#Java Rockingland 2011
Explore tagged Tumblr posts
Text
Single terbaru Pure Saturday
Agak mengkaget ya wkt launching tgl 4 itu, PS luncurin single terbaru wow! Ternyata album Grey aja aku hanya mengikuti beberapa lagu aja. Langsung lah ceki2 ke spotify.. Sekali denger aja langsung "khas" nya PS ya terasa bgt, ada yg blg petikan gitarnya itu PS bgt. Easy listening, cocok didengerin dlm suasana tenang gt, kmarin pengantar tidur siangnya ini si Fleeting Away on repeat. Sukaaaaa haaaaa~ vibe nya lagu2 PS yg dulu, plis tetep bertahan seperti itu. Jgn jadi musik kekinian haha
Nemuin beberapa riviu dan komen2 tentang single ini. Biarkan yg mengerti yg berkomentar takut disangkain si paling asik selera musiknya. Ups~


Baca riviu dari web pophariini ternyata lagunya deep juga yah, belom begitu memahami liriknya krn di spotify belom ada liriknya wkwk, si kuping ini belom cukup jago dengerin lagu berlirik bhs enggres, pronounce nya tak terdengar laa~. Iya itu liriknya beneran cem permasalahan usia dewasa tentang penerimaan segala yg terjadi dalam kehidupan. Bitter truth yah.. Sulit bgt buat nerima sesuatu itu apalagi "menelan pil pahit" hiks. Ya gpp lah kita nikmati lagunya saja~
Btw, udah lama jg ngga nonton live nya PS. Gapernah kebetulan main di festival2 apa gt. Dulu mah nonton PS secara gratisan dah sering circa 2012-2014. Kayanya pertama kali nonton PS live itu waktu di Java Rockingland 2011 (festival musik di Jkt, dulu tiap taun ada nih, keknya dulu the biggest yah. Tp skrg hilang gaungnya. Sad!) nontonin beberapa lagu doang, karena banyaaaak bgt stage nya sampe bingung kesana kemari mau nonton yg mana. Setelahnya di bdg terus2an deh nyari gigsnya mereka, sempet foto bareng dan kesengsem bgt sama kang Iyo (vocalistnya) duh fotonya kmn yah wkwk. Terakhir jumpa kang Iyo wkt di Keuken 2022 (festival kuliner) ada di belakang kita (aku dan @sagarmatha13) sempet ngerengek pgn foto bareng tp malu, suami dah nawarin padahal hahaha kocaaggg maluuuwww cenah. Berkat gengsi akhirnya ya kaga jadeee weww ah.
Kalo terakhir nonton manggung waktu di Eiger Sumatra thn 2016 diajak suami (dulu msh pacar), karena mau reunian sama geng Eiger camp nya (apasih nama eventnya, Eiger Mountain Jungle Course? Haha maap lupa). Yaudah ditemenin krn ada PS manggung jg.. Happy bgt karena dah lama ngga nonton mreka manggung sampe singalong n zoget2 didepan pacar yg hanya bisa nonton sekalem dan seminim gerakan mungkin.. Begitulah dirinya~
Next mau singalong live sama PS bawain single terbarunya plis!
3 notes
·
View notes
Video
youtube
The Cranberries performs "Linger" live at Java Rockingland 2011 (HD)
0 notes
Text
Java Rockingland 2011 Day 2: Aksi Musisi Dekade 70 hingga 90-an

Teks: Rahmat Arham
Foto: Marnala Eros
Aroma Bandung tercium jelas ketika melihat line-up Java Rockin’ Land (JRL) 2011 hari kedua tepatnya Sabtu 23 Juli 2011. Sekitar tujuh band dari kota tersebut akan main diantaranya Sarasvati, Jasad, Themilo, Cokelat, Angsa & Serigala, Burgerkill, dan Pure Saturday. Tak seperti hari pertama dimana hanya sekitar empat band yang berhasil menjadi line-up JRL tahun ini. Menarik dicermati juga bahwa rata-rata mereka bermain di stage yang sama yaitu Propaganda Stage dengan perbedaan waktu yang tidak terlalu mepet. Disamping itu hari kedua ini juga dipenuhi musisi dekade 70 hinga 90-an diantaranya God Bless, Power Slaves, Jasad, Ed Kowalczyk of Live, Pure Saturday, Power Metal dan The Cranberries.
