Tumgik
#Penetapan Capres PDIP
yaudahgituaja · 1 year
Text
Sejumlah Nama Disebut Jokowo Berpotensi Dampingi Ganjar Pranowo hingga Penetapan Ganjar sebagai Capres PDIP Bakal Ubah Konstelasi Politik
Presiden Jokowi seusai menjalankan salat Id di Masjid Sheikh Zayed Solo, Sabtu 22 April 2023. (ANTARA/Aris Wasita) Ya Udah Gitu Aja – Presiden Jokowi menyebut sejumlah nama tokoh politik berpotensi mendampingi bakal calon presiden yang diusung PDIP Ganjar Pranowo. Nama Prabowo Subianto juga disebut Jokowi. “Kok tanya saya, banyak (yang cocok). Ada Pak Erick, Pak Sandiaga Uno, Pak Mahfud, Pak…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
borobudurnews · 2 years
Text
Disindir Soal Capres 2024 Oleh DPR RI Fraksi PDIP, Ganjar : Itu Hak Preogratif Ketua Umum
Disindir Soal Capres 2024 Oleh DPR RI Fraksi PDIP, Ganjar : Itu Hak Preogratif Ketua Umum
BNews–JATENG-– Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo tegas mengatakan jika penetapan calon presiden (capres) dari PDIP adalah hak preogratif Ketua Umum, Megawati Soekarno Putri. Hal itu disampaikan Ganjar saat menanggapi pernyataan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan yang menyebutnya kemlinthi, terlalu berambisi menjadi capres dan tak menghargai Megawati Soekarnoputri. “Saya…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
bahasbersama · 3 years
Text
PDIP Bakal Berikan Sanksi ke Anggota Partai yang Deklarasi Capres, Ganjar: Bagus, Setuju Saya
PDIP Bakal Berikan Sanksi ke Anggota Partai yang Deklarasi Capres, Ganjar: Bagus, Setuju Saya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PDI Perjuangan (PDIP) menegaskan penetapan calon presiden dan calon wakil presiden di 2024 mendatang bakal diserahkan sepenuhnya pada hasil Kongres V partai tersebut. Dimana Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mendapat mandat untuk menetapkan calon, seperti ketika menetapkan Joko Widodo di Pilpres 2014 dan 2019 silam. Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
rmolid · 4 years
Text
0 notes
dailymailcoid · 5 years
Text
BPN Pastikan Prabowo Tak Bawa Sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Internasional
BPN Pastikan Prabowo Tak Bawa Sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Internasional
Dailymail.co.id, Jakarta – Pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dipastikan tidak akan membawa masalah sengketa kecurangan Pilpres 2019 ke Mahkamah Internasional.
Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade menyebut Mahkamah Internasional tidak berwenang menangani sengketa Pilpres.
Prabowo-Sandiaga Tak Hadiri Penetapan Presiden Terpilih, PDIP: Itu Hal…
View On WordPress
0 notes
wartakanlah · 6 years
Text
Survei Pilpres Populi Center, Petahana Ungguli Pasangan Prabowo-Sandi
JAKARTA, dawainusa.com – Ajang demokrasi pemilihan presiden 2019 tinggal beberapa bulan lagi. KPU telah mengumumkan, pilpres bakal diikuti dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Capres Petahana, Joko Widodo mengandeng KH Ma’ruf sebagai cawapres. Pasangan ini mendapat nomor urut 1.
Sedangkan Capres Prabowo Subianto maju dengan menggandeng cawapres Sandiaga Uno. Pasangan ini ditetapkan mendapat nomor urut 2. Sekarang, masing-masing kubu bekerja ekstra keras untuk memenangkan pasangan yang diusung. Partai pengusung dan pendukung kedua kubu pun tak tinggal diam, mereka telah mematangkan strategi untuk meraih kemenangan.
