Nokturnal 30 (Pulang)
Lelaki tua di ujung peron itu langkahnya tertatih-tatih:
di ujung tangannya tergantung TV kecil yang dibungkus
kardus dan tali rafia. Tak banyak yang ia bawa pulang
ke rumahnya di kampung selain TV kecil itu, kecuali sebungkus rindu.
Malam-malam sebelumnya, rindu itu ia bungkus sedemikian rupa
––sangat rapi, tak lupa ia ikat dengan doa agar bisa dibawa-bawa
ke manapun ia pergi. Ikatannya sederhana, tak banyak simpul,
yang penting erat dan melindungi.
Setiba di kampung, hujan turun. Dijelangnya hujan yang perlahan
memeluknya hingga sampai ke rumah. Ramai orang berdoa.
Rindunya tumpah.
pulang
seutuhnya.
Jakarta, 2017-2018
6 notes
·
View notes
Nokturnal 29 (Surat Cinta)
aku rindu saat kita berduaan
baik pagi-pagi buta atau di sela-sela kesibukan.
senangkah kau bila
aku ingat akan kata-kata
pengingat lapangnya dada karenamu
betapa hati ini durhaka
saat tak balas kasih dan cinta
kau raih aku hingga berlari
ketimbang aku yang tertatih
menggumam lirih
terombang-ambing
dalam
godaan
Jakarta, 2017-2018
5 notes
·
View notes
Nokturnal 28 (Deodoran)
sayang, ketahuilah
bahwa deodoran
kerjanya menutupi
apa yang ingin disampaikan
oleh ketiakmu
: siapa tahu
kau ingin jujur padaku
Jakarta, 18 Februari 2017
4 notes
·
View notes
You never really knew what you got until it's gone
1 note
·
View note
Nokturnal 27 (Merangkai Cerita Dalam Diam)
kita berdua
merangkai cerita
dalam diam
: gemuruh batin
terucap kata
runtuh rasa
tersisa tanya
hanya
Jakarta, 18 Oktober 2016
3 notes
·
View notes
I thought I was ready to come home, but something got in the way
0 notes
Nokturnal 26
Aku ingin hidup untuk melihat cinta tumbuh:
saat aku bercerita hal-hal yang menjemukan
saat kau bangun pagi dan merapikan kasur agar kau puas setiba pulang kerja
saat aku melihat mangga ranum itu dimakan codot
saat jemari kita berkait-kelindan ketika berjalan pulang dari bioskop
saat kita berteduh di warung berkawan kipas angin
saat kau
saat aku
saat kau
kau
aku
ku kau
kau ku aku
Kau
kau
...
atau
saat kau tersenyum.
Aku ingin hidup untuk melihat cinta
tumbuh
senantiasa.
2 notes
·
View notes
Lalu kau tiba-tiba menemukan kesimpulan. Cinta adalah hidangan di atas meja, pelan-pelan dingin dan kau tidak lagi lapar.
M. Aan Mansyur, Tentang Sepasang Kekasih yang Melintas Bergandengan Tangan
1 note
·
View note
Nokturnal 25 (Di Malam Ini)
di malam ini,
elipsis membingkai perjalanan kita.
di alinea berikutnya, (cepat sekali?)
tanda tanya tak hanya jadi yang tersisa
––ia menceritakan lebih dari titik dua
lebih menegangkan dari tanda seru.
aku tak ingin kamu cuma minta tanda kutip
padahal kamu hanya sebatas tanda kurung.
biarkan aku menjadi tanda titik
pemisah antara kini dengan nanti.
Jakarta, 3 Agustus 2016
6 notes
·
View notes
Nokturnal 24 (Pedih)
tiada maksud untuk membuat pedih menetap
namun nampaknya ia betah di sini
pedih bikin aku bangun di tengah malam
namun saat aku tanya mengapa, ia tak menjawab
terus saja ia bikin aku terjaga
––seakan ia berasa mulia, punya tugas menjaga
esok hari aku dapat kabar:
pedih keluar mencari makan.
entah apa yang ia nikmati kali ini,
sejoli yang tak pernah ketemu, orang tua yang linglung
kehilangan pasangannya, atau
belalang sembah betina yang tak sanggup
mencabut kepala sang belalang jantan.
(jangan berpikir banyak––bisa saja ia cuma makan makanan cepat saji
di pojok mal)
namun ada hal yang tak bisa aku jawab
dengan entah:
pedih akan pulang pada mereka yang tak menduganya.
Jakarta, 25 Juli 2016.
2 notes
·
View notes
Nokturnal 23 (Oleh Karena Itu)
malam jatuh di keningmu
: oleh karena itu
wajahmu kupandang lekat-lekat
sampai hidup terlewat
Jakarta, 31 Mei 2016
2 notes
·
View notes
Nokturnal 22 (Jam Dinding Itu Menunjukkan Pukul Tiga Lewat Sepuluh Menit)
aku terpaku melihat jam dinding
--yang mampu memberitahu waktu
hanya di saat yang tepat dan tertentu
tak peduli jika siang-malam silih berganti
kulihat ia masih
namun ia tak menatap kembali
: berpura-pura angkuh
berpacu dengan waktu
Jakarta, 17 Mei 2016
4 notes
·
View notes
Nokturnal 21 (Selagi Masih Bangun, di Pertengahan Malam)
kadang aku suka lupa kalau hari sudah malam, kupakai saja ramai menuju tempat tidur. masih ada kicau burungnya, lagi.
keesokan paginya ada saja yang tanggal dari badanku. entah gigi, rambut, jemari, kapsul vitamin, dan lain-lain. begitu pun kamu.
aku sering lupa menjahit sunyi, agar kamu tak begitu saja tanggal dari diriku.
Jakarta, 15 Mei 2016.
9 notes
·
View notes
Nokturnal 20 (Rambut)
sehelai rambut dari kelopak mataku
jatuh ke pipi
seraya kulihat cermin,
kutangkap ia, kulihat-lihat ia
lalu kuselipkan ia diantara belantara rambut
di kepalaku.
yang mengagumkan, ia tumbuh dengan baik
bercengkerama dengan rambut-rambut yang lain
berbicara soal sampo, busuknya topiku,
atau segarnya air hujan.
terkadang aku ingin lihat rambutku itu
--yang berasal dari kelopak mataku--
tapi mataku mau ditaruh di mana,
karena tak menjangkau ke sana?
baru aku sadar meski terlambat
ini rambut hanya bisa dirasa-rasa
tak perlu bisa dilihat
aku hanya cukup tahu bahwa ia senang di sana.
Jakarta, 10 Mei 2016.
4 notes
·
View notes
4K notes
·
View notes