Tumgik
radioastronot · 6 years
Text
Enamore Rilis “Under Pine Tree”
Tumblr media
Malang dan sekitarnya tak berhenti menelurkan band – band emotive. Setelah Wordsworth, kini muncul dari KWB (Kota Wisata Batu) yaitu Enamore. Band ini beranggotakan Ezra Nugraha (Drum) dan Caesar Nicko (Guitar) yang familiar lewat band pop-punk Ancient Flower, kali ini ditemani teman – teman seperti Shafa Ashfiani (Vokal), Vikri (bass) dan Gigih Yanuar (guitar 2).
Tumblr media
 Enamore datang dengan membawa single berjudul “Under Pine Tree” sebagai perkenalan. Mengaku terinfluence oleh Foxtails dan Citizen, single “Under Pine Tree” terdengar seperti nostalgia ke era Elliott dan Pop Unknown merajai music sharing forum awal 2000an. Dirilis tepat di hari Valentine tahun 2018,  “Under Pine Tree”, ini menceritakan sebuah janji dan penantian , bersetting bawah pohon pinus yang teduh, dan damai, tapi diliputi rasa gelisah. Terinspirasi dari kejadian sehari – hari dimana teman yang janji akan datang tepat waktu ternyata terlambat lama, kemudian menimbulkan kekecewaan.
youtube
Tercermin di lirik yang juga dicantumkan di bandcamp mereka, air movement sight/when pressed cool the body while sweat/(i thinks to late)/over the road with the wheel that leads/or maybe i came quickly under pine trees/with shade. Walapun dalam bahasa inggris yang kacau, namun masih bisa diraba maksud dan tujuannya, seperti yang dipaparkan di press release, bahwa ternyata sang subyek ternyata menyadari bahwa dia datang terlalu awal, hanya untuk menunggu dan gelisah. 
Kota Malang dan Kota Wisata Batu yang sejuk, ternyata tidak hanya memberikan rasa nyaman bagi mereka yang datang dari kota yang panas, ternyata juga memberikan rasa dingin yang menusuk kalbu lewat band – band yang kedua kota ini lahirkan. bandcamp : enamoreme.bandcamp.com
soundcloud : soundcloud.com/enamoreband
instagram : instagram.com/enamoreband
2 notes · View notes
radioastronot · 6 years
Text
MENARILAH BERSAMA RESAHMU! 3 BAND EMO YANG MEMAKAI SENI TARI DALAM VIDEO KLIPNYA
Kadang emosi tidak mesti ditumpahkan dalam bentuk verbal. Gestur terkecil pun mampu menampakkan kedalaman perasaan yang ada di dalam benak tiap manusia, apalagi dalam bentuk sebuah koreografi atau tarian. Ketiga band ini di tahun 2017-2018 memilih tarian dalam usaha representasi visual di tiap video klip mereka.
youtube
1. PIANOS BECOMES THE TEETH - Love On Repeat(2018)
Pianos Become the Teeth adalah sebuah band USA dari Baltimore, Maryland yang terbentuk sejak 2006. Gaya bermusik mereka adalah post-hardcore yang merupakan fusi dari gaya post-rock dan screamo awal. Mereka juga adalah bagian dari movement “The Wave” (fusi post-rock dan screamo)  bersama band- band seperti Touché Amoré, La Dispute, Defeater, dan Make Do and Mend. Anggota mereka saat ini adalah Kyle Durfey (lead vocals, lyrics, piano, programming), Chad McDonald (guitars), Mike York (guitars), Zac Sewell (bass, backing vocals) dan David Haik (drums, percussion)
Love On Repeat adalah lagu dari album “Wait For Love” yang dirilis tahun 2018, dan sedikit agak menjauh dari gaya epik post-rock mereka yang sebelumnya. Disini PBTT lebih berjalan dalam irama yang rancak, walaupun cresecendo ala Post-rock juga masih terlihat. Terlihat juga dua gadis kembar bermake up “Dia De Los Muertos” dari video klip Charisma yang juga masih dalam narasi album “Wait For Love”
youtube
2. LKTDOV (LAST KISS TO DIE OF VISCEROTH) -  Behold, A Shattered Enchantment (feat. Dea Karina) 
LKTDOV, adalah band Yogyakarta yang menggabungkan musik Skramz (90’s Screamo) dengan aroma Post- Rock. LKTDOV ini dianggotai oleh Indra Menus (vokal), Made Dharma (gitar), Wisang (gitar), Okta (bass) dan Yudha “Bogex” (drum). LKTDOV sendiri berasal dari gabungan 3 nama band yaitu Last Kiss Good Night, Lord Of Visceroth dan To Die. LKTDOV telah mengeluarkan 3 rilisan yaitu Self Titled EP,  Paris In The Making / Last Kiss To Die Of Visceroth - Split Tape ‎(Cass), dan debut full album All We Have Left Is A Memory Of Yesterday. Untuk 2018 ini mereka ternyata memberi sinyal rilisan baru berupa Video Behold, A Shattered Enchantment (feat. Dea Karina). Lagu bertajuk Behold, A Shattered Enchantment ini merupakan bagian pertama dari 3 lagu yang akan dirilis dalam format piringan hitam (vinyl) 7”. Single berdurasi 5 menitan ini direkam di Watchtower studio dan diproduseri oleh I Made Dharma (Warmouth, Deadly Weapon). Dengan sound yang lebih gelap dan berat dari album sebelumnya (All We Have Left Is A Memory Of Yesterday dirilis 2015 oleh Samstrong Records), dipastikan materi terbaru ini akan lebih mengena di kalangan penggemar musik kelam.  Video klip Behold, A Shattered Enchantment sendiri disutradarai Yudha B. Nugraha dengan Ichidilaga sebagai dance talentnya. Video ini dishoot dengan single angle dan menawarkan nuansa trance visual dari tarian Ichidilaga diiringi lagu LKTDOV yang beranjak “nggerus” dan gelap.      
youtube
3. EASTERN YOUTH - 「ソンゲントジユウ」(Songentojiyuu) Berawal sebagai band punk/OI! , Eastern Youth merupakan salah satu pionir gerakan skinhead punk di Jepang sebelum akhirnya mereka berubah menjadi Indie Rock/ Emo di tahun 1997 di Album Koritsu Muen No Hana (Isolated Flower Aura) dengan pengaruh Fugazi, Jawbreaker, Stiff Little Fingers dan Folk Jepang yang kental. Eastern Youth dibentuk di Tokyo tahun 1989 dan dulu beranggotakan  Hisashi Yoshino (vokal, Gitar), Atsuya Tamori (Drum) dan  Tomokazu Ninomiya (Fretless Bass), namun Tomokazu Ninomiya keluar untuk membentuk Misato and Tonkatsu, kemudian digantikan Yuka Muraoka. Bermusik sejak 1989 hingga sekarang, Eastern Youth bisa dibilang salah satu senior Indie Rock di jepang yang bisa bertahan melawan zaman hingga 29 tahun lamanya. Format trio dan influence punk mereka mengingatkan kita pada band Indonesia yang sampai sekarang juga masih bermusik yaitu Netral atau NTRL.  Lagu - Lagu Eastern Youth dikenal mempunyai lirik yang mencerminkan kerasnya semangat bangsa Jepang dan disisi lain rapuhnya mental mereka dalam menghadapi kenyataan salaryman di dalam sistem korporat ekonomi Jepang. Songentojiyu adalah lagu dari album yang juga berjudul Songentojiyu yang dirilis 2017 lalu. Menampilkan ibu-ibu pemilik toko kelontong yang diperankan Shimo Kkesehariannya menghadapi hecticnya Tokyo. Entah ia mencoba melampiaskan cita - citanya yang belum tercapai sebagai penari atau dia memang mabuk sambil menari untuk menghadapi sumpeknya Tokyo. Vokal Yoshino yang melengking kadang out of tune memberi representasi raw emotion dari Eastern Youth dalam lagu Songentojiyuu ini, dan merupakan ciri khas Eastern Youth sejak 1997. Eastern Youth ini juga dianggap sebagai pelopor indie rock/emo di Jepang bahkan Asian Kungfu Generation menganggap mereka sebagai mentor.  
2 notes · View notes
radioastronot · 6 years
Text
Solitude at Nomu 9 Bites and Beverages
Sebuah hari yang basah dan lembab di Malang. Ijen boulevardyang asri nampak sedikit becek karena gerimis yang menerpa di awal Februari ini, tepatnya Minggu tanggal 4. Melewati mulut jalan kawi lalu belok kanan tepat sebelah gerai fast-food, memasuki Jalan Pandan hingga akhirnya sampai di Pandan, no. 6.
Tumblr media
Entah mengapa ketika lokasi satu ini diberi nama Nomu 9 padahal di jalan nomer 6, Nomu sendiri berasal dari bahasa jepang yang artinya Minum, namun nomer 9 masih misteri. Masuk ke interior, Nomu 9 tidak menampakkan corak jepang tradisional, namun lebih ke dominasi lantai granit dan keramik di bawah, dengan tatanan meja makan yang homey, dengan lantai dua yang dibalut tanaman menjalar, kayu dan pagar logam memberikan kesan kalem dan santai, membuat pengunjung yang datang sendirian maupun berdua betah di Nomu 9; seakan menemukan suaka yang hangat dari dunia nyata yang penuh tekanan. Ditemani soundtrack - mulai dari Slowcore dan Midnight Jazz.
Tumblr media
Setelah duduk, rasanya tidak ada perasaan yang sangat lapar sehingga appetizer saja cukup untuk mengokupasi mulut yang menganggur ini. Pilihan kali ini jatuh pada Croquet dan Tofu Fishcake. Bagi saya tahu ikan adalah soul food, sebuah pelega rasa resah dari deadline yang terus menumpuk tapi tak kunjung habis tertunda karena rasa sebah. Jika saja sesiapapun membawa pekerjaannya ke sini, tahu ikan ala Nomu 9 atau Tofu Fishcake mampu menggantikan kehadiran seorang pasangan yang tak kunjung datang atau malah sengaja ditiadakan kehadirannya untuk saat ini. Kulitnya yang crusty, dan fishcake atau bakso ikannya yang diblend dengan pas, meluncur mulus melalui tenggorokan yang dibasahi sambal bangkok.
Tumblr media Tumblr media
Appetizer kedua adalah Croquet, atau perkedel kentang berbalut kulit tepung roti renyah. Snack ala perancis ini berisi mashed potato yang lembut dengan isian potongan daging yang lezat. Ditemani kedua appetizer ini seakan membuat rasa “sendiri” tidak terasa dan remeh. Untuk itu semua masing – masing perlu merogoh kocek 28.000 rupiah saja. Murah bukan? Buat siapa lagi menghabiskan uang kalau tidak bukan diri sendiri untuk saat ini (tapi sampai kapan). Namun bila rasa kesepian itu kembali, alangkah baiknya memesan kopi.
