnovasi menjadi semakin indah. Kali Besar Kota Tua disulap menjadi mirip seperti Sungai Cheonggyecheon di Seoul, Korea Selatan. Vibes-nya seperti berada di Eropa loh! Kamu wajib datang ke sini ya kalo ke Jakarta.
Selesai mengabadikan momen indah di Kali Besar Kota Tua, kami lalu beranjak ke spot utama yang ada di sana. Apalagi kalau bukan pelataran museum Fatahillah. Aku melihat banyak penyewaan sepeda serta ada penyewaan kostum untuk berfoto. Ada juga para seniman jalanan yang mempertunjukkan keahlian menghibur mereka. Ada yang cosplay jadi patung dengan berbagai tema. Banyak yang berfoto dengan mereka, sedangkan aku memilih untuk foto-foto sendiri saja bersama temanku. Lebih irit, hehe😂
Berjalan cukup lama, membuat kami haus. Di sana terdapat juga foodcourt dengan berbagai menu makanan dan minuman yang bisa kamu pilih. Kami memilih milkshake untuk melepas dahaga sambil istirahat meregangkan otot kaki. Harganya rata-rata masih tergolong affordable kok. Jadi kamu tidak perlu takut bakal merogoh kocek dalam kalau mau jajan di sana. 😉
1 note · View note
ngisiteko · 2 months
Text
Berkunjung ke Jakarta untuk Pertama Kalinya Setelah Pandemi
Rasanya sudah lama sekali bahkan sebelum pandemi, aku tidak berkunjung ke Bekasi dan Jakarta. Biasanya ada saja kepentingan untuk ke Bekasi entah itu kondangan atau ada urusan pekerjaan. Pasalnya saudara dari jalur ibu paling banyak berdiam di sana.
Beberapa bulan yang lalu aku dan sahabat membicarakan keinginan untuk traveling seputar Jakarta. Tapi tidak serta merta kami kesana hanya untuk tujuan traveling saja. Aku khususnya, menunggu ada acara penting dulu baru sekalian setelahnya lanjut traveling.
Belum lama membahas tentang niat untuk traveling, aku mendapatkan job untuk menjaga stand di pameran INACRAFT. Akupun langsung mengabarkan kepada sahabat, bahwa ada kesempatan bagus untuk bisa dimanfaatkan. Tanpa berlama-lama, dia pun memutuskan untuk mewujudkan rencana yang sudah kita bahas bersama.
Kami menetapkan dua hari untuk traveling mengunjungi beberapa spot di Jakarta. Sebelumnya, itinerary sudah kami susun. Hari pertama kami menjajal menaiki MRT, sebuah mode transportasi yang sebenarnya sudah lama ada di Jakarta, namun belum pernah kami gunakan. Dari stasiun Sudirman, kami berjalan ke stasiun MRT Dukuh Atas. Ternyata di sekitar stasiun itulah yang menjadi tempat Citayem Fashion Week - sebuah fenomena viral yang melambungkan nama Jeje, Bonge dan Kurma.
Akupun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berfoto di zebra cross yang sudah menjadi legenda itu. Aku memutar pandangan ke sekitar. Tak kutemukan anak-anak dengan style unik di sana. Padahal aku ingin sekali melihat kerumunan mereka secara langsung. "Ada apa nih? Kok enggak ada sama sekali?" Pikirku. But it's okay!
Aku menyadari telah banyak perubahan fasilitas stasiun. Sekarang stasiun telah didesain agar penumpang tak lagi menyebrangi rel untuk menuju ke jalur lain. Kini dibuat bangunan di lantai dua sebagai tempat berpindah jalur. Pelanggan pun semakin dimudahkan dengan adanya eskalator dan lift untuk naik dan turun lantai dua. Perbaikan fasilitas perkeretapian aku beri apresiasi bintang 5 sih.
