pojokingatan
pojokingatan
.
54 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
pojokingatan · 4 months ago
Text
once again.
0 notes
pojokingatan · 4 months ago
Text
Lama kita tak bicara. Semua masih sama. Dan tak perlu ku ulang lagi bukan?
Hidupku berputar, dr matahari terbit di kaki ibuku yang bergetar hingga terlelap dibawah kaki ibuku yang masih tak diam. Badanku remuk. Setiap malam aku selalu bermimpi, tulang belulang dibalik gumpalan tipis daging ku ini, telah patah berkeping keping. Ketika terbangun aku berpikir, mungkin esok aku harus bersiap berjalan merangkak atau mulai belajar berjinjit dengan tongkat.
Tapi, itu hanya mimpi. Nyatanya, aku masih bangun jam tujuh kurang lima belas, berjalan menuju kamar bercat biru langit, yang lapuk. Dengan mata yang sayu, menyeret jejak yang lemah, kemudian menyapa perempuan tua yang sedang duduk dikursi rodanya dengan matanya yg selalh lekat didaun jendela yang retak.
"Apakah tidurmu nyenyak semalam, bu ?:
Lama terdiam. Setelah itu dia akan bercerita tentang mimpi mimpi yang menghampirinya semalam. Bapak yang memberinya buah nangka, kakak pertama yang terlihat murung, atau kakak kedua yang terlihat sedang tidur dengan baju terakhirnya. Kubilang mungkin mereka rindu. Atau mungkin ibuku yang rindu, kataku dalam hati.
Wajahnya murung. Selalu murung. Dengan ribuan lelucon yang bertahun tahun selalu kuceritakan, dia masih setia dengan pikirannya yang murung. Pikiran tak berguna, merasa jadi beban anak, suami yang dan anak yang sudah pergi mendahuluinya, penyakit yang tak kunjung sembuh dalam setiap cara pengobatan tlah dilalui tubuhnya.
Dia tentu lelah, harus terus mengontrol pikiran dan peeasaannya setiap saat. Tentu, dia tak mau gagal lagi. Setidaknya kali ini. Seperti kenyataan bahwa dia tidak lagi bisa mengendalikan badannya yang tak henti bergerak sesuka mereka.
Ibuku. Penyitas parkinson setadium lanjut. Dengan beberapa komplikasi penyakit lain yang memaksanya harus bertahan dengan diet protein dan gula exstrim. Hidup yang menyedihkan bukan. Membayangkan se-sesak apa dadanya dengan umpatan umpatan itu.
Apa dosaku tuhan? Pertanyaan ibuku setiap saat. Yang selalu kujawab diplomatis, bahwa ibuku tak punya salah, dia bersih seprti mata air yang selalu menetas dipipinya. Tuhan hanya sedang menguji anakmu yang nakal dan bermulut besar ini saja, sekuat dan seikhlas apa dia bisa menjaga dan membuatmu tersenyum.
Ibuku tersenyum kecut. Dan segalanya kembali berputar dlam rasa sakit dan fruatasi.
0 notes
pojokingatan · 1 year ago
Text
Aku jatuh cinta lagi.
Pada imajinasi; pada siluet pasi di ujung hari.
Aku jatuh cinta lagi.
Sekali lagi, aku jatuh cinta.
Untuk sekali, aku jatuh cinta pada siluet imajinasi.
1 note · View note
pojokingatan · 1 year ago
Text
Aku kembali minum kopi. Bukan lagi esspreso atau americano yang kecut. Hanya kopi alakadarnya, yang diracik dalam takaran insting seorang pengecut, sesendok teh kopi robusta mandailing yang diseduh tak sampai 360 drajat, ditambah secentong es dan susu less sugar yang hampir memenuhi mulut mug. Mereka sering menyebutnya es kopi susu.
Akhir akhir ini, keadaanku cukup buruk. Mereka memaksaku untuk terjaga. Siaga. Yah, serigala serigala itu datang lagi. Merangsek masuk pikiran, mencoba mencabik cabik selongsong jantung hingga ulu hati. Kuku kukunya yang panjang dan tajam merobek sebagian lembar ingatanku yang sempat kutambal bekalikali. Aliran nanah menetas, anyir, bergulir diantara jawaban jawaban sumir tentang akhir. Dengarlah, suaranya memekakan telingaku;
Kau tlah kalah. Menyerah.
