Tumgik
soulconcept7 · 1 year
Text
“Would ‘sorry’ have made any difference? Does it ever? It’s just a word. One word against a thousand actions.”
— Sarah Ockler
3K notes · View notes
soulconcept7 · 1 year
Text
my chest feels
so empty,
like my heart
has been
ripped out.
and this void feels
eternal -
as if you took
the very part of me
that made me,
me.
koko.poetry
211 notes · View notes
soulconcept7 · 5 years
Text
“Sometimes you just need to disconnect and enjoy your own company.”
— Unknown
1K notes · View notes
soulconcept7 · 5 years
Text
TANAMKAN KEGIATAN POSITIF DI AWAL TAHUN HIJRIYAH
Tumblr media
Bulan muharram merupakan awal dari bulan dalam kalender hijriah yang merupakan salah satu dari empat bulan yang di muliakan (dzulqo’dah, dzulhijjah, muharram, rajab). Di negara kita masyarakat menyambut awal tahun baru islam dengan berbagai tradisi, sebagai contoh festival tabuik di Aceh, festival kirab kebo bule di Surakarta dll. Sudah menjadi adat di setiap sore menjelang maghrib akhir tahun…
View On WordPress
5 notes · View notes
soulconcept7 · 5 years
Text
Sekali SoulConcept tetaplah SoulConcept.
(selalu ada gerak dibalik kilas mata.)
2 notes · View notes
soulconcept7 · 5 years
Text
Kilas-Titik Balik.
Sebuah titik Checkpoint.
Kita memilikinya tanpa kita sadari. Berwujud seperti apa itu, itu tergantung bagaimana kepribadian kita dalam menjalani kehidupan ini.
Sama-sama berada pada kondisi yang bisa dibilang sukses. Si A sukses dengan kata lain highlifestyle. Si B juga demikian.
Namun, yang perlu kita kaji kembali, apakah perjalanan mereka sama? Dan apakah nilai kesuksesan dimata masing-masing sama?
Tentu jawabnya tidak.
Kilas balik mengenai perjalanan mereka adalah hal yang perlu kita kaji lebih lanjut.
Mencari inspirasi, bukan hanya tentang kita yang memikirkannya ditemani secangkir kopi. Namun, lebih kepada kita yang ingin mencapai kesuksesan seperti mereka dan mau mengkaji ulang kilas balik, rekam jejak perjalanan sukses mereka.
...
Begitulah.
Si A yang memiliki latar belakang hidup di lingkungan yang teramat keras, sehingga mau berjuang tertatih meniti sejengkal demi sejengkal perjalanan suksesnya tentu memiliki nilai sukses yang lebih ketimbang si B yang notabenenya berasal dari keluarga sukses pula.
...
Ah, sudahlah. Mungkin sekian tulisan saya kali ini.
Dan yang terpenting, ingatlah bahwa "Berjuang dari titik minus sangatlah berat. Memang. Namun, kalian akan merasakan nilai sukses goal yang sangat indah saat kalian terus berjuang tanpa henti."
- soulconcept
1 note · View note
soulconcept7 · 5 years
Text
Menghargai itu Berharga
Dalam sebuah lingkungan masyarakat tentu didalamnya terdapat beberapa corak hidup yang berujung terhadap perbedaan setiap individu yang ada. Dan dalam tiap-tiap individu tentu didalamnya terdapat karakteristik yang beragam pula. Berangkat dari hal itulah kehidupan sosial dan kebudayaan tecipta dan disebutlah manusia sebagai makhluq sosial. Hal ini berarti pula bahwa sebagai makhluq sosial, manusia tidak bisa hidup hanya bergantung atas kemampuan survive dari diri sendiri (individualis).
