Tumgik
#Jam Tangan Wanita Kecil
tulisanditaputri · 3 months
Text
SADARI untuk Menyadari
"Sebuah cerita nyata, dari salah seorang pasien wanita. Usianya 39 tahun, masih usia kepala tiga dan terbilang muda. Pasien tersebut memiliki anak tiga, dengan anak terkecil berusia setahun, masih balita dan memerlukan ibunya. Kali terakhir bertemu, saat pasien tersebut meminta rujukan ke poli penyakit dalam bagian onkologi atau kanker, masih cukup stabil saat itu kondisinya. Walaupun selalu ada perasaan seperti tertahan yang terlihat dari semburat raut wajahnya tiap kali aku bertemu dengannya. Dorongan semangat yang diberi untuk rutin menjalani kemoterapi, selalu dibalas oleh senyum kecil yang menyimpan rahasia."
Bayangkan jika pasien itu adalah anda duhai wanita. Bagaimana rasanya saat divonis menderita kanker payudara stadium tiga. Bagaimana rasanya saat dijelaskan bahwa sel-sel ganas tersebut sudah menjalar ke mana-mana. Bagaimana rasanya saat harus menjalani kemoterapi setiap minggu, saat kehidupan sudah cukup dan tenang di desa. Bagaimana rasanya harus bolak-balik kontrol ke rumah sakit dan menempuh waktu perjalanan yang cukup lama. Bagaimana rasanya meninggalkan anak yang masih kecil merengek-rengek memanggil mama. Pasrah, tak bisa berbuat apa-apa. Dan bagaimana rasanya, seandainya mengetahui bahwa harapan hidup tak lagi lama.
Kanker masih merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di negeri kita. Kanker leher rahim dan kanker payudara masih bersaing sengit untuk menempati urutan teratas dalam merenggut nyawa wanita. Padahal, kanker payudara dapat dicegah dengan deteksi dini yang dilakukan sendiri oleh tiap wanita. Caranya sangat mudah dan sederhana. Tidak ada alat dan bahan yang diperlukan untuk memeriksa. Lantas, bagaimana caranya?
Tumblr media
SADARI artinya pemeriksaan payudara sendiri. Pemeriksaan dilakukan oleh diri kita sendiri, dengan melihat dan meraba payudara sendiri. SADARI dilakukan semenjak seorang wanita mendapat haid pertama kali. Untuk mengetahui perubahan payudara dari waktu ke waktu, SADARI perlu dilakukan setiap 1 bulan sekali. Waktu terbaik untuk melakukan SADARI adalah seminggu setelah periode menstruasi. SADARI bisa dilakukan saat berada di depan kaca, saat berbaring, atau saat mandi.
Pertama, lihat terlebih dulu, apakah ada yang tampak berbeda di payudara. Apakah ada payudara yang terlihat lebih besar dibandingkan yang satunya. Apakah ada kulit yang mengerut di puting dan area sekitarnya.
Setelah melihat, barulah meraba. Boleh lumuri tangan dengan pelembab atau minyak agar lebih memudahkan saat meraba. Angkat tangan pada sisi payudara yang ingin diperiksa, sementara tangan lain akan meraba. Lakukan pemeriksaan dengan meraba secara melingkar searah jarum jam, lakukan bergantian untuk keduanya. Sentuh dan rasakan apakah kira-kira terdapat benjolan di payudara. Selanjutnya, pencet perlahan puting untuk melihat apakah ada cairan yang keluar. Jangan buru-buru, lakukanlah dengan saksama.
Jika setelah SADARI ditemukan benjolan atau ada sesuatu yang dirasa mengganjal, maka jangan langsung panik dan cemas. Cukup datanglah ke puskesmas. Tenaga kesehatan akan melakukan SADANIS atau pemeriksaan payudara secara klinis. Jika ditemukan benjolan, pasien akan dilakukan rujukan ke dokter ahli untuk pemeriksaan lanjutan. Harapannya, deteksi dini dapat menemukan kasus kanker yang masih stadium dini. Peluang pengobatan dan kesembuhan sangat tinggi apabila kasus ditemukan lebih awal dan dini. Jadi, tunggu apa lagi? Segera lakukan SADARI untuk menyadari.
"Rupanya, kali terakhir bertemu dengan pasien tersebut benar-benar menjadi pertemuan terakhir kami. Tiba-tiba aku dikabari bahwa pasien tersebut telah menutup mata untuk yang terakhir kali. Mata berkaca, bergetar rasanya hati. Hanya doa dan harapan yang mampu diberi. Terima kasih, karena kisah ini akan selalu menjadi pembelajaran yang sangat berarti bagi kami."
***
2 notes · View notes
cellularn · 6 months
Text
The First Page
Tumblr media
Bau khas buku baru menguar di penghidu, memasuki jam rawan overthinking, perempuan berpakaian serba hitam dengan aksen merah pada tas jinjing itu menetapkan keputusan untuk bersantai di bagian pojok perpustakaan demi ketenangan pikiran walau sementara. Petang menjelang malam adalah waktu terbaik untuk sekadar melamun atau membiarkan diri larut dalam ratus lembar kertas berisi ragam peristiwa, begitu cara pikirnya.
“Mbak Ay, nggak bosen pinjem buku mulu?” untuk hari ini perempuan itu tidak sendiri, selepas menjemput adik paling bungsu ia pergi ke perpustakaan demi sebuah buku kurang dari seratus halaman yang baru dihadirkan dua hari lalu.
“Nggak,” jawab sang puan apa adanya. Ia senang meminjam buku sebab tak punya cukup ruang untuk mengoleksi buku di dalam rumah.
Laki-laki yang sejak tadi menemani hanya berdiam, sesekali mengecek ponsel dan memainkan permainan di ponsel, lalu kembali merecoki dengan melongok ke sampul buku di genggaman kakak perempuannya. “Itu baca apa, Mbak?”
Melihat gerak-gerik adiknya yang tampak begitu jauh dari kata nyaman, bukunya ditutup sebentar. “Iden sebentar, ya, Mbak mau healing. Kamu kalo mau ke kedai sebelah boleh aja, nanti Mbak telepon, oke? Bukunya tipis, kok.”
‘Tipis apanya? Itu bahkan lebih tebel dari LKS matematika?’ ujar Aiden dalam hati saat menatap setebal apa buku tersebut. Menurut dugaan Aiden yang melongok diam-diam, sepertinya ada 300 lebih halaman.
Sedikit jengkel, adik laki-lakinya menggerutu. “Ih, orang nanya doang. Tapi uang aku abis, Mbak. Tadi ketinggalan jadi cuma kebawa 10 ribu, itu pun hasil selipan tas.”
Saking pengertiannya, wanita itu terkekeh, oh jadi ini alasan mengapa Aiden hanya melamun tidak jelas di sebelahnya. “Mbak transfer ke GoPay, sana, gih, kamu di sini malah gangguin Mbak.”
“Mbak udah bilang Bunda?” sepulang sekolah, biasanya Aiden sama sekali tidak diperbolehkan pergi berkelana oleh kedua orang tua, itu kesepakatan mutlak. Bila ingin keluar bersama teman, Aiden akan pulang ke rumah terlebih dahulu dan izin kepada Ibunda tercinta karena Ayah belum kembali dari bekerja. Maka dari itu, perizinan membawanya sampai hampir malam ini dipertanyakan pada sang kakak.
“Udah. Kata Bunda nggak apa, dia bilang sekalian ajak kamu baca, tapi kamunya kan ogah-ogahan, Mbak nggak mau maksa. Jadi ntar Mbak bilang Bunda aja kamu ke kedai. Maaf, buku ini cuma ada satu stok aja, jadi Iden ikutan Mbak ke sini,” tuturnya sedikit menyesal.
Aiden menyengir. “Gak papa, Iden ngerti Mbak butuh refreshing. Makasih, ya, Mbak. Iden ke sebelah. Love you!”
“Hm, too. Mbak transfer sekarang, nanti cek.”
Sang adik dengan celana abu-abu serta sweater biru dongker mengacungkan jempolnya sebelum hilang di balik jajaran rak menjulang.
***
Rak dengan ribuan koleksi buku menjadi rumah kedua bagi seonggok pria bertubuh semampai. Shift sore-malam menjadi tanggungan per akhir bulan ini untuk sementara dikarenakan temannya perlu merawat putri kecil yang dikabarkan dirawat sebab terjangkit demam berdarah.
“Tadi banyak yang balikin buku, tapi belum aku taruh di rak lagi, tolongin ya, Sal.” Pinta wanita penjaga perpustakaan kecil itu setengah memohon.
“Sip, nanti saya rapiin. Cepetan, Kak, nanti Iren keburu ngerengek nyari Mamanya,” ucapnya santai, toh dirinya bukan seseorang yang banyak sibuk, tak masalah bila terkena pergantian shift seperti sekarang.
Dengan tergesa-gesa, Ibu satu anak itu melambaikan tangan. “Iya, nih. Makasih, ya, Sal!”
“Sama-sama, Kak Gauri!”
Usai berkoordinasi, pria itu secara cekatan membereskan tasnya, meletakkan di dalam boks besar khusus menyimpan barang pribadi sebelum mendorong tumpukan buku-buku hasil pinjaman ke tempat semula.
Ekor mata si pria menangkap seorang wanita mengerutkan alisnya di pojok ruangan, wajahnya tampak sedikit tidak bersahabat sebab tatapannya terkunci seakan sudah menyatu dengan lembar per lembar buku bacaan.
Baru kali pertama si pustakawan melihat orang sebegitu serius membaca, ia terlalu banyak menengok pengunjung yang membaca di dalam tak betah dan berakhir hanya melamun alih-alih menghabiskan seratus lembar buku. Ah, sepertinya ia terlalu lama menelaah sampai lupa ada banyak hal untuk dikerjakan.
***
“Mas, kalo saya pinjamnya sekitar sebulan boleh nggak?” tiga tumpuk buku dengan halaman ratusan mendarat di meja dekat pintu tempat di mana para pustakawan biasanya melayani.
“Sesuai sama peraturan di sini, belum bisa, Kak. Maksimal dua minggu seperti biasa,” jelas sang pustakawan.
“Duh, saya ada acara di luar kota dan perkiraan waktunya sampai satu bulan. Boleh, dong, ya?” rayu perempuan di hadapan dengan binar melasnya.
Masih dengan senyum, pria itu menghela napas. “Kalau gitu kenapa nggak beli aja bukunya, Kak?”
“Rumah saya udah jadi gudang buku, Mas, udah nggak ada space lagi. Saya di jalan bosen nih, nggak ada buku.”
“Buku elektronik banyak, nggak perlu sewa sebulan, lho.” Solusi diberikan pada—si ngeyel—pelanggan pertamanya hari ini.
“Buku fisik lebih nyaman dibaca, Mas. Satu bulan, ya?” entah berapa lama ia perlu merayu agar luluh hati pria ini, yang jelas ia perlu buku itu untuk menemani perjalanan panjangnya yang dimulai dari akhir pekan.
“Ini bukan langganan Spotify, Kak. Kalau mau bayar denda 200.000 per buku pinjaman karena telat dua minggu. Gimana?” tawarnya. Itu sesuai peraturan absolut perpustakaan, di mana satu buku telat dikembalikan selama satu minggu, maka satu lembar uang merah menjadi pengganti.
“Mas, emang beneran se-nggak bisa itu? Saya langganan di sini, udah ada booklabs card juga, masak iya nggak ada privilege?” binaran putus asa sekarang dijadikan senjata demi rayuan terakhir.
Namun, reaksi pria itu masih teguh pendirian. “Mau poinnya sampai 100.000 pun nggak akan ada privilege sewa buku satu bulan, tertera di sana tulisannya mendapat buku segel gratis jika poin mencapai 4.000, ‘kan? Nggak ada tulisan ‘Anda akan mendapat kesempatan meminjam buku lebih dari tenggat waktu yang tercantum’. Saya cuma orang yang jaga, Kak, nggak bisa ambil keputusan juga.”
“Aduh, ya udah, deh. Kira-kira dua yang lain ini bakal ada yang keep nggak dalam waktu sebulan ke depan?” perkiraan ia akan meminjam kembali adalah sebulan lagi, ia ingin memastikan apa bisa setelah kembali dari kegiatannya ia pergi kemari untuk segera meminjam buku tersebut.
Raut wajah pria itu tampak berpikir. “Ya ... tergantung. Karena ini buku keluaran terbaru dan kami nggak punya banyak stok, kemungkinan ada.”
“Keep buat saya bulan depan, bisa, Mas—“ dibacanya nama di bagian dada sang pustakawan. “Salim?”
Mendengar namanya disebut, Salim terkekeh, “nggak bisa, Kak.”
“Capek, deh.” Perempuan itu menepuk jidatnya, kemudian memisahkan buku paling tebal untuk dipinjamnya dua minggu ke depan. “Ini dicap dulu, Mas, saya jadi pinjam yang ini aja.”
“Sebentar, ya.” Pria yang dirasa memiliki tingkat kesabaran rendah tetapi mudah mengendalikan itu mengecap kartu yang diselipkan di halaman paling depan buku sebagai keterangan dengan stempel berlogo perpustakaan bernama “booklab.studio” dan memberikannya pada wanita di depan meja.
“Member card-nya dibawa?”
“Ini, Mas.” Ia menyodorkan kartu bercorak minimalis khas interior perpustakaan.
Salim memindai kode dari kartu tersebut supaya poin beragam keuntungan itu menambah dan bisa ditukarkan dengan buku gratis saat jumlahnya mencapai 4.000 poin.
“Terima kasih, Kak Ayla. Have a good day!” di sana pula Salim mengetahui siapa nama pelanggan yang memohon padanya tadi.
“Serius nggak bisa sebulan?” masih juga.
Salim tertawa. “Nggak bisa, Kak.”
Ayla memanyunkan labiumnya. “I will not have a good day, fyi.”
Serius, pria itu tak hentinya terkekeh melihat bagaimana bibir wanita itu tertekuk karena inginnya tak dituruti. Mau bagaimana lagi, Salim bukan siapa-siapa yang mampu seenak jidat mengubah peraturan berdasar luluh lewat cemberut. “Smile. It'll be help. Kalo ada bukunya, saya hubungi.”