Baca juga: Bambang Soesatyo Dukung Rencana Pemerintah Bentuk Lembaga Tunggal Legislasi
Sejumlah lembaga survei telah melakukan survei terkait elektabilitas masing-masing calon. Dalam beberapa survei, Jokowi masih unggul dari Prabowo. Meski begitu, bukan berarti elektabilitas Prabowo tidak berpotensi terdongkrak. Prabowo-Sandi masih punya cukup waktu untuk meningkatkan elektabilitasnya.
Terbaru, lembaga survei Populi Center melakukan survei terkait Pilpres. Survei ini dilakukan secara scientific dengan mendasarkan pada penarikan sampel sesuai kaidah probability sampling di 34 provinsi di Indonesia.
Survei ini diselenggarakan pada tanggal 23 September – 1 Oktober 2018 setelah penetapan dan pengundian nomor urut pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, serta setelah dibentuknya tim kampanye nasional baik dari kubu Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo-Sandi.
Tujuannya adalah untuk mengetahui peta elektabilitas kandidat pascapenetapan pasangan oleh KPU. Survei ini dengan cara wawancara tatap muka dengan 1.470 responden yang dipilih dengan metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error +/- 2,53 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Berikut hasil survei Populi Center terkait Pilpres 2019.
Eelektabilitas Jokowi-Ma’ruf Ungguli Prabowo-Sandi
Dari sisi elektabilitas, pasangan Jokowi-Ma’ruf mendapatkan angka elektabilitas sebesar 56,3 persen. Sementara itu, elektabilitas Prabowo-Sandiaga berada di angka 30,9 persen. Adapun untuk tingkat kemantapan pilihan, jumlah masyarakat yang telah mantap dengan pilihannya sedikit meningkat dari 72.6 persen di bulan Agustus menjadi 75,2 persen.
Di sisi lain, jumlah pemilih yang masih mungkin berubah pilihannya juga menurun dari 13,4 persen menjadi 12,1 persen. Dilihat berdasarkan sebaran pemilihnya, sebanyak 65.1 persen pemilih pasangan Joko Widodo – Ma’ruf Amin adalah pemilih yang sudah mantap dengan pilihannya. Sementara, pemilih pasangan Prabowo – Sandiaga yang sudah mantap dengan pilihannya ialah sebesar 33,3 persen.
Baca juga: Komentar Sekjend Demokrat Soal Politikus Sontoloyo ala Presiden Jokowi
Pemilihan calon wakil presiden belum memberikan dampak elektoral yang signifikan terkait perolehan elektabilitas pasangan. Hal ini bisa terlihat dari data di bulan Agustus dimana elektabilitas Jokowi – Ma’ruf ialah 55,1 persen, dan hanya naik sedikit menjadi 55,6 persen di bulan Oktober. Begitu pula halnya dengan pasangan Prabowo-Sandiaga. Di bulan Agustus elektabilitas pasangan ini sebesar 30,3 persen, sementara di bulan Oktober sebesar 30,9 persen.
Dengan demikian, baik Ma’ruf Amin maupun Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden sejauh ini masih belum memberikan kontribusi terhadap tingkat keterpilihan calon presiden, Joko Widodo maupun Prabowo Subianto.
Hal yang juga menarik adalah bagaimana pemilih usia milenial dalam menilai kedua pasangan capres dan cawapres. Berdasarkan temuan, Joko Widodo menjadi tokoh yang paling menarik penampilannya di mata pemilih milenial dengan rentang usia dibawah usia 34 tahun dengan perolehan persentase sebesar 42.3%.
Selain itu, pemilih milenial juga mengapresiasi cara berpidato Joko Widodo. Pemilih milenial yang menyukai gaya berpidato Joko Widodo tercatat 42,8 persen, beda tipis dengan pemilih milenial yang memilih gaya berpidato Prabowo Subianto sebesar 43,2 persen. Ini menunjukkan, di antara tokoh capres dan cawapres yang ada Prabowo bukan lagi satu-satunya tokoh yang dianggap pandai berpidato.
