Tumgik
#bonnie triyana
bantennewscoid-blog · 2 months
Text
Bawaslu Mulai Sidangkan Sengketa Dugaan Penggelembungan Suara Caleg DPR RI Dapil Banten I
SERANG – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten, hari ini, Rabu (24/4/2024), mulai menyidangkan sengketa Pemilu terkait dugaan penggelembungan suara Caleg DPR RI dari PDIP di Dapil Banten 1 mulai di sidang Bawaslu Banten. Agenda persidangan pertama dengan agenda pembacaan pemeriksaan laporan dari terlapor di ruang sidang Bawaslu Banten. Adapun pihak terlapor dari perkara tersebut adalah Caleg DPR…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
tipsmaatregelen · 2 years
Text
Woede bij Rijksmuseum omdat koloniale term van tentoonstelling is geschrapt
Woede bij Rijksmuseum omdat koloniale term van tentoonstelling is geschrapt
Woede bij Rijksmuseum omdat koloniale term van tentoonstelling is geschrapt Het besluit van het Rijksmuseum om de term ‘Bersiap’ te schrappen van een tentoonstelling over de Indonesische opstand na de Tweede Wereldoorlog vanwege de ‘sterk racistische connotatie’ heeft geleid tot een terugslag van veteranen uit de koloniale periode. Bonnie Triyana, een Indonesische historica die door het museum…
View On WordPress
0 notes
Sejarah Penggunaan Masker di Dunia
JAKARTA – Saat ini masker telah menjadi salah satu kebutuhan setiap orang yang sangat penting keberadaannya. Demi aman dari COVID-19 setiap orang harus menggunakan masker jika hendak berpergian keluar rumah. Sejarah mengatakan masker sudah sedari dulu digunakan masyarakat dunia terlebih ketika menghadapi suatu wabah.
Salah seorang sejarahwan, Bonnie Triyana mengatakan masker tertua yang dapat terlacak dimulai di Eropa pada abad ke-17 yang berbentuk seperti burung dan digunakan untuk menghadapi penyakit yang sedang melanda pada saat itu.
“Masker ini digunakan karena memang waktu itu juga ada wabah ya menghindari penyebaran penyakit dari udara dan di dalam paruhnya itu biasanya diisi sama herbs gitu jadi kayak rempah,” ujar Bonnie pada talkshow di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (28/8).
Masker-masker pada saat itu belum seperti sekarang, Bonnie mengatakan dahulu masker dibuat dari bahan-bahan seperti wol tipis hingga bahan-bahan lain yang tersedia di zamannya.
“Maskernya itu terbuatnya dari ya seadanya bikinnya, seadanya itu misalkan dari rajutan bahan rajutan kaos kaki atau dari perban atau dari kain kasa,” terang Bonnie.
Bonnie menyebutkan bahwa bentuk masker pada saat wabah Flu Spanyol sudah mulai berubah hampir menyerupai bentuk masker saat ini.
“Sudah agak berubah jadi gak kayak paruh burung lagi, jadi bentuknya itu yang kalau kita lihat ini hampir mirip-mirip karena dia (masker saat itu) bisa bergerak gitu jadi kalau berbicara bisa gerak-gerak,” sebutnya.
Berkaca dari sejarah, respons dari masyarakat terhadap penggunaan masker berubah-ubah dan bervariasi. Mengambil contoh masyarakat di Amerika Utara yang menerima penggunaan masker dan masyarakat di Kanada yang tidak menghiraukan penggunaan masker.
“Kalau di Amerika Utara mereka menerima itu sebagai sebuah kewajiban dan cara untuk menjaga apa solidaritas kemanusiaan supaya mencegah penyebaran ya apa wabah pandemi Flu Spanyol. Nah kalau di Kanada ini responsnya beda lagi, walaupun mandatory diwajibkan mereka bandel, mereka tidak memakai, di salah satu tulisan disebutkan kalau ada polisi baru dipakai jadi kalau ada razia gitu baru dipakai, tingkat kesadarannya tuh rendah karena mereka merasa tidak nyaman dan menganggap masker itu suatu hal yang aneh,” ucap Bonnie.