Langkah yang semula ingin melewati pintu kembali berbalik. “Lewat?”
“Dari member card kan ada alamat e-mail. Nanti saya kabari lewat e-mail.” Tunjuk Salim pada komputer di hadapan. Membuktikan bahwa perkataannya benar.
“Yes! Thank you, ya, Mas Salim!” binaran ceria kini menghiasi wajah manisnya, ia bergegas pergi dengan langkah bergegas, tak lagi lesu seperti sebelumnya.
Pria tersebut bergeleng. Ada-ada saja jenis manusia masa kini.
3 notes · View notes
rririsstuff · 7 months
Text
He returns
genre: romance, angst, school
rating: 15+
warning: inappropriate and vulgar words
guinaifen x reader
_________________________________________
apa jadinya jika kalian tidak pernah bertemu selama 10 tahun? iya, itulah kamu sejak kecil kalian berdua dipaksa berpisah karena orang tuamu yang pindah rumah untuk mencari pekerjaan yang layak
pada akhirnya 10 tahun kemudian, kalian sudah SMA kelas 12. di suatu ketika pada saat jam pelajaran tiba-tiba guru datang membawa siswi baru dari pindahan sekolah lain dan siswi tersebut tampaknya tidak asing dimatamu
"selamat pagi semua perkenalkan ada siswi semoga kalian berteman baik dengan dia"-guru
"halo semua perkenalkan aku guniaifen, salam kenal semua" dan ternyata benar gadis itu guinaifen, teman mainmu dimasa kecil
kamu tidak menyangka bahwa dia sekarang sudah seperti ini setelah berpisah cukup lama yaitu 10 tahun. guniaifen sekarang sudah semakin cantik dengan badan yang sangat bagus, payudaranya yang besar dan pinggang yang langsing tetapi sifatnya sama dengan pas kecil dulu
bel istirahat berbunyi, kalian yang merasa ngeh-pun mulai mendekat satu sama lain dan menanyakan kabar kalian masing-masing
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!! (m/n) kamu dari mana saja?! aku udh nangis tiap hari mikirin kamu! mana udah lama berpisah lagi!" guinaifen langsung memelukmu erat
"udah-udah sekarang kita udh bertemu lagi kan?"-kamu
guniaifen masih menangis bagaimana perasaannya tidak pernah bertemu selama 10 tahun ini
"btw sekarang kamu makin cantik aja badanmu juga sangat sexy" godamu
"ihhh yang bener aja?" guinaifen malu-malu mendengar godaanmu
disaat mereka berdua lagi tersenang-senangnya, tiba-tiba saja ada seorang 2 perempuan yang memergoki mereka siapa itu?
"oh, kalian gk ke kantin buat ginian ya?" kata dari salah satu gadis bersurai unggu, gadis itu bernama selle dan satunya lagi bronya
"selle?!" kamu setetika terkejut mendengar omongan dari gadis tersebut
selle adalah pacarmu sudah 1 tahun lebih kalian pacaran dia juga punya teman namanya bronya. awalnya selle dan bronya hanyalah sebatas teman saja, namun semua berubah semenjak kamu berkunjung ke ampertemennya selle dan melihat kalau mereka berhubungan intim di dalam ampertemennya dan mereka menyukai satu sama lain
hal hasil kamu sakit hati mengingat pacarmu yang sudah bersamamu selama 1 tahun tiba-tiba ia sudah bersama dengan sesama wanita yang merupakan sahabatnya yang saling suka
"berani-beraninya ya rebut cowo gw hah?!" selle yang marahpun menampar guinaifen tetapi untungnya kamu mencegahnya
kamu kemudian menarik tangan selle dan pergi menuju rooftop. sesampainya di rooftop, mereka baru mengatakan yang sebenarnya
"maksud kamu apa hah?! dengan murid baru itu?! lu naksir kah?!" tanya selle dengan perasaan kesal yang semakin menggebu-gebu
"dia temanku sayang, kami sudah berpisah selama 10 tahun dan wajarlah kami seperti itu bayangin coba klo kita seperti itu" jawabmu
"oh. berarti kyak gitu loh ekspresi kalian setekah berpisah selama 10 tahun"-selle
"sampe lu lupain gw hah?! apa lu udh bikin rencana sama dia? atau dianya yang nyuruh kamu gitu?"-selle
pertanyaan tersebut dimana selle masih kesal olehmu mengingat bahwa kalian berdua tidak pernah kontakan selama 5 hari hal hasil kamu mengeluarkan hpmu dari saku dan menunjukan bukti yang sebenarnya
selle terkejut dengan rekaman dari hpmu yang memutar video selle dengan bronya di ampertemennya yang lagi melakukan hubungan badan
"maksud kamu ini apa hah?!" selle terdiam dengan ekspresi wajah yang sedikit memerah
"aku pikir kalian cuma sebatas sahabat tetapi kalian malah lebih dari itu"-kamu
"pantes aja aku denger rumor dan gosip dari cewek-cewek di kantin kalau selle dan bronya itu aslinya lebih dari teman dan sahabat ternyata ini toh" kamu terus menjelaskannya membuat selle makin berpaling wajah ke kanan
"gw udh gk ketipu lagi sama orientasi seksuallu. di dunia ini, cinta itu buta kok jadi mau segender atau kagak selagi menyatakan perasaan cinta ya sama aja tuh" lanjutmu
"udh ya mulai sekarang kita putus! sana kamu puas-puasin sama bronya!"
kamu langsung pergi meninggalkan rooftop dan tentunya selle disana. setelah kamu membuka pintu, kamu melihat kalau bronya dan guinaifen juga ada disana dan kamu hanya bodo amat dan jalan saja. bronya menghampiri selle dan guinaifen mengejarmu
jam menunjukan pukul 18:00 waktunya para siswa untuk pulang ke rumahnya masing-masing, kamu dan guinaifen jalan bersama meskipun kamu baru saja putus dengan selle, tetapi kamu tetep bahagia karena guinaifen sahabat semasa kecilmu yang telah berpisah selama 10 tahun itu bersamamu
pada saat telah mencapai gerbang sekolah, tiba-tiba ada voice mail dari ibunya guinaifen, isi dari voice mail tersebut mengatakan bahwa ibunya sekarang lagi lembur kemungkinan akan bisa pulang ke rumah pukul 2 pagi
"yah sendiri lagi ni di rumah"-guinaifen
"kenapa tu?"-kamu
"ini ibuku hari ini akan lembur dan ya sendiri lagi deh" cemberut guinaifen
"eh, mending nginep dirumahku aja" tawarmu
"e-eh?! yang bener?" guinaifen mendengar itu langsung kaget
"iya lah, lagian kamu baru pindah ke wilayah ini kan? kita udh gk pernah lagi ke rumahku" katamu
"o-oh ok, baik sekarang kita ke rumahmu!" seru guinaifen
kalian telah sampai di motor dan kamu mengendarai motor dan guinaifen membonceng. sesampainya di rumah, kamu menutup pintu luar dan juga rumah
"wah rumahmu sekarang udh bagus banget!" guinaifen melihatnya itu langsung terkagum-kagum
"gimana bagus kan? makanya aku suruh kamu nginep disini" kekehmu
"iya-iya, oh iya aku mau cerita boleh gk?" tanya guinaifen sambil duduk di sofa ruang tamu
"oh boleh silahkan" kamu juga duduk mendengarkan cerita temanmu
"jadi sebelum kita bertemu ini, aku dulu punya pacar namanya tu li sushang, awalnya dia temenku terus sahabatku. aku sering ajak dia bikin kontem uji nyali sama dia dan kita selalu kemana-mana sampai pada akhirnya kita memutuskan untuk mengungkapkan perasaan. kami pacaran bahkan kita juga pernah melakukan hubungan seks"-guinaifen
"terus?"-kamu
"semua itu berubah semenjak aku melihat dia berubah tidak seperti biasanya dan ketika aku kerumahnya, aku melihat perutnya sedikit membuncit dan aku melihat dia memegang tes pack dan aku terkejut melihat hasil tes packnya strip 2. sontak aku kaget dong sampe aku tanya dia 'beneran?' terus dia ngangguk dengan air mata yang keluar terus dia bilang 'maafin aku sayang, aku bukan bermaksud seperti itu' dia nangis dan kita berpelukan. hal hasil orang tuanya menyuruh cowok yang jelas-jelas mengambil milikku dengan cara yang tidak manusiawi itu untuk menikahi pacarku, aku justru menolaknya tapi karena aku tidak bisa melawan takdir akhirnya kita akhirnya menutuskan hubungan untuk selamanya"
menceritakan pengalamannya, guinaifen setetika menangis sontak kamu memgambil tisu yang tak jauh dari mejamu itu
"sudah-sudah jangan dipikirkan lagian kan udah ada aku, teman masa kecilmu yang telah kembali" kamu memeluk guinaifen dan mengelus surai jingganya
"cup-cup jangan nangis manis"
6 notes · View notes
mulyanah · 2 years
Text
Wanita Kuat
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya qs.al-Baqarah:286
tahun 2020 adalah tahun dimana saya merasa berada pada titik terendah bahkan sampe saya mengeluh dengan terisak-isak dihadapan Allah sambil mengatakan " Ya Allah saya tidak kuat, tidak mampu atas ujian yang engkau limpahkan ini" namanya juga ujian perasaan tidak mudah ya...bahkan ada sebagian orang yang tidak bisa melewati ujian itu. Menjalani hari-hari ditahun itu begitu berat saya rasakan setiap harinya tapi atas izin Allah dengan kekuatan dan kemampuan serta kesabaran yang Allah berikan saya berhasil dan mampu melewati masa-masa sulit itu.
tahun 2021 tidak kalah sulit juga meskipun di tahun 2020 saya merasa itu titik terendah saya, bagaimana tidak di tahun ini saya dipatahkan oleh seseorang yang kita kenal sebagai cinta pertama yakni Ayah, hubungan saya memang kurang baik dengan ayah sejak kecil namun ditahun itu saya merasa bahagia dikarenakan hubungan saya dengan ayah mulai membaik dan disaat itu pula saya merasa ada kasih sayang yang sebelumnya tidak pernah saya rasakan akan tetapi kebahagiaan itu tidaklah berlangsung lama sebab ada momen yang membuat saya sadar bahwa hubungan saya dengan ayah ternyata tidak pernah baik-baik saja, hancur berkeping-keping raanya hati ini beberapa hari nangis di atas sajadah namun tetap saja rasa sakit tidak kunjung usai bahkan sampai sekarang kalo diingat-ingat rasa sakit itu tetap ada, tapi yang ingin saya sharing disini bukan rasa sakit atau ingin dikasihani atas kemalangan saya yah melainkan bagaimana saya harus berdamai dengan segala rasa sakit itu karena saat ini saya sadar betul bahwa peduli sama diri sendiri itu sangat-sangat kita butuhkan demi ketenangan hidup kedepannya, terlebih sesakit apapun yang saya terima tetap saja dia ayah saya dan saya tetap ingin hubngan saya kembali baik meskipun saya tidak tahu bagaimana cara mengkomunikasikannya kembali dan untuk saat ini saya hanya bisa berdo'a "meminta kelembutan hati dan keluasan hati untuk memaafkan serta meminta agar ayah saya dalam keadaan baik dan tenang dalam menjalani hidupnya"
tahun 2022, ditahun ini saya dihadapkan dengan kenyataan bahwa saya harus menyelesaikan studi S1 saya, kalian pasti taulah bagaimana rasanya dikejar dedline harus menyelesaikan skripsi kemudian sidang ditahun itu juga terlebih ada kontrak dimana kalo kita tidak selesai ditahun itu kita harus mengganti semua biaya mulai dari awal masuk perkulihan sampai akhir karena mengambil jalur beasiswa, tidak main-main bukan? saya akui tidak banyak ujian yang saya terima ketika mengerjakan skripsi, dosen pembimbing juga baik-baik tidak ada yang mempersulit saya selama mengerjakan skripsi tersebut dan alhamdulillah dalam kurun waktu 3 bulan lebih saya berhasil menyelesaikan skripsi saya, nah sulitnya dimana? jadi saat saya mengerjakan skripsi itu pertama kali saya merasakan (insomnia) tidak bisa tidur sampae jam 2 jam 3 dini hari masih melek , saya merasa tertekan karena sebelumnya saya tidak pernah mengalami hal itu dan nafsu makan saya juga menurun drastis saat itu tentu ini juga bermasalah karena mengakibatkan stres bahkan gejala menuju deprsei eh tapi nggak sampe sejauh itu sih cuma gejala aja karena saya juga tidak sadar akan hal itu.
tahun 2023 adalah puncaknya, tanggal 11 januari saya tumbang tidak bisa beraktivitas seperti biasanya sampai tanggal 25 januari . kemudian 2 pekannya saya merasa baikan, tepat pada hari jum'at 10 februari saya ngedrop lagi dan untuk pertama kalinya saya rawat inap di RS dan untuk pertama kalinya juga saya merasakan di infus. Luar biasa bukan? drama masih berlanjut, saya mengetik tulisan ini sambil menahan rasa sakit nih karena tadi pagi jari-jari tangan kanan saya terkena air panas untuk tidak melepuh hee...
Selain itu saya juga mengalami hal-hal yang tidak biasa seperti halnya setiap mau tidur saya melihat caya putih tiga hari berturut-turut entah asalnya dari mana, sebelumnya saya tidak merasa ada kejanggalan sampai suatu mlm dimana teman sebelah saya tiba-tiba terbagun tengah mlm katanya mimpi buruk dan di dalam mimpi itu ia melihat cahaya putih yg sama yg saya pernah lihat .Sebelum dia menjelaskan lebih lanjud tentamg cahaya itu saya menghentikannya dan memberi tahu dimana dan bentuknya seperti apa kemudian barulah kita sama-sama sadar ada sesuatu yang tidak beres.
