rimpang
rimpang
Untitled
4 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
rimpang · 2 months ago
Text
Tumblr media
Pe -laja/Rjalan -an
Sudah sekitar 3 pekan kami menanti hari ini. Ya, hari kami berkemas untuk berangkat ke kota Mataram. Sebelumnya kami sudah membicarakan dan membayangkan bagaimana keseruan selama perjalanan. Bahkan kami melakukan simulasi bagaimana tidur didalam Sleeper Bus. Anak sulung bersama Abinya, dan anak bungsu yang masih menyusu bersama Uminya. Saling memeluk anak satu sama lain dibawah selimut kamar. Hahaha, kedua anak kami yang sama-sama tidak senang dipeluk akhirnya pasrah karena keadaan. Benar saja, dinginnya AC Bus membuat kami merapat serapat-rapatnya.
Lewat liburan, kami ingin mengenalkan anak-anak tentang banyak hal baru. Bagaimana macam-macam alat transportasi, kemajuan teknologi, ragam budaya, makanan dan lainnya. Lalu menjelaskan tentang rasa penasarannya juga banyak tanyannya. Bukan nasehat bukan pula teori, beberapa pelajaran hidup terselip dalam momen liburan.
Pelajaran 1 : Mengucapkan izin dan terimakasih
Saat tiba di Hotel, koper dan tas bawaan kami diangkut menggunakan troli besar. Layaknya anak-anak pada umumnya jika melihat benda beroda, si Abang sudah tidak sabar ingin ikut naik diatasnya. Setelah kami meminta izin dan diizinkan, Abang duduk di atas koper sambil berpegangan pada besi di depannya. “ ayo naik odong-odong”. Canda bapak yang mengantarkan barang kami ke kamar. Troli yang dinaiki abang nampak seperti sangkar burung raksasa dengan anak kecil yang kegirangan. Pada momen ini, secara tidak langsung kami mengajarkan etika untuk selalu meminta izin jika ingin menggunakan barang milik orang lain. Tak lupa ucapan terimakasih usai dibantu oleh siapa saja. Kendatipun dirumah sudah diterapkan, semoga sopan itu juga terbawa dimana saja.
Pelajaran 2: Mengucapkan maaf dan Self Service
Paginya, kami sarapan di restaurant hotel. Ruangannya cukup luas, sentuhan ornament Lombok pada lampu dan tempat tisu menambah suasana Lombok yang otentik, tak ketinggalan instrument alat musik tradisional yang mengalun lembut disetiap sudut. Menu sarapan tersedia dengan beragam macam makanan. Mulai dari Epitizer, Min Course, hingga Desert tersedia lengkap baik menu tradional maupun modern. Jiwa ibu-ibu ku tidak terima jika makanan sebanyak ini nantinya akan mubadzir. Maka menyisihkan beberapa roti untuk cemilan siang nanti sepertinya tidak mengapa. Usai makan, piring kotor kutumpuk, beberapa remahan makanan diatas meja kubersihkan. Semua sudah cukup bersih tinggal beberapa butir nasi dibawah baby chair, kutitip pesan kepada mba magang berkucir dua itu “ Mba maaf ya agak kotor, soalnya bawa baby”.
0 notes
rimpang · 3 months ago
Text
Tempat yang Ingin Ku Kunjungi...
BAITULLAH
Jika shalat di atas sajadah saja bisa membuatku hanyut, bagaimana di sana? Pusat kiblat umat muslim. Jika berbuka puasa dengan air putih saja sudah menyegarkan, bagaimana di sana dengan air zam zam? Mata air yang menjadi saksi perjuangan seorang Ibu. Jika membaca kisah Rasulullah saja bisa menghabiskan air mata, bagaimana di sana dengan ziarah makamnya? Jika wangi parfum oleh-oleh haji saja sudah semerbak itu, bagaimana di sana dengan hajar aswad? Saksi bisu perjalanan umat islam. Devinisi rindu tanpa perlu bertemu dulu, namun mengundang tanya yang hanya akan terjawab oleh jumpa.
MANTINGAN
Aku ingin mengenang tempat indah itu. Tempat tidak kau temukan polusi, tempat segala makanan terasa enak, tempat tenang saat mengantri, tempat dengan atmosfir semangat belajar yang tinggi dan tempat dimana kebaikan mudah dijalani. Benar saja, ternyata Gontor adalah negeri sendiri. Negeri aman nan damai. Rasanya aku ingin kembali lagi. Kembali ke pangkuan Ibu, mengabdi pada Allah Ta’ala, didalam kalbu kita. Kembali mendengar petuah para Kiayi. Kembali merasakan tulusnya para guru mengabdi. Dewasanya, tulus itu sulit saat ini. Semua sudah dihargai. Ingin ikhlas, ternyata tetap diberi. Seketika ikhlas itu ternodai. Aku berani lancang berucap, “Kiayi tidak perlu do’a, justru alumni yang perlu didoakan”. Karena dunia ini terlampau kejam Kiayi. Tiada lagi jarros yang menjadi pengingat, tiada lagi qismul amni yang berteriak, tiada lagi kawan yang bisa diajak. Tinggalah kami dan hati yang sering berantakan.