Bonnie menjelaskan bahwa respons dari masyarakat dapat berbeda-beda yang mana respons tersebut sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan mereka terhadap wabah yang tengah terjadi.
“Kalo melihat sejarah kebanyakan respons dari masyarakat itu kan sangat tergantung pada tingkat pemahaman mereka yang juga sangat tergantung pada pengetahuan mereka atas wabah yang terjadi itu, semakin mereka tidak tahu kan semakin mereka abai,” jelasnya.
Bonnie turut menceritakan bahwa upaya pemerintah Indonesia atau Hindia Belanda dalam mengatasi wabah Flu Spanyol saat wabah tersebut melanda Indonesia atau Hindia Belanda yaitu melalui pendekatan seperti wayang, pamflet yang mengadaptasi kisah Ramayana, serta pendekatan lainnya yang mempertimbangkan budaya setempat.
“Justru pemerintah Hindia Belanda saat itu mencoba menggunakan pendekatan kultur budaya untuk mensosialisasikan bahayanya penyakit ini dan untuk mensosialisasikan bagaimana upaya pencegahannya,” tuturnya. Bonnie tidak menemukan sejarah yang menjelaskan mengenai penggunaan dan manfaat masker di Indonesia pada saat itu, namun ia mengatakan tindakan seperti lockdown atau PSBB sudah pernah diterapkan.
“Tapi kalau cara-cara untuk mencegah misalkan dalam bahasa sekarang lockdown atau PSBB itu juga dulu ada pernah ada tindakan demikian, misalkan satu desa kalau ada yang kena wabah itu tidak boleh kemana-mana harus tetap tinggal di rumah itu sudah ada,” tambahnya.
Dalam meningkatkan kesadaran dari masyarakat mengenai kondisi saat ini, Bonnie mengatakan bahwa dibutuhkan cara-cara yang lebih kreatif dan menyenangkan terlebih jika akan menyampaikannya ke anak muda. Selain materi, medium dan cara menyampaikan sebuah pesan juga penting untuk diperhatikan.
“Mensosialisasikan pengetahuan mengenai wabah ini sendiri itu harus terus diberikan dengan cara yang kreatif mungkin buat anak muda dan yang tentu saja yang masif gitu ya, banyak anak muda sekarang kan kalau dikasih cara yang membosankan gitu mereka gasuka,” tegasnya.
Menutup dialog, Bonnie mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan melalui cuci tangan, menjaga sanitasi, dan tidak melakukan kegiatan yang berisiko menyebarkan COVID-19 seperti kumpul-kumpul.
“Tapi mungkin pentingnya sekarang kerja sama komunitas kemudian dengan pemerintah sama-sama untuk mendorong kesadaran masyarakat di dalam mencegah COVID ini ya tidak hanya soal pakai masker tapi juga apa namanya cuci tangan, menjaga sanitasi, kemudian juga tidak melakukan hal-hal yang berpotensi ke arah penyebaran,” tutup Bonnie.
Video Talkshow: "Yang Terlupakan (Bagian 4): Sejarah Masker" https://youtu.be/fbb08Lp9UXk
Tim Komunikasi Publik Satuan Tugas Penanganan COVID-19
Facebook : @InfoBencanaBNPB Twitter : @BNPB_Indonesia Instagram : @bnpb_indonesia Youtube : BNPB Indonesia
#SiapUntukSelamat #BersatuLawanCovid19 #CuciTangan #JagaJarak #MaskerUntukSemua #DiRumahAja
from RSS Feed - Berita Terkini https://ift.tt/3hDe5jt
0 notes
bidiktangsel · 4 years
Text
Pria Kelahiran Rangkasbitung yang Sukses Manggung di Kancah Internasional
Pria Kelahiran Rangkasbitung yang Sukses Manggung di Kancah Internasional
Rangkasbitung, bidiktangsel.com – Pria kelahiran Rangkasbitung, 27 Juni 1979 ini namanya mulai populer di kancah Nasional bahkan Internasional karena keahliannya mengungkap sejarah.