Sebelum kejadian itu, saya sempat ngobrol dengan dokter yang nanagin saya selama sakit . Sebelumnya biasa di ruangan itu 5-6 menit selesai namun hari itu cukup lama karena hari itu dokternya sudah seperti seorang psikiater nanya-nanya masalah mulai dari akar-akarnya, karena dokter merasa heran dan dari awal melihat-pun katanya sudah merasa ada sesuatu yg beda dari aorotan mata saya sendiri. Nah Khusus hari itu dokternya benar-benar ngajak saya ngobrol dari hati ke hati sampai saya tak kuasa mnahan air mata. Memang benar, menurut dokter sendiri "kalo sakit biasa dengan usaha medis yg sudah maksimal banget harusnya kamu sudah sembuh namun kata dokter melanjutkan untuk seterusnya kalo kamu sungguh-sungguh ingin sembuh kamu harus melawannya sendiri, harus menyembuhkan diri sendiri terus ikhtiar terus berdo'a jangan putus" Kamu jangan kalah, kamu jangan tenggelam dalam kegelapan,kemarahan dan kebencian serta rasa sakit yang kamu rasakan selama ini, kamu cukup kuat bisa bertahan sampai detik ini. Lama saya terdiam dan yg terdengar hanya isakan tangis selama mendengarkan arahan dari dokter.
Kebetulan, jauh sebelum obrolan itu-pun saya sadar akan keadaan saya sendiri bahkan sudah saya tuliskan juga di tumblr ini dimana saya ada kemuan untuk keluar dari lingkaran itu namun semua yang terjadi tentu sudah digariskan seperti apa dan bagaimana prosesnya dari Allah dan tentu semua itu juga menjadi alasan untuk menjadikan saya seperti sekarang ini
Setelah semua kejadian itu, saya memberanikan diri mlm itu untuk mengingat kembali semua hal-hal yang menyakitkan yang pernah saya alami yang mana setiap mengalami hal yang menyakitkan dan mengecewakan bahkan setiap kemarahan yang tidak tntus-pun saya akan telan mentah-mentah dan kubur jauh di dalam hati agar tidak terlalu menyakitkan begitulah cara saya mengatasi setiap mengalami hal-hal yang tidak mengenakan. Kalo boleh jujur mungkin malam itu saya sudah seperti orang gila karena sebelumnya saya tidak seberani itu akan tetapi setelah melewati obrolan panjang dengan bu dokter saya benar-benar bertekad untuk merelakan dan mengikhlaskan semuanya dan agar saya juga bisa terbebas dari semuanya.
Mencoba berdamai dengan semua kenyataan dan keadaan emang tidak mudah akan tetapi itu jauh lebih baik jika kita ingin memulai hidup yang baru
melihat kembali perjalanan saya dari tahun 2020-2023 dengan dibarengi berbagai kesulitan dan rasa sakit tentu dengan kemudahan juga saya banyak belajar, ditahun-tahun itu pula saya mulai sadar bagaimana saya harus memulai kemudian berbenah. Banyak hal yang harus saya ubah kemudian benahi mulai dari diri saya sendiri, bagaimana saya harus mencintai diri sendiri, peduli sama diri sendiri dan mengutamakan hal-hal yang berkaitan dengan diri saya sendiri bukannya saya egois tapi saya banyak belajar bahwa memang mengutamakan dan mementingkan diri sendiri itu lebih utama bagi saya setelah itu baru orang lain, kenapa? sederhananya gini kalo kita sudah baik, bisa mencintai diri sendiri dan peduli sama diri sendiri maka kita pun akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita memperlakukan diri sendiri. Semua itu saya renungkan dan tekuni sampai hari ini. Disini bukannya saya tidak mau membahas masa-masa bahagia saya akan tetapi dalam ingatan saya yang masih nampak jelas ya masa-masa sulit dan sakit ini kalo masa-masa bahagia jarang sekali saya ingat karena masa itu berlalu begitu saja.
saya selalu bilang sama diri sendiri kalo datang masanya saya lelah, futur ingin menangis dan berkeluh kesah lakukan dan sedikan ruang untuk hal-hal negatif itu karena emang itu perlu, kita tidak bisa mengingkarinya. Mari belajar untuk menerima segala perasaan negatif jangan hanya menerima perasaan positif saja karena kalo itu yang kita lakukan kita sendiri yang lelah, dengan menerima setidaknya kita bisa mengurangi rasa tidak nyaman itu walaupun sedikit.
17 notes · View notes
komatahari · 1 year
Text
Kenapa ya hidupku lucu sekali
Apakah masih ingat dengan cerita menentukan kursi di krl?
Yap, barusan banget entah kenapa hati ini tiba² bilang "tengok deh ke kebelakang" disaat sudah berdiri di depan mbak² si orang linglung (buka IG, buka tiktok, buka wa, buka hp satunya gitu terus) sambil clingak clinguk
(anyway, si embak sekilas wajahnya mirip happy asmara, tapi pas maskernya di buka beda jauh, dia pake make up, pake kacamata item, baju dengan jahitan engga full body, tas kecil kek orang mau maen ke mall yang jelas bukan tampilan wanita angker ataupun pegawai yang dah jam pulang sore lusuh kek cucian seminggu) termasuk saya :))
Pas tengok ke belakang "woh, sepertinya menarik ya berdiri di situ, ada magnet yang melambai-lambai" tapi dengan tegas dijawab, "engga deh, berdiri depan mba mba linglung aja, keknya dia bentar lagi mo turun deh"
Eeettt, gataunyaa kursi di belakang kosong 1, yap... ada yang turun wkwk
Okeylah, tetep berdiri depan mba mba linglung. Masih dengan buka IG, buka tiktok, buka wa, buka chat, tengok kanan kiri. Tapi ternyata ada benang merah, dia fokus nonton Wiro Sableng (?) di IG. Dimana sinyalnya ternyata ngga lancar, sehingga dia buka tiktok 2 detik tutup, buka wa 2 detik cek chat tutup, balik ke IG dengan video Wiro Sableng.
Pas, udah ngga buffering. Dia tempelin speaker hp di telinganya, sambil ketawa-tawa.
Pas loading lagi. Dia kembali ke prosedur buka ini itu masing-masing sekitar 2 detik, abis itu clingak clinguk, liat jendela, liat pintu.
Hingga akhirnya seorang ibu di samping kiri si embak turun, dan tergantikanlah olehku.
NGGA BERENTI DI EMBAK² YANG DUDUK DISEBELAH KANAN. Ada simbah² di sebelah kiri diri ini.
Tentu, engga ada masalah besar dengan si simbah ini. Hanya sahajaaaa......
Simbah ini suka bergerak ke sana kemari, kemudian memasukkan tangannya ke perut lalu garuk² (otomatis sikunya menatap tubuh mungil diri ini). Lalu, pindah posisi badan ke sana pindah kemari, hingga pada akhirnya diri ini terpepet dengan posisi tas di atas dada, tangan di atas tas, lengan ke atas :(
Waktu bersamaan, si embak dan si simbah turun di stasiun yang sama. Aahhh luaassss~~
Tiba² ada ibu² dari ujung kursi bilang sembari melambai lambaikan tangan "bau pesing yaa, bau pesing" lalu berdiri.
Aku? Aku nengok ke bawah, bawah kursi simbah itu penuh air dan basah. Konfirmasi dengan melihat si simbah yang tengah antri depan pintu untuk turun, "oh engga basah kok celananya"
Sejenak dalam hati "hemm, emang agak pesing sih dari tadi, tapi ku abaikan"
Berusaha penuh tidak berpikir negatif. Alih alih memastikan, tapi juga menghindari bau, maka pindahlah ke kursi seberang. Yaps! Air mengalir banyak.
Tapi..... sepertinya itu air hujan yang masuk dari pintu akibat berenti di tiap tiap stasiun.
Oke, cukup sekian cerita tidak penting ini.
:)
2 notes · View notes
seikhlaslangit · 2 years
Text
Tuhan, malaikat yang Engkau utus untuk menjagaku, ternyata selalu memastikan jika namaku selalu ada di dalam Doanya.
jagalah pintaku untuk senantiasa menyebut namanya.
" ma nyampe mana ? " pesanku pada jam 14.30 wib.
" ini udah perjalanan pulang, kenapa ? " balas beliau di menit yang sama.
" ngga papa. Cuma tanya aja ". Ku balas dengan ketikan agak lama dari biasanya. Ku matikan dataku lalu ku ambil charger untuk mengisi daya. Entah, kenapa semenjak sakit aku jadi lebih manja ke ibuku. Rasa ingin di dekat beliau semakin menjadi-jadi. Setiap jam setengah tiga sore aku selalu mengirimkan pesan hanya untuk menanyakan "kapan pulang".
Tak berselang lama dari pesan yang tadi aku kirimkan, tiba-tiba terdengar suara derap langkah yang semakin dekat.
"Assalam'mualaikum" suara khas yang sedikit heboh dengan senyuman yang lebar seperti biasanya mampu membuatku menoleh kearahnya.
" mau mandi a ? " tanya beliau kepadaku.
Ku lihat jam di layar handphone ku yang menunjukkan angka 15.30 wib.
" mau " ucapku dengan suara yang sok lemes .
" yaudah ayo " . Dengan cekatan mama menyiapkan segala hal yang aku butuhkan ketika mandi. Mulai dari sabun-baju ganti.
Ku matikan infusku, dan membawanya pada tangan sebelah kanan. Bisa ku pastikan jika darah ini akan segera naik ke selang infus jika aku terlalu lama mematikannya.
Setelah masuk ke kamar mandi, mama dengan sabarnya merawatku. Menyiapkan pasta gigi yang akan ku gunakan, sabun cuci muka, dan sabun mandi.
Aku tertegun " aku udah besar, tapi kalo di fase kayak gini rasanya seperti kembali menjadi seorang anak kecil ". Suara batinku mencoba menghadirkan serpihan memori di 22 tahun yang lalu. Aku yakin, ibuku pasti beranggapan hal yang sama denganku.
Dari sini, aku mulai membenarkan ucapan salah seorang yang aku lupa namanya . Beliau mengatakan bahwa "mau sampai kapanpun, orang tua kita akan menganggap diri kita sebagai anak kecil mereka".
Setelah mandi dan berganti pakaian bersih, mama memgoleskan minyak kayu putih, memberikan parfum, menyisiri rambutku, menguncitnya, lalu mengoleskan bedak taburnya di wajahku.
" selesai, kalo ginikan jadinya ngga seperti orang sakit " ujarnya kepadaku.
Tak selang lama dari itu, seorang wanita mengantarkan makanan seperti biasanya .
" terimakasih mba " ucapku berbarengan dengan mama.
Kedua tangan mama mengambil kotak nasinya lalu membukanya secara perlahan
" makan yaa menunya enak ini ada rolade, daging, nasi sama buahnya " kata mama menjelaskan menu yang akan aku makan sore ini.
" iya mam " .
Mama mulai menyuapiku secara perlahan dan tentunya dengan kesabaran tingkat tingginya.
" mugo-mugo ae awakmu diparingi jodo sg suabar yu " kalimat yang sering beliau lontarkan . Aku sadar, jika aku adalah anak gadis yang manja. Lalu, diberikannya seorang ibu dengan tingkat kesabaran yang luar biasa.
Salah satu alasan kenapa mama selalu memanjatkan doa tersebut disetiap waktu, tidak lain karna faham betul anaknya ini macam apa . Anaknya ini semanja apa, anaknya ini setidak bisa apa-apa, bahkan seringan memasang gas, beli gas, mengangkat galon, memasak makanan terenak sedunia atau membuat sambal bintang lima itu tidak akan bisa.
Bisa jadi, suatu saat nanti aku memang bakal semerepotkan itu kepada suami. Ngga tau lagi deh gimana nanti jadinya jika suamiku tidak sesabar ibuku.
Mama selalu bilang " yu, kalo cari pasangan itu yang saling mencintai, saling menghormati, dan saling merasa butuh antara satu dg yang lainnya. Biar nantinya kamu selalu dihargai, dimuliakan, dan dicintai. Karna perjalanan rumah tangga ini panjang sekali dengan segudang masalahnya, jadi cari suami yang bener. Ngga papa ngga kaya yang penting tanggung jawab. Ngga papa ngga ganteng yang penting meneduhkan ketika kamu melihatnya ".
Mama dengan segala pesannya, dan aku yang bagian mengaamiinkan segala panjatan doanya.
"Aamiin paling serius ya Allah " balasku disetiap kalimatnya dengan senyuman lebar.
Dari sini aku menyadari bahwa yang ada disetiap keadaan ku dan selalu memperjuangkan kebahagianku adalah beliau. Sosok malaikat yang Allah hadirkan untuk menemaniku.
"Tuhan, terimakasih sudah menghadirkan malaikat tercantik untuk ku. Dan semoga engkau ringankan jiwa dan ragaku untuk selalu menggapai ridhonya"
Lagi difase dibuat jatuh cinta sama mama hehe :). Makasih mam untuk semuanya .. Semogaa aku bisa selalu membaktikan diri kepada mama yaa sampai dipenghujung usia.
Suatu hari nanti, aku maunya aku yang merawat mama ketika di usia senja. Biar aku sendiri yang memantau kondisi kesehatannya mama. Dan rasa itupun juga berlaku untuk calon mertua. Rasa-rasanya aku ingin selalu ada di usia-usia senjanya sebagai bentuk rasa terimakasih karna telah melahirkan dan mendidik suamiku dengan segala sifat dan tindakannya yang membuatku semakin hari semakin mengaguminya.
Semoga Allah mudahkan ..
29-Januari-2023
4 notes · View notes
moisoleil · 29 days
Text
#1
Derap langkah terdengar samar-samar dari seluruh sudut pondok yang berada di tepi danau, cermin yang menggantung di pintu bagian belakang pondok tersebut memantulkan bayangan seorang pria berambut coklat dengan matanya yang mengarah kesana kemari. Memalingkan pandangan kanan dan kiri, mencari sesuatu.
Seperdetik kemudian matanya menatap ke arah luar pondok, mengernyitkan dahi. Ia menemukan sesuatu yang ia cari sedari tadi. Isabelle, sosok gadis yang membuat pria dengan tinggi 6 kaki tersebut kebingungan. Sambil tertawa kecil, ia menghampiri Isabelle. Bersiap-siap mengambil ancang-ancang untuk mengagetinya. Gadis tersebut tetiba mengangkat kepalanya yang tertunduk ke bawah, melihat ke arah permukaan danau.