Kali ini dibuka di Propaganda Stage. Mayoritas stage ini berisi band De Majors Record. Hit The Road Jack dari Leonardo menjadi perjumpaan awal di JRL. Sebuah lagu daur ulang dari Ray Charles yang mulai direkam tahun 1960. Sedikit catatan bahwa lagu ini telah menjadi langganan terhitung tiga kali saya menonton dan tiga kali pula lagu ini dibawakan Leonardo bersama band-nya, Susan Agiwitanto (Bass), Dharmo Soedirman (Hammond), Agustinus Panji Mardika (Trompet), Andreas Pardede (Trombone), Christo Putra (Drum). Cukup terik matahari menyengat di Propaganda Stage siang itu apalagi berbatasan dengan bibir pantai, bisa diredakan saat A Sad Man Belongs In Corner dinyanyikan dengan format akustik. Selanjutnya Wondrous Sky, Insecure dan Midnight Hooray menjadi pelengkap Leonardo yang diambil dari album pertamanya. ‘Sedikit bocoran bahwa format album kedua gue nanti musiknya akan seperti yang kalian saksikan sekarang ini’ kilah Leonardo.
Bergeser ke Stage Segarra yang juga masih berbatasan dengan bibir pantai namun di stage ini ada perbedaan dibanding Propaganda Stage. Di Segarra Stage penonton lebih nyaman untuk duduk karena beralaskan rumput dibandingkan Propaganda Stage yang beralaskan pasir pantai. Penempatan Ray D’Sky sebagai pembuka line-up di Segarra Stage tepat. Bisa lebih santai menikmati sore ketika berada di pantai ditemani Ray D’Sky dengan lantunan No Woman No Cry , lagu lama dari Bob Marley menjadi utopis yang ideal. Meskipun tanpa sang basis, Bongki dikarenakan terjebak macet, tak mengurangi antusias penonton yang terus berdatangan menikmati alunan sore bersama mereka saat Sebelum Kau Bosan dan Harus Dari Sini dinyanyikan.
Ray D’Sky masih menyuguhkan performanya di Segarra Stage, saya kembali ke Propaganda Stage untuk menyaksikan line-up pertama JRL dari Bandung, Sarasvati. Tidak begitu lama menunggu persiapan mereka karena ketika sampai para personilnya sudah berada diatas panggung. Namun ada satu keganjilan yang terasa bahkan penonton yang ada disitu pun merasa hingga bertanya-tanya. Bahwa hingga tiga lagu frontman Sarasvati, Risa Saraswati tak kunjung datang. Kegetiran maupun pertanyaan itu pun mereda tatkala Question selesai dilantukan, suara serak dan wajah yang dikenali muncul dari belakang panggung. ‘Selamat sore semuanya’ singkatnya. ‘Jika saya diijinkan untuk berbicara lebih banyak maka saya akan berbicara lebih banyak lagi’ Ungkapan itu pun dilanjutkan dengan Fighting Club. Meski suara serak diakibatkan batuk yang bersarang hingga suaranya tiba-tiba hilang ketika ingin mencapai nada tinggi namun tak terasa mengganggu bagi penonton. Risa selalu saja memuat pembahasan yang diselingkan saat lagu berakhir apakah itu sentilan untuk membuat penonton tertawa maupun pembahasan di luar akal manusia pada umumnya. ‘Jangan salah lho sore itu intensitasnya tinggi’ kilah Risa pada di salah satu sentilannya mengenai dunia yang berbeda dari manusia pada umumnya.