Terkapar lelah diperhentian sudah.
Nyeri tetiba menyengat menjalar disepanjang aliran syaraf. Meringkuk, membungkuk, memeluk dada yang baru saja ditikam remuk. Ahhh sekali lagi, mungkin kau memang benar.
Aku. Kelar.
(Lama)
Aku mati. Menghentikan janji.
Brengsek !
Detik, menit, jam masih juga memutari hari. Menghitung, menepi, dan kembali beranjak pergi. Tak peduli. Mereka memaksaku, menggendong luka luka diseliput sisi.
0 notes
pojokingatan · 1 year ago
Text
Tahun sedang menggulung tanggal didinding ruang tamu yang lenggang. Mendikte waktu pada hela hela kehidupan yang terengah. Pintu terketuk, kadang dibuka kadang tidak. Kadang disapa kadang tidak. Kadang hanya mampir dan bisa rehat sejenak. Segelas kopi pahit, kabar duka dan obrolan yang hangat. Kalau beruntung, kau bisa mendapatkan sebuah pelukan.
Segalanya tentang ruang bertamu. Kita adalah tamu pada ruang ruang yang dipatahkan waktu. Kita adalah asing diantara dering jam yang garing. Kita hanya aktan aktan yang dilempar dalam rentetan kehilangan.
Lihatlah, segalanya trus berubah, meninggalkan jejak, dan memotret setiap kehilangan.
Selamat untuk kalender baru, selamat menjalani pelupaan yang abadi. Hingga kau kembali terganti.
0 notes
pojokingatan · 1 year ago
Text
Katanya, sedang ada pesta.
Umbul umbul warna warni berjajar sepanjang jalan protokol hingga gang gang sempit. Musik ditabuh, gemericik tari ditarik dari kaki kaki prajurit yang bergidik menghardik. Para centeng menenteng hidangan dikresek bercap mentereng. Gambar gareng.
Rakyat masih tidur. Di ranjang bambu reot, mereka mendengkur sangat keras. Bernyanyi lala lala lili lili. Seruling lapar tlah menghayutkannya, hingga jauh keceruk ceruk usus yang mengkerut.
Kapan bangun. Para ksatria menggedor pintu buluknya. Bangun bangun bangun. Penjahat didepan mata, singsingkan sarung, dan segera runcingkan bambu. Pintu buluk itu tetap tak bergidik, dia masih kokoh menyangga mimpinya yang hampir roboh.
Kami tak punya tenaga untuk mengangkat senjata, nyawa kami hanya seharga kertas. Kalianlah yang berdansa. Jangan bangunkan kami sebelum tanggal empat belas, tenaga kami tersisa segenggam beras.
0 notes
pojokingatan · 1 year ago
Text
Enam Desember. Aku masih ingat kau bercerita banyak hal tentang keajaiban tanggal enam, bagimu kelahiranmu adalah anugrah, tentu, itu juga berlaku bagi ibumu, aku, dan segenap element bumi yang berporos pada keteraturan diam, men'iya'kan tentang itu. Kau bagian dari itu, keajaiban yang melemparkan diri dr poros dunia.
Selamat ulang tahun. Laki laki baik yang masih juga diam berdiri ditengah amuk badai, menggulung umpat menjadi pintalan tenun luka yang mempesona. Esok, matahari mungkin belum bersinar terang. Kulihat, hujan masih mengulum gigil di pinggir takdir, namun bara yang kau sulut di ujung tatapmu akan setia menghangatkan langkahmu.
0 notes
pojokingatan · 1 year ago
Text
Pak, anak perempuanmu sedang tersedu.
Diawal pagi, sehabis kokok pergi ke sawah, memetik ranum padi. Dia masih tertatih dibilik pipih, memapah empat keledai meringkuk di keranjang nasi. Kukuruyuk suara priuk memecah kikuk. Tunggu, aku hanya sedang ringkuk, tak perlu kau kutuk.
Umpatku pagi itu.
0 notes
pojokingatan · 2 years ago
Text
Aku katakan sesuatu padamu. Ini tentang rahasia kelam.