Tumblr media
Kopi yang ditawarkan oleh Nomu 9 mempunyai 6 jenis tehnik penyajian dan kesemuanya manual, semanual diri ini dalam menghibur diri. Pertama Kopi Toebroek, yang lazim ditemui di berbagai macam kedai kopi mulai dari kelas proletar sampai borjuis, kopi yang penyajiannya dengan mengaduk secara manual ini menghasilkan konsistensi yang kental, berat dan full bodied. Lalu kedua French Press dengan konsistensi heavy bodied dan aftertaste yang membuat anda “linger”. Lalu tehnik V60 yang memakai  gelas tetes berkertas saring yang membuat kopi mendapatkan rasa asam yang khas layanya citrus atau “citrus notes”. Lalu Kalita Wave yang memberikan kopi clarity notes dan medium body dengan hanya air panas, kertas saring, gelas tetes dan teko yang dipadu dengan tehnik menyeduh yang berputar dan tuangan yang berinterval. Lalu terakhir ada Chemex yang memberikan tekstur lembut-tipis, dengan rasa “dry” dan harumnya floral notes. Semua manual brew coffee ini bisa dijangkau mulai dari 18.000 rupiah
Setelah segala kepahitan yang nikmat dan gigitan – gigitan kecil dari appetizer tersebut, jika ingin melanjutkan ke main course, Nomu 9 juga menyediakan promo Valentine’s Day dengan dua paket pasangan seharga 165.000 rupiah dan 315.000 rupiah.
Tumblr media
Pilihan kini tersedia di tangan, ingin menghabiskan malam valentine dengan appetizer – appetizer kecil dan kepahitan yang dinikmati sendiri atau memsan paket Valentine untuk berdua. Berdua?
2 notes · View notes
radioastronot · 6 years
Text
BESOK! Hari Valentine 2018, LKTDOV Rilis Single Dan Video Klip Menuju Album Vinyl
Tumblr media
LKTDOV, band Yogyakarta yang menggabungkan musik Skramz (90’s Screamo) dengan aroma PostRock ini kembali menghantui perasaan para penggemarnya dengan merilis sebuah single baru. Tidak tanggung-tanggung, komposisi baru ini akan dirilis bertepatan dengan perayaan Valentine yaitu di tanggal 14 Februari 2018. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan mendengarkan lagu sendu di perayaan hari kasih sayang.
Lagu bertajuk Behold, A Shattered Enchantment ini merupakan bagian pertama dari 3 lagu yang akan dirilis dalam format piringan hitam (vinyl) 7”. Single berdurasi 5 menitan ini direkam di Watchtower studio dan diproduseri oleh I Made Dharma (Warmouth, Deadly Weapon). Dengan sound yang lebih gelap dan berat dari album sebelumnya (All We Have Left Is A Memory Of Yesterday dirilis 2015 oleh Samstrong Records), dipastikan materi terbaru ini akan lebih mengena di kalangan penggemar musik kelam.
Single perdana band yang digawaingi oleh Indra Menus (vokal), Made Dharma (gitar), Wisang (gitar), Okta (bass) dan Yudha “Bogex” (drum) ini bisa di-streaming melalui www.soundcloud.com/RelamatiRecords (link lagu akan dibuka tanggal 14 Februari 2018). Sementara untuk materi on air di radio, LKTDOV juga merilis single lain dari materi vinyl 7” yang lebih radio friendly berjudul Crimson Waves Upon Tangerine Skies (tersedia di attachment).
Selain itu video klip lagu yang diproduseri oleh Yudhabrit dengan talent Ichidilaga ini bisa dinikmati melalui www.bit.ly/RelamatiRecords (link video klip akan dibuka tanggal 14 Februari 2018). Video klip-nya sendiri akan diputar perdana dalam event PostRock Fest YK yang akan diselenggarakan 14 Februari 2018 di Barcode Kitchen and Bar, Yogyakarta.
Rekaman vinyl 7” LKTDOV yang diproduksi sebanyak 150 keping ini akan dirilis resmi pada 21 April 2018 oleh 3 label lokal yaitu Samstrong Records, Relamati Records dan Tomat Records. Sementara distribusinya akan dibantu oleh Royal Yawns, Otakotor Records dan Belantara22 Records. Untuk pre order vinyl sudah dibuka dengan mengirimkan email pemesanan ke: [email protected]
youtube
Instagram: @LKTDOV, Twitter: @LKTDOV, Facebook: LKTDOV
0 notes
radioastronot · 6 years
Text
Antara Post-Hardcore, Singapura dan D'Masiv | Interview Paris In The Making (from Majalahsintetik.com)
oleh: Hilmi & Alfan
Saya pertama kali mengetahui Paris In The Making dari status Facebook Indra Menus (vokalis To Die, juga jagoan post-hardcore di Last Kiss To Die of Visceroth). Kala itu Indra Menus mengabarkan kalau band Singapura ini akan bikin tur Jawa. Dan, di tab comment, salah satu jagoan post-hardcore lain, Akhmad Alfan Rahadi (vokalis Papa Onta Cult, juga kamus hidup-post-hardcore) ikut memberi komen bahwa tur mereka ini akan jadi wahana bahagia bagi pecinta post-hardcore, terlebih lagi bagi mereka yang menggali Envy. Maka, saya yang cuma post-hardcore-er cemen ini langsung ikutan bersemangat. Di salah satu tanggal, mereka akan mampir di Malang. Semangat saya berkembang bukan kepalang. Kapan lagi penggemar post-hardcore bisa “haji-haji”-an?
Saya pun langsung meminta kesempatan kepada panitia untuk minta jadwal interview. Dengan bekal pertanyaan yang juga telah saya konsolidasikan bersama Akhmad Alfan Rahadi, saya menginterview mereka sebelum mereka naik panggung. Mereka cukup ramah dan suka becanda. Wawancara berjalan menyenangkan.
Tapi bodohnya saya, si post-hardcore-er cemen, ternyata file audio interview yang saya rekam di hape qwerty (juga) cemen ternyata busuk sekali. Tak bisa didengar. Duh. Dengan penuh malu, saya lalu mengirim email berisi pertanyaan yang sama untuk mereka jawab lagi via email. Untungnya mereka mau.
Berikut adalah isi email itu;
Hi Hilmi, my name is Su, bassist of Paris in the Making, and I will be answering all your questions.
how do you guys meet each other before? We formed sometime in 2004, right after Inn (vocalist) got a show offer which he accepted without even having a band ready yet. The show was about a month away and he roped us all in hoping to get some materials ready by then. Good thing was we were already friends prior to the formation of the band, so it was quite easy to be very comfortable with each other’s capability as a musician individually. Back then, the music scene in Singapore was still relatively small and anyone was acquainted to everyone, so we knew each other from there. Inn, Syahmi (guitarist) and I were there from the very beginning of the band’s formation. Syahadi, who is also Syahmi’s brother, joined us in 2007 and Ariff (guitarist) joined us in 2011.
how do you guys write a song? By jamming around or predesignated? Both ways work fine for us, our newer materials are usually written in impromptu during jamming. One of us would doodle with his own respective instrument and the rest would follow suit. It’s a nice feeling to play in a small space together, without saying a word to each other, and the music flows and weaves seamlessly together as if we have written it in our minds and hearts all these while. But I’m not saying it works all the time. At times, either Syahmi or Ariff would have a riff recorded and sent to the rest via their phones, and all of us would take a listen and brainstorm our ideas during practice.
when you're playing your instruments, i often see you guys eyes closed, what do you visualize at that moment? I’m not really sure about the rest, but usually my eyes are closed because the sweat got in. Apart from that, I do try to portray a mental image of our songs in my head, and I find it easier to visualize by staring at the darkness of the back of my eyelids. And it also depends on the mood of the particular riff that is being played, be it sad, angry or happy. We do try to portray an emotional stance that befits our music that would somehow be interpreted subjectively by the audience.
hows the scene in singapore? i usually seen posters of your fellow singaporean band play with japanese band, recently heaven in her arms. is it often to exchange gigs with japan? Is it possible in the future, you guys sharing the gigs with indonesian band on singapore? It’s really hard to say, in a way, the international music scene in Singapore is much bigger now. I guess with all these help from the global media and the recent surge of big pop and rock acts performing in our little island, I can say that we have kind of made a mark on the world map of the musical industry. However, at the same time, the local music scene is also taking a beating, fewer people are supporting local acts, fewer people are buying local music, local bands stop playing due to the lack of support and other reasons be it financial or personal, fewer bands are being formed among the younger generation, the masses prefer listening to what’s being played in the radio. So it’s quite an ironic situation that’s currently happening here in Singapore. Somehow, we are becoming more of the place to play in, rather than the place to listen to.
We kick started our tour with two shows alongside Heaven In Her Arms, in Kuala Lumpur and in Singapore. It was a surreal and fantastic experience to play alongside them. And yes, we do have a number of Japanese acts coming to Singapore recently – Toe, FC Five, Heaven in Her Arms, Makoto Ozone, so it is quite often and also common to see bands not only from Japan, but the rest of the world to perform here. And whether it is possible for Indonesian bands performing on Singaporean soil? Why not? I’ve seen Domestik Doktrin and Grave Dancers gracing our local stage, and I would personally love to see more Indonesian bands here.
any particular local bands that you like along the tour? Ghaust, First Flower After Flood, Nervous, Last Kiss To Die Of Visceroth. There are other bands too which unfortunately I can’t remember their names. So sorry!
Some people refer your music as post-hardcore, but in myspace and facebook you guys described as screamo act, which one is right? Well, honestly, we’re not really comfortable in being categorized under a specific genre. Personally, i get a little confused with the amount of genres nowadays and it does get a little constraint to be expected to write music under a classification that may get a tad too linear for the band’s progression. As a band, we play to whatever we feel that is right. Change is always a constant, and who knows, our music may change in future, but the same message will be delivered, the same passion will be expected from us. So, in other words, I can’t personally describe our music because each one of us may give a different answer. Rock, perhaps. 
How’s post hardcore in Singapore, because it is pretty rare here in Indonesia.. Well, it all depends on your definition of “post hardcore” actually. To me, post hardcore has a pretty strong following here in Singapore. I do see post hardcore shows being organized here on a monthly basis, so they must have been doing something right somewhere to have such a constant flow. I can’t really say anything else much about the post hardcore scene here other than that.
these days common people look at post hardcore usually on the outside, the stigma , the gimmicky outfit and hairstyle. what do you guys think about that related to the style of your way of Post-hardcore? Personally, I’ve always believed in leaving out the fashion from the music. Sure, it may give an added visual advantage and it would certainly give out a more emotive and cognitive visual response for the audience. But personally, I am quite a boring character when it comes to fashion sense. Plus, I don’t find them comfortable and way definitely not comfortable when I am on stage. It’s all about the music to me, so I’d wear something really comfortable that would not hinder my performance on stage. It’s all music, no gimmicks.
You guys always cited as Singapore-an Envy, what do you think about it? We’ve been compared to Envy many times before. No doubt, they are one of our many major influences when we first started out as a band. Personally, I don’t find it that overwhelmingly annoying, because in away, it does show that we are heading in the right direction. I’d rather be compared to Envy than a band which I do not like nor listen to at all. Every band has an inspiration or an initial direction that they look up to so I guess it is quite normal to have comparisons with someone else. Face it; you can at least name one other band that sounds like another band you know. And it is not necessarily a bad thing either, being inspired by someone else may give way to eventually identifying your own unique sound. Every band has to start somewhere, somehow.
