#Etika Digital
Explore tagged Tumblr posts
Text
Mewujudkan Kesalehan Digital di Era Media Sosial
SURAU.CO. Diskursus tentang kesalehan selalu berkembang seiring dengan perubahan zaman. Umat Muslim telah lama mengenal dua jenis kesalehan utama. Kesalehan ritual (ibadah mahdhah) berfokus pada kepatuhan individu terhadap ibadah. Kesalehan sosial (ibadah ghairu mahdhah) mencerminkan ketaatan dalam interaksi sosial sehari-hari. Di era digital yang serba cepat, muncul satu lagi dimensi kesalehan…
#Akhlak#Amal Saleh#Dakwah#Etika Digital#hoaks#Islam#media sosial#Perundungan Siber#Spiritualitas Daring#Umat Muslim
0 notes
Text
Membangun Literasi Digital: Pengertian Digital Literacy, Jenis, Manfaat, Cara Meningkatkan serta Pentingnya dalam Transformasi Teknologi Pendidikan!
Membangun Literasi Digital: Pengertian Digital Literacy, Jenis, Manfaat, Peran, Cara Meningkatkan serta Pentingnya dalam Transformasi Teknologi Pendidikan! Dalam era di mana teknologi merajai hampir setiap aspek kehidupan kita, literasi digital menjadi sebuah skill atau keahlian yang tak terhindarkan. Tidak hanya menjadi kemampuan tambahan, ini tentunya telah menjadi dasar utama dalam…

View On WordPress
#Apa Itu#Arti#Berpikir Kritis#Cara Meningkatkan#Definisi#Digital Transformation#EdTech#Etika Digital#Evaluasi Informasi#Jenis#Kampus#Keamanan Digital#Kemampuan Digital#Keterampilan Digital#Kompetensi Digital#Literasi Digital#Literasi Media#Manfaat#Media Sosial#Menurut Ahli#Pembelajaran#Pendidikan 4.0#Pendidikan Digital#Pengertian#Pentingnya#Peran#Sumber Daya Digital#Teknologi Pendidikan#Tipe#Transformasi
0 notes
Text
💔 Happy Birthday Etika miss really miss u some much people love ur stream And I love the way you hype at super smash games Rest in paradise 💔
6 notes
·
View notes
Text
Peran Media Informasi Di Era Digital : Menjaga Etika Dan Objektivitas dalam Penyampaian Aspirasi Publik
ranjana.id – Di era digital saat ini, media informasi memiliki peran strategis yang sangat penting sebagai sarana edukasi dan sumber pengetahuan bagi masyarakat luas. Media berfungsi tidak hanya sebagai penyampai berita, tetapi juga sebagai wahana dialog dan kontrol sosial yang dapat membantu memperkuat demokrasi serta mendukung proses pembangunan daerah. Namun, kemudahan akses informasi yang…
0 notes
Text
Perkuat Komunikasi Efektif dan Etika Digital, Kemenag Kebumen Gelar Pelatihan Konten Kreatif bagi Penyuluh Agama
KEBUMEN, Kebumen24.com – Sebanyak 50 penyuluh agama Islam di lingkungan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kebumen mengikuti Pembinaan dan Pelatihan Pembuatan Konten Kreatif Materi Penyuluhan yang digelar pada Rabu, 23 April 2025, di Hotel Candisari, Karanganyar. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Kemenag Kebumen, Dr. H. Sukarno, M.M. Continue reading Perkuat Komunikasi…
#Kemenag Kebumen Gelar Pelatihan Konten Kreatif bagi Penyuluh Agama#Perkuat Komunikasi Efektif dan Etika Digital
0 notes
Text
Polda Jabar Siap Selidiki Ancaman Pembunuhan terhadap Dedi Mulyadi
BANDUNG – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat menyatakan kesiapannya untuk menyelidiki dugaan ancaman pembunuhan terhadap Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang dilakukan oleh sebuah akun YouTube. Ancaman tersebut muncul dalam kolom komentar saat siaran langsung di kanal YouTube pribadi Dedi Mulyadi, pada Senin (21/4/2025) malam. Kepala Bidang Humas Polda Jabar, Kombes Pol. Hendra Rochmawan,…
#ancaman pembunuhan#Dedi Mulyadi#etika media sosial#hukum siber#kejahatan digital#komentar youtube#penyelidikan polisi#polda jabar#tim siber#ujaran kebencian
0 notes
Text
Hari Pers Nasional 2025: Membangun Media Profesional di Era Digital