Dilihat dari sebaran responden berdasarkan jenis kelamin, pasangan Jokowi-Ma’ruf diunggulkan baik dari responden laki-laki dengan persentase 57.0 persen maupun responden perempuan dengan persentase sebesar 55,6 persen. Sementara itu, pasangan Prabowo-Sandiaga sendiri dipilih oleh 31,3 persen pemilih laki-laki dan 30,5 persen pemilih perempuan.
Eelektabilitas Berdasarkan Sebaran Dukungan Wialayah
Kemudian, berdasarkan sebaran dukungan wilayah pulau, data menunjukkan bahwa sebaran pemilih Jokowi-Ma’ruf paling banyak berasal dari Indonesia Timur yakni dengan persentase 61,8 persen, diikuti oleh Pulau Jawa dengan 55,8 persen. Di sisi lain, sebaran pemilih Prabowo – Sandi paling banyak berasal dari Sumatera yakni 42,8 persen, lalu Pulau Jawa sebesar 31,9 persen.
Selanjutnya, berdasarkan pemilih usia milenial (di bawah 34 tahun) lebih banyak yang memilih pasangan Joko Widodo – Ma’ruf dengan persentase sebesar 56,1 persen. Begitu juga dengan pemilih di atas usia 35 tahun yang juga memilih pasangan ini dengan persentase sebesar57,1 persen.
Baca juga: Sejumlah Tanggapan di Balik Politik Sontoloyo ala Jokowi
Melihat sebaran pemilihnya, soliditas dukungan partai untuk pasangan Jokowi-Ma’ruf ada pada partai PKB (73,0 persen), PDIP (90,8 persen), dan NasDem (82,3 persen). Sedangkan, pemilih partai Golkar belum sepenuhnya mendukung pasangan nomor urut satu ini dengan persentase 58,0 persen.
Sama halnya dengan PPP (47,5 persen). Untuk pasangan Prabowo – Sandiaga sendiri mendapat dukungan yang solid dari Partai Gerinda (86,2 persen), PKS (70,5 persen), Garuda (85,7 persen), dan PAN (66,7 persen). Sementara itu, Partai Demokrat sebesar 54,5 persen.
Berdasarkan sebaran tersebut, pemilih partai yang masih belum solid pilihannya kepada salah satu kubu, ialah PPP, Demokrat dan Golkar.
Temuan survei berupa simulasi pilihan terhadap partai politik, tercatat paling tidak terdapat lima parpol yang berpotensi lolos batas ambang parlemen sebesar 4 persen, yaitu PDIP (25,1 persen), Gerindra (11,8 persen), PKB (10,3 persen), Golkar (10,2 persen), dan Nasdem (4,2 persen). Sementara partai peserta pemilu lainnya belum aman lolos dari ambang batas parlemen karena masih di bawah 4 persen.*
Rilis Media Populi Center
PDF RILIS FINAL REPORT SURNAS OKTOBER 2018 (1)
Selengkapnya: Survei Pilpres Populi Center, Petahana Ungguli Pasangan Prabowo-Sandi
https://www.dawainusa.com/survei-pilpres-populi-center-petahana-ungguli-pasangan-prabowo-sandi/
0 notes
rumahinjectssh · 7 years
Text
JANGAN SEBAR ISU PKI Bila Tidak Ingin Seperti Waketum Gerindra Dan Alfian Tanjung - FROM RUMAHINJECT
RUMAHINJECT.COM - Pengurus organisasi sayap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur melaporkan Wakil Ketua Umum Gerindra FX Arief Pouyono ke Mapolda Jatim pada hari Rabu (2/8/2017)
Ia dilaporkan karena diduga melakukan penghinaan melalui media elektronik sebagaimana pasal 156 KUHP dan pasal 45A UU ITE. Arief dilaporkan karena pernyataannya di sejumlah media elektronik dimana ia menyamakan PDIP dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). (Sumber) Pernyataan tersebut ia lontarkan ketika wakil ketua umum partai yang menempati peringkat ketiga pada Pileg 2014 menanggapi ucapan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang mengkritik Prabowo Subianto dan sejumlah tokoh yang menolak penetapan presidential thershold sebesar 20 hingga 25 