Manusia sosial adalah manusia sendiri yang dilihat dari sudut pandang bahwa ia; membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, tunduk pada norma aturan masyarakat, mengharap adanya tanggapan dalam sebuah relasi, dan munculnya perkembangan dalam diri manusianya sendiri lewat perkembangan sosial yang ada. Dari beberapa faktor diatas, manusia sosial sudah dapat dipastikan memiliki segala problematika yang timbul dalam tujuannya mebangun sebuah relasi dengan manusia lain. Dalam kemajemukan yang terjadi dalam realitas masyarakat problematika selalu menuntut adanya pemecahan masalah dari tiap-tiap individu. Dan disinilah ujung paling penting dari sebuah pembahasan masalah, yaitu terkait manusia yang dengan skil bertahan dirinya dapat memecahkan sebuah problematika kehidupan. Dan dari hal inilah, filtrasi kualitas manusia terbentuk dan saling melengkapi.
Manusia sendiri sebagai makhluq sosial, ini tak melulu membahas tentang manusia itu sendiri dan masyarakat. Namun, manusia juga memiliki sisi rohaniah yang harus dijaga, sisi spiritual yang harus selalu diperhatikan. Seperti adanya problematika kehidupan yang bisa menyeret kita kepada hal-hal yang berdosa, maupun hal-hal yang dapat melahirkan kebaikan (pahala). Hal ini perlu diperhatikan karena, sebagai makhluq ciptaan-Nya, status kita sebagai seorang hamba-Nya tentu sangat membutuhkan bantuan, pentujuk--ataupun segala jenis yang berkaitan dengannya--untuk berhasil menuju taraf hidup yang lebih baik (baik didunia, maupun diakhirat kelak).
Dalam menghadapi problema hidupnya, manusia selalu berbenturan dengan dirinya sendiri. Ada yang sedikitnya ia merenung, lalu dapat kemudian bangkit dengan segera; ada seorang yang lebih memilih have fun dengan masalahnya; dan tak sedikit dari mereka yang bahkan lebih memilih merenung memikirkan dosa yang telah diperbuatnya hingga ia lalai dengan nikmat yang telah Tuhan berikan padanya. Padahal, berkiblat kepada thoriqoh (baca: jalur tasawuf) Syadzilillah, mereka memiliki prinsip solusi bahwa " Syukur terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Sang Kuasa lebih diutamakan daripada kita menghitung-hitung dosa kita, kita berlarut-larut atas kesalahan yang telah kita perbuat". Dengan kata lain, kita sebagai makhluq yang memiliki relasi dengan Sang Pencipta harus lebih menghargai segala kebaikan, segala pemberian yang dilimpahkan kepada kita daripada merenung dan berlarut dalam sebuah masalah hingga mengacuhkan pemberian-Nya. Bukankah yang demikian termasuk orang yang tak bisa menghargai sebuah pemberian?
Tak usah kau berlarut dengan dosa (kesalahan;masalah) yang telah lalu. Bangkit, dan lalui semua dengan kebaikan-kebaikan yang dapat membawamu menuju pintu kesuksesan.
Tak usah berlarut. Karena Dia adalah dzat Yang Maha Pengampun bagi hambanya yang bertaubat. Karena Dia telah memberi nikmat terlalu banyak untuk kau nistakan.
2 notes · View notes
soulconcept7 · 5 years
Text
Kapan sih diam itu “emas”?
2 notes · View notes
soulconcept7 · 5 years
Text
Hanya tersisa aku, aku dan aku.
Senja itu, aku termenung dalam gulita yang tak pernah dibawa senja. Semakin larut, gelap terbit hingga cahaya tak tersisa.
Gemerlap. "Ah, masih terlalu sebentar." batinku. Alam memejamkan matanya, namun tidak denganku. Berada di puncak tertinggi kota selalu membuat diriku habis dan larut lebih dalam.
Tak seperti matanya yang terpejam, mataku benar-benar terbuka menatap apa yang terbentang luas dihadapanku, bahkan nan jauh disana.
"Elu bego amat sih jadi orang? Tolol tau gak!?" hujat akal. "Elu tuh harusnya jangan lari dari kenyataan, elu tuh hebat, elu tuh bisa ngelaluin ini semuanya. Semua udah ada, terkonsep di otak cerdas elu, Na". Paksa akal kepada kawan bicaranya.