Lately, post rock developing rapidly, the sad fact is that some band doesnt take their instrument seriously, so that the genre become a boring music, what do you think about it? Yes it is sad to know such things happen, but then again, that is what happens to music that gets a little too popular for its own good. Just by listening to one or two popular post rock bands, and without doing their proper homework, these bands began playing the same repetitive stuff over and over again. It is normal, just like fashion; music has its trends and seasons too. And eventually it will die out; the bands will either disband or move on to another musical direction and only the few true ones remain. And from what I see, it is a vicious cycle that happened to other genres previously as well.
Is it real that you guys only have one album? Because it is amazing to us how one record band could do this kind of abroad tour a lot.. Haha, yes, we have only one album. For our very first tour back in 2009, we were only a supporting band for Milvains from Italy for their South East Asian Tour in Malaysia, Singapore and Indonesia. It was more to gaining experience in playing overseas for us as some of us had not played anywhere else other than Singapore back then. And also, we didn’t want to steal the limelight from Milvains, who were heavily promoting their album throughout the tour. So this time in 2012, we are touring again to promote our debut album.
Tell us about your album.. ‘Origins’ is our very first album that took us more than 3 years to record and caused a great deal of financial toll on us individually. We actually started recording even before our first tour in 2009, and recording ended officially around December last year. I won’t go into the details on why it took us that long but somehow, it just did. It comprises of our earlier songs that we have written as Paris In The Making with Zad, our ex-guitarist, recording his parts before he left the band. According to Inn, the lyrics of the songs in ‘Origins’ involved various topics ranging from friendship, family, love, a higher divine power, fear, anguish, resentment and the darkness of a void uncertainty.
You have been to Indonesia before, what thing you miss the most? And any history about your last visit? We miss all our friends most of all, it’s great to be back, really. It’s nice to catch up with each other’s lives and hang out again. We would have loved to see Menus’s beautiful daughter, it’s a pity she wasn’t in town. Everyone in Indonesia has been so nice to us it gets pretty overwhelming. I wish I could somehow repay everyone’s kindness one day. And of course, the food here can never be compared with anywhere else either.  One memorable moment the last time we were in Jogja in 2009 was when Alessio (Milvains drummer) was going around the whole hostel we were staying in dressed only in his briefs and asking for tissue paper from everybody because he needed to shit. It was quite a culture shock for the Italians having to experience such toilets that do not exist back in their country. He eventually got wet wipes from someone, so it ended happily.
As an emotional musician, do you guys are the kind of people who kind outside, and screaming inside? Or you guys more like contemplative person, just like on your songs? I do quite a lot of thinking, so I guess you may consider me as a contemplative person somewhat. But generally, all five of us are your average guys who love to hang out, love to share a joke or two, and love to share the knowledge of music. We don’t come across any different from everyone else’s character, really. We just tend to write emotionally charged music because we love music that makes you feel.
What is it with Paris? The name ‘Paris In The Making’ was coined by Izzad, our previous guitarist. I guess his take on the name was that as a newly formed band, we are moving towards and also rising to something beautiful which is defined by the city of Paris.
What is your emo-song guilty pleasure? Syahmi and Syahadi listen to a lot of Peterpan and D’Masiv (not sure how you spell that). Inn listens to a lot of sappy Bon Jovi songs. Ariff loves Katy Perry, and recently I heard him singing to ‘The One That Got Away’. I do listen to a lot of Coldplay once in a while.
which one do you like? small venue or concert hall? I would say I am leaning more towards small venues because it feels more intimate and somehow I feel more at ease with the audience crowding around us. But once in a while it is nice to play in a huge concert hall with all that space.
any bands that you look up to? Each of us has different bands that we look up to. I started out with Green Day and Nirvana, and so did many other boys back then. And as time passes, there were more bands from various genres that I began looking up to, piling up the list. These are just a few of them on top of my head: Foo Fighters. Silverchair, Metallica, NoFX, The Descendents, Lagwagon, Jimmy Eat World, Asian Kung-Fu Generation, Broken Social Scene, Dustbox, The Black Keys, Blur, Radiohead, Sigur Ros, M83, Mogwai, Godspeed You! Black Emperor, Mono, Envy, Pg.99, Orchid, Heaven in Her Arms, Daitro, Shikari, Fall of Efrafa, Tragedy, Refused, Raein. And the list WILL go on.
What is singaporean act that you recommend to us? There are loads of talented Singaporean bands that are worth a listen, here are some that are grouped in no particular order – I Am David Sparkle, Plainsunset, The Observatory, Yumi, After The Sky, You & I Collide, Duxton Plains, Sjanse, Navire Creux, Misissued, Monster Cat, This Is Atlantis, Pazahora, B-Quartet, Wormrot, The Psalms, Hear Me Toby, Silhouette, Postbox, Pleasantry, Amateur Takes Control, Pathos, And They Whisper In Silence, Sleep Easy. If you have the time, do check them out. They’re really good.
0 notes
radioastronot · 6 years
Text
Killing Joke From Clowns
CLOWNS SIDOARJO SHOW 7th FEBRUARY 2012
oleh: Akhmad Alfan Rahadi
at DOLOMITY CAFE SIDOARJO FEBRUARY THE 7th 2011
Beberapa minggu yang lalu tepatnya Desember (sudah tahun lalu ya? hehehe) saya mendapati invitation dari teman saya di Sidoarjo untuk menonton sebuah band dari Australia bernama Clowns berikut link videonya. Beberapa saat sebelumnya saya memang juga berencana ingin menonton band dari Australia juga bernama Night Hag namun karena saya berhalangan saya pun melewatkannya dengan sesal dan berharap ada band sebagus mereka datang lagi ke sekitaran Jawa Timur (supaya ringan di ongkos transport).
Kemudian saya coba telusuri dan tonton video mereka yang berjudul “Repeat After Me”.Tak ada bayangan dan ekspektasi lebih sesaat sebelum membukanya. Namun yang saya temukan ternyata mencengangkan, Clownsmerupakan band yang bengal!. Keras dan Fun! It's not being poppy but it's anthemic!. Cocok bagi penggemar GG Allin, The Bronx dan Black Flag (mereka sempat mengcover lagu "Wasted" dari Black Flag malam itu dan di live cassete album spesial edisi tur SEA ini).
Akhirnya berangkat lah saya menembus hujan lebat dan bensin yang menipis di Selasa 7 februari itu. Sempat tersesat karena pertama kalinya saya ke Sidoarjo sendirian dengan motor. Mereka ke Sidoarjo dalam rangka menjalani rangkaian tur Asia tenggara meliputi Singapura, Malaysia dan Indonesia selama Februari ini. Saya berhasil mendapat ijin dan kesempatan wawancara ini di akhir performance mereka setelah sempat mengajak kenalan Tristan dan James di saat sebelum show dan dikenalkan lagi oleh Anca The Shantoso kepada Jake dan Steve. Namun di kesempatan itu yang mampu saya temui hanya James dan Tristan yaitu bassis dan gitaris Clowns karena yang lain kelelahan dan perlu istirahat.
guide: A: Alfan, J: James , T: Tristan
A: how did you guys meet each other?
T: we met at school, we met our guitarists, drummer and singer at school, at university, and we met our bassists through a circle of friends, sort of friends of friends.
A: Like you guys met at the same scene at the local gigs?
J & T: yeah yeah, pretty much
A: So until now, how many recordings that you have released?
J: Umm, We did an EP in 2010, Clowns EP 2010, then on 2011 we did a split 7" with Them Orphans from Perth, and now we're gonna do another 7" when we get back to Australia and also we've done a live album, recorded on rehearsal for this South East Asia tour.
A: How did you guys came up with the idea of touring South East Asia?
J: Well we came up with the idea when our friend from our fellow Australian band like Straight Jacket Nation, cameback from south east asia tour, then we met Cher from Singapore online and then she lead us to these people we met so far, these people we can contact and organize us a tour.
A: Your most favorite Australian band
J: Hard Ons T: probably Carnival
A: And when you got here, have you also had particular band that you like?
J: In South East Asia? Yeah, yeah lots of good band, The Shantoso we love it soo much, and then Sleeping Police, and in Malaysia we saw Boulevard, and then some bands we watched in Singapore.
A: When you got this tour idea, have you ever imagined where you're gonna be landed and headed?
J: No, We knew Indonesia, We knew Malaysia, and We knew Singapore as well. Then we met Cher, and She told us where to go, where to play, the guys we should meet and hangout with, who to talk to. and she mentioned about Borneo or something of it, and we're gonna play there by the end of this tour.
A: Hmm in terms of CLOWNS, I saw that your vocalist Stevie, wore a t-shirt with a picture of Jack Nicholson's Joker on it. So who do you think is the best JOKER? Jack Nicholson or Heath Ledger?
J: Jack Nicholson probably, he's pretty bad ass, but yeah Heath Ledger who played the recent Joker is an australian guy, alright he's dead now hahaha T: Favorite Joker for me is probably some comic book dude, not a real actor..
A: How about from the animated series?
No no, also not animated, comic book, comic book
A: Favorite food in here?
J: So far? squid
T: Cumi, cumi goreng dan nasi goreng
J: Yeah, nasi goreng
A: Aaah yes hahah it's obvious , nasi goreng it's all time favorite
J: Yeaa... hahaha is good
T: Cumi goreng is suprisingly good, it's really tasty
J: Sounds a bit weird but it's really nice yeah hahaha
J: But we didn't like even the durian, heheehe...
T: Not. Not too happy with the durian
A: So How do you come up with the theme on the 7"?
T: Depends on the single, so The 7" is the new single, the "Arst One is Repeat After Me", then "Eat A Gun", so the artwork depends on the single name and kind of that's how we themed it.
J: Well I did the artwork myself. It's like trying to get as much as crazy stuff into the picture, before it gets out of control
A: So did you do it when you were sober or drunk?
J: Well a bit both, hahaha.... Well i'm not really mess around with photoshop, or expensive gadget. I did it like with just a pencil, and sharpen the texture and an eraser
T: Keeping it old school
A: Beside doing band stuffs, what do you guys do?
J: Yea we're all going to school, university , we all study, we also have a job as well, like me driving a box car sending things around, Tristan work at a doughnut shop, Steve And Jake works in a call center and, apart from that...
T: Whatever makes ends, make money, pay bills
J: Well outside study, we go to shows in melbourne, play Arecracker, hanging out..
A: So how do you guys, adjust with that? between music and daily routine?
J: We play gigs, None of us work in the weekends, so we have works and school
T: Yea and on Saturday we got to see a big gig night in melbourne always
A: whooa does the gig done routinely?
T: Sometimes thursday, wednesday, but yea mostly saturday
J: We play with someone on thursday spare gigs, commonly friday and saturday night. We have school, we school and work at the daytime during the week, afterwork or school we practice and play gigs on the weekends
A: You see, when I'm doing these scene things, me and my friends make gigs on university. Do you guys also organize a show on university or are there authorities which make it harder?