“Aku tahu itu kamu, Ethan” ucap gadis itu lembut dan menoleh kearah belakang, menengadah tepatnya.
Ethan yang sudah siap dengan pose mengendap-endap tersebut langsung berdiri tegak, menghembuskan nafas sedikit kesal. Ia terduduk disamping gadis tersebut. Menyilangkan tangannya akibat suhu dingin yang menerjangnya sedari tadi.
“Sejak kapan Isa yang benci sendirian itu memutuskan untuk menyendiri seperti ini?”
Ledekan pria tersebut membuat Isa tersenyum dan tertawa kecil, ia tahu betul Ethan dan segala caranya untuk membuatnya tertawa. Tangan Isa memainkan kelopak bunga teratai yang sudah dipegangnya sejak berjam-jam. Isa hanya terdiam.
Melihat teman kecilnya terdiam, Ethan yang seakan-akan paham dengan wanita ini mulai berbicara, penasaran.
“Isa, ternyata langit itu tidak selalu cerah loh. Kadang kala dia bisa terihat buruk di mata kita semua.”
“Ada cerita apa kali ini?” sambung Ethan. Isa awalnya terdiam, pandangan mata indahnya tampak kosong. Ethan yang melihat hal tersebut perlahan memegang telapak tangannya. Menyadari Ethan yang memegang tangannya, Isa perlahan kembali tertunduk.
“Ethan, apakah aku yang sekarang ini, masih tidak cukup?” ucap Isa lirih. Mengusap perlahan tangan Ethan, nyaman. Ethan mulai paham apa yang mengganggu pikiran Isa, sebelah tangannya kini merangkul pundak gadis tersebut, mengusapnya perlahan seolah-olah ia mencoba untuk menghapus beban yang sedang berada di pundaknya. Dengan suara datarnya, Ethan mulai bertanya pelan, sedikit takut.
“Leon, ya?”
Isa mengangguk ragu. Ethan menatap danau yang berada tepat didepannya, tidak memaksa Isa untuk menatap matanya karena jelas, Isa akan menolak dengan wajah yang penuh dengan raut sedihnya.
“Isa, aku tidak akan pernah membiarkan tanganku berada diatas piringmu. Tapi kamu bisa selalu beri tahu aku kapankun jika diatas piringmu itu ada sesuatu.”
“Jika kamu butuh pendengar, seseorang yang memegang erat tanganmu, ataupun kamu sedang didalam keadaan yang berat. Aku selalu disini, untuk kamu.”
“Apakah Ethan yang baik hati dan tampan ini pernah melewatkan satu cerita dalam langkah kecilmu selama ada di dunia ini? Hehehe” Berusaha mencairkan suasana dengan mengatakan hal lucu yang mungkin akan membuat Isa tertawa. Isa mengusap air mata yang sedari tadi menetes perlahan, kemudian tertawa dan tersenyum tipis menanggapi apa yang baru saja Ethan katakan kepadanya.
Sebetulnya Isa tahu semua yang Ethan katakan tidak sepenuhnya datang dengan perasaan tulus dari dalam libuk hatinya. Isa tahu Ethan terluka, Isa tahu Ethan menderita, Isa benar-benar tahu rasa perih yang Ethan bawa dengan harus selalu mengatakan hal manis kepadanya dengan keadaan hati yang tidak dalam perasaan tenang dan gundah yang selalu menghantuinya.
“Ethan, apakah kamu akan terus seperti ini ? kepadaku ?”
Pertanyaan Isa tersebut membuat wajah Ethan memanas seketika. Berusaha menguatkan hati dan pikirannya Ethan mencoba menenangkan hati dan menelan ludahnya, sulit sekali. “Kenapa ? kamu mulai memikirkan apa yang aku sampaikan malam itu, ya ? hahaha” tanyanya pelan sambil berusaha terlihat tenang, padahal yang sebetulnya terjadi, Ethan tidak benar-benar siap dengan pertanyaan yang baru saja Isa ucapkan. Dia tahu pertanyaan semacam itu akan muncul di masa depan tetapi, ini seperti sesuatu yang tidak pernah Ethan harapkan. Apalagi di momen-momen seperti ini.
“Aku tahu bagaimana dan apa yang kamu rasakan”
“Aku pun tahu apa yang kamu rasakan tersebut tidak seberapa dengan perasaanku saat ini.”
Isa mencoba menatap kedua bola mata Ethan, tetapi pria itu tidak berani menatapnya. Sungguh bukan hal yang biasa pria itu lakukan ketika sedang berdua dengan Isa. Mengeerti apa yang Ethan rasakan, Isa pun tidak melanjutkan kata-katanya. Justru Ia kini berdiri dari tempat mereka berdua terduduk. Ethan menatapnya, isi pikirannya saat ini hanya tertuju bagaimana cara membuat Isa berbicara dan tertawa lepas seperti biasanya karena Ethan tahu. Ethan selalu tahu kapan Isa baik-baik saja dan tidak.
—-
0 notes
kataseekormanusia · 2 months
Text
Di Sudut Ruang
Tumblr media
Pada suatu Senin sore, Aruna, memilih untuk bekerja dari sebuah kafe di Jakarta Selatan, menikmati kebebasan Work From Anywhere (WFA). Wanita berambut panjang tersebut duduk di meja sudut ruangan dekat jendela, agar dapat mengamati kerumunan di luar sambil menyeruput kopi kesukaannya.
Pandangannya tertuju pada orang-orang yang berlalu-lalang, membayangkan kehidupan mereka yang penuh misteri dan beragam cerita, berbeda dari kehidupannya sendiri.
Setelah beberapa jam tenggelam dalam pekerjaannya, Aruna merasa puas dengan hasil yang dicapainya. Ia mulai merapikan meja dan laptopnya, menyimpan laptop dan buku catatannya ke dalam tas. Ketika ia berdiri untuk meninggalkan kafe, sebuah suara familiar tiba-tiba memanggil namanya.
“Aruna!” seru seseorang.
Aruna menengok, mencari sumber suara. Dari antara kerumunan pengunjung kafe, muncul seorang laki-laki berkemeja abu-abu dengan senyum lebar dan penuh semangat. Itu adalah Adit, teman kuliahnya yang sudah lama tidak bertemu.
“Adit!” sahut Aruna, agak terkejut namun senang. “Hai, sudah lama enggak ketemu. Lagi apa di sini?”
Aruna meraih tangan Adit, bersalaman dengan hangat. Kemudian, ia kembali duduk dan mempersilakan Adit untuk duduk di kursinya.
“Lagi hangout aja, abis dari kantor, Na. Biasalah. Gue sama teman kantor ke sini. Itu, anaknya masih pesen kopi.” Adit menjelaskan sambil menunjuk ke arah barista yang sibuk membuat kopi. Adit adalah teman kuliah Aruna yang sekarang bekerja sebagai programmer di sebuah perusahaan swasta di Jakarta.
“Oh iya? Sama teman atau teman?” Aruna bertanya dengan nada menggoda.
“Teman beneran, Na. Cowok, kok.” Adit menjawab dengan santai, lalu berdiri dan melambaikan tangan ke arah seorang pria yang sedang berdiri di antrian kasir.
“Wait, gue panggil dulu anaknya.”
Adit berjalan menghampiri temannya. Sementara itu, Aruna mengecek ponselnya untuk memastikan tidak ada pesan penting yang terlewat.
Tak lama kemudian, Adit kembali bersama seorang pria yang tampak familier bagi Aruna. Pria itu membawa secangkir kopi di tangan kanannya, dengan langkah yang mantap menuju meja mereka.
“Aruna, ini temen gue, namanya Ravi. Programmer juga, kita satu divisi.”
Aruna menoleh dan sedikit terkejut. Ternyata pria yang bersama Adit adalah Ravi, teman sekelasnya saat SMA. Wajahnya masih sama seperti yang Aruna ingat, dengan senyum yang manis yang khas dan mata lebarnya yang selalu tampak ramah.
“Hai, Aruna. Gue Ravi. Inget gue enggak?” Ravi menyapanya dengan senyum hangat sembari mengulurkan tangan untuk berjabat. Aruna meraih tangan Ravi sambil membalas pertanyaan Ravi dengan anggukan pelan.
Adit menatap kedua temannya dengan bingung. Melihat raut wajah Adit, Aruna kembali tertawa, sementara Ravi menyengir lucu, menampilkan gigi putih rapihnya.
Adit, yang masih belum menyadari, bertanya, “Kalian saling kenal?”
Aruna tersenyum dan mengangguk. “Iya, Dit. Dulu kita pernah satu kelas di SMA.”
“Wah, kenal deket berarti ya?” Adit berkomentar sambil tertawa.
Aruna kembali tersenyum dan melirik Ravi. “Enggak juga, gue cuma sebentar di SMA itu, cuma 6 bulan. Tapi kita sempat DM-DM-an ya, Rav, setelah lulus SMA? Tapi terus lost contact, soalnya IG gue sempet ke-suspend pas itu.”
Ravi mengangguk. “Oalah, IG lo suspended? Kirain emang deactive akun karena enggak mau contact sama gue lagi, Na.” Ravi berkata sambil tertawa kecil, merasa sedikit lega mengetahui alasan sebenarnya.
Mereka bertiga akhirnya bergabung dalam satu meja untuk berbincang-bincang, membicarakan hal-hal ringan sembari menikmati suasana kafe yang semakin ramai.
***
Setelah pertemuan itu, Ravi sering menghubungi Aruna. Mereka mulai bertukar pesan lebih sering, berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing.
Suatu hari, Ravi mengajak Aruna untuk bertemu lagi dengan dalih “WFA bareng” di sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat mereka pertama kali bertemu kembali.
Mereka duduk di sudut ruangan, dengan laptop dan secangkir kopi di meja untuk masing-masing. Awalnya, mereka berbicara tentang pekerjaan mereka. Namun, obrolan segera meluas ke topik lain yang lebih ringan, seperti musik yang mereka sukai. Kembali mengingat obrolan mereka sebelum lost contact.
“Na, masih suka Nirvana? Seinget gue, lo dulu suka banget sama Nirvana, MCR, apa lagi ya itu?” tanya Ravi sambil menyeruput kopinya. Ia teringat betapa bersemangatnya Aruna ketika berbicara tentang band-band favoritnya saat masih remaja.
Aruna tertawa kecil, mengingat masa lalu mereka. “Masih, kok. Sekarang selera musik gue tambah K-pop juga, sih.”
Ravi ikut tertawa. “Ternyata emang ya, semua akan Korea pada waktunya. Gue juga kok, Na. Selain musik-musik keras kayak dulu yang sering gue kasih ke elo, gue sekarang juga banyak nikmatin lagu Korea. Anyway, gue agak lupa, deh. Gue pernah tanya ke elo enggak sih, kenapa lo bisa suka lagu alternative-rock sampai pop-punk begitu, Na?”
Aruna merenung sejenak, mengingat masa-masa ketika ia mulai tertarik pada musik-musik tersebut. “Hm, kenapa ya? Gue lupa juga sih.” Aruna menyeruput kopi dengan pelan sembari membuang wajah sebagai upaya dalam menutupi kebohongan kecilnya.
Ravi menduga, “Gue tebak, karena pernah punya pacar dengan selera musik begitu ya?”
Aruna tertawa, pandangannya semakin mendalam, mengingat masa-masa remajanya. “Hahaha, kurang lebih begitu sih, Rav.”
“Gue sering nemu sih, kalo cewek kebanyakan memang begitu. Karena pernah punya mantan dengan selera musik begitu jadi kebawa.”
Aruna menggeleng, sambil tersenyum tipis. “Kalau gue lebih tepatnya karena pernah naksir sama cowok dengan selera musik yang begitu, Rav. Gue cari tahu selera musiknya, cari tahu di YouTube, eh ternyata gue suka juga musik yang alt-rock, pop-punk, metal, begitu-gitulah.”
Ravi tersenyum menggoda, menatap Aruna dengan mata memicing bermaksud meledek Aruna. “Oh ya? Teman kuliah lo ya, Na?”
Aruna menggeleng sambil tertawa pelan, “Hahahaha, kita putus aja obrolan yang itu, takut orangnya tahu.”
“Lah, kan kita berdua aja ini,” Ravi membalas dengan sedikit bingung.
Mendengar ucapan Ravi, Aruna menatap Ravi sambil tersenyum. Di balik percakapan ringan ini, ada sesuatu yang lebih dalam yang mulai terungkap.
“Loh, Na.” Ucapan Ravi terjeda. Ia sedikit mengangkat alis kanannya, sembari menatap dalam retina Aruna.
“Na, yang lo maksud itu… gue ya?” Ravi akhirnya menyadari maksud ucapan Aruna. Raut wajahnya berubah, ekspresinya menyatakan keterkejutan dan senang menjadi satu hingga mimik wajahnya menjadi aneh.
Aruna tertawa sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri. “Rav, muka lo lucu banget. Iya, dulu gue naksir lo sih. Thanks ya, berkat lo, selera musik gue jadi keren banget gini.” Aruna sedikit menepuk tangan Ravi, mengungkapkan terima kasihnya melalui tepukan tersebut.
Ravi menggeleng-gelengkan kepala, menyadarkan diri dari rasa terkejut sekaligus senangnya mendengar pengakuan Aruna. “Na, kenapa enggak bilang sih? Dulu waktu jaman DM-DM-an itu, gue belum berani confess, Na. Lo tau sendiri, posisi gue belum kerja, gue saat itu juga belum kuliah, sedangkan lo udah kuliah.”
Aruna tersenyum lembut, mengingat masa-masa lalu mereka yang terasa jauh namun juga dekat. “Yah, yaudahlah Rav, udah lama juga. Santai aja kalau sekarang.”
Ravi penasaran, “Kalau boleh tahu, dari kapan lo naksir gue, Na?”
Aruna mengetuk-ketukkan jarinya di dagu, tanda berpikir mendalam. Ia mencoba mengingat kembali saat-saat mereka di sekolah, walau hanya sebentar.
