Tumgik
#duryudana
shofiyah-anisa · 4 years
Text
Tau apa kau tentang hidup.? Iya, ketika ci(n)ta menjadi perantaranya.
Kita takan akan punya cita kala cinta terhiraukan. Namun cita kadang sirna kala cinta fana menggoda insan2 labil tanpa pijakan. Maka Allah adalah muara cinta dan cita tertinggi Muara setiap kisah & keluh, muara sastra, muara hati, muara rasa.
Tak jarang waktu berubah, namun manusia tak berubah. Namun sering pula, manusia berubah kala waktu berputar dan berpindah. Dan, tinggalah seorang diri menertawakan kebodohan serta kealpaan.
Oh, hidup memang penuh sandiwara. Kadang 'arjuna' menjadi tokoh utamanya, namun 'karna' tentu banyak muncul menghiasi cerita mahabarata. Tak jarang yang menjadi 'duryudana' tuk menambah sedap2 hidup, agar hidup tidak selalu nyaman dan aman.
Peran2 antagonis maupun protagonis kerap kali berputar sesuai ritme hidup dimana ia berdiri. Namun pijakan iman lah yang akan selalu kokoh menjadi pasak hingga ke haribaan ilahi.
Kisahmu adalah kamu, namun kisahku akan mampir kedalam hidupmu kala kamu membuka ruang untukku singgah.
9 Nov 20
1 note · View note
wildanbeardless · 5 years
Text
Kita adalah Kurawa
Kurawa berjumlah 100 bersaudara. Kembar. Mereka dibesarkan oleh ayah yang buta dan ibu yang mengajarkan dendam kepada anak-anaknya. 100 kurawa itu tidak semuanya akrab satu sama lain. Ada 3 kubu, kubu Duryudana yang ingin memusnahkan Pandawa, Ugrasrawa yang barbar dan Argayayin pimpinan komunitas psikopat. Para alfa tidak berteman tapi mereka saling beraliansi. Bawahannya bisa jadi saling bersahabat.
Kurawa selalu dikisahkan sebagai antagonis, tapi sadarkah bahwa kita adalah antagonis bagi orang yang merasa kita memberikan kesulitan bagi orang lain? Kita semua Kurawa. Kita mungkin merasa lebih baik dari orang lain dan sebaliknya. Kita kerap merendahkan dan direndahkan. Kitapun menuntut balas atas apa yang orang lain perbuat.
Bagi Kurawa, kepentingan kaum mereka lebih penting, di atas segalanya. Oh, bukankah kita juga? Kita kerap menuding orang lain berbuat salah tanpa mau peduli perasaan orang yang kita salahkan. Bisa jadi kita hanya benar secara norma namun salah jika kita lebih mendengarkan orang yg kita salahkan.
Beberapa Kurawa bertaubat dan menjauh dari sodara-sodara mereka yang ditentang masyarakat umum. Sambil menyimpan gelisah yang menggumpal dalam jiwa mereka dalam bentuk pertanyaan "bagaimana Pandawa mendapatkan nasib kami, apakah mereka akan tetap dicintai?"
Kurawa itu 100 orang tapi mudah kalah oleh Pandawa yang hanya 5 karena mereka kerap memikirkan diri mereka sendiri. Begitupula kita, boleh jadi kita mendapatkan predikat jumlah penduduk terbanyak tapi dikangkangi negara yang tidak lebih besar dari bekasi. Karena kita saling membenci, karena kita hanya memikirkan diri sendiri, karena kita dibesarkan generasi tua yang buta dan belajar mengeja dendam sejak dini.
Kita adalah Kurawa, dalam skala apapun kita adalah Kurawa. Kita adalah Kurawa yang nongkrong di warung kopi sambil menertawakan saudara Kurawa lain. Alih alih menyingkirkan pandawa, kuku pancanaka milik Bima sudah sandar di kulit leher dan pasopati sudah mengintip dari balik awan yang tipis. Kita akan selalu terlambat.
Berapapun Kurawa, kita selalu kalah, kita selalu salah. Maka berhentilah menyalahkan orang lain, lihat dulu ke dalam sebelum menuding orang. Upayakan sabar ketimbang memaki. Terakhir, berusahalah untuk belajar mencintai walau terus diinjak-injak lagi.
