notalidfari
notalidfari
W. Amadeus Fari
18 posts
alid fari is dead.sejenis tumbuh-tumbuhan. stenophylla.
Don't wanna be here? Send us removal request.
notalidfari · 2 years ago
Text
di sudut subuh yang hening, aku ingin mencintai dengan bebas. tanpa dibatasi perspektif orang lain.
aku ingin merasa dicintai dengan bebas. tanpa harus berlutut mengemis-ngemis.
yakinku masih kuat pada semesta, karena semestinya; setiap hari besok akan lebih indah, dan aku bersyukur banyak-banyak setiap hari ini.
0 notes
notalidfari · 2 years ago
Text
[001] 5 Desember 2023 - 00.10 WIB
aku sama tidak lebih pantas.
kita semua adalah ketidaksempurnaan yang berupaya menjadi lebih baik dari sebelumnya. oyasumi.
1 note · View note
notalidfari · 2 years ago
Text
Biarkan cinta tumbuh menjadi kebiasaan mendoakan.
1 note · View note
notalidfari · 4 years ago
Text
tiap embusan nafasku adalah stanza.
tiap satu embusan nafasku, mendoakanmu.
gembira, senantiasalah.
1 note · View note
notalidfari · 4 years ago
Text
: Pagi, Februari.
Baru tiba Karsa di kedai entah dari penjuru mana. Raut wajahnya tak keruan, padahal Renjana sudah menyambut dengan senyumnya yang tak kalah manis dengan sirup-sirup botolan yang berjejer di atas meja seduh.
"Heh, kenapa lagi? Tengok mukamu jelek kali.", Renjana menggoda Karsa.
"Diam kau, Re." Jawab Karsa.
Gemerincing cangkir kopi mengisi lengang kedai yang senyap. Dua cangkir kecil di tangan Renjana menebarkan wangi Cinnamon yang kuat. Seisi kedai seakan menunjukkan warnanya, entah bagaimana.
Renjana meletakkan salah satu cangkir di samping Karsa, sembari duduk manis di hadapan Karsa yang termangu.
"Itu, si Dinda, gak ada kabar." Ujar Karsa.
"Lah, kau udah gak sayang aku kah? Dinda mulu." Tanya Renjana.
"Kau itu.. Pe.. Ha.. Pe!" Jawab Karsa. Renjana tertawa kecil.
"Heh, tengoklah seduhanku, jangan kau biarkan dingin, mau kucukur rambutmu!?" Ujar Renjana sambil melotot.
"Ssshh diem! Kopi apa ini?", Ujar karsa sambil mendekatkan cangkir ke hidungnya dan menghirup aromanya.
"Still same shit we both love."
"Sok Inggris.", Ujar karsa sambil tersenyum mengejek, lalu menyeruput pelan kopi seduhan Renjana.
Kopi pagi itu memang seduhan yang nikmat adanya. Murni, tak ada paksaan. Tak ada hasrat yang berlebih dalam setiap sesapannya. Seperti perasaan mereka berdua, saling cinta namun tidak memaksa saling memiliki. Renjana menyayangi Karsa lebih dari sekadar seorang kekasih, mungkin sebaliknya.
"Mungkin sedang sibuk nugas, usahlah terlalu kaupikir.", Ujar Renjana menenangkan.
"Haha, gak penting. Yok lanjut belajar nyeduhmu sampai mana kemarin?", Karsa buru beranjak ke meja seduh.
"Ya ampun, duduk dulu lah sebentar....", Ujar Renjana cemberut.
0 notes
notalidfari · 4 years ago
Text
: Sore, Januari
Gigi sikap yang berantakan, hidung waktu yang pelit kembang-kempis. masih. dua pihak yang sama-sama masih.
"Kautengok gelas itu. Bila kosong dan aku masih sanggup bertahan tersenyum di sini, berartilah adanya kau bagiku."
"Ya kautengok mukaku, pucat mual aku mendengar gombalanmu." Padahal jelas Karsa melihat pipi Renjana memerah kala itu.
Dan kautengok muka langit yang semakin legam, Teman. Tak lagi sedikitpun Karsa mencemaskan apa yang tak sanggup dia kendalikan. Hidup saja. Memaknai tiap hal yang bisa ia syukuri.
Renjana selalu berhasil indah menjadi salah satunya.
2 notes · View notes
notalidfari · 5 years ago
Quote
Karena pemenang adalah yang terbiasa, mau terbiasa menerima, siap terbiasa menang.
Arai, Renjana 2056
3 notes · View notes
notalidfari · 5 years ago
Quote
To live is to suffer, to survive is to find some meaning in the suffering.
Friedrich Nietzsche
0 notes
notalidfari · 5 years ago
Text
Nothing that's worthwhile is ever easy. Remember that.
— Nicholas Sparks, Message in a Bottle
11K notes · View notes
notalidfari · 5 years ago
Text
Arai #2: Kucari es kopi itu sampai ke Kyoto.
andai kau yang berkenan duduk di kursi kosong sebelahku itu nanti. maksudku, itu yang kausuka, Nurmala. aku suka apa yang kausuka.