“Kayaknya dari jaman lo jelasin soal asimtot di depan kelas deh, Rav.” Aruna akhirnya mengungkapkan dengan nada penuh nostalgia.
Ravi memperlihatkan senyum lebarnya, matanya mengerjap cepat, membuat bulu matanya ikut bergerak. Aruna selalu iri dengan bulu mata dan alis tebal Ravi. Bagi Aruna, kombinasi keindahan wajah Ravi dan segala ekspresi yang dibuat Ravi selalu tampak lucu.
“Astaga, Aruna, itu jaman gue masih kacau banget.” Ravi mengatakan dengan suara rendah, merasakan kembali ketidakpastian yang ia rasakan saat itu. Saat itu, Ravi hanyalah siswa SMA biasa yang bahkan tidak bisa menjelaskan apa itu ‘garis asimtot’. Buat Ravi, saat itu merupakan kejadian memalukan yang seharusnya tidak diingat oleh orang lain.
Aruna tertawa kecil, mengenang kembali momen-momen itu. “Lo lucu waktu jelasin asimtot. Penjelasan lo bener, tapi lo enggak percaya diri buat jelasin, dan itu lucu banget.”
Ravi terdiam sejenak, lalu tertawa bersama Aruna. Tawa mereka mengalir ringan dan bebas, menandakan betapa berartinya kenangan-kenangan lama itu. Ravi merasa sedikit lega dan lebih nyaman saat mendengar bahwa kenangan yang mungkin dianggapnya memalukan ternyata diingat dengan senyuman.
“Kalau sekarang, gue masih lucu, Na?” Ravi bertanya, menatap Aruna dengan tatapan penuh harap. Ia penasaran apakah kesannya saat ini sama seperti dulu.
Aruna terdiam sejenak, menatap Ravi dengan senyum yang tidak hilang dari wajahnya. Mereka berdua saling bertukar pandang, merasakan suasana yang lebih akrab dan hangat di antara mereka. Dalam keheningan sejenak itu, mereka seperti menyadari kedekatan yang baru terjalin, sebuah koneksi yang terasa lebih dalam dan lebih berarti daripada sebelumnya.
Mata Aruna menyoroti setiap detail ekspresi Ravi, merasakan kehangatan dari kejujuran dan keterbukaan yang baru saja terungkap. Sementara itu, Ravi merasa seperti dia baru saja menemukan kembali bagian dari dirinya yang selama ini hilang. Ada sesuatu yang sangat spesial dari momen ini — sebuah perasaan bahwa mereka berdua benar-benar saling memahami, tidak hanya sebagai teman lama tetapi sebagai individu yang telah berkembang dan berubah.
Suasana di kafe yang semakin malam membuat percakapan mereka terasa semakin intim. Keramaian di sekeliling mereka seperti menghilang, dan hanya ada mereka berdua yang merasa terhubung dengan cara yang sangat pribadi. Setiap tawa, setiap senyuman, dan setiap kata terasa lebih berharga, seolah mereka baru saja menemukan kembali bagian dari diri mereka yang telah lama hilang.
“Gue rasa, lo masih lucu, Rav. Bahkan lebih dari dulu. Ekspresi lo, gaya bicara lo, cara senyum lo, hm… kayaknya hampir semuanya lucu.” Aruna akhirnya menjawab dengan penuh kehangatan.
“Tapi yang sekarang lebih gue suka adalah sikap percaya diri lo. Lo juga sekarang lebih mature dan itu bikin lo jadi lebih menarik, Rav.”
Ravi tersenyum lembut, Aruna membalas senyuman Ravi juga tidak kalah hangat. Momen-momen kecil seperti ini, yang mungkin tampak sepele bagi orang lain, ternyata sangat berarti bagi mereka. Ini adalah kesempatan untuk mengeksplorasi kembali hubungan yang lama terputus dan membangun sesuatu yang baru dari dasar yang telah ada.
0 notes
jaemirani · 2 months
Text
Tumblr media
Mie Celor Bunda Nia.
Sendirian pergi ke Cempaka Putih, tak urungkan niat Kale Basuki untuk cicipi mie celor yang telah ia idamkan satu minggu ini. Mie celor yang katanya paling enak di daerah pinggiran kota Jakarta, yang banyak direkomendasikan orang-orang saat ia tanya mie celor enak di daerah sekitaran Salemba. Lantas, siang ini, ia singkirkan tugas-tugas yang menumpuk demi kunjungi warung yang ia harap bisa obati rasa rindunya untuk cicipi makanan khas kota tempatnya berasal.
Warung dengan spanduk besar bertuliskan mie celor Bunda Nia sambut kedatangannya usai ia parkirkan kendaraannya. Sepertinya datang di jam makan siang bukan ide yang bagus, sebab dari tempatnya berdiri sekarang, ia bisa lihat dengan jelas antrian yang membludak sampai keluar. Oh, betapa ramainya tempat ini dan anehnya, ia baru tahu.
Lantas si mahasiswa semester tujuh itu beranjak dekati warung yang temboknya dicat senada jembatan ampera. Masuk dalam barisan yang syukurnya hanya sisa lima orang. Dua menit ia berdiri di sana kala insan berparas ayu hampiri dirinya. “Kale, 'kan?” katanya, lantas buat ia kebingungan.
Pemuda dengan surai panjang tersenyum melihat reaksi yang Kale berikan. Pamerkan rentetan gigi rapinya, kemudian kembali berucap, “Aku Damarian.” Dan Kale akhirnya bulatkan bibir, mengenali si pemilik akun yang tadi pagi ia kirimi pesan.
“Ayo langsung masuk aja, udah aku kosongin kursi buat kamu,”
“Eh, gak apa-apa, Kak? Aku lewatin antrian, dong?”
“Gak apa-apa, itu antrian buat yang take away— eh, atau kamu mau take away aja?”
Yang kenakan hoodie hitam sejenak edarkan pandangan; menimang. “Makan di sini aja, deh, Kak,” putusnya kemudian. Akhirnya ia keluar dari barisan, ikuti langkah Damarian menuju meja kosong di ujung ruangan, tepat di samping tembok dengan figura besar. Mereka berdua duduk di sana, saling berhadapan. Damarian sempat kembali ke depan, mengambil buku catatan saku serta pena untuk catat pesanan milik Kale. Beresnya, ia bawa kembali catatan itu kepada figur wanita paruh baya yang tengah sibuk di balik etalase besar di depan; sibuk siapkan pesanan para pelanggan.
Dan akhirnya dua insan itu terjebak dalam obrolan ringan, bertukar cerita dengan topik basa-basi belaka. Namun bagi Kale, dengarkan suara lembut yang mengalun dari sosok pemuda dengan senyum manis di depan lebih dari cukup untuk temani ia selagi tunggu pesanannya datang.
“Berarti kamu semester tujuh, ya? Lagi sibuk skripsian, dong?”
Kale beri anggukan, beri reaksi lelah dengar kata skripsi diucap dari insan di hadapan. “Iya, Kak, pusing banget gak kelar-kelar.”
“Semangat, ya! Aku dulu juga skripsiannya lama banget,” katanya, disusul dengan kekehan berperisa gula Jawa.
Kale Basuki sejenak edarkan pandangan, tangkap figura di dekat tangga, sebuah figura yang bingkai foto pemandangan kota Palembang dan jembatan ampera; buat ia penasaran, lantas kemudian ajukan pertanyaan.
“Warungnya udah lama ya, Kak?”
“Dari 2005 akhir, kalau aku gak salah inget. Tapi dulu tuh cuma jualan di ruko kecil deket sanggar Teater Bayang, terus akhirnya tahun 2015 pindah ke sini,” jawabnya, lantas undang kerutan dahi dari ia yang di depan.
“Eh? Sanggar Teater Bayang yang di Bintaro itu bukan, Kak?”
Damarian anggukan kepala berkali-kali “Iya, bener, bener. Kamu tau?”
“Tau! Aku anggota Teater Bayang kebetulan.”
Dan Damarian bulatkan mata dengan telapak tangan yang berusaha tutupi mulutnya yang menganga. “Seriusan? Pantes muka kamu agak familiar,” katanya.
“Eh, iya? Kita pernah ketemu sebelumnya?”
Yang surainya panjang berpikir sejenak, kemudian gelengkan kepala. “Kayaknya gak pernah, deh. Tapi, kamu kenal Pak Sasongko, gak?”
“Of course, aku kenal. 'Kan beliau pendiri Teater Bayang.”
“Iya, dan kebetulan aku anaknya.”
“Hah? Serius, Kak?”
Damarian terkikik setelahnya, melihat reaksi terkejut sekaligus tak percaya dari wajah Kale cukup menghiburnya. Sedikit tak menyangka ia bertemu dengan murid sang Ayah yang nyasar ke warung mie celor milik sang Bunda.
“Sumpah, Kak? Aku gak pernah liat Kakak sebelumnya, cuma pernah denger dari temen-temen teater aja. Kata mereka anak Pak Sasongko pada cantik semua,” terus terang pemuda itu berucap, buat tulang pipi yang lebih tua dipenuhi semburat merah jambu beserta kekehan malu.
“Semenjak lulus kuliah aku emang jarang ke sanggar, sibuk bantu-bantu di sini. Tapi beberapa kali pernah ke sana kok, buat ngasih makan siang tiap hari Minggu.”
Ah, Kale tiba-tiba sesali kehadirannya yang terbilang sangat jarang sebab tengah dikejar tugas akhir. Pantas saja ia tak pernah lihat sosok Damarian di sanggar, sebab hari Minggu jadwalnya ia hibernasi di kamar kosan.
“Pantes aja aku gak pernah liat Kakak.”
Damarian terkekeh. Lantas, sesaat kemudian ia berdiri kala sang Bunda selaku pemilik warung datang hampiri meja Kale bersama nampan yang berisi dua mangkuk menu dan satu gelas es teh dingin. Ia bantu tata semangkuk mie celor dan tekwan serta satu gelas es teh dingin ke atas meja.
“Loh, perasaan aku gak pesen tekwan, Bun,” ia berucap kala dilihatnya satu mangkuk tekwan ikut di tata oleh Damarian di hadapannya.
Wanita paruh baya yang kerap disapa Bunda oleh pelanggannya tersenyum tak kala manisnya dari sang putra, “itu bonus buat kamu. Damar kemarin cerita, katanya ada orang Palembang yang dm dia nanyain soal mie celor. Bunda tuh senang tiap kali ketemu sesama orang Palembang, berasa ketemu sama keluarga jauh. Jadi kamu dapat bonus deh dari Bunda.”
Merekah senyum Kale dengar kalimat hangat itu, lagi-lagi bertemu dengan orang baik dari tempat ia berasal. Baginya perasaan ini sama persisnya seperti kembali ke kampung halaman yang sudah setengah tahun tak ia kunjungi.
“Terimakasih, ya, Bunda.”
“Sama-sama,” balas yang lebih tua seraya tepuk pundak Kale dengan senyum hangatnya. “Harus habis yo, lemak galo kok menu di sini nih, Bunda berani jamin.”
Kale tertawa seraya anggukan kepala. “Siap, Bunda! Habis galo gek, tenang bae,” balasnya, timpali candaan.
Lantas kemudian Kale dibiarkan nikmati mie celor yang telah ia idam-idamkan itu dengan damai. Bunda Nia dan Damarian kembali ke depan, lanjut siapkan pesanan lainnya. Warung ini tak pernah sepi, setidaknya tiap 30 menit akan ada pelanggan datang. Kale berani tebak penyebabnya ialah karena menunya yang bervariatif dan rasanya yang autentik, begitu khas sebab dibuat langsung oleh orang Palembang asli.
Perutnya bernyanyi kala aroma mie celor di dalam mangkuk masuki indra penciuman. Mie dengan kuah kental serta tiga buah udang berukuran sedang dan satu telur rebus dibelah dua, ditaburi pula dengan bawang goreng dan potongan daun seledri; lengkapi satu sama lain di satu mangkuk mie celor menggugah selera.
Ia habiskan mie celor serta tekwan itu dengan lahap, mengobati rasa rindu akan masakan sang Ibu yang telah meninggal satu tahun lalu. Mungkin rasanya tak benar-benar sama, namun bisa kembali cicipi mie celor yang selama ini ia cari-cari sudah lebih dari cukup.
Tumblr media
“Terimakasih tekwannyo, Bunda. Lemak nian,” Kale berucap selagi acungkan dua jari jempolnya.
Empunya warung terkekeh, “kapan-kapan mampir lagi, lah,” guyonnya, dibalas senyuman oleh yang muda. “Pasti, Bun. Agek aku bawa temen-temenku jugo biar rame,” timpalnya.
Bunda Nia anggukan kepala, kemudian raih kresek putih berisi kotak yang terletak di atas etalase di depannya. “Ini, bawa pulang,” katanya seraya ulurkan kresek itu kepada Kale yang sudah bersiap untuk pulang.
“Eh, apa ini, Bun?”
“Lapis legit. Kemarin ada yang pesan lapis legit dan ada lebihannya satu loyang. Jadi Bunda bagi-bagi aja ke pelanggan, ini khusus buat kamu Bunda kasih lebih.”
Disambutnya uluran kotak berlapis kresek putih tersebut, tiba-tiba tak enak hati. “Repot-repot banget, Bunda. Terimakasih banyak, ya, Bun, kebetulan udah lama juga gak makan lapis legit.”
“Sama-sama, dimakan, ya.”
Selagi tenteng kresek putih berisi lapis legit dan pempek titipan Elandra, Kale geret langkahnya menuju parkiran ditemani Damarian. Rasanya ia seperti pelanggan VIP sebab diperlakukan dengan begitu istimewanya hari ini. “Makasih banyak ya, Kak, berasa pelanggan VIP nih aku.”
Yang parasnya ayu lagi-lagi terkekeh, terhitung sudah berkali-kali garis bibir itu terangkat karena guyonan garing yang dilontar oleh Kale. “Minggu depan ke sanggar ya, Kal, aku mau bagi-bagi mie celor gratis.”
“Wah, dalam rangka apa, Kak?”
“Dalam rangka terbitnya novel ketigaku.”
Kale tersenyum bangga, pun decak kagum itu tak bisa ia sembunyikan setelah tau fakta bahwa Damarian Sasongko yang berdiri di sampingnya sekarang adalah seorang novelis.