Nama Bonnie Triyana seorang sejarawan Indonesia, mulai mencuat ketika mendirikan majalah sejarah yang sangat populer di Indonesia, Majalah Historia.
Dalam beberapa kali wawancarannya dengan awak media di Lebak,…
View On WordPress
0 notes
dailymailcoid · 4 years
Text
Raja Belanda Minta Maaf atas Penjajahan Indonesia, Apa Selanjutnya?
Dailymail.co.id, Jakarta Raja Belanda Willem-Alexander menyampaikan permohonan maaf atas penjajahan yang dilakukan negaranya selama 350 tahun di masa lampau. Hal ini disampaikan Raja Willem saat bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Selasa (10/3/2020).
Sejarahwan Bonnie Triyana melihat hal itu sebagai sesuatu hal yang secara jelas mengekspresikan pengakuan pihak Belanda bahwa ia telah…
View On WordPress
0 notes
bantennewscoid-blog · 5 months
Text
Bonnie Triyana: Ganjar Mahfud Menang, Cilangkahan Jadi Kabupaten Baru
LEBAK – Masyarakat Cilangkahan menyampaikan maklumat kepada Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud. Masyarakat menginginkan agar wilayah Cilangkahan memiliki pemerintahan kabupaten tersendiri yang telah 20 tahun mereka perjuangkan. Menanggapi hal itu sejarawan Bonnie Triyana mengatakan dirinya sangat mendukung terhadap hal itu, dan siap memperjuangkannya kepada pemerintah pusat. Bonnie…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kepritv-blog · 6 years
Text
People and Inspiration: Melek Sejarah dengan Cara Kekinian #1
People and Inspiration: Melek Sejarah dengan Cara Kekinian #1
“Jas Merah”, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Perumpamaan yang diucapkan Presiden Soekarno tersebut nampaknya pas dengan sejarawan Bonnie Triyana. Bonnie mengemas sejarah Indonesia dengan… Sumber
View On WordPress
0 notes
rumahinjectssh · 7 years
Text
Sejarawan Ungkap Film G30SPKI Bukanlah FIlm, Melainkan Alat Propaganda Orba - FROM SUARASOSMED
SUARASOSMED - Sejarawan Bonnie Triyana menilai Film G 30 S/ PKI bukan merupakan film sejarah. Sebab sejumlah adegan dalam film arahan Sutradara Arifin C Noer itu tak sesuai dengan fakta sejarah. "Di beberapa adegan tidak faktual. Ada beberapa ketidaksesuaian peristiwa sejarah," kata Bonnie yang tengah berada di Belanda saat dihubung detik.com, Jumat (15/9/2017) malam. Ia menanggapi rencana TNI Angkatan Darat menggelar acara nonton bareng film tersebut untuk lingkungan internal mereka. Film tersebut pertama kali beredar pada 1984 dan pernah menjadi tontotan wajib bagi seluruh pelajar di Indonesia. Film itu lalu diputar setiap 30 September di televisi, dan baru dihentikan begitu memasuki era reformasi. Bonnie mencontohkan adegan yang dianggap tak faktual antara lain adegan tujuh jenderal yang disika di daerah Lubang Buaya. Film itu menggambarkan penyiksaan oleh Gerwani. Namun hasil visum yang dilakukan oleh tim dokter menunjukkan bahwa tidak ada penyiksaan berupa pencungkilan mata, penyiletan, hingga pemotongan alat kelamin. [ads-post] Tim visum terdiri dari dr. Lim Joe Thay, dr. Brigjen Roebiono Kertopati (perwira tinggi yang diperbantukan di RSP Angkatan Darat), dr. Kolonel Frans Pattiasina (perwira kesehatan RSP Angkatan Darat), dr. Sutomo