J: Yea a little bit
T: I used to go to Melbourne University, every thursday they had decent band playing. J: Popular band
T: Yea it was like popular bands not playing like King GIzzard and The Lizard Wizard, Barbarian, etc, like big in Melbourne-band.
A: I thought you can play your friends in university gigs..
J: Mostly the gig in the Melbourne not done in university, they're on pub, club and house house shows. not very often..
A: So do you guys have any plans on the near future?
J: Aa.. just keep doing what we're doing, play as many shows as we can , record very soon
T: Singles, 7 inches
J: Singles on 7 inches, doing album when we have enough money. After we do the 7 inch we'll do an album, doing more tour, meet more friends.
A: I was wondering, when we in Indonesia usually rehearse by renting a rehearsal studio, do you guys do the same there in Australia?
T: Yea, you know we rent a rehearsal space, its a big room, soundproof, bring a lot of stuff drumkits all that, and we play usually from 6 o clock til midnight.
J: We don't play that long but yea thats how long we got the session
A: Whooa that soo long for us 6 o'clock til midnight...
T: It is a long time, yea we usually we got there at 7 or 8 and finish at 10
A: Is it like an empty space?
J: It's a big building full of lotsa room, it's like a big factory and got lots of big room
A: And you guys bring your own equipment
T: We can hire stuff between each
J: Plus there's lots of band in there play at one time in different rooms
T: All sound proof, and
J: It works well
T: Thats how usually in Melbourne, but there are few places like that with a bunch a rooms and we hire a single room for a couple of hours , and bring in all of your stuff, play for as long as you want and no one will give a shit
A: Hahaha i envy you. other than doing shows do you guys also organize shows?
J: We also organize shows, with our friends and our friends band and if a band wants to come to Melbourne we can help em organize a show for them
A: Is it collective or you guys also search for a sponsor?
J: Yea, collectively, get a good show and having fun
A: And for the equipment you bring yourself?
J: If it is in Australia we bring our own amps, and guitar and simple drumkits
A: Whoa.. thats a bit different in here..we rent from studio and bring it to venue
J: Yeah, everyone seems have their own stuff
A: Thats real pro and DIY
J: Yeaa
T: Hahaha yeaa
A: So any plans for next year's tour?
J: There are few places in our mind, we just think like kinda go like, if anyone or we meet anyone who tell us to go to particular area or wanna make a tour with us, we should go there
T: I do want to get to UK, Europe, that'd be freakin awesome , but it would be expensive though
J: We definitely go somewhere but we just don't know where yet
T: Maybe Asia again, might be good
A: Through years of your career, have you guys faced criticsm and how do you deal with it? It forms of internet review and stuffs?
T: A little bit, every, you know cause there's always someone out there gonna say "ohh this is bad this is good" but doesn't really bother us too much
J: Here's the thing, you got one little thing, one little thing on the internet, but when you play show and theres a hundred people who's gonna its awesome
A: So you just play.. play.. play...
J: Yea yea like that
T: Yea right and like there's always gonna be people out there who hate whatever you do, and the same time there's people who love what you do. So just do what you do, and hope the people would love it, listen to it and get into it
J: I like what I do, so it doesn't matter
A: last message for people here?
J: You have an awesome scene, and your bands are really good, and you people are really friendly. and we hope, we hope you dont change...
T: Yeah dont change at all, keep it real, keep it rockin, keep rocking
A: And thats a wrapp!! thanks!
J: Thank you very much
T: terima kasih banyaaak
...
James dan Tristan kemudian berpamitan untuk istirahat karena besok melanjutkan perjalanan tur ke Kudus. Saya menyempatkan ngobrol sebentar dengan Anca tentang scene underground di Surabaya dan Sidoarjo. Setelah itu saya pulang karena besok ada ujian yang ternyata tidak jadi. A killing joke it is.....
Namun hari rabu itu tak mengecewakan juga karena saya dapat album live Clowns dengan cuma cuma pemberian teman saya Kuro yang bingung bakal diputar dimana kaset itu.
0 notes
radioastronot · 6 years
Text
Romantika Penuh Drama Dalam Video Klip Beeswax untuk “Fix”
youtube
(26/01) Berselang tiga bulan setelah dirilisnya single pertama dari album ketiga, Beeswax kembali meluncurkan single kedua dalam format video klip untuk lagu berjudul “Fix”. Sebelumnya pada bulan September, lagu “The Loaded Ashtray” dirilis dalam bentuk digital. “Fix” merupakan lagu yang terdapat dalam album pertama Beeswax yakni “First Step” yang dirilis pada tahun 2015. Dalam versi terbaru yang telah di aransemen ulang, instrumen terdengar lebih padat dan tebal berkat kontribusi seluruh member Beeswax yang baru bergabung semenjak album kedua. Melihat perubahan yang cukup besar antara versi awal dan terbaru, maka “Fix” dimasukkan ke dalam album ketiga yang rencananya akan rilis tahun ini via Fallyears Records.
Tumblr media
             Video klip dari “Fix” sendiri disutradarai oleh Bagas Yudhiswa, yang mengusung konsep yang dicetuskan oleh Putra Vibrananda. “Ceritanya tentang sepasang kekasih sih. Kurang lebih ingin menggambarkan kalau hubungan yang mulus-mulus saja malah akan menimbulkan masalah. Kaya gitu lah pokoknya,” ungkap Bagas selaku sutradara. Video ini menampilkan Indira Larasati sebagai pemeran wanita dan Gusti Agung sebagai pemeran pria. Dalam waktu 4 hari yang terbagi dalam 3 minggu berbeda, video ini dirampungkan dengan mengambil latar di berbagai sudut Kota Malang. Terdapat juga beberapa cameo dari sahabat-sahabat Beeswax yang bisa Anda saksikan di tautan bawah ini. Band yang beranggotakan Bagas, Iyok, Putra dan Yayan ini berencana untuk merilis video klip lain untuk single-single di album ketiga.
Tumblr media
Further inquiry, reach out to manager :
Novita Widia
+6281333481985 or email to [email protected]
 Beeswax Social Media link :
Instagram        : https://www.instagram.com/beeswaxtheband/
Twitter            : https://twitter.com/beeswaxtheband?lang=en
Facebook         : https://www.facebook.com/beeswaxtheband/
Soundcloud      : https://soundcloud.com/beeswaxtheband
Youtube           : https://www.youtube.com/channel/UCNcABgRCsE_9bS7ONlz_KHQ
Fallyears Records Social Media link
Instagram        : https://www.instagram.com/fallyears/
Twitter            : https://twitter.com/fallyears
Facebook         : https://www.facebook.com/fallyears/
Soundcloud      : https://soundcloud.com/fallyears-records
Youtube           : https://www.youtube.com/channel/UCoNaaNYbJChMqKDEm_O1HzQ
1 note · View note
radioastronot · 6 years
Text
WRITE THE FUTURE MERAYAKAN 1 TAHUN ALBUM “CHANGING PACE” DENGAN SEBUAH VIDEO KLIP DENGAN JUDUL YANG SAMA
Tumblr media
29 Januari 2017, adalah hari bersejarah bagi Write The Future, kuintet pop-punk/emo Malang yang beranggotakan Dandy Gilang, Risang Candrasa, Agung, Dimas, dan Yoga ini. Setelah beberapa tahun beredar dan hanya merilis EP demi EP, akhirnya album CHANGING PACE rilis juga. Full album ini Memuat 10 track, yang meresonansikan kegelisahan yang lazimnya dilalui muda — mudi perempat baya. CHANGING PACE ini juga menjadi album game changing bagi Write The Future, mengingat mereka sudah kurang lebih eksis selama 9 tahun di blantika pop-punk Malang.
Tumblr media
Tak disangka — sangka Januari 2018 ini, Write The Future memilih untuk merayakan 1 tahun album CHANGING PACE dengan merilis video untuk lagu “Changing Pace” . Lagu ini bisa dibilang nafas album ini, bait demi bait, baris demi baris adalah perwakilan keresahan jiwa — jiwa pencari kerja, pejuang skripsi dan tentunya aspiring musician.
Dengan Director Of Photography Yudo Kaufman (Give Me A Chance/Idiot Bob) dan Sutradara Dandy Gilang, Write The Future mencoba merealisasikan secara visual berbagai keresahan dan pertanyaan yang muncul ketika harus berhadapan dengan berbagai pilihan hidup. Arus memang deras, membuat kita terasa gampang hanyut dalam apa yang banyak orang lakukan dan katakan, namun sedikit yang menjadi wujud kalbu yang paling jujur.
youtube
Stay True adalah ide utama lagu dan video ini. Di dalam masing — masing irama/pace yang dipilih, untuk mencapai tujuan tidak berarti mengorbankan jati diri.Seakan Write The Future berkata dalam video ini bahwa tak perlu menjadi orang lain untuk mencapai tujuan, karena semua sudah ada porsi dan cara untuk mencapai tujuan masing — masing. Seakan semua terwakilkan dalam tiap simbolisme di dalam sound dan video yang ada.
Fase “Quarter Life Crisis” memang cepat atau lambat akan datang, dan ia datang secara tiba — tiba. Keresahan akan selalu hadir, tapi bagaimana kita bisa mengelolanya, yang membuat kita layak disebut “DEWASA”, untuk itu Write The Future dengan video lagu “Changing Pace” bisa menjadi salah satu cara mengelola keresahan “quarter life crisis” tersebut.
Butuh albumnya? silahkan ke tkp:
<a href="http://writethefutureband.bandcamp.com/album/changing-pace">Changing Pace by Write The Future</a>
1 note · View note
radioastronot · 6 years
Text
LONGEST RILIS SINGLE BARU BERJUDUL “FIRST”
Tumblr media
  <a href="http://longest.bandcamp.com/track/first">FIRST by Longest</a>
Bulan pertama 2018, blantika musik Jawa Timur sudah dihadiahi satu single baru dari Longest berjudul “First”. Tanggal rilisnya pun cukup unik yaitu 18-1-18. Longest adalah Oscar, Hajar, Danis, Yogi, Adit, band yang beranggotakan 5 pemuda Surabaya ini mengaku mencoba mengemulasikan gaya sound Alternatif/Emo era 1990 seperti Fugazi, Nirvana ataupun ekivalen yang non populer yaitu Amp 176, Boilermaker, Leiah, M.I.J, dan revival sound seperti Diamond Youth, sampai Basement. 