Hari Pers Nasional 2025: Membangun Media Profesional di Era Digital KBRN1, BANJARMASIN|| Pers Indonesia menghadapi tantangan besar yang justru berasal dari dalam masyarakat Pers itu sendiri, Hal ini mengemuka dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 yang digelar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada Jumat (7/2/25), Puluhan wartawan dari berbagai daerah menghadiri seminar nasional…
#Demokrasi#Etika jurnalistik#Hari Pers Nasional 2025#HPN 2025#HPN 2025 Banjarmasin#kredibilitas media#Peran pers#Regulasi media#Tantangan pers#Transformasi media#verifikasi pers#Wartawan profesional#Era digital
0 notes
Text
Fiqih Digital: Etika Muslim dalam Dunia Maya
Sorbansantri.com, Mojokerto — Perkembangan teknologi yang pesat membawa umat Muslim ke era baru, di mana interaksi tak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Media sosial menjadi salah satu sarana utama untuk berkomunikasi, berbagi informasi, hingga berdakwah. Namun, di tengah manfaat besar yang ditawarkan, tantangan etika dalam dunia maya juga menjadi isu penting yang perlu diperhatikan. Bagaimana…
#Akhlak Mulia#Dakwah Online#Etika Muslim#Fiqih Digital#Media Sosial Islami#Niat Bermedia Sosial#Tabayyun dalam Informasi#ujaran kebencian
0 notes
Text
Etika Pengguna Literasi Digital
Oleh: Nadiva Adelia Akilie, Nabila Sinto, Jaliha Kadir, Nurul Fazrun Dadu, Rasqah Magfiratunnisaa, Siti Afrianti Asdik Labedi, Nurhasanah J Monomo, Siti Alizah, Nur Andini Jois, Agiska Katili, dan Fitra Mulyani Abdullah, Sri Yulita Sa’ban Pendidikan Guru PAUD, Universitas Negeri Gorontalo ABSTRACT This article discusses the importance of ethics in digital literacy users in the modern era,…
#Analisis Bahasa#Etika Pengguna#Kesalahan Ejaan#Komunikasi Online#Kredibilitas Berita#Literasi Digital#Pendidikan Anak Usia Dini#Pendidikan Guru PAUD#Universitas Negeri Gorontalo
0 notes
Text
Sistem Operasi Windows: Ibarat CCTV
Halo Pembaca! Privasi merupakan hal yang esensial dalam dunia digital. Tanpa privasi, laptop dan telepon genggam yang kita gunakan sehari-hari akan menjadi seperti CCTV yang mudah dibawa ke mana-mana. Sebanyak 74% orang menggunakan Microsoft Windows pada perangkat desktop mereka.1 Apakah sistem operasi ini menghargai privasi pengguna? Mari kita lihat seberapa privatkah sistem operasi berbasis…
#digital surveillance#Etika#Microsoft#Perangkat Desktop#Privasi#privasi digital#sistem operasi#teknologi#Windows
0 notes
Text
Al-Ghazali dan 5 Etika Mengkritik Penguasa di Era Digital
Ya Udah Gitu Aja – Salah satu ajaran penting dalam Islam yang tidak boleh ditinggalkan oleh umat Islam adalah saling mengingatkan atau saling menasihati kepada sesama, termasuk juga kepada para pemimpin (pemerintah). Dalam karyanya “Ihya’ Ulum al-Din” (Revival of the Religious Sciences), Al-Ghazali mengajarkan bahwa niat adalah faktor penting dalam segala tindakan, termasuk dalam mengkritik…

View On WordPress
#5 Etika Mengkritik Penguasa di Era Digital#Al-Ghazali#Etika Mengkritik Penguasa#Ihya’ Ulum al-Din#Ya Udah Gitu Aja
0 notes
Text
Berpikir dan Santun dalam Bermedia: Kunci Etika Digital
Di era digital yang serba cepat ini, media sosial dan platform digital menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Informasi mengalir deras tanpa henti, dan setiap orang memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat, membagikan berita, atau mengomentari isu-isu yang berkembang. Namun, kebebasan tersebut harus diimbangi dengan kemampuan berpikir kritis dan sikap santun agar tidak…
0 notes
Text

Studi Kasus Nyata:Ketika Hoaks Jadi Lahan Uang
By:Abdul [email protected] juni 2025
Di era digital seperti sekarang, penyebaran informasi begitu cepat dan luas. Namun, tidak semua informasi yang beredar adalah benar. Hoaks, atau informasi palsu yang disengaja, bukan hanya menyebabkan kebingungan dan keresahan—tetapi juga telah menjadi ladang bisnis yang menggiurkan.
