Tumgik
#Vladimir Putin mantan intelijen Uni Soviet
generasbir · 2 years
Text
Presiden Rusia Vladimir Putin sangat hati-hati walaupun menyangkut Agama
Negara-negara “Barat Besar” selalu “berhati-hati” secara strategis dengan Rusia, tidak terkecuali Israel. Namun, hanya dalam kaitannya dengan negara Yahudi itulah Putin memanifestasikan “kejujuran”, “keadilan” dan “kelezatan” kebijakannya sekeras mungkin. Ambil contoh, dukungan terbuka terhadap Hamas dan Hizbullah.”Kebijaksanaan” Israel dalam kaitannya dengan presiden Rusia dapat dipahami, karena akan sangat tidak masuk akal, berdampingan dengan musuh, untuk melawan negara yang hukum internasionalnya merupakan ungkapan kosong.
0 notes
journalofguh-blog · 8 years
Text
TRUMP, PUTIN, dan ERA BARU PERANG DINGIN Sesungguhnya apa yang dibalik campur tangan Rusia pada Pilpres 2016 – dan apa yang disembunyikan? Oleh Evan Osnos, David Remnick, dan Joshua Yaffa. (Bag. 1)
1.      Sasaran Empuk
Pada 12 April 1982, Yuri Andropov, Kepala KGB Russia, memerintahkan intelegen luar negerinya untuk melakukan operasi berjudul “active measure” --- aktivniye meropriyatiya – terhadap kampanye pemilihan Presiden Ronald Reagan.
Tidak seperti spionase pada umumnya, yang mana bertujuan untuk mengumpulkan informasi rahasia asing, “active measure” bertujuan untuk memengaruhi event tersebut --- merongrong kekuatan musuh dengan pemalsuan, kelompok depan, dan teknik lain yang tak terhitung jumlahnya yang diasah selama Perang Dingin. Para pemimpin Soviet mempertimbangkan bahwa Reagan merupakan seorang militer yang tidak bisa digantikan. Menurut catatan tambahan yang dibuat oleh Vasili Mitrokhin, pejabat petinggi K.G.B Russia dan juru arsip yang kemudian membelot ke Inggris, intelejen Soviet berusaha menyusup ke petinggi Komite Nasional Republik dan Demokrat, mempopulerkan slogan “Reagan Means War!” (Reagan bermaksud Perang!), dan mendiskreditken Presiden sebagai anggota korup dari komplek industri-militer. Usaha tersebut tidak menghasilkan efek yang jelas. Reagan menang di 45 negara bagian dari total 50 negara bagian.
“Active Measure” digunakan oleh kedua belah pihak di selama Perang Dingin. Pada 1996, pajabat Intelejen Soviet menyebarkan rumor bahwa pemerintah Amerika telah terlibat dalam pembunuhan Martin Luther King, Jr. Pada 1980, mereka menyebarkan rumor bahwa intelejen Amerika telah membuat virus AIDS, di Fort Detrick, Maryland. Mereka secara teratur memberikan dukungan terhadap partai-partai kiri dan pemberontakan. C.I.A, dalam hal ini, bekerja untuk menggulingkan rezim di Iran, Kuba, Haiti, Brazil, Chile, dan Panama. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan pembayaran kontan, propagranda, dan kadang kekerasan  untuk memberikan goncangan selama pemilihan agar menjauh dari partai-partai Kiri, baik di Italia, Guatemala, Indonesia, Vietnam Selatan, dan Nikaragua. Setelah jatuhnya Uni Soviet, pada awal 1990an, C.I.A kemudian meminta Russia meninggalkan langkah-langkah aktif untuk menyebarkan informasi tidak benar yang dapat membahayakan Amerika Serikat. Russia bersedia melakukannya. Namun ketika Sergey Tretyakov, kepala kantor intelejen Rusia di New York, membelot pada tahun 2000, dia mengungkapkan bahwa operasi “Active Measure” tidak pernah ditinggalkan. “Tidak ada yang berubah”, tulisnya pada tahun 2008. “Russia sedang melakukan segalanya yang dapat membuat malu Amerika Serikat hari ini”
Vladimir Putin, dengan cepat menuduh Barat munafik, sering menunjuk ke sejarah ini. Dia melihat bahwa ada hubungan lurus antara dukungan Barat terhadap gerakan anti-Moscow “color revolution” (revolusi warna), di Georgia, Kyrgyztan, dan Ukraina, yang mana digulingkan melalui korupsi, pemimpin-pemimpin Soviet, karena memberikan dukungan terhadap pemberontakan Muslim Semi Arab.  Lima tahun sebelumnya, dia menyalahkan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton atas adanya gerakan protes Anti-Kremlin di Bolotnya Square Moskow. “Dialah yang menyusun perintah terhadap beberapa aktor dari negeri ini dan memberikan tanda”, kata Putin. “Mereka mendengarnya dan dengan dukungan pemerintah Amerika Serikat, mereka memulainya.” (Tidak ada bukti yang cukup jelas untuk membuktikan tuduhan ini). Dia mengira bahwa agensi non-pemerintah dan lembaga sosial kemasyarakatan seperti organisasi National Endowment for Democracy, Human Right Watch, Amnesty International, dan kelompok pengawas pemilihan Golos hampir digunakan sebagai instumen penyamaran untuk mengubah rezim.