120 notes · View notes
abiealiefaziz · 3 years
Video
youtube
WAYANG CANTIK DOYAN GESEK DALANG 
BARATA YUDHA PAGELARAN WAYANG KULIT MERTI DESA LERENG GUNUNG SUMBING JETIS SELOPAMPANG BENGKAL TEMANGGUNG JAWA TENGAH ================================================ https://youtu.be/Iqu6NP0rwaQ -------------------------------------------------------- Baratayudha terdapat dualisme, yaitu antara baik dan buruk, laki-laki dan perempuan, kanan dan kiri, menang dan kalah, timur dan barat. Menurut Padmo Soekotjo mengemukakan bahwa Baratayudha adalah perang antara keluarga besar Pandhawa melawan keluarga besar Kurawa selama 18 hari, di Tegalkurusetra. Baratayudha diawali dengan cerita Kresna Duta sampai dengan berakhirnya perang Baratayudha ditandai dengan tewasnya Prabu Salya dari tangan Prabu Yudistira, Prabu Duryudana dari tangan Raden Bima, serta Patih Sengkuni dari tangan Raden Bima. Adapun kaitannya dengan pertunjukan wayang kulit purwa pada upacara syawalan dengan lakon Baratayudha akan terlihat apa fungsinya. Fungsi Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Lakon Baratayudha Di sepanjang perjalanan sejarahnya, kehidupan seni sebagai salah satu dari totalitas kehidupan manusia budaya selalu terbawa oleh arus perubahan, karena sifat dari kebudayaan itu sendiri yang tidak statis, melainkan hidup berkembang. Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur-unsur budaya asing sekalipun, suatu kebudayaan dalam masyarakat tertentu, pasti akan berubah dengan berlalunya waktu, sehingga seni pun hanyut ke dalam pasang surutnya dinamika budaya. Berasal dari budaya, berakar dan berubah bersama dengan dinamika budaya jamannya. Seni sebagai ekspresi perasaan manusia merapakan kebutuhannya sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dan lingkungannya. Kehadiran seni bersama-sama manusia pada awalnya merupakan dorongan atas kepercayaan akan adanya kekuatan adi kodrati di atas manusia. Barangkali tidak terlalu meleset jika dikatakan bahwa pada mulanya pendorong utama kesenian adalah religi yang disertai dengan upaya pencarian dan perumusan nilai-nilai keindahan. Kesenian sebagai salah satu produk budaya akan memberikan kontribusi di dalam masyarakatnya berupa ungkapan rasa keindahan. Dengan kata lain melalui kesenian ungkapan rasa keindahan sekelompok masyarakat diwujudkan secara kenyataan. Ungkapan rasa keindahan ini merupakan salah satu kebutuhan manusia. Kehidupan manusia di dunia ini kegiatan manusia baik perorangan maupun dalam kelompok bermasyarakat tidak lepas dari bentuk-bentuk yang memberikan keindahan, atau tidak ada masyarakat yang tidak menyisihkan sebagian waktunya untuk memenuhi kepuasan akan rasa keindahan. Adapun jenis-jenis kesenian dalam konteks kemasyarakatan mempunyai kelompok-kelompok pendukungtertentu, dan kesenian tersebut bisa mempunyai fungsi-fungsi yang berbeda. Dalam hal ini apabila terjadi perubahan fungsi maupun bentuknya dapat disebabkan oleh dinamika masyarakat yang bersangkutan sebagai pendukungnya. #WAYANGKULIT #MERTIDESA #DALANGKONDANG #RITUAL #MERTIDESA #PAGEBLUK
0 notes
katherinestvincent · 3 years
Photo
Tumblr media