Tumblr media
Lagu “First”  bercerita tentang pertemuan muda-mudi di suatu gigs, hingga berlanjut ke hubungan yang lebih dekat.  Liriknya terinspirasi dari gaya keseharian muda - mudi kelas menengah berpacaran, seperti makan di warmindo dengan ditemani semangkuk mi instan seperti penggalan liriknya “You showed me your simplicity, companying us eating noodles” Lagu “First”  ini diciptakan oleh Oscar, sang vokalis. Tak tanggung - tanggung direkam di 3 studio, Third Eye Studio, Natural Studio, dan Igos Studio. Single ini sendiri telah melewati proses mixing & mastering oleh tangan dingin Chitoz di Third Eye Studio. 
youtube
1 note · View note
radioastronot · 6 years
Text
ÜBERYOU South East Asia tour 2018, East Java Chapter
Tumblr media
<a href="http://uberyou.bandcamp.com/album/frontiers">Frontiers by Überyou</a>
Überyou adalah band punk rock dari Zürich, Switzerland. Beranggotakan Tom: Guitar / Luki: Drums / Ian: Vocals / Marc: Guitar & Vocals / Vico: Bass & Vocals band ini memulai debut mereka dengan rilisan
Süpremacy
di tahun 2010. Rilisan mereka selama ini adalah
Frontiers/2015
Üntergang/2014
Überyou / Nunca Inverno Split/2013
Revolütion/2012
Süpremacy/2010
Jika kalian penggemar band — band semacam Orgcore seperti Great Apes, RVIVR, The Vandals, Bouncing Souls, Dillinger Four, Leatherface, Dan Padilla maupun Hot Water Music era awal maka jangan lewatkan Überyou di Malang dan Surabaya pada bulan Februari ini. follow ig @infokerass dan @radioastronot​ 
youtube
6 notes · View notes
radioastronot · 6 years
Text
PARA POST ROCKERS SIAP-SIAP UNTUK POST ROCK FEST YOGYAKARTA TEPAT DI HARI VALENTINE!
Tumblr media
Seperti yang kita ketahui, hari Valentine yang jatuh setiap tanggal 14 Februari sering menjadi momen istimewa untuk berbagi kasih sayang kepada pasangan tercinta. Terlepas dari kontroversi pemaknaan hari kasih sayang, tidak ada salahnya juga untuk merayakan Valentine dengan sebuah event musikal. Akan tetapi, berbanding terbalik dengan pemaknaaan Valentine yang sarat dengan cinta dan kasih sayang, organizer musik YK Booking dan Relamati Records malah menggelar sebuah pesta kesenduan.
Ya, event musik yang mereka gelar kali ini beraroma kesedihan dengan mengajak 4 band Yogyakarta yang dekat dengan irama musik Post-Rock. Post-Rock sendiri istilahnya di ciptakan pertama kali oleh Simon Reynolds ketika sedang mereview album Bark Psychosis - Hex di tahun 1994, dimana Simon mendefinisikan Post-Rock sebagai “sebuah bentuk eksperimentasi dari musik Rock yang ditandai dengan penggunaan instrumen musik Rock terutama untuk mengeksplorasi timbre dan tekstur daripada struktur lagu, akord atau riff.” Pada perjalanan waktu selanjutnya musik ini berkembang lebih jauh dengan memasukkan banyak unsur musik lain ke dalamnya.
Di acara Post-Rock Fest YK ini terdapat 4 band Yogyakarta yang memainkan musik Post-Rock dengan unsur-unsur musik lain yang saling berkelindan sehingga membentuk sebuah identitas yang berbeda diantara ke-empat-nya. Band pertama ada Dirtylight yang telah merilis album Anxiety of Human Kind format CDR secara mandiri di tahun 2016. Mengusung konsep instrumental Post-Rock yang dibalut dengan kejelimetan Math Rock dan penggunaan synthesizer membuat band ini sering dianggap sebagai Yogyakarta’s answer to Japan’s TOE.
Tumblr media
Sementara itu Niskala juga memainkan jenis musik instrumental yang sudah tidak asing lagi di skena musik Yogyakarta dan sekitarnya terutama setelah single mereka Legacy Of The Moon dirilis 2016 lalu. Band yang juga digawangi oleh drummer FSTVLST ini sedang menyiapkan materi untuk album penuhnya sementara single kedua berjudul Alana yang November lalu telah dirilis melalui akun YouTube.
Tumblr media
B.U.K.T.U yang baru saja merilis album Mengeja Gejala Menjaga Dendam ini adalah sebuah proyek baru yang berisi beberapa personel band Jogja diantaranya Sungai, Rupagangga, Afapika dan Summerchild. Band yang enggan memberi judul di tiap lagu tapi selalu menjelaskan tentang apa karya yang baru saja disajikan ini memadukan Post-Rock dengan Noise yang berasal dari synthesizer yang dimainkan oleh Bodhi yang juga merapalkan spoken words.
Tumblr media
Terakhir ada LKTDOV yang pada dasarnya adalah sebuah kolektif HardcorePunk yang bermain musik Post-Rock dengan elemen Skramz/90’s Screamo. Band ini juga akan merilis single baru berjudul Behold, A Shattered Enchantment melalui laman www.soundcloud.com/relamatirecords tepat di tanggal 14 Februari 2018. Single ini menjadi bagian dari album piringan hitam 7” yang rencananya akan dirilis 21 April 2018 dan sudah bisa dipesan secara pre-order melalui email: [email protected]
Tumblr media
Acara dengan harga tiket masuk Rp. 10.000 ini akan digelar pada 14 Februari 2018 mulai pukul 19.00 – 23.00 WIB bertempat di Barcode Kitchen and Bar, Jalan Robert Wolter Monginsidi no. 23, Karangwaru, Tegalrejo, Yogyakarta. NB: #PostRockFestYK CP: Indra Menus - 085729732198
0 notes
radioastronot · 6 years
Text
SIGMUN MERAYAKAN GERHANA BULAN DAN KELANJUTAN MANGA BERSERK DENGAN SINGLE “BEHELIT”
Tumblr media
Nampaknya momen gerhana bulan kali ini tidak disia - siakan oleh Sigmun. Kugiran Psychedelic/Stoner Rock dari Bandung. Beranggotakan gitaris-vokalis Haikal Azizi, Bassist Mirfak, Drummer Tama, dan Gitaris Nurrachman "Jono" Andika, mereka telah merilis Crimson Eyes di 2015 dan Cerebro di 2013. Mereka menarik perhatian dengan single The Long Haul dari EP Cerebro kemudian puji - pujian itu berlanjut sampai album critically acclaimed Crimson Eyes. Lama tak berproduksi, tiba - tiba muncul teaser - teaser yang menampakkan, adegan Griffith yang mengundang Godhand dengan mengorbankan teman - temannya yang memunculkan gerhana bulan mendadak, kemudian dilanjutkan teaser art kedua yaitu objeck behelit dan death dealer yang nampak dari belakang. Tak disangka - sangka para membernya juga fans berat Kentaro Miura dan manga Berserknya. 
Tumblr media Tumblr media
Berserk adalah serial manga dari mangaka Kentaro Miura yang terkenal akan konten dewasa dan plot yang depresif, melibatkan kisah tragis dan balas dendam. Namun dibalik depresifnya cerita Berserk, ternyata banyak mengundang penggemar baik dari wanita maupun pria, secara demografi yang dituju adalah seinen/mature bukan spesifik shonen(cowok) dan josei (cewek).
youtube
Berserk sendiri masih berlangsung sejak 1989, sampai sekarang dan telah mengalami 3 kali adaptasi animasi yaitu serial tahun 1997 oleh OLM. inc lalu, reboot movies dari chapter Golden Arc oleh Studio 4°C dan terakhir serial televisi 2016 oleh GEMBA dan Millepensee. Ia sendiri bercerita tentang konflik antara Guts the Black Swordsman dan mantan pimpinan Band of Hawk Griffith yang pernah menjadi temannya. Di tengah - tengah konflik itu adalah Casca, yang merupakan kekasih Guts namun juga menaruh hati pada Griffith. Griffith mengorbankan semua temannya demi meraih kekuasaan tertinggi di kerajaan MIDLAND dengan menggunakan Behelit. Guts berniat untuk menghabisi semua Apostle (manusia monster hasil behelit) dan terakhir Griffith, berbekal Dragonslayer (pedang raksasa sepanjang 220 cm/ 2 m ia menantang semua yang menghalangi jalannya. 
Tumblr media
Sigmun mengambil judul Behelit, Behelit sendiri adalah alat sihir berbentuk telur merah ber wajah seperti mr potato head, yang dimana mempunyai kekuatan untuk mengabulkan segala permintaan dengan cara pesugihan, mengorbankan orang tercinta. Behelit juga memberikan kekuatan magis dan kemampuan berubah wujud menjadi monster. Sebuah objek sentral dari segala ritus Moon Eclipse. Namun entah mengapa juga Death Dealer, sebuah karakter dari Frank Frazetta muncul di cover art ini, mungkin sebuah tribut ke kedua artist Frank Frazetta dan Kentaro Miura. Track ini dimulai dengan solo yang mengingatkan sedikit pada Enter Sandman, dengan kecepatan sekitar 90-100 bpm, mengiringi Haikal Azizi bercerita tentang Moon Eclipse dan kedatangan para God Hand dan Apostle, memuaskan nafsu dendam pemanggilnya.   Sejak perilisannya, netizen di beberapa grup fans Berserk di Facebook dan Instagram juga telah memberikan respon positif. 
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Semoga saja ini adalah sinyal baik bahwa rilisan - rilisan selanjutnya akan menuju ke arah lebih “metal” alias gelap dan mungkin saja bisa menjadi teman membaca chapter 354 Berserk yang akan keluar akhir februari nanti.
4 notes · View notes
radioastronot · 6 years
Text
Nothing dan Blessthefall Terlibat Masalah Plagiarisme
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Not to disrespect any of Blessthefall fans out there but they disrespect themselves by plagiarizing NOTHING’s Merchandise design.  Ya 21 januari tahun lalu Nothing telah tampil di Jakarta, kenangan itu masih melekat sampai saat ini. Tidak ada salahnya stalking band satu ini di sosmed. Wow ternyata, ada kasus yang melanda Nothing, salah satu band “3rd wave emo” yang berjaya di masanya disinyalir telah melakukan plagiasi desain merchandise untuk album terbaru mereka “Hard Feelings” dengan desain dari merchandise dari band Relapse records yaitu Nothing dari single mereka BEBERAPA TAHUN lalu yaitu 2014, berjudul Get Well.  Untuk saat ini masih belum jelas siapa yang patut disalahkan, desainernya atau bandnya yang meloloskan desain tersebut tanpa cek ulang.  saat ini Nothing juga telah diblock dari twitter Blessthefall, dan diindikasikan dari gestur ini, Blessthefall merasa tuduhan plagiasi itu mengancam karir mereka dan berniat lari dari tanggung jawab. 
Tumblr media
Salah satu rekan musisi, Tigers Jaw juga menyampaikan simpati mereka terhadap Nothing.
