Tumgik
#RupiahMerosot
inanews-blog1 · 6 years
Text
Nilai Tukar Rupiah Melemah Tipis ke Level Rp 13.990 per USD
Inanews - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak melemah tipis di perdagangan hari ini, Jumat (8/2). Pagi ini, Rupiah dibuka di level Rp 13.975 per USD atau melemah tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.972 per USD. Mengutip data Bloomberg, Rupiah masih lanjutkan pelemahan usai pembukaan. Tercatat, saat ini nilai tukar Rupiah berada di Rp 13.990 per USD. Direktur Penyusunan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, penguatan Rupiah ini tidak bisa dilihat secara jangka pendek. Sebab, nominal mata uang Garuda ini diperkirakan akan terus bergerak seiring dengan gejolak ekonomi dunia. "Rupiah ini kan kita kalau liat APBN asumsi dalam satu tahun. Kita masih akan liat terus sampai akhir tahun itu, kira-kira rata rata berapa jadi kita tidak bisa mengatakan sekarang menguat terus seperti apa. Tapi kita akan pantau terus sampai nanti kira-kira akhir tahun seperti apa," katanya saat ditemui di Jakarta, Jumat (1/2). Kunta mengatakan, secara dampak penguatan yang terjadi saat ini berpengaruh terhadap penerimaan yang berasal dari sumber daya alam. Namun, di sisi lain subsidi justru akan mengalami penurunan. "Jadi akan kita akan liat terus seperti apa (Rupiah) karena kita belum tau sampai akhir tahun seperti apa," imbuhnya. Perlu diketahui, Kementerian Keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mematok asumsi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) sebesar Rp 15.000 per USD. Angka ini meningkat dari Rencana APBN yang sebelumnya dipatok Rp 14.400 per USD. "Kalau asumsinya kan masih Rp 15.000 umpama, tapi kemungkinan bisa saja lebih rendah kemungkinan akan lebih rendah," terangnya. Sebelumnya, Deputi III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden (KSP), Denni Puspa Purbasari, mengatakan penguatan Rupiah ini terjadi karena isu The Fed yang akan menahan laju kenaikan suku bunga. Ke depan, penguatan ini masih akan berlanjut. Read the full article
0 notes
liputanviral-blog · 6 years
Text
Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Diprediksi Sentuh 7 Persen di 2019
Liputanviral - CORE Indonesia memprediksi, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) pada 2019 akan kembali melemah pada kisaran di atas Rp 15.000. Indikator tersebut dinilai akan membuat Bank Indonesia turut menaikkan suku bunga acuan hingga 6,75 persen sampai 7 persen. Direktur Riset CORE Indonesia, Piter A Redjalam, mengatakan Bank Indonesia selama 2018 ini sebenarnya telah melakukan pengetatan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 175 basis poin. Menurutnya, itu dimaksudkan untuk mengantisipasi dinamika global dan menahan laju pelemahan Rupiah. "Suku bunga acuan Bank Indonesia pada akhir tahun diperkirakan berada di level 6,0 persen, sementara nilai tukar di kisaran 14.600-14.800," jelas dia dalam acara CORE Economic Outlook 2019 di Graha Niaga, Jakarta, Rabu (21/11). Pada 2019, Piter melanjutkan, kondisi pasar dunia yang masih diliputi ketidakpastian akibat perang dagang akan menyebabkan harga minyak cenderung meningkat dan ketatnya likuiditas global. Sementara di sisi domestik, perekonomian nasional masih diwarnai oleh defisit transaksi berjalan. Oleh karenanya, kurs mata uang garuda diperkirakan akan terus dalam tekanan pelemahan, yakni berada di angka Rp 15.200 per USD. "Sepanjang tahun 2019, nilai tukar Rupiah rata-rata akan berada di kisaran Rp 15.200 per USD. Tekanan pelemahan terbesar terhadap Rupiah akan terjadi pada semester pertama. Rupiah akan mendapatkan momentum penguatan pada semester kedua setelah selesainya proses pemilu," paparnya. Masih besarnya tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah ini dinilainya