Dengarlah.
Sungguh, sejujurnya, aku tak bisa terlelap sebelum malam benar benar gelap. Dan hanya setelah derap degup lenyap diujung sadap, aku mampu mengendorkan tiap tarikan sitem syaraf.
Kuberitahu.
Ada puluhan topeng yang harus aku copot.
Tadi pagi, aku mengikat banyak benang di tiap lipatan kulitku. Mataku yang berkantung lebam, sengaja kutarik membulat, dengan bibir kubiarkan segaris simetris dengan gigi yang mengintip sedikit. Hampir mirip potret dispanduk para elite.
Keningku penuh dengan tumpukan dempul yang harus aku lap. Ada juga puluhan perona yang harus aku seka. Wajahku adalah lembaran kanvas suaka yang riang dibaca.
Dan aku_pun masih harus berkaca.
Pada pantulan getir yang sedang nyengir. Pada lembaran wajah takdir yang nyinyir.
0 notes
pojokingatan · 2 years ago
Text
Malam tlah ditabuh di meja meja yang gaduh oleh piring yang mengaduh. Semangkuk kolak blewah dan sup buah.
Dengarlah.
Mereka sedang merayakan puasa di perut yang beugah.
1 note · View note
pojokingatan · 2 years ago
Text
Aku sangat sibuk.
Terlalu sibuk.
Hingga hampir bubuk ditumbuk suntuk.
0 notes
pojokingatan · 2 years ago
Text
Apa kabarmu, apa benar benar baik
Padahal tlah tiga musim tersesat pada entitas
0 notes
pojokingatan · 2 years ago
Text
Mega surut di sudut barat, memincing ditebas serdadu malam. Daun mengatup diketiak ketiak dahan yang gugup, sesaat bergerombol kepak tertapa dlm seda.
Diujung hilal, anak anak berkopiah putih berlari memburu seru, berjingkrak disepanjang jalan adzan, menenteng sarung, melilit melingkar di putaran zaman.
Lihatlah !
Ramadhan telah datang. Ramadhan telah datang.
Tuhan hendak turun ke bumi, bersiap menjamu mu, diselembar ruku yang khusuk.
0 notes
pojokingatan · 2 years ago
Text
Sudah berapa banyak doa yang kau untai pada benang waktu itu bu, tiga tiga, lima puluh, atau sembilan sembilan.
Biar ku ikat.
Aku menyimpan sebuah bandul besar dng tiga anak bandul yg cantik, cocok dng bulir bulir cemerlang yg berjatuhan dr pojok matamu itu.
0 notes
pojokingatan · 2 years ago
Text
Kerling matamu yang sempat kusimpan dan kuikat dlm cerobong waktu, berklenteng sepanjang malam. Suaranya nyaring memanggil namamu.
Bangun, bangun
Hari ini, rindu yang terpasung ditiang persembahan, tlah dibebaskan dari belenggu.
Dia di arak di altar pemberkatan, untuk dibaptis pada takdir bisu.
0 notes
pojokingatan · 2 years ago
Text
5 Desember 2022
Sore itu dia pergi dalam diam. Sehabis hujan dan sebelum senja datang. Ketika aku sedang berdansa, menyulam masa, pada mata ashar yang berkaca.
Aku melihatnya.
Diujung tabir takdir, dia masih tersenyum hingga akhir.
0 notes
pojokingatan · 3 years ago
Text
Ketika matahari mulai menabuh mega, kaki kaki tertahan di meja meja senja, mengadu canda sambil menyeruput seteguk jeda dengan berpiring piring potongan caci.
Nyengat expreso mengepul menembus langit, mengaduk malam di panci panci tubruk yang enggan ngantuk. Jagung jagung dibakar, ditiap perjamuan, lelehan mentega dan gula menyeruak merobek jalan suram.
Tubuh tubuh ringkih, dibopong sepi, terpojok di kursi panjang angkringan. Memakan nasi kucing sambil ngeong ngeong mencacah tempurung yang kosong.
Langit kian legam. Jiwa jiwa yang lebam lunglai pulang. Mengadu diperapian malam, sambil mengukir mimpi mimpi muram.
Esok, ada selusin singa yang siap menerkam !
0 notes