Tumblr media
Semoga saja jalan terbaik bisa dilalui untuk kedua belah pihak, dan tidak ada omong kosong seperti junior-senior menghalangi penyelesaian masalah ini. NB: tapi emang ga ada yang nuntut ya masalah kedua band pakai fontnya Nirvana? XD
0 notes
radioastronot · 6 years
Text
Sadcore is Not Sad Hardcore
Tumblr media
What the heck is even a sad hardcore, jaman hardcore diimbuhi emotive kemudian menjadi emocore saja Ian Mackaye sudah “muring - muring”, alias kesal, awkward dan tidak nyaman. Sekarang istilah emo dan post-hardcore sudah interwined malah sadcore diapropriasi jadi sad hardcore. Apakah ini karena kemunculan band - band seperti More Than Life, Modern Life is War atau bahkan Touche Amore yang notabene melodic hardcore atau post-hardcore, menginspirasi beberapa band untuk self claim “SADCORE”? masih misteri.
youtube
Sadcore sejatinya sendiri istilah yang muncul sejak tahun 90an untuk mengkategorisasi saudara jauh dari indie rock amerika yaitu indie rock depresif, lirih dan kadangkala kalem. Adapun masih berhubungan dengan skena sadcore adalah Slowcore, saudaranya yang bpm atau temponya lebih lambat. Yang menyamakan mereka adalah penggunaan reverb untuk mendapatkan atmosfir sparse dan dingin. Pionir utama genre ini adalah band - band seperti American Music Club, Low, Ida, Galaxie 500, Seam, Bedhead, Idaho dan Sun Kil Moon. Artis solo yang sering kali di”tag” sadcore adalah Cat Power alias Chan Marshall, Jen Wood, Smog alias Bill Callahan, Rivulets alias Nathan Amundsen, Songs:Ohia alias Jason Molina dan Damien Rice.
youtube
Skena Sadcore mulai mendapat spotlight di awal 2000an tapi masih diisi oleh band - band senior seperti American Music Club, Idaho, Ida, Sun Kil Moon (post-Red House Painters) dan LOW tepat di hype post-rock secara internasional naik. Bahkan ada band yang memfusikan post-rock dengan slow core seperti Gregor Samsa. Tahun 2000 an juga muncul band - band seperti Early Day Miners, American Analog Set, The Antlers dan The National yang mulai menjadi idola baru sedikit demi sedikit mengikis presence dari generasi 90an. Namun, ketahanan musik dari Mark Kozelek, Bill Callahan dan bekas anggota Galaxie 500 membuat mereka masih bercokol di konser - konser dan rak - rak CD. Era ini pula lahir band di Indonesia seperti Efek Rumah Kaca yang sedikit banyak terpengaruh sound tersebut.
youtube
Untuk penyanyi solo “sadcore”, di awal 2000an Cat Power pun mulai mendapat spotlight dari LA Weekly di artikel “The Queen Of Sadcore” di 2003, Sadcore ramai beredar di medsos dengan tambahan “Hollywood” di belakangnya ketika Lana Del Rey menjadi fenomena kala itu.  Sadcore mulai muncul kembali di perputaran hashtag social media ketika Lana Del Rey naik ke permukaan dengan lagu - lagu sendunya yang bernuansa 60s dan media pun kembali mencari jalan mudah dengan kategorisasi “Hollywood Sadcore”. Dengan album “Born To Die” Lana Del Rey yang juga secara tampilan fisik menarik perhatian banyak khalayak, mulai membombardir radio airplay, bahkan sampai di tanah air.
youtube
Masuk era 2010an ketika streaming mulai merajalela dan spotify mulai mengubah cara “millenials” menikmati musik. Muncul nama - nama berbarengan dengan seperti Sharon Van Etten, 40 Watt Sun, Harm Wülf, Cigarettes After Sex menginvasi ponsel - ponsel pintar dan PC. Sedikit mengenai hubungan hardcore punk dan “sadcore” yang tidak related, Harm Wulf sejatinya adalah mantan anggota band hardcore “Blacklisted” kemudian “hijrah” ke genre sadcore dengan album “ There’s Honey In the Soil So We Wait for the Till… “ di tahun 2013 dan album kedua “Hijrah” di Tahun 2016 via label yang sering merilis band metal, sludge dan hardcore yaitu Deathwish. Musik Harm Wulf memang bisa dibilang perpaduan acoustic folk dan “sludge”. Sludge sebagai elemen “keras’ di sini pun tak bisa menampik bahwa nuansa utama “sadcore” adalah “pelan dan depressif” bukan “Keras”, “Kencang” dan “Sedih” Sadcore/Slowcore sendiri juga mulai merambah band - band tanah air, dan untuk lebih jelasnya bisa mampir ke link di bawah ini:
Selo Indonesia from alfanpapaonta on 8tracks Radio.
Jadi pada akhirnya, Please, however sad you are don’t call your melodic hardcore as “sadcore”, be proud of your “melodic hardcore” no matter how sad the songs are.
3 notes · View notes
radioastronot · 6 years
Photo
Tumblr media
Please reblog money cat and money will come your way!
3K notes · View notes
radioastronot · 7 years
Text
MALANG EMO REVIVAL (raw)
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Bicara soal emo, emotive-hardcore atau post-hardcore, tak akan ada habisnya untuk mengulas tentang genre musik yang seakan lahir sebagai anak yang tidak diinginkan dari hardcore punk ini. Sebuah genre yang lahir tak sengaja berkat band bernama Rites of Spring yang dinahkodai oleh Guy Picciotto dan liriknya yang puitisnya mendekati Arthur Rimbaud dan Oscar Wilde namun dengan energi amarah Hardcore Punk di Washington DC 1985 atau dikenal dengan masa Revolution Summer. Emo, mengutip dari artikel “Emo (The Genre That Dare Not Speak Its Name)” oleh Jim Derogatis, merupakan genre yang pernah mengalami masa – masa awkward dalam keberadaannya, mulai dari penolakan yang paradox dari pionirnya dari Washington DC seperti Guy Picciotto dari Rites of Spring dan Ian Mackaye dari Embrace (bandnya setelah Minor Threat), lalu popularitasnya yang menanjak di pertengahan 90an dengan iconnya seperti Jawbreaker, Jimmy Eat World, The Get Up Kids dan Sunny Day Real Estate, dan puncak popularitas mainstreamnya di dekade 2000an dengan iconnya My Chemical Romance, Aiden, Panic At The Disco, Fall Out Boy, Saves The Day dan Alesana yang berbuah dua yaitu penerimaan masif dan pengecaman, bahkan persekusi dari kubu yang membenci elemen “fashioncore” mereka. Akan tetapi sepanjang dekade 2000an, emo memang sebuah genre yang seakan malu “mengakui diri nya sendiri” karena banyaknya kasus persekusi dan cibiran dari berbagai pihak terhadap elemen “menye” dan “lebay” yang bahkan sejak tahun 1985an dan puncaknya di mainstream emo 2000an. Memasuki 2000an akhir dan 2010an, Emo/post-hardcore mulai mengalami fase yang disebut emo revival. Sebuah fase yang ditandai dengan maraknya movement band yang menggali kembali kearifan elemen musik dari masa – masa indie-emo/post-emo 90an bahkan Revolution Summer 1980an, dimana elemen fashion dikesampingkan dan musik lebih diutamakan, meninggalkan cengkok “merengek” yang marak di tahun emo 2000an. Band – band seperti American Football, Braid maupun Cap n’ Jazz seperti revived atau bangkit kembali karena popularitas yang mendadak kembali meroket sejak tahun 2008an.
Midwest emo, sebuah sebutan bagi band – band seperti American Football, Braid dan Cap n’ Jazz yang mengimplementasikan elemen ketukan math-rock yang ganjil, terompet dan elemen jazz. Basicly midwest emo adalah pop-punk yang kebetulan lahir di daerah Midwest Amerika Serikat atau tepatnya di Chicago, Illinois, dengan berbagai variasi elemen yang saat itu bisa dianggap mendahului jamannya. Meloncat ke 20 tahun ke depan dan ke jarak 14.440,78 KM jauh dari pantai barat Amerika ke tepat di timur pulau Jawa, yaitu Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia, emo revival mulai mendapat perhatian kembali sejak munculnya Write The Future sebagai band pop punk yang memasukkan sound dari band emo revival Into It Over It, diramu dengan keras namun heartfeltnya Knuckle Puck dan The Story So Far, lalu Shewn dengan ramuan galaunya Prawn, Foxing, spoken word ala La Dispute dan ambience dari Being As An Ocean dan terakhir Beeswax yang kental akan elemen math dari Mock Orange, Braid dan syahdunya American Football. Tiga nama berpengaruh yang membawa nama Malang terkenal dengan Emo Revivalnya itu mendadak menjadi pemicu untuk banyak band tercetus untuk membentuk band emo revival dan bahkan berubah haluan menjadi emo revival. Tapi apakah emo revival di Malang ini terjadi begitu saja atau karena trend? Untuk itu kita perlu mundur ke beberapa tahun ke belakang tepatnya 2007.
EARLY YEARS
Tumblr media Tumblr media
Menurut salah satu narasumber dan salah satu scenester emo Malang yaitu Andrean Giovanni, Emo di Malang sudah masuk sejak 2001an ketika band – band seperti Finch mulai mempengaruhi muda mudi skena Malang. Namun pengaruh ini baru mulai terlihat dalam bentuk band sekitar dua tahun kemudian. Band – band seperti Kill My Hero, Evil By Envy, Son Of Sundance, Kids Next Door dan Take This Life mulai muncul di poster – poster acara underground kota Malang.  Para anggota dari band band ini juga tidak melulu bermain di band – band emo saja, namun juga band – band metal, punk maupun hardcore di Malang. Seiring waktu kebutuhan untuk pentas yang tematik mulai muncul, akhirnya setelah seringnya nongkrong di kafe di sekitar Samantha Krida yaitu Café Maleo, muncullah ide untuk membuat satu gig tematik emo berjudul Hearts To Be One Heart 10 Juni 2007 dibawah kolektif Flying Nightingale. Gig ini juga mengumpulkan band – band yang berpartisipasi melalui demo submission. Kemunculan kolektif ini juga bukan tanpa rintangan, karena saat itu masih awal tahun 2007 dan masih ada xenophobia terhadap elemen fashioncore mereka, ancaman pun muncul dan puncaknya terjadi kerusuhan yang mewarnai sesi band terakhir gig mereka oleh oknum tak bertanggung jawab. Akhirnya Hearts To Be One Heart menjadi acara pertama dan terakhir yang tematik untuk Flying Nightingale, selebihnya kolektif mereka dihubungi untuk undangan perwakilan band agar ikut serta pentas di event antar kota seperti event Blood Brothers. Studio gig juga menjadi pilihan sejak Hearts To Be One Heart vakum, seperti penuturan Raditia Putra ex Mocking My Friend, sebuah band Malang yang mengaku terinspirasi Underoath, yaitu terdapat tempat langganan studio gig di bilangan Cengger Ayam sebagai jujugan. Selain itu ada juga tempat langganan lain yaitu café seperti di cafe Cinemax Sawojajar sangat support untuk gig underground Malang sampai tahun2014. Setelah beberapa tahun tidak ada kejelasan untuk terjadinya acara sekuel, band – band yang pernah berpartisipasi di Hearts to Be One Heart pun mulai menemukan aktualisasi di sound – sound baru dan identitas baru seperti deathcore maupun metal kecuali band – band seperti Kids Next Door, Son of Sundance dan Take This Life. Band – band emo di Malang pun jarang yang mempunyai rilisan fisik kecuali Take This Life, Ceremonial Victory, Son of Sundance dan Ballad For Romantic, sedangkan Kids Next Door Sendiri bisa ditemui di kompilasi – kompilasi yang beredar di saat itu. Sedikit mengenai kultur rilisan kala itu, band – band tersebut menurut Yogi Yudo dari Leftover, mengedarkan rekaman mereka secara self release yang di labeli sendiri dengan nama record label sendiri, salah bukti bahwa semangat DIY sangat kental di Malang. Keberadaan kolektif Flying Nightingale bisa dibilang redup sampai medio 2010an, namun seakan menolak redup, tahun 2012 kolektif Flying Nightingale kembali bangkit sesaat bertepatan dengan momen Underoath bubar untuk membuat acara tribute to Underoath
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
INFLUENCE MEDIA
Emo dengan musik dan segala elemen kultural yang mengikuti datang ke Indonesia melalui majalah Alternative Press yang ada di seksi majalah impor di toko – toko buku besar di Indonesia. Namun jasa terbesar ada pada dua media yaitu Internet dan Televisi satelit. MTV yang gencar – gencarnya mempromosikan band – band seperti My Chemical Romance, Cute Is What We Aim For, Dashboard Confessional dan Fall Out Boy menjadi pilihan diantara keterbatasan informasi di malang awal tahun 2000an. Walaupun media MTV memberikan keberlimpahan informasi namun ternyata tidak semua bisa mengakses layanan parabola atau televisi kabel yang saat itu sangat mahal. Masuklah era digital dimana Internet masih muda dan warnet – warnet dengan kecepatan tinggi masih jarang.