Fakta mengejutkan: banyak pelaku hoaks secara sadar menciptakan dan menyebarkan informasi palsu untuk mendapatkan uang. Mereka memanfaatkan algoritma media sosial, clickbait, dan ketidakmampuan sebagian masyarakat memverifikasi informasi. Artikel ini akan menyajikan studi kasus nyata tentang bagaimana hoaks menjadi lahan uang di berbagai konteks—dari kesehatan hingga politik.
? Pembuktian Sulit
Sementara itu, wartawan senior Budiarto Shambazy, menyebut bahwa penyebar konten hoaks Bukan hanya di indonesia adapun di Amerika Serikat juga ditindak secara hukum. Namun, pembuktiannya sangat sulit lantas langkah apa yang bisa di ambil?
Saat ini, di sana, ada penuntutan terhadap 13 warga negara Rusia serta entitas perusahaan Rusia di AS. Mereka merupakan operator yang kerjanya setiap hari memproduksi berita hoaks. Salah satu korban hoaksnya adalah Hillary Clinton saat bertarung melawan Donald Trump dalam pemilihan presiden 2016 lalu. "Mereka membuat konten menarik, Paus Fransiskus mendukung Trump. Di-share di Facebook. Mati-matian dibantah Fransiskus bahkan oleh Obama sendiri," kata Budiarto.
Bukan rahasia lagi konten ujaran kebencian dan hoaks kini menjadi lahan bisnis baru untuk mendapatkan uang instan. Pendapatan yang diperoleh juga tidak sedikit. Contoh saja, kelompok Saracen yang modusnya terungkap pada 2017 lalu. Mereka memasang harga Rp 70-an juta di proposal untuk menyebarkan konten-konten ujaran kebencian, hoaks, dan diskriminasi SARA lewat media sosial. Direktur Informasi dan Komunikasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto pun mengakui bahwa produksi konten hoaks menjadi bisnis yang menggiurkan di dunia, termasuk Indonesia.
Cara Hoaks Menghasilkan Uang di Media Sosial
Di era digital, hoaks bukan sekadar informasi salah, tapi juga ladang bisnis. Inilah cara hoaks mendatangkan uang?
1.Viral Uang Konten hoaks dibuat sedemikian rupa agar memicu emosi (marah, takut, kagum) sehingga mudah viral. Platform seperti Facebook, YouTube, dan TikTok memberi imbalan lewat iklan (adsense) dan engagement tinggi. Semakin banyak klik dan share, makin besar penghasilan.
2. Situs dan Akun Penyebar Hoaks Dibayar Kelompok seperti Saracen terbukti menawarkan jasa sebar hoaks dengan bayaran hingga puluhan juta rupiah per proyek. Situs-situs hoaks bisa meraup ratusan juta per tahun dari trafik yang tinggi.
3. Iklan & CPM Tinggi Situs hoaks menggunakan judul bombastis agar menarik klik. Dengan tingginya kunjungan, mereka mendapatkan CPM (Cost per Mille) iklan yang besar. Banyak klik = banyak uang.