Tjokronegoro (ahli Ilmu Urai Sakit Dalam dan ahli Kedokteran Kehakiman dan profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), dan dr. Liau Yan Siang (lektor dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman FK UI) Indonesianis dari Cornell University, Benedict Anderson, mengungkapkan hasil visum ini dalam artikelnya, How did the General Dies? di jurnal Indonesia edisi April 1987. Merujuk hasil visum, enam jenderal tewas karena luka tembak, dan Jenderal MT Haryono tewas karena luka tusukan senjata tajam. "Itu film propaganda Orde Baru, bukan film sejarah," kata Bonnie tegas. Daripada memutar film tersebut, ia menyarankan agar dibuat film baru yang benar-benar otentik nilai kesejarahannya. Untuk menggarap hal itu perlu diskusi dengan para ahli agar tidak terjebak menjadi indoktrinasi atau alat propaganda. "Sebaiknya film sejarah didiskusikan bukan diberikan sebagai doktrin. Film, siapapun boleh membuatnya, yang penting diskusi, bukan main paksa nonton seperti propaganda dan doktrin," tutupnya. [update] SAH, Inilah Alasan TNI-AD Mengapa Mengelar NOBAR Film G30SPKI !! - Untuk Mengingat Sejarah, Dan Mencegah adanya aksi pelencengan sejarah.. Semoga CLEAR SEKALI LAGI... Meski Kontroversi Mari Kita Lihat Bagaimana Nanti Terjadi.. - NOBAR artinya Ada Yang Membimbing Itu Yang Perlu Dicatat... Kalau Anda menonton sendiri Berarti anda seperti anak SD yang menonton film dewasa - tanpa bimbingan orang tua..Apa Akibatnya ?? sudah tau sendiri kan - SEBARKAN.. semoga fakta fakta memang berhasil diluruskan... http://www.suarasosmed.com/2017/09/sah-simak-alasan-tni-mengapa-mengadakan.html[/update] Berita Atau Informasi Diatas Sudah Terlebih Dahulu Tampil Dan Ditayangkan Di Halaman Berikut Sumber Berita : DETIK Judul Asli :
Terima Kasih Telah Menggunakan Dan Menyebarkan Kembali Berita Dari suarasosmed-Media Informasi Terkini Yang Senantiasa Dan Selalu Terbuka Untuk Umum - Bookmark Wartabali.net Dan Dukung Terus Perkembangan Kami - Wartabali-Media Informasi Kita 
from Media Informasi Kita http://www.suarasosmed.com/2017/09/sejarawan-ungkap-film-g30spki-bukanlah.html
0 notes
rinasitorus · 7 years
Text
Rumah Tusuk Sate Beraura Perlawanan
Tumblr media
Sebagai seorang pengamat sastra ala-ala, saya senang sekali ketika diminta Joss Wibisono untuk tandem dengan Lea Pamungkas jadi pewawancara pada acara peluncuran dua novelnya, ‘Rumah Tusuk Sate di Amsterdam Selatan’ & ‘Nai Kai’ di Amsterdam.
Kumpulan cerita Rumah Tusuk Sate di Amsterdam berawal dari keinginan Joss untuk memberi ‘panggung’ pada sejarah perlawanan pemuda Indonesia melawan Nazi di Belanda jaman verzet (bergerak) di Belanda. Menarik bagi saya karena justru kisah fiksi Joss ini yang membuat saya kepingin mengenal lebih jauh tentang Irawan Soejono, bukannya dari buku menterengnya Harry Poeze yang menurut Joss sedikit banyak menginspirasi cerita ini (santer kabar yang mengatakan cerpen ini akan dikembangkan jadi novel). Sementara buku keduanya, Nai Kai, bercerita tentang perbudakan di Indonesia pada jaman VOC, diceritakan dari sudut pandang seorang penyanyi opera beken di Eropa di paruh pertama abad ke-19.