Para pejabat Amerika Serikat yang mengelola sistem tersebut melihat apa yang Putin lakukan sebagai salah satu bahaya eksistensial untuk dirinya sendiri terhadap penolakan yang ia sebut “whataboutism,” sebuah strategi dari kesetaraan moral palsu. Benjamin Rhodes, seorang penasihat deputi keamanan nasional dibawah Presiden Obama, salah satu diantara yang menolak logika Putin, mengatakan, “Putin tidaklah sepenuhnya salah”, tambahnya, di masa lalu, “kita saling terlibat dalam perubahan rezim di seluruh dunia. Ada cukup tali baginya untuk menggantung kita”.
Kampanye Pemilihan Presiden 2016 di Amerika Serikat menarik perhatian Putin. Dia membenci Obama, yang mana telah memberlakukan kebijakan berupa sanksi ekonomi kepada krooni-kroni Putin setelah penganeksasian terhadap Krimea dan invasi di sebelah timur Ukraina. (Televisi nasional Russia mencemooh Obama sebagai seorang yang “lemah”, “biadab”, dan seorang yang “kasim”.) Clinton, di mata Putin, adalah seorang yang buruk --- perwujudan dari penganut intervensi liberal yang menekan dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat, lebih militant daripada Obama, dan seorang penghambat terhadap berhentinya sanksi dan pembangunan kembali pengaruh geopolitik Russia.  Pada saat yang sama, Putin dengan cekatan menyanjung Trump, sebagai seorang yang jarang memberikan sambutan postitif terhadap kehebatan dan keefektifan Putin sebagai seorang pemimpin. Di awal tahun 2007, Trump mennyatakan bahwa Putin telah melakukan “pekerjaan besar dalam membangun kembali image Russia dan juga membangun kembali periode Russia”. Di tahun 2013, sebelum mengunjungi Mokow dalam rangka pertunjukan Miss Universe, Trump mengharapkan, melalui kicaunya, bahwa jika dia bertemu Putin, dan, “Jika bisa, akankan dia menjadi salah satu teman terbaikku yang baru?”. Selama kampanye Pemilihan Presiden, Trump menyatakan kegembiraannya bahwa Putin merupakan pemimpin superior yang telah menjadikan pemerintahan Obama sebagai bahan lelucon.
Untuk mereka yang tertarik dengan “langkah aktif” atau “active measured”, era digital menyajikan kesempatan lebih jauh dan lebih menarik dibandingkan dengan era Andropov. Komite Nasional Demokrat dan Komite Nasional Republik menawarkan apa yang keamanan cyber harapkan dengan “attack surface” atau “serangan permukaan”. Terikat pada level politik yang tinggi, meskipun demikian mereka tidak dilindungi dengan pertahanan yang kuat seperti pada institusi pemerintahan yang sensitif. John Podesta, ketua tim kampanye Hillary Clinton dan mantan kepala staff Presiden Bill Clinton, punya beberapa alasan untuk menyadari rapuhnya komunikasi modern. Sebagai penasihat senior Gedung Putih era Obama, dia turut terlibat dalam kebijakan yang sifatnya digital. Bahkan sebelum dia harus repot-repot menggunakan elemen paling dasar dalam pertahanan, seperti verifikasi dua kali untuk akun emailnya.
“Jawaban paling jujur dari tim saya dan saya adalah bahwa kita terlalu tergantung pada fakta tentang betapa nyamannya apa yang kita klik,” ujar Podesta. Misalnya dalam hal ini, dia menerima email transaksi penipuan, berpura-pura dari “Gmail team”, yang mana mendesak pengguna untuk “mengganti kata kunci secara mendadak”. Seorang I.T yang mana telah diminta untuk melakukan verifikasi dengan salah membalas pesan tersebut bahwa sebagai “email yang valid”.