Perjalanan lagu lawas dari Almarhum Franky Sahilatua dinyanyikan secara akapela pada awalnya yang mengajak penonton untuk menyanyi bersama ditengah desiran angin pantai yang sedang menuju magrhib. Cerita, itulah yang diberikan Risa Saraswati sebelum dua lagu penutupnya bersama Sarasvati. Pada lagu Bilur dia menceritakan ‘Ini tentang Mae, seorang musisi tradisional sunda yang penyebab kematiaannya tidak diketahui oleh khalayak dan saya sengaja mengosongkan bagian terakhir lagu ini untuk diisi lirik sunda yang dinyanyikan oleh Ambu Idawati. Karena ketertarikan pada budaya sunda yang merupakan suku asli saya maka saya membuat laug ini’. Cerita mistis ini cukup membuat penonton terbawa saat lagu dibawakan hingga masuk bagian lirik sunda munculah replika makhluk halus atau biasa disebut jurig dalam bahasa sunda. Terhenyak, itulah yang dirasakan penonton yang baru pertama kali melihat penampilan Sarasvati bahwa pendukung panggung mereka adalah jurig. Sementara kejutan pada lagu penutup, Story of Peter muncul sosok Ibu Peter dari belakang penonton menggunakan gaun warna ungu, dengan fisik blesteran menghampiri penonton dan membuat terhenyak (lagi) saat lagu masih dibawakan.
Menyaingi horor Sarasvati di J.U.M.P Stage ada Kelelawar Malam, band horror-punk dari Jakarta dengan atribut pocong yang berada diatas panggung. Suzzannakenstein adalah lagu yang saya dengarkan saat menghampiri stage tersebut. ‘Malam ini adalah malam Minggu tapi bagi kami yang ada hanya malam Jum’at kliwon’ungkap Sayiba Von Mencekam, vokal sekaligus gitaris. Berikutnya mereka memanggil Doddy ‘Komunal’ untuk berkolaborasi bersama di lagu Ratu Kegelapan. Segan, itulah kata yang selalu dipakai oleh kedua band ini, Komunal dan Kelelawar Malam dalam setiap pembicaraan ketika jeda lagu. Mereka menutup dengan lagu yang sudah dikenal bagi penikmatnya Bangkit Dari Kubur.

Berikutnya pukul 18:20 Gudang Garam (GG) Intermusic Stage dibuka dengan God Bless. Band rock yang mencapai kejayaannya pada dasawarsa 70-an hingga akhirnya menjadi pembuka Deep Purple di Jakarta pada tahun 1975 ini akhirnya menyapa JRL. Telah merilis enam album bisa dikorelasikan dengan penikmat mereka adalah angkatan 70-an hingga 90-an pada umumnya yang berada di garda terdepan venue. Lima orang diatas panggung ini bisa disebut menolak tua. Sekitar 10 lagu lebih pun masih bisa dibawakan oleh mereka diantarnya NATO, Menjilat Matahari. Salah satu lagu yang menyedot perhatian penonton untuk bernyanyi adalah Rumah Kita, lagu yang pernah masuk pada kompilasi Attribute To Ian Antono pada tahun 2004 ini membuat penonton yang banyaknya hingga menyentuh area Simpati Stage bernyanyi bersama. Bahwa Ahmad Albar (Vokal), Ian Antono (Gitar), Donny Fattah (Bass), Yaya Moektio (Drums dan )Abadi Soesman (Keyoboard) masih mempunyai enerji yang sama dengan masa ke-emasan mereka. Apalagi Ahmad Albar masih sering berlari-larian mengelilingi panggung untuk menghampiri penonton sekedar mengajak bernyanyi. Tak kalah menarik juga adalah ketika mereka membawakan lagu dari album Semut Hitam, Kehidupan penonton seakan sudah tau bahwa lagu ini pasti akan dibawakan oleh mereka.
Kemudian Panggung Sandiwara lagu yang pernah dibawakan ulang juga oleh Nicky Astria dan Sheila On 7 di album kompilasi Attribute To Ian Antono. ‘Ada lagu yang tidak pernah kami bawakan sejak tahun 1983’ ungkap Ahmad Albar sebelum melanjutkan lagu tersebut ke Cermin. Hanya sedikit mungkin orang yang tau lagu ini, bisa dikatakan yang mengetahui lagu ini adalah angkatan 80-an. Saya mencermati ketika sepasang suami istri dengan kisaran umur 50 tahun keatas masih menyanyikan dengan lantang lagu ini. Sebelum mereka menutup, ada penampilan Leak (Kesenian Bali) yang diiringi oleh Abadi Soesman. Memang malam itu Abadi Soesman, yang juga mantan personil Guruh Gipsy seringkali melakukan solo keyboard hingga ia dijuluki musisi serba bisa, selanjutnya ditutup dengan Semut Hitam.