4. Endorsement Gelap Beberapa akun media sosial/influencer dibayar untuk menyebarkan narasi palsu tanpa transparansi. Ini adalah bentuk promosi terselubung yang kerap terjadi menjelang momen politik.
5. Siklus Berulang Selama hoaks menghasilkan uang, akan terus dibuat dan disebarkan. Inilah kenapa menyebar hoaks kini jadi “pekerjaan” bagi sebagian orang
Pendapatan Terselubung dan Endorsement Gelap
Beberapa influencer bahkan terlibat dalam menyebar informasi tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu, karena dibayar oleh pihak tertentu. Praktik ini dikenal dengan nama endorsement gelap,
karena tidak transparan menyebutkan bahwa konten tersebut adalah promosi berbayar. Mereka dibayar untuk “secara alami” memposting ulang berita dari situs hoaks Akun-akun fanbase, akun agama, atau grup-grup komunitas sering dijadikan target penyebaran karena memiliki keterlibatan tinggi.
Siklus yang Berulang: Semakin Viral, Semakin Kaya
Dari semua mekanisme di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa penyebaran hoaks bukan sekadar persoalan etika atau kebodohan digital. Ia sudah menjadi sistem ekonomi bawah tanah yang menguntungkan, karena:
Viral = trafik
Trafik = uang
Uang = insentif untuk membuat hoaks baru
Jika tidak ada intervensi (baik dari pemerintah, platform, atau masyarakat), maka siklus ini akan terus berputar. Hoaks tidak hanya memengaruhi opini publik, tetapi juga menjadi mesin uang bagi mereka yang tak peduli kebenaran.
Kutipan
Di era digital, hoaks telah bermetamorfosis menjadi komoditas ekonomi yang sangat menguntungkan, terutama di ekosistem media sosial yang berbasis viralitas dan engagement. Penyebaran informasi palsu bukan lagi sekadar akibat kelalaian individu, melainkan telah menjadi bagian dari praktik industri konten yang terorganisir.
Namun, di balik keuntungan tersebut, kerugiannya sangat besar: polarisasi sosial, keretakan demokrasi, hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi, dan maraknya budaya misinformasi. Ini menjadi tantangan serius bagi integritas ruang digital Indonesia.
Sumber Referensi
Diskusi publik "Masyarakat Digital dan Hoaks" (UIN, 2022)
Webinar “Hoaks & Etika Digital” – Kemenko PMK, 2023
Tempo.co – “Hoaks Bukan Sekadar Iseng” (2020)
Kompas.com – “Literasi Digital Jadi Kunci Tangkal Hoaks” (2022)
3 notes
·
View notes
Text
Update on Iris's lore! (Expect there to be some changes in the near future)
Trigger warnings: mentioned experiment, family issues, pedophile, suicide, rape and abuse
There was a girl named Marriah. Her father, Etika used her for an experiment. Her mother is an alcoholic person. So yeah, she doesn't have good parents. One day, she found out that her father raped a child. She became furious. She then burned the house they lived in later on. She ran away from the house that was burning and met someone. Due to how powerful her father had made her, he invited her to become a universe protector. Having no place to stay in, she agreed.
That someone brought her to a place, a place she has never seen, a place that holds every truth to the digital world. "Why are we here?" She asked. "We're going to separate 40% of your power. Your power has become way too powerful for your fragile body," he answered. "And how are we going to do that?" She asked again. "By creating another version of you and transfer your power to it" that someone answered. "That's a stupid way of explaining something" she said. "Don't blame me, the creator isn't on our level of IQ," he replied. "Well let's get to it" she said. Some time later, Marriah is getting ready for the power transferring or something...after her power goes to another version of her, "why don't I... feel anything now?..." She asked. "Huh, it's probably because your emotions control your powers," he answered. "What are you going to name it?" He then asked. Marriah thinks for a moment before answering "Iris". That someone then explained about her creator (me) and warned to not meet her own creator.