. #bookreview : 𝕂𝕚𝕥𝕒𝕓 𝔼𝕡𝕠𝕤 𝕄𝕒𝕙𝕒𝕓𝕙𝕒𝕣𝕒𝕥𝕒 𝕓𝕪 ℂ. ℝ𝕒𝕛𝕒𝕘𝕠𝕡𝕒𝕝𝕒𝕔𝕙𝕒𝕣𝕚 . 🤴 Buku ini bagus sekali walau cuma saduran dari Kitab asli Mahabharata. Saya yg tadinya sama sekali gak tahu dan gak ngerti, nol besar ttg Bharatayudha jadi mudeng plot kisah epik perang ini. Buku yg baik adalah buku yg bisa membuat pembacanya mengerti isi, inti dan jalan ceritanya dan author 👍👍👍👍👍 . 🤴 Banyak karakter di buku ini pdhl yg selama ini saya tahu cuma nama 5 Pandawa. Boro² keluarga besar Kurawa dan guru² mrk. Tapi berkat penjelasan dari author yg ciamik, jd saya tahu sebab-musabab cikal bakal perang saudara sepupu ini. . 🤴 Kesimpulannya, jangan jumawa dan arogan spt Duryudana. Diatas kertas, Pandawa adalah underdog walau bbrp resi memperingatkan bhw Pandawa pasti bakal menang dari Kurawa. Pandawa kalah dlm jumlah kuantitas, baik anggota keluarga maupun kerajaan sekutu yg mendukungnya. Pandawa yg cuma didukung segelintir orang hebat mampu membalikkan keadaan mjd menguntungkan dan mrk memenangkan perang. Thanks God for Khrisna yg memihak dgn setia pd Pandawa dan memberikan saran² logis dan realistik ke benak para Pandawa yg terlalu memprioritaskan keadilan, kejujuran dan kekesatriaan. Pandawa bisa menumbangkan Kurawa beserta sekutu mereka yg berjumlah berkali lipat adalah prestasi yg luar biasa dan pantas dicatat dlm sejarah dunia, sejajar dgn Perang Troya dan Tiga Kerajaan. . 🤴 Review ini saya edit krn keterbatasan caption di IG. Versi lengkap ada di Goodreads saya (link ada di bio). Beware sblm baca buku ini di #IPusnas krn font nya super aduhai imutnya, bikin mataku ngenes. . . . #classic #classicbook #epos #epicwar #asianliterature #indianliterature #KatBooksCollection #stayhome #bookstagrammerindonesia #bookstagram #bookstagrammer #bookstagramfeature #booksofinstragram #readingchallenge #bacaituseru #pecandubuku #ayomembaca https://www.instagram.com/p/CURgIbQP_27/?utm_medium=tumblr
0 notes
xenovida · 5 years
Text
Tumblr media
Nengok Wayangan di Festival Kebudayaan Desa
Nyempetin nengok pentasnya bosque Bayuaji Haha di Sidokerto Fair, Godean, Sleman. Tergolong daerah pedesaan tapi cukup maju. Selain lama gak liat wayangan, lokasinya cukup deket. Wayangan ini bagian acara festival kebudayaan yang digawangi karang taruna kelurahan yang menurutku outstanding. Selain udah ketiga kalinya, taun ini acaranya digelar 15 hari. Joz kotoz2 lah, padahal panitianya kebanyakan masih umur awal 20an.
Jam 21.20 dateng, pentas masih dipucuki dalang cilik yang masih malu-malu. Jam 22.00 om Bayu Gamping (panggilan dariku buat cucu dalang ternama, Cermogupito) baru mulai beraksi dan aku langsung mapan di balik kelir. Tapi malesi banget, panitia pada wira wiri.. maklum deh karena basecamp mereka di situ. Lakonnya Pendawa Pitu, dibuka dengan jejeran Astina, ada Duryudana, Sengkuni, Durna & Bisma (?). Basusena juga ada, tak tunggu-tunggu dialognya eh cuma mencak-mencak ngerasa gak dianggap terus cabut. Jam 23.00 Cangik dah njedul, pindah deh ke depan yang penuh sesak penonton! Nyenengke lah nonton penonton yang antusias gini. Biarpun mayoritas bapak-bapak paruh baya :v
Bintang tamunya sinden yang lagi naik daun, Eliza Ercarus Alasso. Sering denger penonton ngomong "sinden e Seno", bukti kalau makin banyak yang kenal mbak Eliza & juga bukti pak Seno merajai pakeliran saat ini. Ya gimana ya, sebulan tawaran tanggapannya lebih dari 30, hihi.. Tapi lebih gumun lagi, mbak Eliza malam itu nyinden 2 lokasi, haha.
Ngomongin Limbukan yang isinya guyon kanca (karena om Bayu Gamping & mbak Eliza teman kampus, apalagi wiyaga/penabuhnya juga kanca2 dewe), reaksi penonton masih biasa-biasa aja. Aku pengen tau tanggapan penonton soal diksi & dialek mbak Eliza yang kata om Bayu Palu (dalang yang juga kanca mereka), ngomong apa wae ditampa. Freaking true! Paling ketawa ketiwi ketika ada bahasa Jawa Ngoko kasar. Memang gak selucu waktu lihat di Titik Nol (Wayang Kota), tapi lama-lama mbak Eliza "menggila" & penonton makin riuh, haha.