Selepas God Bless dengan rock-nya saya menuju ke Tebs Stage dimana disana telah ada salah satu band Bandung yang berasal dari Ujung Berung. ‘Kami sebenarnya baru bermain dengan kostum yang berbeda-beda tapi tidak apa-apa perbedaan itu merupakan ciri Bhinneka Tunggal Ika’ sambut Man Jasad (vokalis). Jemput Ajal Cari Mati dan Precious Moment To Die merupakan dua lagu yang mereka hadirkan. Cukup banyak penonton yang menyaksikan band legendary Death Metal ini bahkan di depan pun ada beberapa orang yang membentuk mosh pit. Namun secara bersamaan Kensington dan Themilo pun hadir di BNI Stage serta Propaganda Stage, saya menghampiri mereka namun hanya tersisa beberapa lagu. Ketika memasuki BNI Stage, Kensington telah memainkan lagu terakhirnya I Was Too Scared. Band asal Utrecht, Belanda mengambil nama mirip dengan sebuah daerah bagian London entah itu ada faktor kesengajaan atau tidak. Lanjut ke Propaganda Stage disana telah mengalun Daun dan Ranting Menuju Surga. ‘Ya, Ini lagu terkahir kami terimakasih kepada kalian yang telah menonton Themilo, terimakasih kepada De Majors juga yang sudah mengizinkan kami bermain di Propaganda Stage ini’ tutup Aji Gergaji (vokal) sebelum membawakan For All The Dreams That Wings Could Fly yang diambil dari album terbaru mereka, Photograph. Cukup disayangkan sebenarnya melewatkan band ini karena di album terbaru Themilo tergambar sangat jelas bahwa konsep kedewasaan bermusik mereka semakin terlihat jelas apalagi album terbaru mereka ini mengambil jeda waktu selama 7 tahun dari album pertama mereka, Let Me Begin.
Secepatnya menuju Simpati Stage karena disana ada Young The Giant, band Indie-Rock Amerika asal Irvine, California. Tercatat tiga lagu yang sempat disimak yaitu String, God Made Man, St. Walker yang semuanya diambil dari album perdana mereka. Menunggu pukul 20:30 untuk melihat penampilan mantan personil Live yaitu Ed Kowalczyk dimana ia menambahkan of Live sebagai embel namanya bahwa dia adalah mantan personil Live dan tetap bermusik setelah dia dikeluarkan kemudian mengeluarkan album perdananya Alive. Mungkin sebagai isyarat kepada pendengarnya bahwa Ed Kowalcyk itu masih ada, saat memulai pertunjukannya di GG Intermusic Stage ia membawakan lagu dari Live, All Over You mengangkat kembali nostalgia penonton kepada Live. Kemudian lagu yang diambil dari album perdananya yang dirilis pada tahun 2010, The Great Beyond serta Drink (Everlating Love). Ketertarikan menyaksikan G-Pluck lebih besar dari pada menyaksikan Ed Kowalczyk maka saya berpindah ke Segarra Stage dimana telah dipenuhi oleh para Beatles Mania yang tak sabar ingin bernostalgia bersama lagu The Beatles meskipun dibawakan oleh G-Pluck Beatles yang jika di Bahasa Indonesia kan Jiplak Beatles. Personila mereka adalah Awan Garnida(Vokal dan Bass), Adnan Sigit (Vokal dan Rhythm Guitar), Wawan HID (Vokal dan Lead Guitar), dan Beni Pratama (Vokal dan Drum).

Pencapaian G-Pluck adalah telah menghibur penggemar The Beatles yang berada di Liverpool dimana notabene-nya The Beatles berasal pada tahun 2008. ‘Selamat Malam. Kami tidak membawa song list jadi silahkan request lagu yang kalian inginkan. Untuk pertama kami buka dengan Twist and Shout’ ungkap Awan. Riuh tepuk tangan sangat terasa apalagi penonoton yang berada disitu mengikuti nada serta melodi yang memang G-Pluck mengikuti kord The Beatles tersebut tanpa merubahnya. Seringkali Awan mendeskripsikan tentang lagu yang ingin mereka bawakan misalnya sebelum membawakan Yesterday dia menceritakan bahwa lagu ini diciptakan oleh Paul McCartney yang mana posisi tersebut diisi oleh Awan sendiri bila bersama G-Pluck. Sepuluh lagu lebih G-Pluck bawakan diantaranya Day Tripper, Come Together, I Saw Her Standing There, O-Bladi O-Blada. Tak ayal penonton merasa nyaman dengan penampilan mereka hingga akhirnya G-Pluck menutup perjumpaan mereka dengan I Want Hold Your Hand. Lagu ini pun sekaligus membuat orang bernyanyi sekencang-kencangnya menandakan bahwa The Beatles itu everlasting dan cocok di segala umur untuk dinyanyikan.