0 notes
rimpang · 3 months ago
Text
Hal yang membuatku bahagia itu...
Alam
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. QS.Albaqaroh:24. Surat cinta Allah itu benar adanya. Aliran air itu menyejukkan dan ini baru di dunia. Pagi itu kami berencana sarapan di tanah sepetak yang baru kami beli beberapa tahun lalu. Hasil menabung, alhamdulilah sudah berdiri Baruga 6 tiang sebagai tempat berteduh. Kebun, kami menyebutnya. Letaknya dibawah kaki bukit. Tepat didepannya ada anak sungai. Sekelilingnya banyak pohon bambu. Riuh kuda besi hampir tak terdengar, hanya kicauan burung dan dengungan serangga yang bersahutan. "Tatapi tatapi tatapi". Suara si kecil menirukan burung.
Kami bermain air bersama. Berbaring dengan meletakkan kepala di atas bebatuan, kemudian menatap biru langit dengan bingkai dedaunan bambu. Sesekali memejamkan mata, mendengar seksama aliran sungai itu. Tak ketinggalan usil satu usil semua, kami saling menyiramkan air. Tangan kiri menjadi benteng, tangan kanan terus menyiram. Badan yang menggigil berhasil menghentikan kami. Kami menginjakan kaki pada tanah atau sering di kenal grounding, menghirup dalam udara bersih tanpa asap rokok atau hasih bakar sampah tetangga nakal. Usai basah-basahan kami memasak. Pop corn jadi cemilan kesukaan. Letupan jagung itu tak pernah gagal mengundang tawa si kecil. Pop corn matang dengan caramel gula siap dihabiskan. Kami beradu cepat mengambilnya, menyisakan remahan untuk kawanan semut penjaga kebun. Lelah memang, lelah yang menyenangkan. "Kalau sudah begini, tabung saja bonus gaji mu, " kataku pada suami. Karena aku tidak butuh staycation hotel mewah. Cukup disini di kebun kita.
Jalan-jalan
Entah kenapa udara jalan-jalan itu terasa menyegarkan. Saat motor mulai melaju, saat itu juga semilir angin lembut meniup wajah. Tidak peduli terik matahari kota ini jadi paling panas sekalipun karena mendapat nominasi kota terpanas. Jika saja tidak malu dengan usia, akan ku rentangkan tangan seakan memeluk mesra angin jalanan. Jalan-jalan seperti menjadi recharge sederhana. Saat suntuk dengan pekerjaan rumah yang tiada habis sementara jiwa raga sudah meringis. Tak apa untuk mengajak pasangan, menitipkan anak pada neneknya. Kemudian pergi berdua melintasi jalanan kota, tak lupa mampir ke kedai langganan untuk membeli kebab turki dan lemon tea. Satu porsi cukup untuk berdua. Take away saja, karena aku lebih suka menikmatinya diatas motor. Sambil menyuapi dari belakang dan bersenda gurau akan cerita yang tak penting . Jangan sering-sering, sesekali saja. Takut nanti rasanya berubah. Bukankah yang terlalu sering itu membosankan.
Sepertinya bukan alam dan jalan-jalan alasan bahagianya, tapi dengan siapa menikmatinya...ya KELUARGA adalah sumber kebahagiaan.
4 notes · View notes
rimpang · 4 months ago
Text
AKU...memasak, polos dan cengeng
Memasak itu unik. Karna rasa bahagianya hadir bukan saat kita memakannya. Tapi saat habis dilahap orang lain. Apalagi orang terkasih. Berjibaku dari pasar hingga dapur. Memilih bahan terbaik kaya nutrisi, mengusahakan unsur alam itu. Kunyit yang masih basah dengan tanah tentu lebih meyakinkan daripada kunyit dalam sachet. Meracik bumbu, menimbang rasa hingga harmoni terasa. Tiba saatnya dihabiskan, dipuji, dan diucapkan terimakasih adalah puncaknya. Hilang sudah lelahnya, kemudian terbitlah syukurnya. Itulah cinta, semakin cinta semakin dicari lelah itu, semakin detail dan semakin intens.
Polos. Kepercayaan diri seseorang tentu berbeda . Beda jenisnya dan beda ukurannya. Pakaian warna polos dan netral itu cukup. Muka tanpa banyak riasan itu sudah cukup. Jika lebih, maka percaya dirinya akan berkurang. Malu menjadi pusat perhatian, malu jika tampak berlebihan. Mungkin mata lain melihatnya lugu. Namun, lugu itu membebaskannya.
Cengeng menjadikan seseorang tampak lemah. Melihat pemulung tua tanpa alas kaki berjalan diatas panasnya aspal saja sudah membuat air mata bercucuran. Sebenarnya bukan lemah. Begitulah caranya meluapkan. Seiring berjalannya waktu harus mengerti bahwa bentuk luapan emosi itu berbeda. Butuh paham agar bijak menyambut banyaknya luapan hingga tidak perlu untuk selalu ditangiskan.
2 notes · View notes