After some time, Marriah has become so professional at her job. She takes Iris as her student and they both care for each other dearly. She then met her own creator which is something that someone had warned her not to do and now she's being tortured. One day, Marriah found a baby on the side road. Something tells her to take it in. She brought the baby with her and went home. Iris greeted her and asked about the baby. "I'm going to take care of it..." Said Marriah. "Well, if you think you're ready then I have no objections" Iris replied. Marriah named the child Jing Ailun Zhen (Lu or Alan for short).
After some years, Lu died and was caused by Marriah's own father. Heartbroken by the fact she knows who did it and she knows who wrote it, she has lost her own son she had loved and cared dearly. Iris tried to comfort her but later on, Marriah ended her own life and gave everything to Iris. And now, Iris is left with all of Marriah's problems, replacing her and seeks revenge on whoever hurts her mentor. She's now currently doing Marriah's mission and is under disguise as Persephone.
The old lore (might reuse it)
2 notes
·
View notes
Text
KEBEBASAN BEREKSPRESI DALAM BERSOSIAL MEDIA

Kebebasan berpendapat di sosial media adalah topik yang sangat relevan dalam era digital modern. Dengan kemajuan teknologi, media sosial telah menjadi platform yang sangat luas untuk berkomunikasi, berdebat, dan berbagi pendapat. Namun, kebebasan ini juga menimbulkan tantangan dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan hak-hak asasi manusia lainnya. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi aspek-aspek penting dari kebebasan berpendapat di sosial media, termasuk pentingnya, tantangan, dan cara-cara untuk menjaga keseimbangan ini.
PENTINGNYA KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA SOSIAL
Kebebasan berpendapat di sosial media sangat penting karena beberapa alasan:
Pemenuhan Hak Asasi Manusia: Kebebasan berpendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi dan hukum internasional. Media sosial memberikan platform yang luas untuk mengemukakan pendapat dan berpartisipasi dalam diskusi publik.
Pengembangan Kebudayaan: Kebebasan berpendapat di sosial media memungkinkan berbagai pendapat dan ide untuk dikomunikasikan, sehingga memperkaya kebudayaan dan mempromosikan toleransi.
Pengawasan Pemerintah: Kebebasan berpendapat di sosial media memungkinkan masyarakat untuk memantau dan mengevaluasi tindakan pemerintah, sehingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
TANTANGAN KEBEBASAN BERPENDAPAT DI SOSIAL MEDIA
Meskipun kebebasan berpendapat di sosial media sangat penting, namun juga menimbulkan beberapa tantangan:
Penggunaan yang Tidak Tepat: Beberapa pengguna media sosial menggunakan platform ini untuk menghina, menyerang, atau memanipulasi informasi, yang dapat merusak kebebasan berpendapat orang lain.
Pembatasan Hukum: Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia, misalnya, telah digunakan untuk membatasi kebebasan berpendapat di media sosial, terutama dalam konteks yang melanggar kesusilaan atau mengancam keamanan.
Fenomena Hoax dan Hate Speech: Media sosial juga sering digunakan untuk menyebarluaskan informasi palsu (hoax) dan ucapan kebencian (hate speech), yang dapat merusak kepercayaan publik dan memperburuk hubungan antar kelompok.
CARA MENJAGA KESEIMBANGAN BERPENDAPAT DALAM BERSOSIAL MEDIA
Untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan perlindungan hak-hak asasi manusia lainnya, beberapa langkah dapat diambil:
Penggunaan Teknologi Keamanan: Perusahaan media sosial dapat meningkatkan teknologi keamanan untuk mendeteksi dan menghilangkan konten yang melanggar hukum atau etika.
Kebijakan Privasi yang Jelas: Perusahaan media sosial harus memiliki kebijakan privasi yang jelas dan transparan, sehingga pengguna dapat memahami bagaimana data mereka digunakan dan dilindungi.
Pendidikan dan Edukasi: Masyarakat perlu dilatih untuk menggunakan media sosial dengan bijak dan menghargai kebebasan berpendapat orang lain.
Kerjasama dengan Pemerintah: Perusahaan media sosial dan pemerintah harus bekerja sama untuk menetapkan standar yang jelas tentang apa yang dianggap melanggar hukum atau etika, serta memberikan sanksi yang adil terhadap pelanggar.