persen. “Tetapi yang menyetujui UU Pemilu tersebut kurang waras dan melanggar hak konstitusi para pemilih pemula dan menganggap rakyat bodoh hanya demi memulai sebuah rencana kecurangan dalam Pemilu 2019.” “Jika yang dijadikan dasar PT 20 persen adalah hasil dari perolehan suara dan kursi di DPR RI pada Pemilu 2014, artinya pemilih pemula pada Pemilu 2019 kehilangan hak konstitusinya mengusung seorang calon presiden.” “Karena mereka pada 2014 belum bisa memberikan suaranya sebagai dasar PT 20 persen untuk mengusung capres-cawapres pada Pemilu 2019.” “Dan kurang sampai otaknya mikir tentang sebuah arti hak konstitusi warga negara dalam negara yang berdemokrasi. Jadi wajar saja kalau PDIP sering disamakan dengan PKI habis sering buat lawak politik dan nipu rakyat sih.” (Sumber) Ucapan yang dilontarkan Arief ternyata membuat kader-kader PDIP tersinggung dan membuat ia dilaporkan ke Mapolda Jatim oleh salah satu organisasi sayap partai berlambang banteng tersebut. Alhasil karena dilaporkan oleh kader PDIP dan juga dikecam oleh banyak pihak, Arief pun menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan bahwa dia tidak bermaksud mengatakan seperti itu dan menyatakan bahwa PDIP adalah partai yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan berlandaskan Pancasila dan bekerja serta memperjuangkan rakyat Indonesia untuk kemakmuran bangsa dan negara. Gambar tersebut adalah surat permohonan maaf dari Arief yang ditujukan kepada Megawati dan kader PDIP secara keseluruhan. Namun saya menilai bahwa surat yang ditulisnya seperti sebuah surat yang ditulis anak SD. Surat pernyataan yang ia tulis tidak memperhatikan penulisan berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Seperti “negara Demokrasi” dan kata-kata setelah tanda baca koma yang ditulis dengan huruf kapital pada awal kalimat. (post-ads) Yah, mungkin beliau sedang panik dia dilaporkan ke pihak kepolisian oleh pihak yang tersinggung dengan ucapannya yang tidak berdasar dan hanya fitnah semata. Tidak menutup kemungkinan bahwa bukan cuma Arief yang bisa tersandung kasus seperti ini. Kita tahu bahwa di media sosial saat ini sudah semakin banyak akun-akun palsu beredar. Selain banyaknya akun palsu, banyak juga informasi-informasi hoax dan juga gambar-gambar yang bersifat menghina tersaji di media sosial. Fitnah yang mengatakan bahwa Jokowi adalah keturunan PKI adalah salah satu yang paling banyak beredar. Dan parahnya, banyak yang percaya bahwa itu benar. Dan sampai-sampai mengatakan jika hal tersebut tidak benar, maka harus segera dilakukan tes DNA. Maksudnya apa? Apakah paham atau ideologi yang dianut seorang ayah dapat menurun secara genetis kepada anaknya? Dilaporkannya Arief Pouyono ke polisi menjadi peringatan bagi siapa saja yang suka menyebarkan isu PKI ke masyarkat. Tahu pepatah fitnah lebih kejam dari pembunuhan kan? Oleh karena itu, tahan diri untuk tidak memfitnah Jokowi. Apalagi Jokowi sedang berusaha membangun infrastruktur di seluruh Indonesia dengan jargon “Kerja, Kerja, Kerja!” nya. Selama ini Jokowi hanya pasif menghadapi banyaknya hoax yang mengatakan bahwa ayahnya adalah tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Jokowi tidak pernah mengadakan konfrensi pers bahwa ia telah didzolimi oleh masyarakatnya sambil menangis depan media. Ia juga tidak pernah membuat album kala menjabat, karena ia tahu yang ia bisa lakukan hanya kerja, kerja, dan kerja. Mengenai isu PKI, saya sudah pernah membantahnya dan itu hanyalah hoax yang tidak berdasar dan hanya ingin menjatuhkan nama baik Jokowi. Menggunakan isu PKI untuk menyerang Jokowi hanyalah aksi yang sia-sia dan tidak akan menjatuhkan citra Jokowi yang tahunya hanya kerja. Sedangkan kalian cuma bisa nyinyir di media sosial. Hati-hati sekarang yah, jangan sampai tercyduk karena menghembuskan fitnah PKI kepada Jokowi Sumber Berita : Muslimoderat Judul Asli :