Yang menarik, Joss sempat menceritakan tentang verzet-nya sendiri akan Orde Baru. Berbeda dengan empat cerpen lainnya yang memakai EYD, Rumah Tusuk Sate di Amsterdam Selatan, ditulis dalam ejaan Suwandi. Menurut Joss, hadirnya EYD menciptakan generasi muda yang ahistoris, karena mereka (sengaja dibuat) tidak tertarik menggali pengetahuan sejarah dari referensi lama yang memakai ejaan Suwandi. Kenapa tidak semua ditulis dalam ejaan Suwandi? Sambil mesem-mesem Joss menjawab ,”Yaaaaaaah nanti malah ndak ada yang baca.”
Meski Joss setengah mati meyakinkan bahwa kedua novelnya adalah fiksi, pertanyaan yang diusung kedua novel tersebut sama sekali tidak fiktif. Menyoroti soal zedenschaandaal (skandal susila) di Indonesia tahun akhir tahun 1930an, dimana penangkapan dan persekusi atas kalangan penyuka sejenis sering terjadi, Joss bertanya, mereka ini sudah pernah dihukum sebelumnya, apakah pemerintah Indonesia akan jadi ‘lebih kejam’ dari penjajah Belanda? Demikian juga dengan Nai Kai, diskusi jadi menarik ketika ada pertanyaan, mengapa Indonesia sepertinya tidak peduli atau bahkan cenderung menutup-nutupi perbudakan jaman VOC? Tidak seperti eks koloni Belanda lain, Suriname misalnya, yang getol menyuarakan soal itu.
Mengutip komentar penutup pemred majalah Historia Bonnie Triyana, “Gak usah lagi ada perdebatan soal fiksi non fiksi. Dari fiksi yang ditulis pada jamannya, kita juga bisa belajar sejarah.”
Acara peluncuran buku Minggu siang di Quaker centrum Amsterdam itu dihadiri oleh antara lain Dubes Indonesia untuk Kerajaan Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja, pemerhati masalah Indonesia Wim Manuhutu, Nico Schulte Nordholt dan Cara Ella Schulte Nordholt-Bouwman, diskusi berjalan hangat dan mencerahkan jiwa-jiwa yang haus akan pengetahuan sejarah.
Jika kita tanya pendapat wartawan senior Aboeprijadi Santoso yang juga hadir, dia bakal bilang, “Ini dua fiksi yang melintasi sejarah dua (atau lebih) tokoh, dua negeri, dua kota dan dua zaman. Dengan imajinasi yang pas, bila terpancar dari kedua buku ini, bisa mencicipi jiwa dan rasa zaman-zaman yang berbeda-beda itu: Belanda-Pendudukan Nazi-Indonesia 1940an; Bali-VOC-Amsterdam.”
Saran saya sih, jangan gampang percaya sama wartawan, biarpun yang senior juga, langsung aja beli buku-bukunya dan baca sendiri ya.
0 notes
dailymailcoid · 5 years
Text
Sejarahwan: Agnez Mo Tidak Salah soal Ucapan Tak Berdarah Indonesia, Tapi...
Sejarahwan: Agnez Mo Tidak Salah soal Ucapan Tak Berdarah Indonesia, Tapi…
Liputan6.com, Jakarta – Pernyataan penyayi Agnez Mo saat diwawancari dalam sebuah program televisi di Amerika Serikat (AS) menuai berbagai kontroversi di tengah publik Indonesia.
Pernyataan dia yang menyebut bahwa dirinya tidak memiliki darah Indonesia dianggap oleh beberapa publik kurang tepat. Karena tidak mencerminkan semangat ke-Indonesiaan.
Sejarahwan Indonesia Bonnie Triyana melihat masalah…
View On WordPress
0 notes
bantennewscoid-blog · 8 months
Text
Raih Penghargaan Reiwa, Bonnie Triyana Harap Hubungan Indonesia-Jepang Makin Harmonis
PANDEGLANG – Usai mendapatkan penghargaan dari pemerintah Jepang 2023 (Reiwa 5), sejarawan, Bonnie Triyana berharap hubungan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang kedepannya bisa makin harmonis. Kata Bonnie, untuk membuat hubungan yang harmonis itu langkah yang pertama yang harus dilakukan adalah menyamakan persepsi tentang sejarah Indonesia dan Jepang. Namun dengan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
newstfionline · 7 years
Text
Indonesian Islamist leader says ethnic Chinese wealth is next target
By Tom Allard and Agustinus Beo Da Costa, Reuters, May 12, 2017
JAKARTA--The leader of a powerful Indonesian Islamist organization that led the push to jail Jakarta’s Christian governor has laid out plans for a new, racially charged campaign targeting economic inequality and foreign investment.