Kebebasan berpendapat di sosial media adalah hak yang sangat penting dalam era digital modern. Namun, untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan ini dan perlindungan hak-hak asasi manusia lainnya, perlu dilakukan langkah-langkah yang tepat. Dengan teknologi keamanan yang canggih, kebijakan privasi yang transparan, pendidikan yang efektif, dan kerjasama yang baik antara perusahaan media sosial dan pemerintah, kita dapat memastikan bahwa kebebasan berpendapat di sosial media tetap menjadi alat yang positif untuk memperkaya kebudayaan dan mempromosikan demokrasi.
4 notes
·
View notes
Text
PERAN PENDIDIKA AGAMA ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER GENERASI Z
Gilang Yudhistira
UIN RADEN FATTAH PALEMBANG
Generasi Z (Gen Z) merujuk pada kelompok usia yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka adalah anak-anak yang tumbuh besar di era digital dengan akses informasi yang sangat mudah melalui internet dan media sosial. Keberadaan teknologi yang sangat maju membuat Gen Z memiliki karakter yang khas, dengan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan teknologi serta kecenderungan untuk lebih mengutamakan individualisme dan kebebasan berekspresi. Namun, di sisi lain, mereka juga menghadapi tantangan besar terkait moralitas, etika, dan nilai-nilai hidup yang semakin terkikis di tengah derasnya arus globalisasi dan hedonisme.
Pendidikan agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan moralitas generasi ini. Karakter yang baik, berdasarkan prinsip-prinsip agama Islam, dapat membekali Gen Z dengan landasan yang kokoh untuk menghadapi tantangan kehidupan. Pendidikan agama Islam tidak hanya mengajarkan tentang teori-teori agama, tetapi juga membentuk sikap, perilaku, dan kebiasaan yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti akhlak mulia, tanggung jawab sosial, dan pengendalian diri.
Tulisan ini akan membahas peran pendidikan agama Islam dalam pembentukan karakter generasi Z, mengkaji tantangan yang dihadapi oleh Gen Z, serta bagaimana pendidikan agama Islam dapat menjadi solusi dalam menciptakan generasi yang berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan siap menghadapi dinamika kehidupan.
Generasi Z hidup dalam era yang serba canggih dengan berbagai tantangan yang tak pernah dihadapi oleh generasi sebelumnya. Salah satu tantangan terbesar adalah pengaruh negatif dari perkembangan teknologi dan media sosial. Informasi yang begitu mudah diakses mempengaruhi cara berpikir, bertindak, dan berinteraksi sosial generasi ini. Di sisi lain, media sosial juga mempengaruhi pembentukan identitas diri mereka, yang kadang kala mengarah pada pencarian pengakuan dan kebahagiaan sesaat, seperti yang terlihat dalam fenomena influencer atau pencitraan diri yang berlebihan.
Tantangan lain yang dihadapi oleh Gen Z adalah tekanan untuk tampil sempurna, terutama dalam hal penampilan fisik, status sosial, dan kesuksesan materi. Dalam masyarakat yang semakin materialistis, generasi ini cenderung terjebak dalam gaya hidup konsumeristik yang mengutamakan kepuasan sesaat dan konsumsi barang-barang mewah. Hal ini seringkali mengabaikan nilai-nilai spiritual, etika, dan moralitas yang sejatinya lebih penting untuk membentuk kepribadian yang kuat dan positif.
Selain itu, Gen Z juga mengalami tantangan dalam hal kesehatan mental. Dengan berbagai tekanan sosial dan akademik, ditambah dengan tuntutan di dunia maya, banyak dari mereka yang merasa tertekan, cemas, bahkan depresi. Keseimbangan antara kehidupan nyata dan dunia maya seringkali sulit dicapai, yang menyebabkan masalah kesehatan mental semakin meningkat di kalangan remaja. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem pendidikan yang tidak hanya mengedepankan pengetahuan akademik, tetapi juga pembentukan karakter yang mampu menjaga kesejahteraan mental dan spiritual mereka.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut, pendidikan agama Islam dapat memberikan solusi yang efektif dalam pembentukan karakter generasi Z. Pendidikan agama Islam tidak hanya bertujuan untuk mengajarkan ajaran-ajaran agama, tetapi juga untuk membentuk akhlak, moralitas, dan etika yang dapat membantu mereka menjalani kehidupan dengan baik dan benar. Beberapa aspek penting yang dapat diperoleh dari pendidikan agama Islam antara lain adalah pembentukan akhlak mulia, penguatan nilai-nilai spiritual, dan penanaman sikap tanggung jawab sosial.