“Kok keluarga Pak Sasongko pada keren-keren semua gini, ya?”
Damarian terkekeh malu sekali lagi, dipuji begitu buat jantungnya berdegup kencang, entah mengapa. “Datang ya, Kale!”
“Noted, Kak!”
0 notes
Text
Hub:0857-183-22788,Model Batik Kerja Terbaru yang Sedang Tren
Tumblr media
Di tengah perkembangan mode yang terus bergulir, model batik kerja terbaru tetap menjadi salah satu pilihan utama untuk menampilkan kesan profesional dan elegan. Batik, sebagai warisan budaya Indonesia, telah mengalami evolusi yang signifikan, membawa nuansa segar dan modern ke dalam pakaian kerja sehari-hari. Simak model batik kerja terbaru yang sedang tren saat ini dan temukan inspirasi untuk memperkaya gaya berpakaian profesional Anda.
Evolusi Model Batik Kerja
Model batik kerja terbaru menawarkan berbagai inovasi desain yang menggabungkan keindahan tradisional dengan kebutuhan fashion modern. Transformasi ini tidak hanya mencakup perubahan dalam motif, tetapi juga dalam potongan dan bahan yang digunakan. Berikut adalah beberapa tren utama dalam model batik kerja terbaru yang patut Anda perhatikan:
1. Motif Minimalis dan Geometris
Salah satu tren yang paling mencolok dalam model batik kerja terbaru adalah penggunaan motif minimalis dan geometris. Motif-motif ini mengedepankan kesederhanaan dan keanggunan, memberikan kesan bersih dan modern. Penggunaan garis-garis tegas dan bentuk-bentuk simetris menciptakan tampilan yang sophisticated, cocok untuk lingkungan kerja yang memerlukan penampilan yang rapi dan teratur.
2. Kombinasi Warna yang Berani
Tren warna dalam model batik kerja terbaru juga mengalami pergeseran signifikan. Kombinasi warna yang lebih berani dan kontras kini menjadi pilihan utama. Warna-warna seperti emerald green, deep navy, dan coral red, sering dipadukan dalam desain batik, menciptakan penampilan yang tidak hanya stylish tetapi juga menonjol. Kombinasi warna ini memungkinkan Anda untuk tampil percaya diri tanpa mengesampingkan kesan profesional.
3. Potongan Kontemporer
Inovasi dalam potongan juga menjadi fitur penting dari model batik kerja terbaru. Desain dengan potongan kontemporer, seperti blazer batik dengan detail peplum, gaun batik dengan potongan asimetris, atau celana batik dengan potongan cropped, memberikan kesan moderen dan edgy. Potongan-potongan ini tidak hanya menambah daya tarik visual tetapi juga memberikan kenyamanan dan fleksibilitas dalam bergerak.
Mengintegrasikan Batik dalam Gaya Kerja
Mengintegrasikan model batik kerja terbaru dalam gaya kerja sehari-hari memerlukan perhatian terhadap detail dan kesesuaian dengan lingkungan kerja. Berikut beberapa tips untuk memastikan bahwa batik kerja Anda tetap terlihat profesional dan sesuai tren:
1. Pilih Desain yang Sesuai dengan Dress Code
Untuk memastikan bahwa batik Anda cocok dengan lingkungan kerja, penting untuk memilih desain yang sesuai dengan dress code kantor. Jika lingkungan kerja Anda lebih formal, pertimbangkan untuk memilih batik dengan desain yang lebih klasik dan elegan. Di sisi lain, jika kantor Anda menerapkan dress code yang lebih santai, Anda dapat bereksperimen dengan model batik yang lebih berani dan inovatif.
2. Perhatikan Kualitas Bahan
Kualitas bahan batik sangat mempengaruhi tampilan dan kenyamanan. Untuk model batik kerja terbaru, pilihlah bahan yang berkualitas tinggi seperti sutra, katun premium, atau bahan campuran yang nyaman dan tahan lama. Bahan yang baik tidak hanya memberikan kenyamanan sepanjang hari tetapi juga mempertahankan penampilan batik agar tetap segar dan terawat.
3. Padukan dengan Aksesori yang Tepat
Aksesori dapat memperkuat atau melemahkan kesan dari model batik kerja terbaru. Untuk tampilan yang lebih elegan, padukan batik dengan aksesori yang simpel dan classy seperti anting-anting kecil, jam tangan minimalis, atau tas kulit berkualitas. Hindari aksesori yang terlalu mencolok agar fokus tetap pada keindahan batik itu sendiri.
Tren Batik Kerja Terbaru untuk Wanita
Dalam beberapa tahun terakhir, model batik kerja terbaru untuk wanita mengalami perkembangan yang pesat, mengadopsi tren global sambil mempertahankan elemen tradisional. Berikut adalah beberapa tren yang menonjol dalam batik kerja wanita:
1. Gaun Batik dengan Aksen Modern
Gaun batik dengan aksen modern, seperti potongan off-shoulder atau detail ruffle, semakin populer. Gaun ini memberikan sentuhan feminin dan stylish tanpa mengorbankan kesan profesional. Model ini sangat cocok untuk acara formal atau presentasi penting di tempat kerja.
2. Blazer dan Celana Batik
Blazer dan celana batik menawarkan tampilan yang sleek dan sophisticated. Kombinasi ini cocok untuk suasana kerja yang memerlukan penampilan formal namun tetap nyaman. Pilihlah blazer dengan potongan yang tegas dan celana dengan fit yang pas untuk menampilkan kesan profesional.
3. Aksesori Batik
Aksesori batik, seperti ikat pinggang atau scarf, juga menjadi tren yang sedang berkembang. Aksesori ini memberikan sentuhan batik tanpa harus mengubah seluruh pakaian. Ini adalah cara yang efisien untuk menambahkan elemen batik ke dalam gaya kerja Anda tanpa mengesampingkan kesan profesional.
Kesimpulan
Model batik kerja terbaru menawarkan kombinasi sempurna antara keindahan tradisional dan gaya modern. Dengan inovasi dalam motif, warna, dan potongan, batik kerja tidak hanya mencerminkan keanggunan tetapi juga memenuhi tuntutan fashion saat ini.
Untuk mendapatkan batik yang tepat untuk penampilan Anda, hubungi kami di Info Pemesanan: 0857-183-22788. Temukan batik yang tidak hanya mempercantik penampilan Anda tetapi juga meningkatkan kepercayaan diri dan profesionalisme Anda di tempat kerja.
(Andika-SMKN 3 JEMBER)
0 notes
zulfazzakiyah · 7 months
Text
Si Gelombang Suara
Akhir pekan yang dinanti telah tiba. Minggu pagi dengan ketenangan yang sempurna. Berderet kegiatan telah matang terencana. Siap mengisi waktu luang pada tiap raga. Tak terkecuali pada kedua pasangan lama dan belia di sana. Tawa ceria menghiasi masing-masing muka.
Jam di dinding menunjukkan pukul sembilan. Ketika datang tuan dan puan. Mengisi bangku kosong di sebelah kanan. Menanti kedatangan yang diharapkan. Untuk memastikan segala yang sang puan rasakan. Tanpa menunggu lama, mereka pun masuk ke dalam ruangan. Bergegas digunakannya aku untuk mengamati kandungan. Sebab sang puan sudah terlambat datang bulan. Senyum pun merekah pada kedua bibir pasangan. Sebab yang dinanti telah datang bersemayam selama tiga mingguan.
Mentari telah berada pada tengah hari. Panas dan teriknya terasa memenuhi sanubari. Namun, berbeda dengan sejuknya pandangan kedua pasangan ini. Menanti panggilan sembari bergandengan tangan sedari tadi. Harap keberhasilan menyapa barang sekali. Sebab pasangan lawas ini telah bertahun-tahun menanti. Tiba saatnya sang wanita menggunakanku kembali. Harap-harap cemas nampak dari raut muka yang tetap berseri. Seketika tangis haru mengisi ruang kecil ini. Ketika terdengar suara detak jantung bayi. Pertanda telah tiba yang dinanti. Meski harus selama satu windu menunggui.
Seringkali berada pada pemeriksaan kandungan. Meski aku berfungsi bukan hanya untuk peranakan. Menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk memindai organ. Agar nampak segala yang berada di dalam sekalian. Aku adalah ultrasonografi, menggunakan gelombang suara untuk pengamatan.
0 notes
liangmerawi · 9 months
Text
LIANG_MERAWI : Saksi Bisu.
Tumblr media
Saban malam, ia menyaksikan kemelut beranggar lidah kedua orang tuanya. Saling beri tuduh, segala sumpah serapah merasuk gendang telinga nan nyaris pecah! Ia akan melaku apa? Menjadi tebal telinga atau justru memberi telinga?
️️ ️️
Ramuan hikayat utama Mardawa dengan kilas balik warsa 2012. Menjadi saksi bisu atas luluh lantak keluarga koheren ia. Ada pitawat disini! Seperti : kekerasan serta tutur kasar. Boleh jadi bertambah seiring cerita. Tolong bijaklah!
️️ ️️
Tengah malam nan nyenyat hanya ditolani oleh detak jam diatas nakas. Mardawa kecil agaknya tidur-tidur ayam¹ kausa sungguh-sungguh lekum ia disesaki dahaga luar biasa sangkat mustilah neguk air.
️️ ️️
Sangat disayangkan ia sempat melupa letakkan segelas air sebelum lelap. Maka itu, Dawa kecil dengan berat hati mesti melintasi gulitanya petak-petak di hunian ini.
️️ ️️
Dengan kaki telanjang² sonder suara tercipta, ia lambat-lambat dalam ambil langkah. Bagai maling manakala aksi dimulai; mengendap-endap.
️️ ️️
Senyatanya, adam ini takut-takut berani³. Bulatkan tekad untuk sambangi ruang tidur adik teramung ia lebih dulu. Barangkali, sama hal dengan ia yang tidur-tidur ayam. Buka pelan kenop jati cokelat. Adiknya ada di pembaringan tidur nyenyak seraya bersendar.
️️ ️️
Tuhan sedang enggan agih izin ia untuk ditemani. Boleh jadi ia musti perewa dadakan. Jujur, dalam lubuk terdalam Mardawa kecil ia cukup takut akan kegelapan. Walakin ia tidak mengapa. Musti berani!
️️ ️️
Kembali lah ambil langkah lambat-lambat seraya prayitna barangkali momok sekonyong-konyong pegari pada jangkau pandang ain. Suah melintasi ruang tidur orang tua, namun masihlah terang benderang senyampang jua pintu sedikit terbuka.
️️ ️️
Takut kalau-kalau yang pegari bukan momok melainkan figur Maina atau bahkan Moewardi. Bisa-bisa gagal bawa segelas air walakin omelan didapati kausa belum terlelap. Jangan sampai, jangan sampai.
️️ ️️
Kendati langkah lambat, akhirnya ia bisa melintasi dengan damai sonder adanya hambatan. Gajak jeraus untuk ambil minum. Gelas pertama, memugar minum⁴ sangkat kandas. Gelas kedua, untuk dibawa ke ruang tidur kalau-kalau haus melanda.
️️ ️️
Manakala tengah mengisi penuh gelas, suara benda jatuh sayup-sayup merasuk telinga. Ada apa? Dengan tingkat kuriositas tinggi, ia hampiri. Tentu dalam genggaman ada segelas air.
️️ ️️
BRAKKKK!
️️ ️️
Suara itu hadir kembali. Walakin mulai jelas. Muasal dari kamar Maina dan Moewardi. Ia intip dari celah pintu yang terbuka sedikit. Jantung rasa mencelos manakala benda berjatuhan terus terdengar lebih-lebih suara tamparan Maina terhadap Moewardi.
️️ ️️
“NGAKU KAMU MAS! PASTI SELINGKUH, ’KAN?”
“INI BUKTI JELAS BAJU YANG KAMU PAKAI WANGI PARFUM WANITA. BELUM LAGI PULANG SELALU LARUT. BAGAIMANA KALAU ANAK-ANAK LIHAT KELAKUAN PAPANYA?”
️️ ️️
PLAK!
️️ ️️
Kini mutlak ia lihat bahwa Moewardi menampar Maina. Ia terbuka mata⁵ akan ihwal ini. Tahu bahwa keluarga ini sedang tidak baik-baik saja. Sampai, Moewardi mulai cepat lidah⁶ dengan sumpah serapah kepada Maina.
️️ ️️
“BANGSAT! GUA PULANG KERJA KENA OMEL TERUS. CAPEK ANJING! URUS DULU ANAK-ANAK LU DENGAN BENAR YA, MAINA SETAN.”
“Emang kalau gua selingkuh, kenapa? Lagian, lu udah ngga bisa muasin gua. Terlalu sibuk urus anak-anak sialan. Butuh yang muda untuk hiburan.”
️️ ️️
Maina nangis sejadi-jadinya dihadapan Moewardi bajingan dengan terduduk diantara selirak kepingan barang yang ancai. Sedang ia yang memirsa ini semua dengan darah mendidih pula mengepal kuat-kuat satu yad sangkat urat menonjol.
️️ ️️
Korenah Moewardi amatlah sergut dan ia seperti memirsa sisi lain dari Moewardi. Sungguh. Kemelut ini belumlah usai, manakala Moewardi bersimpuh dihadapan Maina dengan tabassam kemenangan.
️️ ️️
“Kalau lu protes terus begini, gua bisa ceraikan lu dan anak-anak? Jadi gelandangan di jalanan.” Itu sebuah kisikan namun ia masih sanggup dengar dengan jelas.
️️ ️️
PRANGG!
️️ ️️
Gelas dalam genggaman melungsur sampai timbul suara pecahan. Ingin ia turun tangan⁷ bagai bahadur walakin hanya sanggup memberi telinga. ‘Maaf Mama, Dawa belum bisa bantu’, batinnya.
️️ ️️
Ia sabung mata⁸ dengan keduanya buat ambil cakah sampai tunggang-langgang dengan tujuan ke ruang tidur. Begitu tiba, ia kunci pintu lantas dihalangi oleh kursi belajar agar Maina dan Moewardi tidak masuk.