Jam 12.50 Limbukan kelar, penonton bubar.. bener-bener tinggal 1/4 sampai 1/3 aja. Aku balik ke belakang kelir yang udah kosong, tapi cuma 10 menit karena rencana malam itu masih mau garap sesuatu. Besok memang bukan hari libur, tapi momen penonton bubar (kayak gerombolan semut disebul) pas Limbukan selesai, itu bukti pengikat atensi mayoritas penonton adalah Limbukan. Hiburan yang mereka cari, tapi masih ada sih yang nyari lakon. Sebenernya tanpa Limbukan wayangan masih tetap gayeng, terutama untuk beberapa dalang khususnya dalang senior yang konservatif dan sudah punya penggemar. Kalau menurutku, bisa menyedot penonton yang mayan banyak udah bagus. Gak perlu ngukur kualitasnya karena perilaku & masyarakat saat ini mulai bergeser. Apalagi lokasi dan acara juga menentukan kemasan pagelaran wayang. Apa pathet Nem nya perlu dimodifikasi untuk para penonton yang cari Limbukan? Bukan merusak pakem, dibuat lebih menarik & diperkaya pesannya mungkin. Well, aku masih butuh banyak belajar kalau mau ngomong masalah ini.
Sukses buat om Bayu Gamping, bulan ini tanggapan lagi katanya. Kalau ketemu lagi, sharing2 lagi yak.
#wayang #xenosinau #sinaumeneh
0 notes
gendisgulajawa · 8 years
Text
Testimoni Drupadi
Apakah kalian tidak mengingatku, atau tidak mengenalku atau malah melupakanku? Aku Drupadi, istri Yudistira, sulung Pandawa. Di mana kalian saat itu ketika aku dipermalukan oleh keangarmurkaan, dan hampir dijarah kehormatanku oleh dendam kesumat dan permusuhan? Ya, akulah satu-satunya perempuan dalam kisah Mahabarata yang pernah dijadikan taruhan oleh suamiku sendiri dengan perjudian dadu dengan Kurawa. Dan ternyata suamiku kalah! Pernakah kalian membayangkan bagaimana keadaanku waktu itu? Bagaima rasa malu menggerayangi seluruh tubuhku mulai kepala hingga telapak kaki...”
“Kali ini aku ingin membongkar kisah buram tadi pada kalian. Malam itu, benar-benar aku saksikan suamiku, beserta keempat saudaranya kalah. Ia menjadi bulan-bulanan Kurawa. Modal satu-satunya yang dimiliki tinggal kejujuran demi mempertahankan harga diri mereka sebagai ksatria. Ia percaya pada biji dadu Kurawa, meskipun jelas dadu tersebut sudah dimasuki tipu daya. Aku sampai ngelus dhadha, melihat apa yang dimiliknya habis, dirampok Duryudana melalui kelicikan Patih Sengkuni. Sebab, yang musnah dan jadi milik Kurawa bukan harta saja, tetapi juga tahta, kerajaan, istana, dan kemerdekaan pribadi. Saat itu, suamiku dan Pandawa benar-benar menjadi budak. Menjadi sampah di mata Duryudana, Dewi Gendari, Arya Sengkuni, Dursasana, dan lain-lain.”
“Meskipun suamiku Pandawa telah kalah, tetapi Kurawa belum puas. Begitu melihat bisik-bisik Sengkuni dengan Dewi Gendari, menyaksikan senyum kotor Dursasana, aku sudah dapat menduga apa lagi yang diincarnya. Benar dugaanku itu. Arya Sengkuni menawarkan permintaan sekali lagi dan yang terakhir, jika suamiku menang, seluruh kekalahannya dikembalikan. Tetapi, jika Pandawa kalah harus menjalani pembuangan tiga belas tahun. Dan karena suamiku sudah tidak memiliki apa-apa lagi, maka Kurawa menawarkan taruhannya adalah diriku.”
“Meskipun pelan, suamiku, Yudistira menjawab. “Baiklah. Tetapi ini benar-benar permintaan yang terakhir...” Aku hampir menjerit mendengar persetujuannya. Jelek-jelek aku juga putri raja, putri Prabu Drupada dari negeri Pancala. Bagaimana mungkin malam ini aku jadi taruhan permainan dadu? Apakah suamiku sengaja mempermalukan diriku?