Akhlak adalah salah satu aspek terpenting dalam ajaran agama Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Ahmad). Dalam konteks ini, pendidikan agama Islam dapat membimbing generasi Z untuk mengembangkan sifat-sifat mulia, seperti jujur, amanah, rendah hati, sabar, dan toleran. Di tengah era yang penuh dengan pergaulan bebas dan hedonisme, pendidikan agama Islam dapat menjadi penyeimbang yang membantu mereka untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kejujuran.
Dengan menanamkan prinsip-prinsip akhlak yang baik, generasi Z akan lebih mampu menjaga sikap dan perilaku mereka dalam berbagai situasi. Misalnya, dalam pergaulan di dunia maya, mereka akan lebih mampu menjaga diri dari perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain, seperti bullying, fitnah, atau konten-konten yang tidak mendidik.
Pendidikan agama Islam juga sangat penting dalam membangun kesadaran spiritual yang dapat memberikan kekuatan batin. Dalam kehidupan yang serba materialistik, generasi Z sering kali lupa akan makna kehidupan yang lebih mendalam. Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara, dan tujuan utama hidup adalah untuk beribadah kepada Allah dan mencapai kebahagiaan di akhirat.
Generasi Z yang dibekali dengan nilai-nilai spiritual yang kuat akan memiliki pandangan hidup yang lebih luas dan tidak terjebak dalam pencarian kebahagiaan duniawi semata. Dengan mempelajari konsep-konsep dalam Islam seperti takdir, tawakkal, dan sabar, mereka akan lebih mudah menerima kenyataan hidup dan tidak mudah terpuruk dalam kesulitan. Mereka juga akan lebih mampu menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, serta menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur dan ketenangan.
Islam mengajarkan pentingnya hidup bermasyarakat dan peduli terhadap sesama. Konsep amal jariyah, sedekah, dan tolong-menolong sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Pendidikan agama Islam dapat menanamkan kesadaran kepada generasi Z akan pentingnya tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang lain, baik itu dalam konteks keluarga, masyarakat, maupun negara.
Dalam dunia yang semakin individualistis, sikap peduli terhadap sesama seringkali terabaikan. Namun, dengan pendidikan agama Islam yang mengajarkan untuk berbagi dan membantu orang yang membutuhkan, generasi Z akan tumbuh menjadi individu yang lebih empatik, peduli, dan bertanggung jawab. Hal ini dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan saling mendukung.
Dalam era yang penuh dengan tekanan mental, pendidikan agama Islam juga dapat menjadi alat yang efektif untuk mendukung kesehatan mental generasi Z. Islam mengajarkan konsep tawakal, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha sebaik mungkin. Dengan memahami konsep ini, generasi Z dapat belajar untuk tidak terlalu terbebani oleh tekanan hidup dan merasa lebih tenang dalam menghadapi masalah.
Selain itu, melalui ibadah-ibadah seperti salat, puasa, dan dzikir, generasi Z dapat merasakan kedamaian batin yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan mental mereka. Salah satu cara Islam untuk mengatasi stres adalah dengan memperbanyak doa dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah. Ini dapat membantu mereka untuk tetap positif dalam menghadapi tantangan hidup.
Salah satu ajaran utama dalam Islam adalah tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Dalam Surah Al-Ahzab (33:72), Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, namun dipikul oleh manusia." Ayat ini mengingatkan Generasi Z tentang pentingnya mengambil tanggung jawab dan tidak menghindar dari tugas atau kewajiban, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun di tengah masyarakat.