Sebelum melihat penampilan terkahir di GG Intermusic Stage yang telah diisi ribuan penonton dan ingin menyaksikan penampilan Dolores dan kawan-kawan saya menyempatkan diri untuk melihat penampilan band asal Bandung lagi di Propaganda Stage. Sepi, itulah yang tergambar ketika mereka berada diatas panggung dan itu sangat wajar mengingat massa JRL 2011 telah tersedot untuk menantikan The Cranberries. Namun catatan penting bagi Angsa & Serigala bahwa penampilan mereka tersebut cukup memukau. Hanya menyimak dan menyaksikan satu lagu, Detik dan Waktu cukup untuk menggambarkan bahwa mereka tidak salah berada di Propaganda Stage meskipun belum menelurkan album. Kembali ke GG Intermusic Stage dimana semua penonton terpusat disitu untuk menyaksikan The Cranberries.
Band asal Irlandia tahun 1989 ini memulai debutnya dengan nama Cranberry Saw Us. Dreams, sebagai single adalah lagu yang mejadikan band ini dikenal publik pada tahun 1992. Hingga akhirnya mereka mengeluarkan album pertama Everybody Else is Doing It, So Why Can't We? (1993). Dan Linger pun semakin menguatkan posisi mereka untuk menduduki chart nomor satu Inggris saat itu dimana saat itu Dolores O’Riordan adalah vokalis baru menggantikan Niall Quinn. Meskipun sempat vakum pada 2004 hingga 2008 namun antusiasme terhadap The Cranberries masih sangat besar apalagi sejak tahun 2009 The Cranberries melakukan reuni kembali. Dan penonton yang hadir disitu memprediksi bahwa lagu The Cranberries yang di bawakan nanti adalah lagu hits-nya. Terbukti saat intro Analyze dikumandangkan para penikmat musik pun langsung bertepuk tangan. The Cranberries muncul, Dolores mulai menyapa ‘Hi Indonesian how’s your day ?’ singkatnya lalu melantunkan lagu tersebut. Tata panggung yang megah lightning yang mewah serta atraktifnya Dolores diatas panggung menjadikan pertunjukan yang sempurna bagi seluruh pengunjung JRL. Dilanjutkan dengan lagu Animal Instinct lagu yang diambil dari album ke-empat mereka Bury the Hatchet. Dolores O'Riordan (Vokal), Noel Hogan (Gitar), Mike Hogan (Bassis), dan Fergal Lawler (Drummer) kembali membawa penikmat musik yang menonton mereka untuk bernyanyi bersama.

Tak lupa lagu pertama Dolores saat menjadi vokal untuk The Cranberries dibawakan, Linger. Saat memasuki awalan lagu tersebut penonton sudah mengikuti Dolores untuk membantu bernyanyi disambut teriakan penonton yang mengelukan lagu tersebut. Tak jarang Dolores bergoyang mengikuti alunan musik membuat penonton bertepuk tangan hingga tersenyum. ‘We’re gonna song Ode To My Family’ kilah Dolores. Kilahan itu pun menghasilkan koor penonton yang telah bersiap untuk membantu The Cranberries bernyanyi. Lagu yang diambil dari album No Need to Argue dimana lagu ini dirilis kembali pada tahun 2002 dengan bonus B-Sides dan disitu ada lagu (They Long to Be) Close To You dari The Carpenters yang dibawakan ulang, juga sempat lagu ini menjadi theme song pada VJ MTV Indonesia beberapa tahun yang lalu. Memang seperti yang telah diperkirakan bahwa The Cranberries akan membawakan lagu-lagu hits mereka aga bisa lebih akrab terhap penikmat musik di JRL 2011 disamping ingin melihat seberapa banyak yang menyimak mereka di negeri ini. Nomor-nomor seperti Just My Imagination, Can’t Be With You, Salvation, Promises yang telah akrab ditelinga dibawakan dengan bantuan penonton. The Cranberries menutup perjumpaan mereka dengan Dreams. Lagu yang membawa mereka dikenal oleh publik serta menjadi mimpi lagi bagi penonton agar bisa menyaksikan The Cranberries lagi di Indonesia.