akan ikut memicu respons kebijakan yang cenderung ketat dari Bank Indonesia di tahun mendatang. Salah satunya, dengan meningkatkan suku bunga acuan hingga 7 persen. "Suku bunga acuan Bank Indonesia diperkirakan akan mengalami kenaikan sebanyak 3-4 kali ke kisaran 6.75 persen hingga 7 persen pada akhir tahun 2019," jelas Piter. Piter juga meyakini, peningkatan suku bunga acuan ini pun selanjutnya bakal mendorong semakin tingginya suku bunga kredit. "Kondisi ini selanjutnya akan mempengaruhi laju pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang diperkirakan akan turun ke kisaran 10-11persen, sedikit melambat dibandingkan proyeksi tahun 2018," tandasnya. Read the full article
0 notes
liputanviral-blog · 6 years
Text
Kuartal III-2018, PLN rugi Rp 18,48 triliun akibat Rupiah melemah
Liputanviral - PT PLN (Persero) menanggung kerugian Rp 18,48 triliun hingga kuartal III-2018 dari periode sama tahun sebelumnya untuk Rp 30,4 triliun. Ini disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sehingga membuat beban operasional perusahaan tersebut membengkak. Berdasarkan laporan keuangan Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga kuartal III-2018 PLN menanggung selisih kurs cukup besar, akibatnya perusahaan tersebut rugi Rp 17,32 triliun. Kerugian kurs tersebut lebih besar dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,22 triliun. Dalam laporan keuangan tersebut menyebutkan, total pendapatan perseroan sebesar Rp 200,91 triliun atau naik 6,9 persen hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 187,88 triliun. Pendapatan PLN pada kuartal III-2018, terdiri dari penjualan tenaga listrik sebesar Rp 194,40 triliun naik 6,47 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu Rp 181,81 triliun , serta berasal dari penyambungan daya listrik sebesar Rp 5,21 triliun yang naik 4,2 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu. Beban PLN terbesar bersumber dari bahan bakar dan pelumas, sebesar Rp 101,87 triliun atau naik 16,28 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 85,27 triliun. Beban berikutnya adalah pembelian tenaga listrik dari pembangkit yang dikelola swasta (Independent Power Producer/IPP) sebesar Rp 60,61 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 53,54 triliun. Selanjutnya kenaikan diikuti beban penyusutan sebesar Rp 22,78 triliun, dan beban pemeliharaan Rp 15,01 triliun. Sedangkan beban kepegawaian turun 6,81 persen menjadi Rp 14,74 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 15,82 triliun. Adapun subsidi listrik pemerintah tercatat Rp 39,77 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 36,19 triliun. Kemudian beban keuangan naik menjadi Rp 16,18 triliun dari periode hingga September 2018 sebesar Rp 14,80 triliun. Akan tetapi, PLN mampu catatkan penghasilan lain-lain sebesar Rp 8,52 triliun hingga September 2018 dari rugi Rp 1,31 triliun. Total liabilitas PLN tercatat Rp 543,42 triliun pada 30 September 2018 dari periode 31 Desember 2017 sebesar Rp 465,54 triliun. Ekuitas PLN tercatat Rp 842,99 triliun pada 30 September 2018. Total aset dan liabilitas mencapai Rp 1.386,41 triliun pada 30 September 2018. Sementara itu, laba perusahaan sebelum selisih kurs pada triwulan III tahun 2018 sebesar Rp 9,6 triliun, meningkat 13,3 persen dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 8,5 triliun. Kenaikan laba tersebut ditopang oleh kenaikan penjualan dan efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan serta adanya kebijakan pemerintah DMO harga batubara. "Nilai penjualan tenaga listrik mengalami kenaikan sebesar Rp12,6 triliun atau 6,93 persen sehingga menjadi Rp 194,4 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp181,8 triliun," ujarEPV Corporate Comunication PT PLN (Persero)Made Suprateka dalam rilisnya, Selasa (30/10). Read the full article