In a rare interview, Bachtiar Nasir said the wealth of Indonesia’s ethnic Chinese minority was a problem and advocated an affirmative action program for native Indonesians, comments that could stoke tensions already running high in the world’s largest Muslim-majority nation.
“It seems they do not become more generous, more fair,” the cleric said, referring to Chinese Indonesians, in the interview in an Islamic center in South Jakarta. “That’s the biggest problem.”
Ethnic Chinese make up less than 5 percent of Indonesia’s population, but they control many of its large conglomerates and much of its wealth.
Nasir also said also that foreign investment, especially investment from China, has not helped Indonesians in general.
“Our next job is economic sovereignty, economic inequality,” said Nasir, an influential figure who chairs the National Movement to Safeguard the Fatwas of the Indonesian Ulemas Council (GNPF-MUI). “The state should ensure that it does not sell Indonesia to foreigners, especially China.”
His group organized protests by hundreds of thousands of Muslims in Jakarta late last year over a comment about the Koran made by the capital’s governor, Basuki Tjahaja Purnama, an ethnic-Chinese Christian.
Purnama was found guilty this week of blasphemy and sentenced to two years in prison, raising concerns that belligerent hardline Islamists are a growing threat to racial and religious harmony in this secular state.
Nasir, 49, used to have a late-night religious show on one of Indonesia’s biggest TV networks. His contract was ended under government pressure after his role in the first anti-Purnama rally was revealed.
He spoke calmly during the interview, identifying other religiously motivated objectives such as restricting alcohol to tourist areas, curbing prostitution and criminalizing adultery and sodomy. He insisted he believes in a pluralist Indonesia.
Former President Suharto blocked Chinese Indonesians from many public posts and denied them cultural expression, forcing them to drop their Chinese names. Marginalized politically and socially, many turned to business and became wealthy.
The ethnic wealth gap has long fed resentment among poorer “pribumi”, Indonesia’s mostly ethnic-Malay indigenous people. During riots that led to the fall of Suharto in 1998, ethnic-Chinese and Chinese-owned businesses were targeted, and about 1,000 people were killed in the violence.
There has been no blood-letting on that scale since then, but tensions have remained. President Joko Widodo was the subject of a smear campaign on the campaign trail in 2014 that falsely claimed he was a Chinese descendant and a Christian.
Bonnie Triyana, a historian who has chronicled Chinese Indonesian experiences, said Nasir was “scapegoating” the Chinese.
“It’s very dangerous for our nation. It’s playing with fire,” said Triyana, who is an indigenous Indonesian. “They are spreading bad information to convince people that their role is to save the nation.”
Greg Fealy, an expert on Indonesian Islamic groups from the Australian National University, said GNPF-MUI is developing a national agenda following the Jakarta governor’s conviction.
“They are trying to harness that movement to link the Islamist agenda with inequality. It is, in effect, targeting Chinese non-Muslims,” he said. “This is all part of a pitched battle in the run-up to 2019.”
0 notes
kepritv-blog · 6 years
Text
People and Inspiration: Melek Sejarah dengan Cara Kekinian #3
People and Inspiration: Melek Sejarah dengan Cara Kekinian #3
“Jas Merah”, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Perumpamaan yang diucapkan Presiden Soekarno tersebut nampaknya pas dengan sejarawan Bonnie Triyana. Bonnie mengemas sejarah Indonesia dengan… Sumber
View On WordPress
0 notes
basilicahudson · 7 years
Video
undefined
tumblr
LINEUP ANNOUNCED FOR 24-HOUR DRONE 2017! 