Pernahkan aku bercerita ingin ke Derbyshire? Setelah itu mampir ke Seine River di Paris. Aku tak paham pasti sejauh apa itu, yang kutahu jarak paling jauh untuk ditempuh adalah menuju kau. Entah kenapa. Kota di tubuhmu tidak tercantum di Peta, namun aku sangat merindukan tempat rapuh itu. Sungai hening dalam matamu, masih terngiang merdu arusnya di kepalaku.
Kutenggak saja sebotol es kopi yang sengaja kusisakan untukmu, kepalaku sumpek sekali. Tak ada rencana menulis, andai kubisa terlelap pulas saja untuk menghilangkan cemas yang berdesakkan dalam dadaku. Andai kubisa.
Sepekan, duapekan, menunggu bisa semenggemaskan ini. Andai segala kemungkinan bisa kubeli, aku akan ke Kyoto subuh ini juga. Sebab di sana lah, kopi seduh dingin; Cold-Brew, pertama kali ditemukan. Aku akan menjadi seonggok Pendekar tanpa Tuan dan membongkar rahasia besar di sebuah Kerajaan di Kyoto. Yaitu, rahasia racikan terbaik untuk Kopi itu. Rahasia besar. Imajinasiku...
terlintas kemudian di pikiranku, jika aku benar-benar ingin ke Kyoto demi es kopi itu, ya sebagian besar tujuanku untuk es kopi itu. bukan semata karena kau menyukainya, dan aku suka apapun yang kausuka. kecuali, mengabaikanku.
Tunggu dulu.. bukan kau yang suka mengabaikanku. Aku yang suka tidak benar-benar sepenuhnya memahami sesuatu. Termasuk kau. Aku perlu tidak sekadar men-cinta-kan cinta. Paham, kan? Istilah budak cinta yang merusak sikap dan perilaku para pencinta di luar sana. Mewek, cengeng, budak cinta, dan lain-lain. Rusak citra dan cita cinta. Kendali diri memang diperlukan, stabil berada di tengah memang baik bagi kesehatan. Kesehatan diri, psikologis, memanusiakan diri sendiri.
Sejak aku seusia sajakku masih menjijikkan kata-katanya(entah mungkin sekarang masih menjijikkan) aku sudah bermimpi tinggi ingin melintasi penjuru dunia karena sesuatu yang hebat. Sekadar ingin, cenderung lupa pentingnya seni tekun. Belajar memahami spektrum sesuatu yang kuinginkan, menguraikan warna-warnanya yang rupawan. Sampai kutemukan rahasia; racikan khusus; serangkaian makna, tentang komponen-komponen penting yang membangun hal itu menjadi sesuatu yang “hebat”.
Jika aku benar-benar ingin ke Kyoto, aku perlu menyusun rangkaian sakral di kepalaku. Kenapa kausuka kopi itu, mengapa aku suka apapun yang kau suka(masih, kecuali mengabaikanku), serta mengapa aku harus ke Kyoto demi itu?
hidup adalah perjalanan, bukan? jika tujuan akhir hidup adalah mati, maka tak perlukah kau mempersiapkan hari apa dan bagaimana yang tepat untuk binasa? bahkan jika memang tujuan akhirku menggapaimu adalah kehilangan(ya Tuhan, jangan.), maka tak perlukah aku mempersiapkan waktu yang seperti apa yang tepat untuk pecah-lebur?
tentang keberartian.
(Arai, Bulan Renjana, Tahun Ketiga Nurmala.)
2 notes · View notes
notalidfari · 5 years ago
Text
di kalem jarum detik yang perlahan memetik nyawa kita sedikit-sedikit, sehelai harapan terbesit berkaca-kata mendengar peduli bertubi-tubi disiarkan diam.
ingatan pahit tak pandai mengucap maaf kecuali kautelan kesalmu bulat-bulat dan pendam sesalmu kuat-kuat.
- Arai, 2020.
3 notes · View notes
notalidfari · 5 years ago
Text
lelah juga berlagak membaur dengan ramai membunuh sepi di puncak waktu yang seharusnya gembira dan damai. selamat merayakan segala yang perlu dirayakan, senantiasalah berupaya memberi warna berarti pada putih meski jenuh adalah teman sejati.
15 notes · View notes
notalidfari · 5 years ago
Text
Arai #1: Pakailah kembali topi fedoramu!
aku dikembalikan waktu dalam keadaan hitam buram, katakanlah, senantiasa ada cara kembali merapikan segalanya.
Ketika Jejaring Sosial ini diblokir pemerintah, aku menonaktifkan akun lamaku. Aku sedang kembali, belajar menulis lagi. Di waktu yang sama, aku menghentikan aktivitas pembocoran kehidupan pribadiku di jejaring Instagram. Lingkaran sosial yang menakutkan di situ. Semoga di sini, di Tumblr, lebih bersahabat.