Terima Kasih Telah Menggunakan Dan Menyebarkan Kembali Berita Dari Wartabali-Media Informasi Kita Yang Senantiasa Dan Selalu Terbuka Untuk Umum - Bookmark Wartabali.net Dan Dukung Terus Perkembangan Kami - Wartabali-Media Informasi Kita 
from Media Informasi Kita http://www.rumahinject.com/2017/08/jangan-sebar-isu-pki-bila-tidak-ingin.html
0 notes
seputarbisnis · 8 years
Text
TII: Pengusutan Kasus e-KTP Rawan Digembosi
Jakarta (SIB)- Masyarakat diharapkan turut mengawal pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Sebab, ada kekhawatiran kasus tersebut rawan digembosi kepentingan politik tertentu. "Makanya kita ajak warga untuk terlibat dalam proses mengawal kasus e-KTP. Kita ajak kawal agar upaya pelemahan dalam proses persidangan (tidak terjadi)," kata peneliti Transparency International Indonesia (TII) Agus Sarwono di sela-sela kegiatan kampanye pengusutan kasus e-KTP saat car free day di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu (19/3). Dugaan itu, muncul setelah wacana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, kembali mencuat. Setidaknya, sudah tiga kali wacana revisi UU KPK mencuat di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.  "Wacana revisi UU KPK yang Jokowi sudah minta hentikan (sebelumnya)," ujarnya. Tarik ulur revisi UU KPK pertama kali terjadi pada Oktober 2015 lalu. Namun pembahasan ditunda lantaran pemerintah fokus untuk membenahi sektor ekonomi. Satu bulan kemudian, revisi UU KPK diubah menjadi inisiatif DPR dan dimasukkan program legislasi nasional. Setelah sempat menuai polemik, Presiden dan Ketua DPR saat itu, Ade Komaruddin, kembali memutuskan untuk menunda pembahasan revisi. Akan tetapi, revisi UU KPK tidak dihapus dalam prolegnas. Kini, wacana revisi UU KPK kembali mencuat menyusul pengusutan kasus e-KTP. Selain itu, Agus menambahkan, munculnya sejumlah nama besar tokoh partai politik di dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK saat sidang pertama, juga menjadi ancaman tersendiri di dalam proses pengusutan kasus e-KTP. Anggaran besar yang mencapai Rp 5,9 triliun untuk pengadaan proyek tersebut, kata dia, rawan mengalir ke kas parpol. Ia meragukan, ada keterlibatan partai politik di dalam proses penyusunan anggaran. "Dalam catatan saya sekitar tujuh partai yang terima 'jatah' e-KTP. Tidak menutup kemungkinan. Apa yang disampaikan Nazarudin jangan-jangan benar ada aliran yang masuk tokoh parpol," kata dia. Langgar Hukum Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikecam karena tidak langsung menetapkan status tersangka atas orang-orang yang mengembalikan duit proyek e-KTP. "Kalau menurut saya, ini tidak sejalan dengan pasal 4 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Mengembalikan uang negara untuk perekonomian negara tidak menghapuskan pidana untuk orang-orang yang didakwa dengan pasal dua dan pasal tiga," jelas mantan