Islam sangat mendorong umatnya untuk mencari ilmu. Dalam Surah Al-Alaq (96:1-5), Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk membaca dan menuntut ilmu. Pendidikan agama Islam dapat memberikan motivasi bagi Generasi Z untuk terus belajar, berkembang, dan tidak hanya terfokus pada pencapaian duniawi, tetapi juga memahami makna hidup yang lebih dalam. Generasi Z yang cenderung mudah terpengaruh oleh tren media sosial dan informasi yang tidak selalu akurat, perlu diajarkan untuk selektif dalam menerima informasi dan mencari kebenaran.
Meskipun pendidikan agama Islam memiliki potensi besar dalam membentuk karakter, ada tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah pengaruh negatif dari media sosial yang seringkali tidak sejalan dengan nilai-nilai agama. Untuk itu, pendidikan agama Islam harus diintegrasikan dengan teknologi dan media sosial yang bijak, sehingga Generasi Z dapat memanfaatkan kemajuan teknologi tanpa kehilangan jati diri dan nilai-nilai moralnya.Penting juga untuk melibatkan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan agama. Keterlibatan orang tua dalam mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam akan memberikan dampak yang lebih besar, terutama dalam lingkungan yang semakin terbuka terhadap budaya luar.
𝙆𝙚𝙨𝙞𝙢𝙥𝙪𝙡𝙖𝙣
Pendidikan agama Islam memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter generasi Z. Dalam menghadapi berbagai tantangan di era digital dan globalisasi, pendidikan agama Islam dapat membekali mereka dengan akhlak mulia, nilai-nilai spiritual, serta sikap tanggung jawab sosial yang akan membantu mereka menjadi individu yang lebih baik dan lebih siap menghadapi dinamika kehidupan. Melalui strategi implementasi yang tepat, pendidikan agama Islam dapat memberikan kontribusi besar dalam menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam moralitas dan spiritualitas.
𝙍𝙚𝙛𝙧𝙚𝙣𝙖𝙘𝙚𝙨
Al-Quran Surah al-Luqman (31:12),Surah al-Ahzab (33:72),Al-ashr (103:1-3).
Al-Hadits nabi Muhammad saw.
Rahmawati, A., Astuti, D. M., Harun, F. H., & Rofiq, M. K. (2023). PERAN MEDIA SOSIAL DALAM PENGUATAN MODERASI BERAGAMA DI KALANGAN GEN-Z.
𝙀𝙨𝙚𝙣𝙨𝙞 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙡𝙞𝙨𝙖𝙣
Essai pendidikan ini merupakan tugas yang di berikan kepada kami fakultas Ilmu tarbiyah dan keguruan UIN raden fattah Palembang,dengan judul "Pendidikan agama islam dalam pembentukan karakter generasi Z" yang bertujuan untuk mengungkapkan pentingnya peran pendidikan agama islam dalam pembentukan karakter Gen Z.
Esensi penulisan tentang tulisan ini adalah untuk menggali bagaimana pendidikan agama Islam tidak hanya mengajarkan ajaran ritual, tetapi juga menjadi pilar dalam membangun karakter generasi Z yang cerdas, berakhlak mulia, dan mampu menjaga integritas di tengah arus informasi yang tak terbatas.
Pendidikan Agama Islam mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, tanggung jawab, serta empati, yang sangat relevan untuk membentuk pribadi yang tidak hanya unggul di dunia akademik atau karier, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan spiritual. Di sisi lain, dunia digital yang kerap kali menawarkan hiburan instan dan interaksi yang superficial, menjadikan pendidikan agama sebagai penyeimbang yang mampu memberi arah dan tujuan yang lebih bermakna.
Dengan pendekatan yang kontekstual dan relevan terhadap tantangan zaman, pendidikan agama Islam dapat menjadi bekal yang kuat dalam mencetak generasi Z yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional dan spiritual. Pembentukan karakter melalui ajaran agama Islam akan memberikan landasan yang kokoh bagi mereka untuk menghadapi tantangan global, sambil tetap mempertahankan identitas dan moralitas yang baik.
2 notes
·
View notes