"Gua tau gua bisa. Tapi bukan sekarang. Gua terlalu lemah saat ini." pinta rasa. "Gua engga akan bilang kalo itu semua ketidakjelasan. Baik ketidakjelasan imaji, maupun nyata.Tapi, tolonglah. Setiap ketidakjelasan yang dibumbui ketidakjelasan lainnya, masih sanggupkah kau menelannya lahap-lahap? Gua ngerasa lumpuh, pincang, Na. Gua jatoh, dan jarak gua ke elu jauh, Na. Elu jauh diatas sana." semua kata akhirnya ditumpahkan rasa kepada akal. "Na, gua capek kalo gua uda jalan sejauh ini, tapi gaada yang mau ngehargain gua. Gua capek. Dan elu juga mustinya tau latar belakang gua kek gimana, kan?"
Tangis rasa akhirnya membuat akal terpaku. Ingin sekali akal merangkulnya, namun apa daya jarak memisah keduanya. Ingin sekali akal mengusap air matanya, namun apa daya tangan tak sampai. Hingga akhirnya hanya tersisa hening malam yang berhias isak tangis rasa.
To be continue ..
-soulconcept
1 note · View note
soulconcept7 · 5 years
Text
"Temukan arti Ikhlas."
-soulconcept
1 note · View note
soulconcept7 · 5 years
Text
Tumblr media
Ketika kau melepaskan sesuatu, merelakan sesuatu. Itu berarti kau dituntut untuk belajar mengikhlaskan.
Dan ketika kau mengikhlaskan, yakinlah, bahwa suatu saat semua yang telah kau relakan akan diganti dengan yang lebih baik.
Namun, jika memang sampai 'saat jenuhmu menunggu' hal tersebut tak tergantikan jua, maka yakinlah dan beruntunglah engkau bahwa semua yang kau relakan akan menjadi 'sebuah amal yang tak terbalas'.
-soulconcept
1 note · View note
soulconcept7 · 5 years
Text
Mana Islam Yang Benar?
Islam emang satu. Tapi kalau liat realitas, Islam bisa dijalankan dengan berbagai “versi”. Ada versi keras, moderat, hingga liberal.
Yang mana yang bener? Mungkin ada lebih dari satu yang bener. Mungkin semuanya bener–hanya Allah yang tahu.
Tapi, saya sendiri punya cara mengidentifikasi, kira-kira ini Islam yang “bener”. Salah satu caranya adalah dengan bertanya: “Kira-kira Islam versi ini kapabel ngga yah kalau dikasih kekuasaan?”
“Kira-kira kalau Islam versi ini jadi tokoh masyarakat, ketua RT, walikota, bahkan presiden, kapabel ngga ya dia mengayomi semua manusia yang terlingkupi di dalamnya?”
Makanya, saya ngerasa gaya Islam yang “haram haram haram”, “dosa dosa dosa”, “bid’ah syubhat bid’ah syubhat”, itu doesn’t feels right. Kepada saudara sesama muslim aja–yang Tuhannya Allah, nabinya Muhammad, shalatnya 5 waktu, mereka gagal memberi rasa “aman” dari perkataan mereka. Apalagi yang jelas-jelas beda aqidah? Apalagi yang ngga punya aqidah?
To be clear, masalahnya bukan pada penetapan mana halal, haram, syubhat, bid’ah. Masalahnya adalah pada (1) seringkali penetapan ini terjadi dalam hal yang terjadi perbedaan pendapat, dan ketika suatu pendapat diklaim sebagai satu-satunya kebenaran dan pendapat lainnya salah total–padahal semuanya memiliki dalil dan metode yang dapat dipertanggungjawabkan, ini masalah; (2) apalagi jika ditambah penghakiman bahwa yang berpendapat berbeda itu “lebih rendah” dari kelompoknya, entah apa sebutannya–ahlu syubhat, ahlul bid’ah, manhajnya bermasalah, dll. Kembali ke pertanyaan tadi: dengan gaya seperti ini, apakah Islam versi ini kapabel jika diberi kekuasaan?
Dilahirkan Untuk Manusia–Semua Manusia
Kan di Al-Quran disebutkan,
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah …” (Ali Imran, 110)
Kita “dilahirkan untuk manusia”, bukan untuk kelompok pengajian kita doang.