Akupun melanjutkan perjalanan ke dalam stasiun MRT untuk menuju ke Bundaran HI. Berkali-kali ke Jakarta, seingatku belum pernah melewati Bundaran Hotel Indonesia yang menjadi salah satu icon terkenal di Jakarta. Ditambah lagi kini ada spot estetik yaitu rooftop halte transjakarta yang pemandangannya mengarah ke Bundaran HI. Aku memang sudah kena racun spill banyak influencer yang sudah mempublikasikan pengalaman traveling mereka sih, wkwk. Part dua lanjut di tulisan berikutnya ya😅
1 note · View note
ngisiteko · 3 months
Text
Nikmati Hidup dengan Traveling
Sedari kecil, aku adalah anak yang suka jalan-jalan. Setiap ada siapapun keluarga yang hendak pergi untuk rekreasi, pasti aku akan merengek untuk ikut. Kalau sampai aku tidak diajak, aku akan nangis sambil ngamuk. Kalo dipikir-pikir ngeselin juga ya aku pas kecil😅
Kegemaranku bepergian tidak pernah surut. Semakin dewasa aku semakin gemar. Meskipun itu hanya sekedar bersepeda atau motoran di daerah tempat tinggalku bersama teman-teman. Aku adalah anak yang tidak betah berdiam diri lama-lama di rumah. Bermain dan bepergian adalah hobiku.
Sampai puncaknya di antara tahun 2022 dan 2023, setelah kepindahanku di Jogja, aku dan sahabatku sepakat untuk traveling menjamahi berbagai wisata dan spot indah di kota gudeg itu. Sejak saat itu, traveling sepertinya sudah menjadi passion-ku. Didukung dengan hobi fotografiku yang meski masih amatir ini.
Aku telah banyak mengabadikan banyak sekali momen di berbagai spot wisata. Kamu bisa cek di instagram @sarijayant. Siapa tahu bisa jadi referensi jalan-jalan kamu hehe...
Hobiku itu, setidaknya telah berperan dalam membentuk mental keberanian. Selain itu skillku bertambah menjadi bisa membuat rencana perjalanan serta membaca google maps 😅 Sebuah skill yang sering menjadi bully-an pada wanita yang katanya susah baca peta😅 Traveling sering dikatakan healing. Meski memang tidak sepenuhnya luka batin akan sembuh dengan traveling, setidaknya aku merasa bahagia dan bisa menikmati hidupku.
1 note · View note
ngisiteko · 3 months
Text
Enggak Apa-Apa ya Allah
Dulu, saat mengalami hari-hari sulit pernah terpikirkan, apa sih salah dan dosaku. Seolah-olah merasa diri ini tidak pantas mendapatkan kesulitan yang bertubi-tubi. Merasa sudah menjadi orang yang baik dan taat. Sepertinya tidak adil melihat orang yang lebih kurang baik dan taat dari kita mendapatkan kemudahan dalam banyak hal. Kenapa begitu konsepnya ya Allah? Apa enggak kebalik?
Tapi kemudian aku merenung sambil self talk dalam hati. Memangnya aku ini siapa pantas menyombongkan diri seperti itu? Memangnya aku ini makhluk suci tanpa dosa? Memangnya aku pantas menilai diri sendiri lebih baik dari orang lain?
Takabur! Mungkin itu kata yang pantas mewakili apa yang aku rasa dan pikirkan. Mungkin benar, sangat dangkal ilmu ikhlasku.
Kini, setiap ada kesulitan, aku merubah keyakinanku. Enggak Apa-Apa ya Allah, jika kesulitan yang aku hadapi bisa menggugurkan dosa-dosa yang sudah kuperbuat baik sengaja maupun tidak. Aku pikir, amal ibadahku masih belum seberapa, namun dosanya sudah dipastikan bagai buih di lautan. Setidaknya dengan adanya kesulitan, berkuranglah dosa-dosaku.
Selain mengurangi dosa, aku anggap kesulitan sebagai ujian naik kelas. Menjadi momen kembali mendekat kepada-Nya yang sudah lama dan jauh ditinggalkan.
Enggak Apa-Apa ya Allah. Terserah Engkau saja. Mau jadi penggugur dosa atau ujian naik kelas, pada akhirnya yang penting Allah ridlo dan kita menjadi manusia yang lebih sabar dan tangguh.
2 notes · View notes