0 notes
liputanviral-blog · 6 years
Text
Rupiah bergerak menguat tinggalkan level Rp 14.900-an per USD
Liputanviral - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) begerak menguat di perdagangan hari ini, Kamis (27/9). Bahkan, nilai tukar kembali meninggalkan level Rp 14.900-an per USD. Mengutip data Bloomberg, Rupiah pagi ini dibuka di level Rp 14.920 atau sempat melemah dibanding penutupan perdagangan kemarin di RP 14.910 per USD. Namun, usai pembukaan Rupiah langsung bergerak menguat. saat ini, Rupiah berada di level Rp 14.899 per USD. Mantan Menteri Koordinator Maritim, Rizal Ramli, turut mengomentari tren depresiasi nilai tukar Rupiah. Menurut dia, kondisi Rupiah masih belum mencapai titik aman. Sebab, kebijakan terutama dari pemerintah dianggap belum menjadi obat manjur. "Belum ini baru permulaan. Kenapa? Karena langkah itu banyak yang di belakang kecenderungan. Ini baru awal di angka Rp 15.000. (Alasannya) Sederhana langkah-langkah Menkeu itu behind the curve," kata dia dalam diskusi di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu (26/9). Salah satu kebijakan yang dikritik Rizal adalah penaikan tarif pajak terhadap 1.147 komoditas impor yang menurut dia tidak berdampak signifikan pada turunnya defisit neraca perdagangan. "Dengan langkah yang diambil oleh pemerintah, paling impor hanya berkurang USD 500 juta. Tidak berani menyentuh the top 10 dari impor Indonesia yang mencapai 67 persen," Lembaga yang menurut dia sangat tepat mengatasi depresiasi Rupiah adalah Bank Indonesia. Bank sentral hadir dengan kebijakan menaikkan suku bunga acuan secara bertahap. "Satu-satunya yang ahead the curve hanya Bank Indonesia. Gubernur BI yang proaktif, di depan kecenderungan, karena menaikkan tingkat bunga duluan. Itu menolong memperbaiki ekspetasi," ujar dia. Sayangnya, kebijakan BI tersebut seharusnya didukung oleh kebijakan dari sisi pemerintah. Sebab, upaya mengatasi depresiasi Rupiah tidak bisa hanya diserahkan pada bank sentral. "Tapi (BI) kalau terlalu tinggi (menaikan suku bunga) NPL pasti makin tinggi. Peredaran kredit pasti berkurang, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tahun ini rencananya 5 persen bisa turun 4,5 persen. Harus diiringi dengan kebijakan di sektor riil, ekspor, impor, daya beli, dan kebijakan ekonomi secara umum. Ini tidak jalan, selalu ketinggalan," tegas Rizal. Read the full article
0 notes
liputanviral-blog · 6 years
Text
Membandingkan kondisi Rupiah saat ini dengan 1998
Liputanviral - Posisi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih bertahan dikisaran Rp 14.800-an per USD. Beberapa waktu lalu bahkan hampir menyentuh Rp 15.000 per USD. Hal ini pun membuat banyak orang membandingkan Rupiah dengan posisi krisis 1998. Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono, membeberkan beberapa data perbandingan ekonomi kini dan masa 1998. Menurutnya, ekonomi kini jauh lebih kuat dan sehat dibanding masa krisis parah 1998. "Pada Oktober 1997 rupiah Rp 2.300, kemudian Januari melonjak Rp 15.000 per USD naik 6 kali lipat. Saat ini loncatnya dari Rp 13 400 ke Rp 15.000. Dari itu saja, kita paham, Rupiah sama sama Rp 15.000 maknanya berbeda," ujar Tony dalam acara Kafe BCA On The Road, Yogyakarta, seperti ditulis Minggu (23/9). Selain perbandingan level Rupiah, Tony mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 1998 dengan 2018 jauh berbeda. Pada 1998 ekonomi Indonesia cenderung tidak tumbuh atau stagnan, sementara pada Semester I-2018 ekonomi tumbuh dikisaran 5,17 persen. "Indikator ekonomi yang lain berbeda. Inflasi 1998 itu 78 persen. Inflasi sekarang 3,5 persen. Yang paling membedakan lagi jantung perekonomian indonesia yaitu perbankan. Hampir semua bank kolaps di 1998. BCA disuntik Rp 60 triliun. BCA tahun ini kira-kira labanya diatas Rp 20 triliun. Jadi cukup sehat," jelas Tony. Dengan data-data tersebut, dia berharap masyarakat dapat memperoleh informasi bagaimana perbedaan Rupiah kini dan masa lalu. Sehingga, tidak lagi dihubungkan dengan potensi mengalami krisis. "Jadi sama sekali beda. kalau melihat Rp 15.000 ya memang sama dengan 1998. Tapi maknanya beda, underlying beda," jelasnya. Read the full article