Lalu menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar itu emang cuma dengan ceramah menyuruh dan melarang? Mewajibkan dan mengharamkan? Wew, sederhana sekali urusan hidup manusia kalau begitu. Realitasnya, dunia kita kompleks dan tidak semua bisa tersentuh dengan ceramah berisi suruhan dan larangan.
Bagaimana dengan membangun sistem hukum di mana khamr dan zina dapat dicegah? Bagaimana dengan membangun sistem ekonomi sehingga masyarakat kondusif dan kejahatan nol? Bagaimana dengan membangun sistem pendidikan sehingga setiap orang berlomba membangun masyarakat, negara, dan dunianya? Tidakkah itu juga “amar ma’ruf nahi munkar”? Bahkan dampaknya luas dan jangka panjang.
Bisa-bisa orang tidak sadar mereka sedang disuruh kepada yang ma’ruf dan dicegah dari yang munkar, tapi mereka melakukannya, karena mereka berada dalam sistem yang memungkinkan hal itu terwujud.
Nah, jika ada versi-versi Islam yang kompatibel dengan realitas dunia dalam skala paling kompleksnya, maka saya akan cenderung mengikuti versi-versi tersebut.
Contoh nih, maaf ini agak kontroversial, soal musik. Emang paling gampang itu haramin total aja udah. Aman. Kalau benar haram kita selamat, kalau mubah berarti terhindar dari peluang kesia-siaan (etapi mengharamkan yang halal juga dosa ga sih? Wallahu’alam). Ini relatif gampang diatur di level personal, atau level jamaah pengajian.
Tapi pertanyaannya, bagaimana kalau kekuasaan dititipkan ke Islam versi ini lalu harus handle sesuatu seperti Asian Games–misalnya? What would you do?
Opening, musik. Jeda pertandingan, musik. Naikin bendera, musik. Closing, musik. Begitu realitas dunia di luar sana mengelolanya saat ini. Tidak seperti makan daging hewan tertentu atau minuman keras, norma keumuman dunia realitasnya tidak menanggap musik sebagai sesuatu yang “tabu”. Kalau daging hewan tertentu berbagai budaya/agama punya versinya, ada yang gaboleh makan babi, sapi, dll. Minuman keras pun sama, ada mutual understanding bahwa itu bukan buat semua orang. Tapi musik? Dunia kira-kira berkata, “What could go wrong with music?”
Nah, I really would like to know what’s the proposal.
Catat bahwa saya tidak mengatakan bahwa mengharamkan musik itu konyol karena tidak kompatibel dengan budaya global, bukan. Yang saya mau soroti adalah, di tengah realitas dunia seperti yang kita jalani hari ini, dan di tengah pemahaman masing-masing versi tentang Islam yang benar, apa yang ditawarkan masing-masing versi kepada dunia jika amanah kekuasaan dititipkan kepadanya?
Pakai Otak
Terakhir, saya percaya, agama yang benar adalah agama yang masuk akal. Yang sesuai dengan realitas–alias sunnatullah. Yang natural. Yang ngga bikin otak kita gelisah. Yang ngga menciptakan paradoks dalam akal sehat kita.
Berapa kali Allah tanyakan atau tegaskan dalam Al-Quran, “Tidakkah kamu berpikir?”, “Tidakkah kamu memikirkannya?”, “Tidakkah kamu menggunakan akalmu?”, dan lain sebagainya. Kalau Allah mau kita cuma beragama dengan baca teks dan ambil terjemahan literalnya, tentu ngga perlu ditantang berkali-kali untuk menggunakan akal. Mungkin cukup dikatakan kepada kita, “Tidakkah kamu membaca?”.
Fakta bahwa Allah menyinggung proses berpikir dan penggunaan akal berkali-kali, buat saya, mengisyaratkan bahwa kita harus pakai akal kita sekuat tenaga untuk memahami kehendak Allah, Islam, dan urusan lain di semesta.
Artinya, kalau mau Islam berfungsi sepenuhnya pakai tuh akal. Sebaliknya, Islam ngga akan works kalau kita ngga pakai akal, meski lisan kita berkata Allah Tuhanku, Muhammad Nabiku, Al-Quran Kitabku.