Kebanyakan penonton telah bubar dan meninggalkan venue JRL selepas The Cranberries selesai. Mungkin bagi sebagian mereka hanya ingin menyaksikan The Cranberries tanpa mau tau line-up apa lagi yang nyaman sebagai relaksasi hiburan berupa musik. Karena di Tebs Stage masih ada Blood Red Shoes band indie asal Brighton, Inggris dimana ini adalah panggung kedua mereka di JRL setelah pada hari pertama bermain di Simpati Stage. Laura-Mary Carter dan Steven Ansell adalah duo gitar dan drum meramu musik mereka sedemikian rupa sehingga menghasilkan lantunan semacam rock, garage, punk-rock hingga post-punk. Bertindak sebagai vokal adalah mereka berdua. Khusus untuk Steven bisa dibayangkan bahwa membuatuhkan konsetrasi yang cukup tinggi antara mestabilkan dentuman drum-nya dengan suara vokal-nya. Selain itu Laura yang bermain gitar sambil bernyanyi menimbulkan asumsi dia adalah wanita yang maskulin disamping mempunyai paras yang manis juga suaranya yang khas. Blood Red Shoes pun tak banyak bicara kecuali Laura yang sering mengucapakan kata Thank You diakhir tepuk tangan penonton ketika berada diatas panggung mereka lebih menuangkan perbincangannya melalui lirik yang mereka keluarkan serta bercakap dengan instrumennya. Lagu-lagu yang dibawakan oleh Blood Red Shoes pun diambil dari dua album mereka yang telah rilis. Mereka membuka dengan Don’t Ask yang juga berada pada track pertama di album kedua mereka, Fire Like This. Lagu ini memang cocok dijadikan sebagai pembuka karena mampu mengajak penonton untuk mengikuti ciri khas musik rock yang mereka terapkan. When We Wake adalah salah satu lagu yang dibawakan secara penuh oleh Laura. Musik yang mendayu menjadi ciri lagu ini dan memang sangat cocok untuk warna vokal Laura.
Java Rockin’ Land hari kedua cukup memberikan warna tersendiri jika dicermati. Selain banyaknya band asal Bandung yang mengisi line-up hari tersebut. Mereka juga menampilkan wajah-wajah lama di bidang musik seperti Power Slaves, God Bless, Power Metal, Jasad, Pure Saturday, God Bless, Cokelat, BIP, serta Ed Kowalczyk of Live.
#Gigsplay#Java Festival Pro#Java Rockingland 2011#Leonardo#Ray D'Sky#Sarasvati#God Bless#Jasad#Kelelawar Malam#Themilo#Ed Kowalczyk of Live#G-Pluck Beatles#The Cranberries#Blood Red Shoes#Jakarta
6 notes
·
View notes
Photo

Dolores O’Riordan - The Cranberries. Java Rockingland 2011, Pantai Carnaval Ancol, Jakarta, Indonesia
5 notes
·
View notes
Text
The Trees and the Wild
Minggu 24 juli 2011, Trees and the Wild perform di Jump Stage, Java Rockingland 2011. Untuk pertama kali-nya dan salah satu performer lokal yang paling kutunggu-tunggu penampilannya. Hasilnya? Seperti yang di ucapkan seseorang ketika selesai melihat penampilan mereka, "CROT" begitu katanya dengan mimik yang menyiratkan rasa puas dan benar-benar menikmati yang mereka suguhkan selama 45 menit malam itu.
Band yang penuh dengan banyak memori dari dulu. berharap mereka segera bisa dibawa ke kampung halaman untuk berbagi keajaiban dari band ini :D


0 notes