Waktu aku berbisik, bertanya mengapa tega menjadikan diriku taruhannya, Yudistira menajwab lirih. “Yang kumiliki tinggal kejujuran, Drupadi. Malam ini aku dan Pandawa kalah. Aku jujur megakui itu karena kami lahir sebagai ksatria, hidup sebagai ksatria, mati pun nanti dengan cara ksatria.” Sejenak kemudian Yudistira melanjutkan. “ Engkau takut menjadi taruhan? Jika takut, katakanlah dengan jujur. Aku tidak akan memaksa...”
“Bagaimana kisah selanjutnya, mungkin kalian sudah mendengarnya. Begitu dadu-dadu selesai dilemparkan dan berhenti, seluruh Kurawa bersorak. Patih Sengkuni berkacak pinggang, Dursasana menari-nari. Suamiku kalah lagi! Mengetahui Kurawa menang, tanpa kuduga-duga, Dursasana berani menjamah rambutku hingga terurai. Aku pun ingin ditelanjangi. Mereka menarik kain panjang yang kukenakan. Namun, atas bantuan dewata rencana keji mereka gagal. Kain panjangku tiba-tiba jadi berlapis-lapis, sampai Dursasana kehabisan akal. Saat kemarahannya memuncak dan akan menajamah lebih jauh, aku memberanikan berteriak dengan lantang.”
“Berhentilah wahai Kurawa. Ketahuilah kalian! Taruhan atas diriku ini tidak sah karena suamiku telah menjadi budak kalian. Yudistira telah menjadi barang rampasan. Jadi, ia telah kehilangan haknya sebagai sebagai ksatria, bukan laki-laki yang menjadi budak Kurawa!” mendengar ucapanku, semua terpana. Termasuk Patih Sengkuni, Dewi Gendari Dan Duryudana. Tiba-tiba terdengar suara paman Widura menyadarkan mereka, “Kata-kata Drupadi benar, anak-anakku. Taruhan yang terakhir ini tidak sah. Kurawa tidak bisa memiliki Drupadi, karena Yudstira kehilangan haknya sebagai suami. Drupadi adalah perempuan merdeka, tidak bisa dipertaruhkan atas nama Yudistira...”
Akhirnya diputuskan, Pandawa harus menjalani pembuangan selama tiga belas tahun. Dan aku pun mengikutinya, karena ingin terus berbakti kepada Yudistira sampai akhir hayat nanti. Jika kalian bertanya apakah suamiku ‘berhutang malu’ padaku, aku akan menjawab tidak. Yang mempermalukan diriku adalah Dursasana. Suamiku justru mengajariku berbuat dan berkata jujur. Dan ternyata, dengan kejujuran itu aku mampu menemukan dan mewujudkan kekuatan perempuan yang selama ini tidak pernah kubayangkan. Malam itu, Pandawa kalah dadu dengan Kurawa, tapi malam itu aku, Drupadi, telah memenangkan perjudian hidup sesungguhya.”
Kisah Drupadi sungguh bukan sebuah sandiwara karena ribuan perempuan di Jawa diam-diam telah melakukan perbuatan yang sama demi membela kehormatan suami dan keluarganya.
1 note · View note
emerymiller1548 · 5 years
Link
via Twitter https://twitter.com/UtuhWibowo
0 notes
ruang-mimpi · 7 years
Text
Tentang Ksatriya
Tumblr media
Tak ada cerita yang paling menyedihkan di Mahabarata selain kisah hidup Karna. Terlahir sebagai anak dewa dan putri raja, tapi menjalani hidup di kasta rendah. Ibunya bukanlah Bunda Maria atau Maryam Ummu Isa yang teguh mesti didera cacian, mempunyai anak tanpa bapak.
Kunti terlampau takut dengan pandangan orang. Sebelum semua tahu, dia larungkan bayinya yang masih merah di sungai deras. Hidup atau tidak, ibu muda itu pasrah.
Untungnya, keluarga kusir yang menemukan Karna mencurahinya penuh kasih sayang. Radha membesarkan seperti anak kandungnya sendiri. Karena itulah, Karna lebih suka dipanggil Radheya (anak Radha) dibanding Kuntiya (anak Kunti) sampai ajalnya tiba.