Out of topic–ngomong-ngomong, guru saya yang orang pendidikan pernah cerita observasi beliau. Ada anak yang berhasil menghafal Al-Quran dalam waktu beberapa bulan. Orang tuanya senang, karena merasa anaknya kini “saleh”. Tapi setelah beberapa waktu berlalu, anak ini hanya menghabiskan waktu dengan main game. Tidak tampak sebagai seseorang yang hafal Quran.
Kesimpulan beliau, kemampuan kita merekam Al-Quran dalam memori tidak berkorelasi langsung dengan akhlak dan kesalehan. Yang lebih berkorelasi barangkali adalah kemampuan memfungsikan akal untuk berinteraksi dengan Al-Quran, baik teksnya maupun kandungannya. Kalau susah memahami kata-kata ini, sederhananya: Al-Quran pun mesti diproses pakai akal, baru berdampak buat kehidupan.
Oke, apa hubungan antara mencari versi-versi Islam yang benar dengan menggunakan otak?
Hubungannya adalah: saya percaya, dalam kadar tertentu, akal yang Allah berikan kepada kita ini diberi kemampuan untuk mengidentifikasi mana yang benar, yang kurang benar, dan yang ngga benar. Mana yang berlebihan dan mana yang kekurangan.
Akal kita dipadukan dengan dalil-dalil qouliyah dan kauniyah mestinya bisa nangkep Islam seperti apa yang dipandang oleh Nabi Ibrahim–Sang Bapak para Nabi. Mestinya bisa bikin kita paham bagaimana Nabi Muhammad memandang manusia, dunia, semesta. Ya dong, kita mesti punya “Islamic eyes” yang sama dengan “Islamic eyes”-nya para Nabi dong–mereka yang membawa ajaran ini?
Satu ayat bagus sebagai penutup:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.“ (Al-Anbiya, 107).
“Kamu” di situ refers to Nabi Muhammad. Nabi Muhammad adalah rahmat, yang bisa diterjemahkan sebagai kasih sayang, bagi semesta alam. Sekarang nih, coba kita tanya, kalau ada versi Islam yang kehadirannya tidak menstimulus kasih sayang, perdamaian, persatuan di antara dan di sekitar mereka, kira-kira gimana tuh? Tidakkah itu menggelitik akal?
Wallahu’alam.
Ps: Mungkin judulnya terlalu berat untuk ocehan sedangkal ini–maaf ya.
668 notes · View notes
soulconcept7 · 5 years
Text
Tumblr media
Saat "saling" sudah tertanam, melekat erat dalam jiwa. Siramlah pula kedekatan kepada Sang Kuasa.
Maka, barang tentu,
Ikhlas, menjadi kasihnya.
Ikhtiar, menjadi jalannya.
Syukur, menjadi bahan utamanya.
Rindu, menjadi bumbunya.
Tawakkal, menjadi kuncinya.
Dan masih terlalu banyak aspek yang selalu bertautan dengannya.
Hingga tawa lepas pun menjadi sosok pendamping bahagia.
-soulconcept
Captured by : @tribudi.l
2 notes · View notes
soulconcept7 · 5 years
Text
'Arafa
Dalam kita.
Tentulah kita tak dapat terelakkan dengan adanya relasi. Tiap makhluq pasti memilikinya. Simbiosis antara makhluq, hubungan satu arah diantaranya, hingga relasi dengan Sang Kuasa.
Sudah menjadi barang tentu bagi segala yang tercipta untuk melangsungkan sunnah-sunnah-Nya. Dalam arti tradisi-Nya dalam melaksanakan ketetapan-ketetapan-Nya.
Demikianlah dinamika semesta terlaksana. Dalam bahasa kita, mungkin lebih mudah mengenalnya dengan sebutan hukum alam ataupun proses alam.