Kondisi politik Amerika Serikat juga menawarkan sebagian sasaran empuk untuk dezinformatsiya, informasi yang salah dimaksudkan untuk mendiskreditkan versi resmi dari kegiatan, atau gagasan dari kebenaran yang nyata. Warga Amerika telah terpecah berdasarkan ideology selama hampir dua dekade, menurut Pew Research Center. Warga Amerika percaya pada media massa  yang telah jatuh pada sejarah yang hina. Perpecahan media tersebut terlihat seolah menelurkan teori konspirasi mengenai segala sesuatu dari tempat kelahiran Barack Obama (kira-kira di Kenya) berhubungan dengan perubahan cuaca (Hoax dari warga Tionghoa). Trump, dalam posisinya membangun identitas politik, mengenalkannya sebagai sebuah teori.
“Masyarakat bebas seringkali terpecah karena masing-masing memiliki pendapatnya sendiri, dan itu coba dimanfaatkan oleh intelijen Russia dan mantan petinggi Soviet dulu,” kata Oleg Kalugin, mantan jenderal K.G.B Russia, yang telah tinggal di Amerika Serikat sejak tahun 1995. “Tujuan utamanya adalah memperdalam perpecahan tersebut”. Sebuah strategi yang cocok untuk negara Russia, yang mana sering dianggap lebih rendah dari negara era Soviet, yang mana tengah menaikkan posisi geopolitik dengan sebuah entitas yang lebih kuat.
Di awal Januari, dua minggu sebelum inagurasi, James Clapper, direktur intelejen nasional, mengeluarkan sebuah laporan deklasifikasi yang menyebutkan bahwa Putin telah memerintahkan untuk memengaruhi kampanye dengan tujuan menurunkan elektabilitas Clinton, melindungi Donald Trump, dan “mengacaukan keyakinan publik terhadap proses demokrasi Amerika Serikat”. Laporan deklasifikasi tersebut lebih banyak menyajikan pernyataan daripada bukti. Pejabat Intelijen menyebutkan bahwa ini diperlukan untuk melindungi metode pengumpulan informasi mereka.
Kritik terhadap laporan tersebut telah berkali-kali dikemukakan bahwa agen intelijen, sebulan sebelum perang Irang, telah menunjukkan kesalahan persetujuan terhadap senjata pemusnah massal. Namun kelompok intelijen telah terpecah cukup jauh berkaitan dengan pengembangan terbaru senjata Iraq; pertanyaanya dari pertanggungjawaban Russia terhadap serangan cyber selama pemilihan 2016 yang diproduksi tanpa menimbulkan keributan. Tujuhbelas agen intelijen federal telah setuju bahwa Russia telah bertanggungjawab terhadap peretasan tersebut.
Pendapat sebelumnya Senat, Clapper menjelaskan bahwa ada usaha yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh Russia untuk mengganggu jalannya proses pemilihan Amerika Serikat. Operasi tersebut melibatkan peretasan email Demokrat, publikasi tulisan yang dicuri melalui WikiLeaks, dan manupulasi media sosial untuk menyebarkan berita palsu dan pesan pro-Trump.
Awalnya, Trump mencemooh sistem pengamanan dari peretasan tersebut sebagai sebuah “perburuan penyihir”, dan serangan tersebut bisa datang dari mana siapa saja- Russia, China, atau “seseorang yang duduk di tempat tidur dengan berat 400 pon.” Pada akhirnya, dengan enggan dia menerima hasil temuan, namun tetap bersikeras bahwa gangguan Russia  sama sekali “tidak memberikan pengaruh terhadap hasil pemilihan.” Yevgenia Albats, pengarang dari “The State Within a State,” buku mengenai K.G.B, menyebutkan bahwa Putin kemungkinan tidak memercayai dirinya bisa mengubah hasil dari pemilihan, namun, karena sikap antipatinya terhadap Obama dan Clinton, dia bisa menjadi penyebab naiknya Trump secara signifikan dan mengacaukan kenyamanan sistem politik Amerika. “Dia ingin membuat publik sebagai sebuah kemungkinan. DIa menginginkan kehadirannya untuk diketahui,” dan “menunjukkan, bahwa tidak peduli apapun itu, kita bisa masuk ke rumahmu dan melakukan apa yang kita mau”.
artikel asli di  http://www.newyorker.com/magazine/2017/03/06/trump-putin-and-the-new-cold-war
0 notes