Ketika remaja, Guru Durna tak menerima Karna yang cerdas karena dia hanya anak kusir. Dia beralih guru ke Ramaparasu. Pendekar sakti itu menolak mengajari para kasta ksatria. Karna mengaku dia bukan dari kasta itu karena memang tidak tahu.
Ramaparasu menjadikan Karna murid kinasih hingga diajarkan jurus dan mantra andalan. Dia tidur di pangkuan. Malang, seekor semut kecil mengigit Karna. Tak ingin gurunya terbangun, Karna rela menahan sakit.
Tubuhnya menahan gatal, keringat mengucur, Karna tak ingin menimbulkan gerakan yang membangunkan gurunya . Hingga Ramaparasu terkejut melihat muridnya. Sang guru murka.
"Siapa kau sebenarnya? Hanya kasta ksatria saja yang rela menahan sakit demi memperjuangkan sesuatu," ucap Ramaparasu. Kutukan dilontarkan. Kelak pada saat genting, Karna sama sekali tak ingat rapalan mantra pemberian gurunya itu.
Karna bingung. Setelah diusir, dia belajar ilmu secara otodidak. Banyak orang yang mengejek, tak terkecuali Pandawa, yang ternyata adiknya sendiri. "Masak, anak kusir sok-sokan pengen jadi ksatria," ejek Bima.
Pandawa tak menerima pertemanan dengan Karna. Kurawa yang malah menyambut baik layaknya seorang sahabat. Biarkan orang lain menyebut Duryudana atau Yudana yang jahat, tapi bagai Karna adalah Suyudana atau Yudana yang baik.
Menjelang dewasa. Terdengarlah sayembara memperebutkan Drupadi yang cantik dan molek, putri Raja Drupada. Perlombaan memanah burung tanpa melihat langsung. Banyak yang gagal mengangkat busur, apalagi memanah. Tentu saja ini sebenarnya keahlian Karna.
Bertekad Radheya putra Radha itu ke palagan. Belum sampai dia mengangkat gendhewa, Drupadi menolak. "Aku tak mau menjadi seorang istri anak kusir," ujarnya. Karna patah hati.
Sabar Karna, kelak kau akan mendapatkan pasangan yang setia sampai mati. Putri raja yang mau hidup sederhana dan akan kau cintai tanpa ada yang lain. Surtikanti namanya, pemilik rasa cinta tanpa batas.
Sebagai prajurit sakti, Karna tentu sangat ditakuti. Anak Dewa Matahari ini memperoleh perisai yang menempel di badannya. Perisai yang tak bisa tembus oleh senjata apapun. Tapi sayangnya, Karna terlalu baik sampai merelakan perisai itu lepas dari badannya setelah seorang pengemis meminta. Padahal, pengemis itu adalah Dewa Indra, bapak Arjuna yang menyaru agar anaknya mudah mengalahkan Karna.
Sampai menjelang pertempuran Baratayuda, Karna tak pernah tahu kalau dia putra Kunti. Sampai suatu ketika, ibu Pandawa, perempuan anggun yang selalu dia kagumi dari jauh, datang menemuinya. Kunti menangis di hadapannya dan mengatakan bahwa Karna adalah putra sulungnya.
Bagai disambar petir, batin Karna terguncang. Bagaimana mungkin dia bisa membunuh adik-adiknya sendiri? Kunti terus menangis di hadapannya, tak ingin salah satu anaknya mati. Karna tak tahu, apakah ibu biologisnya itu takut kehilangannya atau putra-putranya yang lain?
Karna berjanji tak akan membunuh adiknya, kecuali Arjuna. Tujuannya agar anak Kunti tetap lima. Sebagai ksatria, dia penuhi janji itu. Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa, hanya seperti diajak latihan bertempur saat berperang.
Hingga saatnya tiba, Karna melawan Arjuna. Pemanah tampan itu dikusiri Kresna, manusia titisan dewa. Sementara kereta Karna dikusiri Salya, mertua yang setengah hati merestui karena tak ingin putrinya bersuamikan anak kusir.
Selama pertempuran, Arjuna hanya memutar dan menghindar. Arjuna terlmpau takut dengan keahlian Karna. Tapi malang tak dapat ditolak, Salya yang sedari dulu ingin mempunyai menantu seperti Arjuna malah menjebloskan roda kereta ke dalam lubang.