Mengenali segala sesuatu yang menjadi unsur kita adalah hal yang patut untuk kita utamakan. Seperti yang seharusnya kita lakukan, sebagai umat yang sholih kita sudah seyogyanya merealisasikan bait,
"اول واجب على الانسان # معرفة الاله باستقان"
Namun, dalam kasusnya. Kita adalah hamba yang sangat jauh dari kata 'kenal' dengan Sang Penciptanya. Maka, demi mempermudah (yang juga merupakan wujud dari sifat rahim-Nya) disebutlah dalil,
"من عرف نفسه عرف ربه"
"Barangsiapa mengetahui (mengenal) akan dirinya, maka ia akan mengetahui (mengenal) Penciptanya".
Bagaimana tidak!? Saat kita mengetahui siapa kita, dari apa kita diciptakan, apa jabatan kita, apa kewajiban kita, apa kebutuhan kita dsb. Tentulah semua pasti berujung atas 'kun fayakun-Nya'.
Kenalilah, siapa dirimu, anak siapakah dirimu, anak keberapakah dirimu, siapa gurumu, apa profesimu, apa agamamu, siapa Nabimu, siapa orang yang benar engkau sayangi dsb. Maka engkau pastilah menemukan sebesit pernyataan (dalam hati) mengenai apa yang seharusnya kau lakukan sebagai kebutuhan demi benar-benar mengenal dirimu sendiri.
Berkenalanlah dengan dirimu, bersahabat dan berjalanlah dengannya.
-soulconcept
1 note · View note
soulconcept7 · 5 years
Text
Kelola Lub, Hati.
Sudah menjadi hal tentu bahwa setiap manusia selalu dinamis, aktif dengan kegiatan yang biasa ia kerjakan. Dari mulai pagi, matahari terbit, ia bangun tidur, hingga ia mengakhiri hari dengan tidur kembali. Umumnya.
Dari serangkaian sekuel kegiatan harian, mingguan, bulanan bahkan tahunan, pastilah genre dari kegiatan tersebut berbeda-beda. Dari genre ubudiyyah, muamalah, hingga hiburan semata bahkan kadang ada yang kegiatan tersebut hanyalah sebuah kegiatan tanpa maksud dan tujuan.
Untuk lebih mengena kepada apa yang kita tuju, setiap kegiatan pastilah memiliki nilai tersendiri dimata kita, dan bahkan di hadapan Sang Kuasa. Semua memiliki nilainya masing-masing. Dan terkadang, suatu hal tersebut bisa menjadi sangat terbalik dimata kita dengan di hadapan Sang Kuasa.
Mengapa bisa demikian?? Lalu bagaimanakah nilai sebuah kegiatan agar apa yang ada dipandangan kita baik, dipandang baik oleh Sang Maha Kuasa??
Itulah salah satu tujuan adanya,
"انما الاعمال بالنية ولكل امرء ما نوى ...".
Ya, niat sangat berpengaruh terhadap apa yang kita kerjakan. Bisa suatu amal duniawi berubah nilai menjadi amal ukhrowi. Karena apa?? Karena niatnya yang mencari ridho Ilahi, misalnya.
Begitu pula sebaliknya, suatu amal ukhrowi, beribadah seribu tahun, namun dilakukan karena tanpa niat, ya hasilnya zonk. Apalagi diniati melakukan karena riya', ya hasilnya na'udzubillah.
Ah, sangat kecil dan sepele sekali mengenai niat. Namun, dia menjadi basement, menjadi pondasi utama amal kita. Yang tak lupa pula aku terima dari guru-guruku, beliau berpesan,
"Lakukanlah, dengan niatan baik.Ia adalah pembeda antara apa yang menjadi kebiasaan dengan apa itu ibadah.Dua hal yang sama, sama-sama dilakukan, yang satu diniati, satunya tidak, tentu membuahkan hasil yang berbeda".
Kesimpulannya, kelola lah hati kita selalu, tata hati kita, dekatkan, ingatkan selalu dengan Sang Pencipta. Lebih-lebih dalam kasus ini, berarti setidaknya kita mengingat-Nya saat kita akan melakukan kegiatan apapun. Maka, insyaallah, hasil yang kita tuju akan tercapai berkat ma'unah dan rahmat-Nya.
-soulconcept
0 notes