️️ ️️
Malam kelimut bagi Mardawa Sembada jua memori buruk meninggalkan surih luka mendalam. Mardawa harap yang ia saksikan tadi adalah sebuah mimpi buruk yang tandang.
Mardawa kecil terduduk sembari meratapi pintu yang mulai digedor dan asma ia diseru. Tidak mampu untuk menangis kendati air mata sudah menggenangi pelupuk mata. Ia teramat melankolis bahkan durja kuyu.
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
DINYATAKAN USAI!
️️ ️️
️️ ️️
CATATAN :
Tidur-tidur ayam : sudah tidur, namun belum lelap benar.
Kaki telanjang : tanpa beralas kaki.
Takut-takut berani : agak takut; bimbang; ragu-ragu.
Memugar minum : minum banyak-banyak.
Terbuka mata : mulai tahu; mengerti.
Cepat lidah : lancang; suka mengeluarkan kata tidak baik.
Turun tangan : ikut campur tangan.
Sabung mata : temu pandang; pandang-memandang.
0 notes
gebaskaras · 10 months
Text
Meeting Table
Sebuah cerita pendek. Fiksi. Tak lebih. Tak kurang. Sekadarnya.
***
"Kenapa dia selalu di meeting table ini?" gue bergumam dalam hati.
Menghitung hari, sudah kurang lebih 2 minggu, gue bekerja secara remote di meeting table (re: work from cafe) kedai kopi waralaba yang terletak di lobby rumah sakit tempat nyokap gue dirawat. Juga sudah 14 hari, gue tidak pernah membayangkan seorang nyokap terbaring, gak seaktif seperti sebelum dirawat yang selalu rutin olahraga bersama gue.
Rutinitas inilah yang membuat gue sering bertemu dengan perempuan ini. Namanya Nare. Rambutnya panjang berponi, kulitnya putih, sedikit kekuningan. Berkacamata. Postur tubuhnya standar perempuan Indonesia dan ia terlihat bugar meski tidak kekar. Terkadang jas putih dokternya dia gunakan, terkadang dilipat dan ditaruh di kursi sebelah tempat duduknya. Ia terlihat seperti wanita modern, Airpods selalu menempel di kupingnya, tak lupa di sebelah laptopnya ditemani juga dengan iPad untuk mencatat.
Gue selalu heran dengan pesanan andalannya yang hampir gak pernah berubah. Asian Dolce Latte, shot kopinya dan pump saus dolce-nya selalu dikurangi satu, dan di shake. Asian Dolce Latte.. di shake?! Formula macam apa ini. Bagaimana saus dolce bisa bercampur dengan paripurna kalau di shake?
Ah, setidaknya gue berterima kasih dengan kebijakan kedai kopi waralaba ini yang selalu mencantumkan nama customer di cup-nya, dimana lagi gue bisa tahu namanya. Selain disitu, sulit rasanya mengetahui namanya, gak akan mungkin juga gue bertanya ke barista, atau ke dokter yang lain.
Gue tahu bahwa Nare sadar gue beberapa kali memperhatikan dia saat bekerja di meeting table tempat kita duduk. Bukan karena genit, tapi memang sudah menjadi kebiasaan gue untuk mengobservasi orang yang gue anggap menarik, terlepas dari gender mereka. Entah yang mana yang duluan - dia membuat kontak mata intens di malam itu. Alih-alih membalas dengan senyum layaknya dokter yang ramah, ia merespon dingin dengan tatapan yang seolah berkata, “Sorry, gak akan ada ketertarikan buat gue memulai obrolan dengan lo meskipun kita berada di meja yang sama terus-menerus".
Kurang lebih satu jam berlalu, gue mendapatkan momen yang tepat untuk memulai obrolan dengannya. Di saat intensitas laptopannya terlihat lebih santai, ia terlihat berjoget kecil menikmati lagu yang ia dengarkan dengan Airpodsnya.
Gue mencoba mengalihkan pandangannya dengan melambaikan tangan menyapa, "Eh, gue beberapa kali notice kalau lo sering banget di sini, lagi bikin report ya?"
Nare menjawab, "Haha nggak, lagi lanjutin application beasiswa gue nih. Gue juga notice hal yang sama btw, lo sendiri juga ngapain sering di sini?"
Satu waktu gue sempat berpikir, Nare dengan kehidupannya yang gue rasa sudah lebih dari cukup, baik dari sisi finansial dan sosial. Masih rela abai terhadap rasa nyamannya dengan melanjutkan kehidupannya laptopan di malam hari, setelah bekerja atau di tengah-tengah ia bekerja.
Mencoba mengejar sesuatu lagi terhadap kehidupannya saat ini yang notabenenya sudah jauh lebih baik daripada orang-orang kebanyakan. Buat apa lagi?
Sama halnya dengan gue, mau sampai gue dengan kerjaan sekarang ini, menghasilkan duit yang sedikit lebih banyak daripada kebanyakan orang. Selalu berkutat dengan kehidupan seperti ini, laptopan pagi hingga malam sembari menyeruput kopi 2 cup, kalau lagi hectic, 3. Mengerjakan deck presentasi untuk esok hari, atau mengolah data di excel yang setiap saat selalu not responding. Buat apa lagi?
***
Malam yang berbeda, tapi dengan meeting table yang sama. Kali ini gue dan Nare tidak sedang laptopan bersamaan. Tapi, kita berada di mode mengobrol berdua.
Jawaban dari kontemplasi gue beberapa saat yang lalu, kurang lebih sama dengan Nare. Buat apa? Ya prosperity. Terkesan cliché, tapi sulit rasanya untuk mencari indikator lain dalam kebahagiaan selain.. prosperity.
Tumblr media
Hidup tidak akan mencapai kebahagiaan kalau tidak memiliki prosperity atau kesejahteraan. Kesejahteraan juga gak semata-mata gak dinilai dari angka, berupa income ataupun sejenisnya, tapi semua bermula dari angka.
Kesejahteraan juga gak sesempit itu, tidak dilihat dari seberapa income yang orang itu punya. Tapi ada faktor lain setidaknya menurut gue bahwa seseorang itu bisa dibilang sejahtera, yaitu emotional intelligence and environment.
Orang yang memiliki lingkungan yang bagus, bisa berkembang dan berproses dengan baik di lingkungan tersebut berkat beberapa faktor dukungan, biasanya akan otomatis memiliki kecerdasan emosional yang bagus juga.
Kemudian, kenapa semua berawal dari angka? Karena environment yang baik dan memiliki lingkungan tumbuh untuk mencapai emotional intelligence yang baik pula somehow membutuhkan itu.
Oke, beberapa bulan gue kenal dengan Nare, with some unfortunate series of their families, dia mencoba mengejar environment yang dia mau di masa depan. Salah satu caranya dengan mengejar pendidikan.
"Kenapa kamu ngejar ini banget?" Gue tiba-tiba memotong keheningan.
"Posisiku di sini stuck, lingkunganku juga stuck, bahkan income ku juga stuck. I feel trapped and I think the only way to get back to square one is through the education." Nare merespon pertanyaan gue.
"Tapi apa relevansinya? Kenapa gak pindah aja dan mencari lingkungan baru, gak perlu melalui jalur yang ini kan? Aku punya lingkungan yang gak mengejar dan mereka seperti mencukupi kesejahteraannya." Gue membalas.
"Iya, aku ngerti maksud kamu, finding prosperity doesn't have to be this way, kan? It's just.. the way of live shouldn't be like this. Kamu gak capek ngejar ini terus?" Gue merespon.
"It may take sometime to process kalau kamu gak S2, kamu bisa cari tempat lain yang mendukung ini? Atau semua konstruksi sosial emang mengharuskan kamu melanjutkan S2 supaya prosperity yang kamu incar itu bisa tergapai?" Gue menambahkan
"Iya, tapi gimana? Aku pun juga gak begitu nyaman dengan proses perjalanan ini. Kondisi ku sudah cukup baik, tapi aku rasa kurang cukup untuk jangka panjang. Kemampuan sosial dan finansialku secara jangka panjang tidak memadai. Semua rasanya terhenti, ya begini-begini aja; living on my own mediocrity." Nare bergumam.
"..."
"Dan aku gaakan mau, jikalau aku punya di masa depan, penerusku nanti living this way too.. of being overly stupid to have the urgency to grind on life."
"Maksudnya?", Gue bergumam.
"We should be living at a level where mediocrity is not mediocrity if we have already settled. Kasarnya, ya gak usah ngoyoh-ngoyoh dalam hidup, nikmatin ajalah. Tapi untuk berada di level ini kan harus punya safety net.", Nare menghela nafas.
"Safety net gaakan kebentuk kalau gaada prosperity. Kalau orangtua-mu medioker, safety net macam apa yang bakal kamu punya. As a future parents, you need to grind hard to be on that position"
"Jadi kalau udah di posisi itu, anak-anakku nanti gausah ngoyoh-ngoyoh. Carpe diem, lah!"
Setelah menyeruput kopinya, Nare melanjutkan omongannya, "Aku tau, rasanya capek. It looks like we're just surviving, not living. And I am aware of that".
***
Beberapa bulan sudah gue lewati, beberapa project sudah gue selesaikan. Kebiasaan baru di perusahaan baru gue ini membuat gue harus mondar-mandir airport. Commute dari pulau ke pulau, meskipun kalau di rata-rata hanya seringnya ke daerah Jawa Timur dan Bali saja.
Satu waktu, gue butuh laptopan di daerah Semanggi, kedai kopi waralaba berapron hijaulah top-of-mind gue waktu itu. Gue suka tempat ini, meeting tablenya besar dan panjang, toiletnya cuma 5 langkah buat gue yang selalu beser. Udaranya juga gak terlalu dingin dibanding cabang yang lain. Paling penting, ini reachable dengan MRT.
Sembari menyeruput kopi, gue menghitung hari. Enam bulan yang lalu, nyokap gue dirawat di sini.
Tepat 6 bulan yang lalu juga, gue duduk di kedai kopi ini, persisnya di meeting table tempat gue biasa bekerja remote sembari menunggu nyokap di rumah sakit.
Ini kali ketiga gue berkunjung melanjutkan rutinitas gue laptopan di malam hari, bosan dengan kedai kopi dekat rumah, mencoba suasana baru lagi dengan mampir kembali ke rumah sakit ini. Sesekali menatap pemandangan luar kedai, gak buruk-buruk amat: Simpang Susun Semanggi.
Sudah kali ketiga pula gue mencoba mengamati sekitar di tengah-tengah aktivitas gue laptopan, apakah ada seseorang duduk di meeting table dengan Asian Dolce Latte andalannya.
0 notes
ranuenxu · 10 months
Text
HOW WE ... series in collab with ann.
Tumblr media
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ— HOW WE … ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ— in collab with ann.
ㅤㅤPetang menyapa, memamerkan warna keemasannya yang menawan dan memikat. Bak pagi buta, pegulat dunia malam mulai bersiap dengan kegiatan mereka masing-masing. Begitu juga denganku.
ㅤㅤSama seperti satu tahun yang lalu, dua kakiku berdiri di depan bar dan kasino yang sama dengan tempatku bertemu wanita mengagumkan—yang sama pula—yang kubuatkan janji khusus di sabtu malam ini, setelah genap satu bulan statusku berubah menjadi the so called "Ann's Right Hand."
ㅤㅤTelah tiba satu jam sebelum jadwal janji temu, kutanggalkan jas sewarna abu yang membalutku dan melonggarkan dasi yang melingkar di leher. Memulai kegiatan dengan menggulung lengan kemeja, kugunakan apron sebagai formalitas sebelum kuabaikan sekitarku dan tak menggubris tamu-tamu yang memanggil—karena mengira aku salah satu bartendernya. Dua tanganku sibuk dengan kudapan manis yang tengah kubuat. Hari ini tamu untukku hanya akan ada satu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ— ɬɛཞıŋ —
ㅤㅤ"Mascetti, please." Sayup terdengar ditengah ramainya aktifias bar malam ini, seorang gadis kemudian duduk tak jauh dari posisiku berkutat dengan beberapa kudapan di balik meja. Suasana bar yang ramai mengentalkan rasa akhir pekan. Semakin terlihat kalau akhir dari akhir pekan memang hari produktifnya industri malam seperti ini, kan?
ㅤㅤMenoleh dan bergegas menghampiri nona cantik di meja bar, kudekatkan telingaku padanya untuk memastikan pendengaranku masih berfungsi dengan baik. Benar, Mascetti di ujung rak bar kamilah yang mencuri perhatiannya.
ㅤㅤDengan cekatan kuraih sebotol Mascetti di ujung rak dan bersiap menyajikannya untuk sang nona. Memilih pinot noir* untuk digenggam sang nona, agaknya sweet wine satu ini untuk memani harinya yang melelahkan.
ㅤㅤKuletakkan gelas cantik dengan kaki bawah nan lebar ini di hadapan sang nona. Berdiri bersebrangan dengan meja bar membatasi, kubuka botol wine di tangan dan menuangkannya langsung ke tengah gelas secukupnya. Ya, mau tidak mau aku harus menjaga rasa manis khas Mascetti ini agar tak mengecewakan sang nona bukan?
ㅤㅤLamat-lamat kuperhatikan paras ayu yang disembunyikan di balik minimnya pencahayaan itu. Sorot matanya yang tajam, rahang tegas yang justru menambah kesan manis pada wajahnya, serta surai kecokelatan sepunggungnya yang terurai.
ㅤㅤJemari lentiknya terasa kosong karena tak ada perhiasan yang menghiasi. Hanya sebuah jam tangan kecil dengan harga fantasis yang terlihat. Sadar yang kuperhatikan balas memperhatikan, kusuguhkan senyum terbaikku bak pendosa tak tahu malu. Menenggaknya habis sesaat setelah kusodorkan gelasnya, sang nona masih menatapku lekat. Menahanku dengan jemari lentiknya tepat sebelum aku hendak beralih melayani tamu lainnya di sisi lain meja bar.
ㅤㅤ"Ini hari pertama dan kali pertama, kan?" tanyanya.
ㅤㅤTerkejut? Jelas.
