Photo

:)
0 notes
Quote
Tenangkan hati. Semua ini bukan salahmu Terus berlari. Yang kau takutkan takkan terjadi
Kunto Aji, (Rehat)
0 notes
Photo

Teh Tarik Kacang Ijo
0 notes
Photo

Kuning Telur Asin dan Cangkangnya
0 notes
Text
astrology isnt real but every positive thing written about my sign is true
123K notes
·
View notes
Photo
Bees at work. Elementary Science Readers: First Book. 1927.
Internet Archive
4K notes
·
View notes
Audio
They say it's better to have love then lost Than never to have loved at all That could be a load of shit But I just need to tell you all
Some mistakes get made That's alright, that's okay You can think that you're in love When you're really just in pain Some mistakes get made That's alright, that's okay In the end it's better for me That's the moral of the story babe
0 notes
Photo
Stop trying. Take long walks. Look at scenery. Doze off at noon. Don’t even think about flying. And then, pretty soon, you’ll be flying again.
Kiki’s Delivery Service 1989 dir. Hayao Miyazaki
7K notes
·
View notes
Text
Teman Hidup
Dulu kalau ditanya, "Kenapa nikah?", jawabanku sangat serius dan filosofis, bak caleg lagi kampanye. Sekarang, kalo ditanya, jawabanku lebih simpel: karena aku butuh teman hidup. Ya, sesederhana itu. Tapi, penjelasan di belakangnya rumit juga sih.
Nikah itu fitrah. Deep down, kita takut hidup sendiri. Kita butuh teman. Persis kayak lagu Vina Panduwinata, "Seindahnya dunia fana, dan sedamainya surga. Tetap bagai neraka tanpamu." Yg mengingatkanku pada kisah Nabi Adam as. Sudah enak tinggal di surga, tapi tetap saja terasa kurang kalau ngga ada teman utk menikmatinya. Sehingga diciptakanlah teman sejiwa bernama Hawa.
Nikah sering diromantisasi sebagai peristiwa yg menyatukan dua insan dalam kebahagiaan. Dramatis sekali. Di sisi lain, nikah juga sering digambarkan sebagai peristiwa peradaban. Sesuatu yg bisa menciptakan perubahan. Serius sekali. Aku mengambil jalan tengahnya saja. Dalam pernikahan, ada pemenuhan kebutuhan dasar manusia untuk memiliki teman, ada pula petualangan untuk mencari kehidupan yang bermakna.
Nikah itu, sama seperti pilihan hidup lainnya. Sesuatu yang melahirkan konsekuensi berupa tanggung jawab nan besar. Tapi, nikah juga ngga melulu berisi hal-hal berat seperti debat capres. Ada visi misi, program kerja, dkk.
Mungkin perlu lebih luwes saja sih. Adakalanya kita perlu memandang keluarga sbg "perusahaan" dan pasangan sbg "partner bisnis", harus ada target, program, evaluasi, dst.
Tapi, adakalanya kita juga perlu beristirahat sejenak dari misi-misi "peradaban" yg seringkali bikin kita ngga nyante. Ibarat lagi jalan, kita pengen cepet-cepet nyampe tujuan. Anak diburu-buru supaya bisa ini-itu (misal: hafal Qur'an, bisa baca tulis hitung, dsb). Suami/istri terlalu sibuk di luar rumah demi misi peradaban (bahwa dia harus bermanfaat bagi banyak orang). Tapi lupa untuk menikmati prosesnya yang berjalan manusiawi: anak bisa malas, istri bisa jenuh, suami butuh disentuh, dsb. Lupa memperhatikan sisi-sisi humanis.
Dalam pernikahan, aku belajar untuk punya tujuan dan impian besar, tapi tetap kalem dan enjoy di perjalanannya. Karena kebahagiaan itu seringkali adanya ya di proses itu. Toh pada hakikatnya, tujuan menikah tetap saja untuk "litaskunu ilaiha", agar kita merasa tenteram. Kalau serba cepat-cepat, terlalu strict pada target/tujuan besar, sehingga tidak menyisakan ruang untuk kita menikmati proses humanisnya, jangan-jangan kita lagi di akademi militer? Hehe.
874 notes
·
View notes