Pilihan utama ada di Prima Net menurut Andre, tak hanya download lagu – lagu yang sudah dilist sebelumnyua, layanan streaming youtube juga menjadi sumber untuk asupan gizi kultural, selain itu social media purba seperti Myspace dan Friendster group yang marak digunakan emokids kala itu menjadi opsi untuk membangun jejaring tour dan relasi. Selain itu, peran hacker amatir di kalangan pelaku musik independen di Malang juga besar. Dengan hacking skill yang minimum, impor majalah musik luar negeri dan rilisan – rilisan band – band emo idola menjadi terjangkau dan bahkan dengan budaya sharing yang kuat, teman – teman yang ada di lingkaran tersebut menjadi punya akses untuk produk – produk budaya tersebut. Untuk generasi emo revival seperti Eki Darmawan dari Shewn maupun Rizki Satoto dari Mansfield, layanan streaming yang begitu terjangkau di ponsel menjadi sebuah oase setelah era keterbatasan speed internet di dekade 2000an awal. Dengan layanan streaming, tak hanya band idola yang bisa dinikmati, akan tetapi untuk kebutuhan bermusik, fitur similar artist dan diskografi yang lengkap membuat mereka menjadi lebih eksplor.
Andrean Giovanni sebagai musisi yang mengalami hampir dua dekade di skena musik Malang pun juga menyadari hal itu namun dia melihat dari sisi referensi, bahwa dengan layanan seperti itu perbendaharaan musiknya sedikit terbantu untuk menjadi lebih mengakar atau nge-roots. Seakan menjadi elemen yang tak terpisahkan bahwa perkembangan emo di akhir 90an sampai 2010 tak bisa dipisahkan dari peran internet, bahkan menurut Andy Greenwald di bukunya Nothing Feels Good: Punk Rock, Teenagers and Emo bahwa diantara siklus musik emo yang tak berkesudahan internet menawarkan jalan keluar dan jalan ke depan: sebuah medium yang menghubungkan basement ke panggung besar dan individu ke komunitas (Greenwald, 2001, 58). Internet telah mengubah wajah musik punk, yang dulunya didominasi oleh regionalitas kini menjadi sesuatu yang sama sekali baru dan belum terjelajah: sebuah subkultur nasional, didominasi dan ditentukan oleh orang – orang yang terlalu muda untuk didengar dan terkenal namun cukup cerdik untuk membuat keberadaan mereka dirasakan. (Greenwald, 2001, 58).  Dengan Internet, para remaja mempunyai sebuah "perkakas emo tercanggih" sebuah media pribadi yang para orang tua tak bisa pahami, dimana mereka bisa dengan mudah bertukar, mengakses dan berbagi musik, ide, berita, perasaan dan dukungan. Internet membuat sebuah artifak yang terabaikan selama satu dekade seperti "Pinkerton" dari Weezer untuk menjadi lebih dari pada sebuah rahasia (Greenwald, 2001, 56)
Menurut Anizar Yasmeen, media jaman early days tahun 2007an Radio yang mau menampung rilisan Indie yang sekeras emo masih Bhiga FM.Sedangkan menurut Yogi Sinyo, sekarang hampir setiap Radio mempunyai sesi indie di jadwal mereka jadi kesempatan publikasi lebih besar. Apalagi perkembangan ponsel dan sosial media, pengumuman acara bisa menjadi viral dalam sekejap. Yogi Sinyo juga menambahkan bahwa Fanzine juga sangat berpengaruh karena internet yang tidak segampang akses di ponsel sekarang segala pengumuman gigs dan review album teranyar adanya di zine seperti Common Ground dan Bubble zine. Booming distro juga berpengaruh menurut Andrean Giovanni, karena mereka juga tempat distribusi rilisan emo impor maupun lokal dan sebagai tempat promo dengan diputarnya lagu – lagu band emo dan melodic punk Malang oleh distro Red Cross (yang dahulu terletak di Seberang ITN Sigura - Gura lalu pindah ke Dinoyo), di saat distro lainnya memutar lagu metal.
Tak hanya medianya, peran propagandis musik seperti Alfan Rahadi pun juga penting. Menurut Eki, peran propagandis di Malang membuatnya lebih banyak eksplor dan rooting ke band – band sebelum tahun 2000an. Dandy juga mengaku bahwa peran propagandis juga membuat ia lebih percaya diri untuk menyebarkan karya lewat netlabel maupun layanan seperti Soundcloud. Seorang propagandis media juga tak hanya bergerak di media namun jalur promosi lainnya seperti tour organizer maupun mengenalkan ke orang – orang media di luar Malang untuk membuat musik – musik mereka lebih dikenal di luar kota. Peran seorang propagandis walaupun kecil tapi mampu membangkitkan percaya diri sebuah band untuk tak hanya menjadi jago kandang namun jago tandang berkat jembatan relasi yang dibangun bersama.  ERA MALANG EMO REVIVAL
Tumblr media
Skena musik di Kota Malang adalah skena yang kecil, artinya sering terjadi interaksi karena tempat tongkrongan yang dekat dan banyak juga personil yang bermain di multi band. Sehingga, band – band Emo Revival yang ada di Kota Malang muncul karena pergaulan yang sangat erat dan teman yang saling mempengaruhi baik secara referensi musik maupun dorongan semangat bermusik. Hal inilah yang membuat band – band yang masih bisa dihitung dengan jari bisa terasa ramai karena sering membuat acara bersama baik menyambut band tour maupun acara launching album.
Tumblr media
Era Emo Revival di Malang tak bisa dipungkiri tak lepas dari campur tangan Dandy Gilang dan Write The Future, Bagas Yudhiswa dan Beeswax lalu Eki dan Afif dari Shewn. Twinkle sounds yang syahdu dan menggelitik hati itu takkan percaya diri dieksploitasi Bagas Yudhiswa jika tanpa stimulan dari Dandy Gilang dan dua rilisan solonya yang dirilis oleh Tsefula Tsefuelha dan rilisan EP Write The Future oleh Haum Entertainment. Beeswax dan Solo karir Dandy Gilang melesat di era yang sama yaitu tahun 2014, dan nampaknya itulah awal mula kemunculan emo yang berbau midwest maupun ambient post rock di Malang. Mei 2014 Write The Future merilis EP influential berjudul Bury My Trace Someone Will Take My Place dengan lirik penuh ansietas, paduan twinkle sound dan distorsi. EP ini menarik perhatian media musik regional dan bahkan nasional karena soundnya yang fresh dan liriknya yang artikulatif. Saat itu Write The Future belum banyak melakukan manuver tur dan jam terbang masih belum setinggi sekarang, namun diam – diam beberapa mata mengawasi dan mulai terinspirasi. Seperti Eki yang mengaku terdorong untuk mendirikan Shewn setelah pengalaman beberapa bandnya di masa lalu tidak bertahan lama. Spotify dan Youtube dianggap menjadi pembuka cakrawala untuk merangkul sound baru untuk diperkenalkan kepada skena musik Malang.
Tumblr media
Lain hal dengan Bagas, ia membentuk Beeswax sebagai proyek bedroomnya, bahkan mengaku tidak mengetahui tentang Emo Revival walaupun dia sudah pernah bersentuhan dengan band seperti American Football dan Mock Orange, namun bagi dia mereka adalah Indie Rock. Ia mengetahui tentang Emo Revival sendiri setelah setahun kemudian disaat format bandnya berubah menjadi 4 personil. Menurut Bagas, emo revival di Malang mulai dikenal karena band band seperti Beeswax dan Shewn lah yang pertama memproklamirkan diri sebagai band emo revival ala midwest, walaupun ada band seperti Write The Future dan Much. Write The Future sendiri secara eksplisit memproklamirkan diri sebagai band pop punk walaupun ada elemen emo revival dan sedangkan Much memproklamirkan diri sebagai band Indie Rock.
Tumblr media
Dandy Gilang sebagai manusia yang multiproject selang waktu setelah Beeswax muncul kemudian mempunyai niat membentuk band lagi selain solo act dan Write The Future. Setelah pengalaman spiritual menonton Lemuria di Jakarta, Februari 2014, ia kemudian mengajak pacarnya Aulia Anggi untuk bermain musik dan memainkan indie-emo yang didominasi cerita tentang suka duka hubungan berpacaran. Mengambil influence dari Lemuria, Rainer Maria dan Alvvays, Much melaju dengan pasti untuk mengukuhkan diri mereka di skena musik Malang. Nada yang catchy dan lirik yang sederhana namun penuh hook menjadi andalan mereka.
Tumblr media
Disisi lain dua mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya Jurusan Sastra Inggris dipertemukan dengan visi yang sama. Guntur dan Bagas Asfriansyah. Mereka mengaku bahwa Eitherway ada karena kecintaan mereka pada kejujuran, keterusterangan, dan "quirkiness" dari Modern Baseball, jadi kalau ditanya influence terbesar apa, jawabannya pasti merekalah pondasi Eitherway, walaupun musik yang dimainkan sekarang ini tidak "tumpek-blek" sama dengan mereka. Tak hanya itu, lebih personal lagi Bagas dan Guntur sering bertukar pikiran— atau curhat, lebih tepatnya —tentang segala yang dirasa di kehidupan ini, yang jika mereka sebutkan mungkin tidak akan ada habisnya, yang pasti mostly tentang; solitude, lonesomeness, dan segalanya yang berhubungan dengan itu dan si pelakunya; yaitu Eitherway. Setelah diobrolkan matang-matang, karena mereka memiliki selera musik yang sama juga, kenapa tidak dibuat lirik saja semua "curhatan" itu, dan maka terbentuklah Eitherway sebagai media per-curhat-an dan untuk media solidaritas bagi penonton yang relate dengan apa yang mereka nyanyikan.