TICKETS
Featuring
LEE RANALDO // JON GIBSON PERFORMS VISITATIONS WITH JEREMY GIBSON // BRIAN CHASE AND YONATAN GAT // NAG & A PICTURESQUE VENUS TRANSIT // HUBBLE // BRIAN DEWAN // EZRA FEINBERG // JESUS CACTUS // BEN SHEMIE // SHILPA RAY // RODDY BOTTUM // VEENA CHANDRA // PHIL KLINE // BONNIE KANE // IIVII // VISION CONTROL // LOGAN R. VISSCHER // LIGATURE PRESENTED BY TINNITUS // KARMA TRIYANA DHARMACHAKRA CHOIR // DAVID GARLAND & ENSEMBLE WITH ARONE DYER AND IVA BITTOVA // QUELQUE SHOW MONTREAL BLOCK CURATED BY JESSICA MOSS FEATURING BIG | BRAVE, JR + MS, AND MORE // VICTORIA KEDDIE + UNIT 11 RESIDENCY PROJECT FEATURING KATHERINE BAUER, WITH ROSE KALLAL AND SCOTT KIERNAN // VISUAL INSTALLATION BY TROUBLE // PROJECTIONS BY CHARLES G. WALDMAN // ENDURANCE READING OF THE 1816 TESTIMONIES OF MOTHER ANN LEE PRESENTED BY SHAKER MUSEUM | MOUNT LEBANON // LIVE STREAMING BY WAVE FARM / WGXC
Plus, sister events
KICK OFF: HUDSON VALLEY CLIMATE MARCH SAT @ NOON, 7TH STREET PARK TO BASILICA
WIND DOWN: WGXC RECORD + MEDIA FAIR SUN @ 11AM, BASILICA BACK GALLERY 24-HOUR DRONE attendees receive free entry!
MORE INFO FB EVENT PAGE
Graphic by AJ Annunziata; animation by Robert Sommerlad
0 notes
ranahkopi · 7 years
Photo
Tumblr media
*Ruang Sejarah 101* _Silang Sejarah Negeri Bahari_ Ruang Kajian sejarah lintas disiplin ini, diharapkan bisa menerbitkan sebuah kesadaran baru akan nilai penting bangsa Nusantara dalam kancah peradaban global. Sebagai sebuah entitas besar yang nyaris tiada banding di belahan bumi mana pun, sudah saatnya anakanak bangsa di negeri ini mengetahui rekam jejak para leluhurnya, dan menjadikan pusparagam khazanah itu sebagai peta jalan membangun masa depan. Subjek dan Serial Kajian: 1. Pohon Kehidupan Nusantara *Tonggak sejarah dan alurnya* 2. Spiritualitas cum Agama *Anak-Anak Langit di Bumi Nusantara* 3. Susastra *Ragam Aksara Manusia Nusantara* 4. Seni, Budaya, Adat, dan Ulayat *Ranah Empat Matra* 5. Tata Negara/Pemerintahan *Peran-Sumbangsih Nagari* 6. Arkeologi Maritim *JejakJejak Debu* 7. Sistem Ekonomi dan Sosiologi *Arta dan Neraca* 8. Kuliner dan Obatobatan *Tabularasa Nusantara* 9. Perkakas/Metalurgi, Arsitektur, dan Tata Kota *Pandai Besi dan Pengolahan Batu* 10. Astronomi dan Teknologi Penjelajahan *Jelajah Langit dan Laut* Pengampu: * Mpu Herman Sinung Janutama * Radhar Panca Dahana (budayawan) * Roso Daras (Sukarnois) * Mundardjito (arkeolog UI) * Bre Redana (jurnalis senior) * Gus Candra (sufi) * Bonnie Triyana (pakar kolonialisme) * JJ Rizal (sejarahwan) Penyelia: Ren Muhammad Digelar perdana pada Sabtu, 27 Mei 2017. Persembahan Yayasan Aku dan Sukarno, Ranah Kopi, dan Khatulistiwamuda. (at Ranah Kopi)
0 notes