Direktur Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung, Chairul Imam, dalam diskusi "Perang Politik E-KTP" di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (18/3). Menurut dia, penetapan status tersangka kepada orang yang mengembalikan duit korupsi sudah dilakukan sejak sangat lama, bahkan sebelum ada aturan jelas terkait hal tersebut. "Kenapa orang-orang yang mengembalikan (uang) tidak dituntut? Kalau di undang-undang yang lama memang tidak diatur, tapi sudah dipraktikkan. Jadi terdakwa mengembalikan uangnya tahun 1976, misalkan, kasusnya tahun 1971. Uang itu kan tidak bisa digunakan untuk pembangunan tahun 71 dan 72," terangnya. Kabar yang beredar menyebut lebih dari 30 orang pejabat maupun mantan pejabat yang sudah mengembalikan uang hasil korupsi e-KTP. Tapi, hingga kini KPK hanya menyeret mantan Direktur Direktorat Jenderal Kependudukan Kementerian Dalam Negeri, Irman, dan mantan Direktur Jenderal Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto. Kamis lalu, pakar hukum dari Universitas Trisakti, Yenti Gamasih, menuntut KPK mengumumkan identitas mereka yang disebut telah mengembalikan uang proyek e-KTP. Bahkan, KPK harus cepat menetapkan orang-orang itu sebagai tersangka. "Orang-orang yang sudah mengembalikan uang seharusnya lebih terbukti daripada dua orang yang telah jadi tersangka. Jangan-jangan ada pihak yang mengembalikan dua kali lipat agar tidak disebut namanya," ujar Yenti Gamasih,saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/3). Ada Penggiringan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) bukan satu-satunya tokoh yang disebut dalam dakwaan kasus e-KTP. Ada nama besar dari partai lain yang juga disebut dalam dakwaan itu. Begitu kata kader Partai Golkar Khalid Zabidi dalam keterangan tertulisnya, Minggu. "Banyak nama-nama besar dari partai politik lain seperti Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Menkumham Yasonna Laoly, politisi PDIP Arif Wibowo, dan politisi PAN Teguh Juwarno," ujarnya. "Namun pemberitaan dan opini yang berkembang di masyarakat selama ini seolah-olah Setya Novanto adalah tokoh utama dari kasus e-KTP," sambung Khalid. Dijelaskan dosen Universitas Paramadina itu, nama Setya Novanto dalam dokumen yang beredar tidak masuk ke dalam daftar penerima uang. Nama Setya Novanto hanya disebut dalam kesaksian-kesaksian di pengadilan dan masih perlu dibuktikan dalam proses hukum lebih lanjut. "Saya menduga ada operasi politik, penggiringan opini atau framing media secara khusus yang telah dilakukan pihak-pihak tertentu yang tidak suka kepada Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar," lanjutnya. Menurutnya, opini untuk menjatuhkan Setya Novanto sengaja digiring karena ada pihak yang tidak ingin Golkar kembali berjaya. Pasalnya, saat ini konsolidasi Golkar berjalan dengan cepat. Bahkan dukungan Golkar untuk Jokowi kembali menjadi capres di 2019 terbukti mampu mengangkat elektabilitas parpol. Hal ini terbukti pada Pilkada Serentak 2017 yang baru berlangsung, Golkar berhasil menjadi parpol terbanyak memenangkan Pilkada. "Untuk itu, kader Golkar harus bersikap kompak dalam menghadapi isu politik ini, mengedepankan kesolidan partai, menghargai proses hukum, dan mengikuti aturan partai, agar Golkar tidak terkena dampak politik yang merusak jalannya proses konsolidasi internal akibat badai politik ini," pungkasnya. (Kps/rmol/f) http://dlvr.it/NgRQGh
0 notes