Tumblr media
Lain hal dengan Mansfield, Rizky Satoto aka Dalbo dan Andrew mengawali Mansfield sebagai band beraliran pop punk, namun karena ditinggal dua personil awal mereka akhirnya jadilah Mansfield yang sekarang. Mansfield yang sekarang pun terjadi karena sebuah diskusi mengenai masa depan band, dan apa yang didengarkan akhir – akhir ini. Andrew dan Dalbo ternyata sedang sama  - sama menyukai Counterparts. Akhirnya mereka pun menambah personil yaitu Dion, Devrizal dan Bogi jadilah Mansfield yang seperti sekarang. Mereka mengaku untuk beberapa waktu ke depan sreg dengan Mansfield yang post-hardcore/emo ini. Ada pula Mika, band yang diprakarsai Boim dan Nanda ini dibentuk setelah berkenalan dengan spotify dengan band – band melodic hardcore dan post hardcore yang termuat disana. Berasal dari background hardcore dan metal, mereka mencoba bermain di ranah post-hardcore dengan tema yang lebih ekspresif. Adalah momen perkenalan Boim dengan Beeswax yang membuat mereka lebih percaya diri untuk yakin di jalur emo revival. Beeswax membuka cakrawala Boim tentang midwest emo seperti American Football dan jatuh cinta kepada twinkly guitar sound tersebut dan mulai menginkorporasikannya di Mika. Rama sang gitaris mengaku bergabung dengan Mika pun dengan keyakinan bahwa emo revival menawarkan spirit eksperimental yang kental yang memungkinkan dia lebih bebas mengeksplor banyak sisi. Ardian Bagus sang bassist pula ikut bergabung karena sudah suka emo revival ini yang tersirat di bandnya yang bernuansa pop punk Every Rage Away. Menurut Nanda , Mika yang sekarang telah proses yang lama, dengan berbagai macam influence. Kesibukan kerja menjadi faktor lamanya proses brainstorming itu. Namun setelah melihat band seperti Shewn maupun Beeswax, Nanda mengaku terdorong sehingga menjadi Mika yang sekarang ini.
Tumblr media Tumblr media
Ada pula band – band emo revival yang berasal dari generasi emo awal di Malang seperti Take This Life dan Leftover. Mereka adalah pelaku – pelaku yang mengalami revival baik secara konten kreatif maupun secara personal. Sebagai band yang pernah mengalami dua dekade Emo di Malang, Leftover diisi oleh orang – orang yang tidak asing di skena musik Malang. Sebut saja anggota – anggota dari Kids Next Door, Ceremonial Victory dan Son Of Sundance, beserta drummer dari War of Badar. Leftover memainkan post-hardcore dengan balutan ambience dan post-rock ala Counterparts dan Touche Amore. Band ini dibentuk saat vokalis Son of Sundance memasuki masa skripsi yang sibuk. Kemudian saat mereka diberi kesempatan pentas, ternyata melirik Andrean Giovanni dari Kids Next Door yang berdiri sejak 2003. Maka muncullah benih chemistry dan mereka sepakat membentuk band baru. Nama Leftover seakan menyiratkan bahwa mereka adalah sisa – sisa semangat Flying Nightingale yang menolak tua.
Tumblr media
Take This Life berdiri sejak 2007an sebagai band dari vokalis Julius, terdiri dari teman – teman SMAnya. Yogi sang bassist mengaku bahwa dia sebelumnya adalah kru dari band tersebut. Sebelum menjadi Take This Life yang sekarang, band ini lebih banyak terinspirasi oleh 3rd wave emo Aiden. Kemudian berjalan seiring waktu mereka pun menambah asupan gizi yang lebih cadas dari Converge, Dillinger Escape Plan dan yang paralel dengan emo revival yaitu The Locust, sebuah band dari dedengkot screamo San Diego yaitu Justin Pearson (Swing Kids, Dead Cross, Head Wound City, Retox, dan The Locust). Nuansa ini muncul pasca EP There is No Deer in the Forest yaitu album Animus Animalis (2013). Take This Life kemudian merambah nuansa lebih berat di era Numbers (2015) dan Numbers part II(2017). Mungkin Take This Life bisa dibilang salah satu pionir skramz di Malang. Walaupun kondisi sekarang relatif lebih kondusif daripada 2007, Yogi Sinyo mengaku bahwa lebih ada pride datang ke acara dulu (Hearts to be One Heart) karena dikelilingi band yang setema, dan sevisi walaupun sekarang kesempatan band emo lebih banyak untuk tampil di acara multigenre ataupun acara emo tapi skala lebih kecil.
Emo Revival di Malang bisa dibilang berkembang karena tongkrongan yang sensitif dengan perkembangan terbaru musik – musik di era digital. Bahkan trend emo revival di luar kota Malang bukan menjadi alasan mengapa emo revival di malang booming. Hal ini tidak lepas dari campur tangan label – label rekaman yang mencermati perkembangan band –band emo revival di Malang seperti Haum Entertainment dan Barongsai Records. Menurut Vino Sungepet dari Haum Entertainment bahwa emo revival di Malang adalah selebrasi tersendiri yang tidak sekejap menarik perhatian regional. Menurut Vino, Emo Revival mulai dikenal di Malang karena band – band yang ada berani melakukan manuver laga tandang yang cukup sering seperti Write The Future dan Much yang lebih dulu tur di Jakarta dan puncaknya Beeswax saat bermain di We The Fest 2016 yang membuat publik Malang aware akan Emo Revival di Malang.  Bahkan acara – acara bersponsor besar maupun acara kampus yang dulunya masih nyaman dengan band – band yang familiar dan itu – itu saja mulai memainkan Beeswax sebagai line up utama. Sebuah anomali bahwa Emo Revival dikenal di luar kota Malang dahulu baru dilirik di kota Sendiri. Vino sendiri mengaku bahwa ia merekrut band – band seperti Shewn, Beeswax (era First Step) dan Write The Future karena materi yang potensial dan bukan karena trend musik nasional. Kebetulan trend musik emo revival di Malang muncul bersamaan dengan Emo Revival di Jakarta dan Bandung. Yogi Sinyo juga menyadari satu hal bahwa akhir – akhir ini pengaruh emo revival juga sedikit merembet ke melodic hardcore kekinian ala More Than Life yang mulai melanda audience Malang. Ia melihat mulai bermunculan band – band hardcore dengan tema romantik dan bervisualkan floral maupun rumah.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Andi Wahono dari Barongsai Records mempunyai pandangan lain, menurutnya bahwa Emo Revival di Malang adalah skena yang cuek. Dia adalah skena yang menselebrasi dirinya sendiri tanpa terpengaruh skena di daerah Jakarta maupun Bandung. Band – band seperti Leftover maupun Beeswax (era Growing Up Late) pun ia rekrut karena alasan kedekatan dan karena materi yang bagus. Materi yang bagus menurut ia lebih penting karena akan didengarkan orang lain daripada memanfaatkan peluang trend musik yang ada. Bahkan usaha yang dimilikinya tidak profit oriented dan lebih mendekati sebagai usaha dokumentasi. Menurutnya ketika band mendapat review yang bagus, pasti label juga dapat mention, menurutnya itu sudah merupakan reward tersendiri. Kedua label ini juga ikut dalam kompilasi berstatus cult yang berjudul Revolution Autumn hasil prakarsa Indra Menus (vokalis band post rock skramz LKTDOV) dan Akhmad Alfan Rahadi (vokalis Laora dan publicist Beeswax). Revolution Autumn yang sudah sampai volume 2 ini ada untuk usaha dokumentasi skena emo revival yang saat itu masih muda dan belum semasif sekarang. Menurut Andi Wahono sendiri kompilasi ini sendiri juga tidak muncul karena trend, karena ia sendiri kenal kedua orang tersebut yang bertanggung jawab memang penggemar musik post-hardcore/emo yang mencakup berbagai era/wave dan berbagai style. Menurutnya Revolution Autumn saat itu memang diproduksi untuk orang – orang yang memang into dengan emo revival karena diproduksi pun secara terbatas. AFTERMATH
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Genre emo dikenal sebagai genre yang mampu bertahan sampai 2-5 tahun namun diisi oleh band – band berusia pendek. Menurut Bagas dari Beeswax yang kini juga menaungi label rekaman Fallyears, band – band emo revival di Malang jika ingin bertahan harus mempertahankan produktifitas. Jam terbang pentas itu bisa didapat dengan mudah namun produktifitas adalah kunci keberhasilan band. Menurut Yogi Yudho dari Leftover, trend rilisan di era 2007an yang lebih ke self released dan kualitas produksi terbatas sudah jauh dilampaui oleh kesadaran produksi yang baik dan rilisan yang kontinu di era Emo Revival 2010an ini. Bahkan menurut salah satu soundman dan crew di Malang yaitu Ananda Khrisna, Emo Revival sekarang punya kans untuk bertahan karena band sekarang lebih aware dengan effect gear dan alat, dengan perkembangan teknologi, tutorial efek gitar, tutorial produksi rekaman, teknik bermain, dan setting audio di panggung lebih terjangkau sedekat kita mengklik Youtube di ponsel. Menurutnya, dengan kondisi skena seperti sekarang, bukan tidak mungkin band –band post-hardcore era 2012 yang sempat menghilang seperti Lights Out dan Laora bisa kembali lagi. Label pun tidak lagi didominasi oleh Barongsai Records maupun Haum Entertainment, kini ada label - label baru seperti Pop Flesh Records yang menaungi Whitenoir, Fourwall yang menaungi Wordsworth, Need Guts yang menaungi Newthings, dan Fallyears yang menaungi Beeswax, Dizzyhead dan Mika. Bahkan untuk kesempatan go-International , bisa terbuka lebar karena kualitas sound, strategi marketing dan International Relation yang lebih baik dari dekade yang lalu. Dengan tercantumnya Beeswax di kompilasi Emo Revival asia yaitu Emotion, No! keluaran Sweaty & Cramped [HongKong] and Qiii Snacks Records [GuangZhou], dan dirilis secara digitalnya First Step dari Beeswax via label Bandcamp Australia Broadcast Syndicate merupakan sebuah bukti bahwa Emo Revival di Malang bukan hanya sebagai selebrasi regional tapi bisa juga sebagai selebrasi Internasional khususnya di kawasan Asia Pasifik.
Tumblr media Tumblr media
Originally uploaded at www.Supermusic.id (supermusic.id/supernoize/malang-emo-revival-gelombang-pembaharu-posthardcore-di-timur-jawa)
1 note · View note
radioastronot · 7 years
Text
Fusion
I’m waiting for the meltdown The radiation poisoning the ground While i try not to frown Welcoming all of your wrath In Silence i wait for the fusion
Illuminates the dark side of mine Washing away all of my stains And walk out cleansed That radiant micro sun
Purging all that has been tainted That radiant smile My radiant little sol Burn me brighter #WorldPoetryDayProject
0 notes