ㅤㅤ"Nona pasti sudah sering kemari sampai mengenali pegawai baru seperti saya, ya?" Senyum manis kuulas tatkala rasa tertarikku menggoda nona ini jadi meninggi karena tingkah dan responnya.
ㅤㅤ"Baru?" tanyanya tak juga melepas manik hitamnya dariku.
ㅤㅤAku pun mengangguk, meraih kudapan manis yang sempat kubuat sebelumnya di balik meja bar dan menyuguhkannya untuk sang nona. Satu alisnya terangkat dengan raut penuh tanya kemudian.
ㅤㅤ"Free," kataku lalu meraih jemarinya lancang tuk sekadar mengecup punggung tangannya. Aku pun tesenyum dan berlalu setelahnya. Ah, Berurusan dengan kepala yang bersembunyi memang harus semulus itu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ— ɬɛཞıŋ —
ㅤㅤMemastikan meja bar dan tempat sekitarnya tak begitu ramai, kuperiksa tiap inci dan detail kecil dari tempat yang akan disinggahi sang nona malam ini. Segala macam titah dan tanya kulontarkan demi memastikan semua akan berjalan dengan baik. Pasalnya, ada rasa janggal dalam benakku. Seperti ada yang terlewat tanpa sepengetahuanku.
ㅤㅤKala itu adalah hari pertamaku bekerja di sebuah bar setelah memutuskan mengabaikan organisasi. Miskin dan tak ada tujuan untuk lari atau bersembunyi, bar ini kupilih secara acak. Rupanya keberuntungan berpihak padaku dulu. Lalu pertemuan tak disengaja itu pun terjadi.
ㅤㅤAku mulai bekerja seperti orang normal di sini dan meminta Nue untuk tutup mulut. Terlebih, Nue pasti dipasangkan banyak mata. Mulai dari mengganti semua device, sampai ke semua hal tentangku, bahkan Nue sekali pun harus diam-diam mencari lokasiku dulu baru bisa bersua dan bertukar informasi.
ㅤㅤKalau dulu, Nue pasti protes saat tahu jumlah pengeluarkanku setelah menghabiskan malam dengan gadis yang tak pernah kuberitahukan identitas aslinya ini. Seakan paham kalau mencari tahu tanpa izinku akan jadi pisau bermata dua untuknya, Nue hanya diam. Seperti sebatas tahu kalau gadis itu pasti bukan gadis biasa. Rega alias Terin yang lama jadi pemain andal ini mana mungkin menjaga hubungan dengan satu gadis saja dalam waktu lebih dari tiga bulan, pikir Nue.
ㅤㅤSembunyi di balik identitas gadis pemabuk penyuka anggur adalah caranya. Pada hari pertama kami bertemu di bar ini pun aku sudah tahu kalau nona yang kulayani sebagai tamu pertamaku adalah pemiliknya. Jangan tanya dari mana. Aku selalu punya rekam jejak lawan transaksiku secara rinci. Nona ini pernah menaiki perahu yang sama denganku saat aku sedang di tengah misi. Meski hanya secara tak sengaja mengetahui identitasnya, aku tetap jadi tahu. Singkatnya, aku mengenalnya jauh sebelum ia menyadari dengan siapa sebenarnya ia berbicara. Apalagi wanita bernama GD Ann tengah sibuk bertahan di kakinya sendiri waktu itu.
ㅤㅤSebenarnya kami tidak jauh berbeda bukan?
ㅤㅤIsi kepalaku tak kalah ramai dengan pengunjung bar malam ini. Hiruk pikuknya pun saling bersautan memenuhi tiap cabang dari pikiranku. Kacau. Sampai suara yang jelas tak asing di telinga terdengar setelahnya.
ㅤㅤ"Mascetti, please."
ㅤㅤBenar, dia datang. Tentu saja untuk minuman yang sama dan cara yang sama pula seperti hari-harinya dengan ratusan gelas Mascetti yang pernah kutuangkan dulu. Simpul manisnya sedikit mengejek seperti tahu aku akan mengabaikan yang lain dan memaku atensi padanya.
ㅤㅤ"Datang lebih awal, Nona?" tanyaku lalu mengulas senyum terbaikku, menyuguhkannya paras rupawan yang kumiliki. Sang nona mengangguk semangat.
ㅤㅤMasih seperti hari-hari yang telah berlalu, kuberikan pinot noir tuk digenggamnya dengan rasa serta aroma manis nan unik khas anggur kesukaannya ini.
ㅤㅤ"Nostalgia, eum? Begini caramu bertransaksi denganku malam ini, Tuan Rega?" tanyanya mengetukkan ujung jemarinya ke kaki gelas di hadapannya.
ㅤㅤ"Ruangan VIP tidak menjamin kenyamananmu, Nona. Cuma kebebasan dan hiruk pikuk yang seperti ini yang bisa menyembunyikanmu, kan?" sahutku lalu menyuguhkan kudapan yang sempat menyibukkanku tadi.
ㅤㅤ"You know me too well, didn't you?"
ㅤㅤMendekatkan wajahku ke arahnya, bilah bibirku kini telah bersebalahan dengan telinganya. Pandanganku mengedar mencari kilau timah pahatan dan sarunya senjata api yang sedari tadi tercium oleh hidungku. "Kalau di ruangan VIP, pion-pion bersenjata murahan itu tak akan mampu menjangkauku, My Lady," bisikku.
ㅤㅤLagi, senyum manisnya lagi. Sungguh, tak ada yang tak manis kalau tentang nona satu ini. "Ambil satu gelas lagi dan temani aku minum malam ini," titahnya menangkup wajahku lembut. Tentu saja, tak mungkin tak kuindahkan.
ㅤㅤ"As your wish, My Lady," sahutku lalu berbalik. Yang jelas, bukan anggur yang kuambil.
ㅤㅤ"Menemui dan memintaku secara langsung, mengundangku bernostalgia, menyuguhkan Mascetti kesukaanku dengan baik, bahkan membuatkan kudapan khusus ini secara langsung hanya untuk uluran tanganku ... bagusnya kamu yang meminta, kalau orang lain pasti kutolak," ocehnya memainkan gelas dalam genggam sebelum melempar senyum miringnya padaku.
ㅤㅤ"Can't I ask for another saturdate?" tambahnya lalu kubalas dengan tawa ringan.
ㅤㅤAku mengangguk lembut, memintanya menyambut uluran tanganku, dan mengecup punggung tangannya tepat setelah disambutnya. Sedikit memberi jarak, tanganku kini sudah meraih revolver dari dalam saku vest yang kukenakan dan memasangkan peredamnya dengan santai. "Apa Nona tahu, ada berapa tikus diantara ... ah, hahahah- hanya hanya bawa lima pion rupanya."
ㅤㅤ"Tiga belas- maksudmu?"
ㅤㅤ"Perlu bantuan? Kebetulan saya kurang suka tikus juga," ucapku lalu mengokang revolver di tangan dan menunjuk arah yang kumaksud tanpa menolehnya lagi. "Nona ini masih saja seceroboh itu, ya."
ㅤㅤ"Bisa saja mereka kusuruh berpura-pura, kan?"
ㅤㅤ"Didn't I tell you that I have something special for this saturdate?"
ㅤㅤMemangkas jarak dengan bersandar ke meja bar, kuraih sebagian surai hitam terurainya dengan tanganku yang lain dan membaui serta mengecupnya. Aroma buah yang manis dan segar khasnya menyapa melengkapi lembut surai hitam sang nona di tanganku.
ㅤㅤKuletakkan tangan dengan revolverku pada bahu Nona Ann. Mengarah ke mana saja yang kumau, timah di dalamnya sudah siap tempur. Dengan senyum nan manis, lepas sudah peluru pertamaku hari ini, bersih, tanpa suara. Mabuk, jatuh, tak sadarkan diri, lalu dibopong keluar dari bar karenanya adalah hal biasa bukan?
ㅤㅤTak banyak percakapan diantara kami setelahnya. Tangan dan tubuh kami tahu harus bagaimana.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ— tbc. #ɬɛཞıŋ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ— my lady, Ann.
1 note · View note
sharlinalisadiqin · 11 months
Text
Sebuah Adegan
Wanita purba memegang rahimnya yang mengembang sambil menggigil di gua. Api kecil di depannya menyala kecil menjadi bara api kecil. Suaminya berada di luar gua mengumpulkan kayu. Dia bisa mendengar guntur langit bergerak di ufuk barat. Ini akan segera menyerbu, dia tahu. Dimana suaminya? Dia menggigil dan mulai menangis. Bahan makanan di gua hampir habis. Suaminya harus berburu untuk mereka berdua.
Setelah berjam-jam menggigil, suaminya kembali dengan tangan kosong. Dia melihat wajahnya dan melihat keputusasaan. Bayi di dalam rahimnya menendang bersama dengan gemuruh dari rasa laparnya. Suaminya duduk di dekat bara api yang menyala dan mulai menangis.
"Kenapa dia menangis?" Dia berpikir dalam hati, "Dia bukan orang yang melahirkan anak?"
Pria itu menatapnya dan berbicara.
"Serigala ada di luar gua," katanya, melihat bara api yang meredup di perapian. "Sakit jika harus menunggu sampai pagi"
Wanita itu tahu bahwa serigala akan masuk ke gua mereka jika api padam. Dia tahu bahwa serigala akan memakan mereka berdua sebelum pagi. Dia menatap suaminya dan ingin memukulnya. Dia ingin menghancurkan wajahnya dengan tinjunya. Mengapa dia menghamilinya jika dia tidak akan melindungi mereka berdua?
Suaminya menggelengkan kepalanya dan menangis. Dia tahu bahwa dia sendirian dan ini membuatnya ketakutan. Dia mengutuk kelemahannya sebelum memukul wajahnya dengan marah. Suaminya membiarkan dia memukulnya karena dia tahu jauh di lubuk hatinya dia telah mengecewakan mereka.
0 notes
dianyunipratiwi · 1 year
Text
Tiga Budaya Korea yang Perlu Kita Tiru
Tumblr media
Hallo! Apa Kabar?
Semoga hati dan tubuh kita dalam keadaan sehat semuanya. Kali ini, aku mau sharing tentang 3 kebiasaan masyarakat Korea yang perlu kita tiru. Mengapa 3 kebiasaan ini yang aku pilih? Alasannya karena aku terkagum-kagum ketika melihat penampakan ini. Namun, kalau dipikirkan lebih dalam lagi, sebenarnya kebiasaan ini itu sudah dianjurkan juga dalam Islam. Apa saja 3 kebiasaan itu?
Budaya Palli-palli dan kerja keras
Pada zaman dulu, Korea pernah dijajah oleh bangsa Jepang (sama seperti kita ya). Hal ini membuat mereka bekerja keras dan berupaya untuk lebih unggul agar tidak lagi mengalami penjajahan. Bagi mereka tidak ada kata besok dan tidak menunda pekerjaan jika hal itu bisa dikerjakan sekarang. Ketika diberikan tugas, mereka bisa menyelesaikan dengan waktu yang cepat. Contohnya seperti ketika professor aku meminta salah satu teman untuk membuat poster yang akan diikutkan di konferensi secara mendadak yang harus jadi hari itu. Saat itu, aku berpikir tugas tersebut adalah hall yang sulit karena mendesain poster bukanlah suatu yang mudah. Namun ternyata, hanya dalam waktu 2-3 jam saja, poster itu sudah selesai dan siap dibawa ke konferensi keesokkan harinya. Tidak hanya dalam tugas atau pekerjaan saja yang cepat, tetapi kebiasaan ini juga berdampak pada cara berjalan mereka. Kalau dilihat sekilas, cara berjalan mereka seperti santai saja. Namun, coba saja berjalan beriringan dan mengikuti pace mereka, dijamin bakal ngerasa ngos-ngosan.
Mereka juga sangat tepat waktu. Contohnya seperti waktu keberangkatan bus antar daerah atau kereta cepat. Jika di tiket tertera pukul 19.10, maka mereka akan berangkat tepat pada pukul 19.10. Tepat setepatnya hingga ke menit. Jikalau pun ada keterlambatan, mereka akan memberikan info perkiraan keberangkatan dari beberapa menit sebelumnya dan itupun juga tepat. Budaya ini menurutku perlu kita tiru karena akan berdampak pada keefisienan waktu dan produktivitas kinerja kita.
Nah, kalau diperhatikan lagi sebetulnya anjuran bekerja keras dan tidak menunda sudah ada diajaran agama Islam. Salah satunya ada pada ayat Al Insyirah ayat 7:
"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain," (Al Insyirah: 7).
2. Memberikan sesuatu kepada orang yang lebih tua dengan dua tangan
Suatu hari teman kelasku yang sangat jauh lebih muda membagikan resume artikel kepadaku dengan menggunakan dua tangan. Waktu diperlakukan seperti itu, ada rasa berbeda yang sulit untuk aku tuliskan (ini bukan tentang cinta ya). Ternyata orang-orang di Korea sejak kecil sudah diajarkan ketika menerima atau memberi barang kepada orang (terutama orang tua atau yang lebih tua) dengan menggunakan dua tangan, bukan hanya satu. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat. Ini benar sekali. Perasaan kita akan sangat berbeda, baik ketika menerima atau memberikan barang dengan dua tangan. Budaya ini bisa kita tiru sebagai penerapan dari Surat Al Isra ayat 23 tentang penting berbuat baik kepada orang tua.
"Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu." (Al-Isra: 23)
3. Tidak duduk di tempat yang bertanda lansi/hamil/penyandang cacat
Suatu ketika, aku pernah naik subway yang sedikit penuh. Namun, kursi-kursi di bagian wanita hamil/lansia/dan penyadang cacat masih kosong. Waktu itu, aku gak sedikit heran ketika orang-orang memilih tetap berdiri, sementara masih ada kursi yang kosong. Lalu, naiklah sepasang lansia dan barulah mereka duduk di kursi kosong itu. Lama kuperhatikan, begitu terus setiap ada yang naik, tidak ada yang duduk di kursi untuk para lansia/wanita hamil/cacat jika mereka bukan dari salah satu mereka. Hal ini patut ditiru agar benar-benar memudahkan dan menyediakan tempat yang lega untuk para lansia, wanita hamil, dan penyandang cacat.
0 notes