Maksudku, cara bersosial di situ. Bangun tidur, pertama kali mencari smartphone, berlagak menjadi orang hebat, mengasah kesombongan, memperbanyak kemungkinan patah hati, hancur lebur kemudian. Overthinking, kecewa. Tidak sehat. Tidak mendapat apa-apa, kehilangan banyak waktu. Sakit jiwa. Indah bukan main.
Perkenalan, panggil saja aku Arai. Kopi, menggambar, menulis, bercerita, adalah kebutuhan jiwaku.
Tak tanggung-tanggung kehidupan berjejaring sosial, hal-hal yang bisa ia renggut selain waktu: keyakinan, harga diri, bahkan dirimu sendiri. Semoga menulis bisa menjadi terapi yang baik, disamping bisa berbagi cerita, bisa belajar lagi menulis. Semoga di sini, aku tak perlu banyak memikirkan orang-orang yang tidak cocok mengonsumsi tulisanku.
Barangkali, ada kesempatan untuk menerbitkan buku ketigaku. Yang jelas, tulisan-tulisanku butuh pembaca. Setidaknya, aku bisa kembali mengukur kualitas aku menulis dan bercerita, tanpa harus terbawa arus lingkungan sosial di Instagram yang tidak mengonsumsi literasi, cenderung memaksa diri untuk menjadi orang lain. Bahasa Perancisnya: kowe kudu dadi wong liyo, reputasi coy.
woi, kok kamu gak asyik lagi sekarang?
hoi, Ustad! Rajin ya pake baju koko, shalihah mana lagi yang dideketin nih?
puisi, cinta tok isine, bucin kowe!
gak usah sok alim lah! ayo anggur merah lagi coy! YOLO!
mengganggu sekali.
sungguh mengganggu, duakali.
28 tahun usia puisi, aku tidak mendapat apa-apa di tempat yang kubeli dengan waktu itu. Mari beranjak, rai! Pakai lagi topi Fedoramu itu! Kita cari tempat baru yang lebih baik menganggapmu. Kita gunakan waktu untuk membeli Keyakinan yang menjunjung tinggi kebajikan itu. Taat tanpa perlu dicap sok alim, meninggalkan hal-hal buruk tanpa harus dicap tidak gaul.
Segalanya dengan caramu sendiri, cara yang lebih baik menurutmu, menjadi kamu yang paling kamu.
Arai, 30 Ramadhan, 1441H.
2 notes · View notes
notalidfari · 5 years ago
Quote
senantiasalah bersikap rendah diri tanpa harus membunuh sadar kapasitas kemampuanmu sendiri.
Arai
1 note · View note
notalidfari · 5 years ago
Text
kubeli semua kata-kata di kamar mandi dengan harga promosi, beli sebait dapat tahi.
2 notes · View notes
notalidfari · 5 years ago
Text
Sebuah Tulisan temanpagi: Pakailah Baju Bergaris
Sebenarnya aku memutuskan untuk tidak ada tulisan malam ini, beberapa malam janjiku setidaknya, dari dua malam yang lalu, malam ketika bayangmu meredup. 
Tapi kerlingan bintang begitu merayu, pun sebenar-benarnya tubuh ini ingin terebah saja, di tenang sepi pekarangan waktu yang kulalui dengan menunggangi bosan, bosan yang tak kemana-mana, meringkuk saja menahan lengan angan. Kau, masih mengingatku hanya sebatas kata bukan? Biasakan begitu, biasakan aku hanya kata yang mengungkap indahmu dengan sastra.
Sebenarnya, tidak ada yang istimewa. murni pengulangan, dimana kamu adalah benang frasa yang dapat kuurai. Kamu, titisan bulan dari garis purnama bergaun beludru. Lucu bukan? Seolah isi lemarimu semua gaun beludru. Jika bisa meminta, Lain kali kau tiba-tiba ada, pakailah kaus bergaris, kaus belang kuning mungkin? Dan secara tak sengaja ada tahi lalat di pundakmu. 
Murni pengulangan, senyummu, dengan sepasang mata yang hampir tenggelam karenanya, pun serupa senja, sama cantiknya ketika Ia menjingga. Pengulangan berulang, senyummu, yang kuingat berulang. seolah menguntai untuk terulur pada bayang keindahan.
Kau, masih mengingatku hanya sebatas kata bukan? Biasakan begitu.
Sebenarnya kursi kemarin tidak kosong malam ini, meski dari celah-celah asap yang kuhembuskan ada kata tentangmu. Dan kucing yang kau cari belum mengeong, meski bahu jalanan sama sembab bekas pelukan hujan. Ah, benar aku tak ingin menulis malam ini. Tapi seolah aku memaksamu bosan dengan puisi.
temanpagi, 2017.
2 notes · View notes
notalidfari · 5 years ago
Text
dibanding terkesan memaksa dia untuk kumiliki, aku lebih ingin mencari bagaimana caranya aku takkan pernah kehilangan dia. kekal di linimasaku. bisakah?
1 note · View note