0 notes
liputanviral-blog · 6 years
Text
Bergerak menguat, Rupiah bertengger di level Rp 15.187 per USD
Liputanviral - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak menguat di perdagangan hari ini, Rabu (24/10). Pagi ini, Rupiah dibuka di level Rp 15.187 per USD atau menguat dibanding penutupan perdagangan kemarin di Rp 15.191 per USD. Mengutip data Bloomberg, Rupiah bergerak cukup fluktuatif usai pembukaan. Namun saat ini Rupiah sedikit melemah dengan bertengger di level Rp 15.189 per USD. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat Nilai tukar Rupiah (NTR) masih mengalami depresiasi atau melemah terhadap Dolar AS di kuartal III-2018. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara menegaskan, pelemahan tersebut masih dalam volatilitas yang terjaga. "Tekanan depresiasi Rupiah pada September 2018 dan kemudian berlanjut pada Oktober 2018 sejalan dengan pergerakan mata uang negara peers," kata Mirza di Gedung BI, Jakarta, Selasa (23/10). Hingga September 2018, BI mencatat Rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,07 persen dan sedikit melemah pada Oktober 2018. "Dengan perkembangan ini, maka secara year to date (ytd) sampai dengan 22 Oktober 2018, Rupiah terdepresiasi 10,65 persen," ujarnya. Namun demikian, depresiasi Rupiah masih lebih rendah dari pelemahan yang terjadi di Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki. Ke depan, Bank Indonesia terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar, didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan. "Kebijakan tersebut diarahkan untuk menjaga volatilitas Rupiah serta kecukupan likuiditas di pasar sehingga tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tutupnya. Read the full article
0 notes
liputanviral-blog · 6 years
Text
Terus merosot, nilai tukar Rupiah tembus Rp 15.049 per USD
Liputanviral - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih terus melemah di perdagangan hari ini, Selasa (2/10). Pagi tadi, Rupiah dibuka di level Rp 14.945 atau melemah dibandingkan penutupan perdagangan kemarin di Rp 14.910 per USD. Mengutip data Bloomberg, Rupiah pada siang ini masih terus melemah. Tercatat, nilai tukar menyentuh level Rp 15.049 per USD. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan nilai tukar Rupiah masih mengalami tekanan depresiasi namun dengan volatilitas yang masih terjaga. Menurutnya, depresiasi Rupiah sejalan dengan mata uang negara peers akibat berlanjutnya penguatan dolar AS secara luas. "Rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,05 persen pada Agustus 2018. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah relatif terbatas pada September 2018 sehingga pada 26 September 2018 ditutup pada level Rp 14.905 per dolar AS," kata Perry di kantornya, Kamis (27/9). Dengan perkembangan ini, lanjutnya, maka secara year to date (ytd) sampai dengan 26 September 2018, Rupiah terdepresiasi 8,97 persen atau lebih rendah dari India, Afrika Selatan, Brasil, dan Turki. "Ke depan, Bank Indonesia terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, serta menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan," ujar Ferry. Kebijakan tersebut, kata Perry, akan diarahkan untuk menjaga volatilitas Rupiah serta kecukupan likuiditas di pasar. "Sehingga tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tutupnya. Read the full article
0 notes