Mau tak mau, Karna turun dari kereta. Diangkatnya roda dari kubangan, tapi lubang terlampau dalam.
"Ayah, tolong bantu aku mengangkat roda kereta ini, " permohonan Karna. "Coba kau angkat sendiri. Tak elok, seorang raja seperti aku mengangkat roda kereta seoarang anak kusir." jawab mertuanya.
Karna mulai putus asa. Tiba-tiba, dia melihat Arjuna mengarahkan busur panah ke arahnya. Karna panik, senjatanya masih di atas kereta. Dia butuh alat melawan yang cepat. Senjata pamungkas telah dia gunakan saat menghadapi Gatutkaca. Mantra rapalan dari gurunya, Ramaparasu, sekejab tak bisa diingat. Perisai di tubuh sudah tak dia miliki lagi.
Karna tahu, inilah waktu ajalnya menjemput. Anak panah Arjuna tepat menancap lehernya. Karna menghembuskan nafas terakhir. Kunti, Radha, Surtikanti, tiga permpuan dalam hidup Karna segera berlari menghampiri.
Dengan kesetian tinggi, Surtikanti mengambil panah dan menancapkan ke jantungnya sendiri. Salya terhenyak menyesal.
Sementara tangisan Kunti membingungkan semua orang. Kuntipun mengaku. Ternyata Karna yang selama ini orang anggap sebagai anak kusir yang berkasta rendah, adalah keturunan bangsawan, darah dagingnya. Pandawa marah kepada ibunya, mengapa menyimpan rahasia sedari awal.
Tapi penyesalan semua orang sudah tiada arti. Radheya, Karna anak Radha, ksatria yang senjatanya telah dilucuti berkali-kali dan keberanian berperang telah tergurih oleh tangisan ibu kandung yang tak pernah membesarkannya, telah pergi selamanya.
disadur dari: https://www.facebook.com/ndari.sudjianto/posts/10208063438716916
0 notes
indranegara-blog · 7 years
Text
Serat Tripama, Sebuah Suri Tauladan Cinta dan Idealisme
Indonesia kini tengah sibuk bergulat dengan berbagai permasalahan, setiap segi kehidupan masyarakat Indonesia dikepung oleh berbagai masalah yang seakan siap menghantam setiap saat. Nilai rupiah yang belum ada indikasi akan menguat, hoax dan ujaran kebencian yang semakin gencar tersebar, terorisme dan radikalisme, isu korupsi yang terus merajalela, kemiskinan dan pendidikan, bencana alam, lapangan kerja, dan kepadatan penduduk. Belum lagi gempuran kapitalisme asing dan perdagangan internasional yang dengan masif terus berusaha menggoyangkan Indonesia untuk menerima suntikan dana segarnya, yang sebenarnya suntikan itu juga menyedot darah-darah Indonesia pada waktu yang sama.
           Di sisi lain, masyarakat Indonesia justru menghadapinya dengan ketidaksiapan. Mereka yang berada di tampuk kepemimpinan sibuk berkelahi, memperebutkan proyek dan aset negara untuk kepentingan pribadi dan sibuk mencitrakan hasil kerjanya dan mengelak dari berbagai tuduhan penyelewengan.  Pegawainya diam dan cari aman, yang penting saya tidak dipecat. Rakyatnya sudah lelah dengan para birokrat, pesimis dengan diskursus perubahan dan kesejahteraan. Ini yang lebih genting, pemuda dan mahasiswanya terjebak dengan gemerlap dunia, acuh dengan situasi negerinya yang tengah di ujung tanduk. Tidak peduli politik, masa bodoh dengan masyarakat, bagi mereka masa muda adalah masanya bergembira.  Ada segelintir yang peduli tapi geraknya terpecah-belah, lebih mengedepankan ego diri dan golongannya, menempatkan buah perjuangan untuk masyarakat hanya sebagai bonus dari eksistensinya yang dikenal luas oleh publik.
           Bukan tanpa alasan Soekarno menyatakan bahwa Indonesia adalah bangsa yang tidak ragu menderita demi terbayarnya cita-cita. Tidak terhingga cinta dan pengorbanan bangsa ini untuk mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, tanpa memandang identitas lain yang melekat selain bangsa Indonesia. Namun itu dulu, sekarang mungkin semuanya hanya semboyan. Ungkapan Tan Malaka mungkin lebih tepat untuk dilekatkan, bahwa lebih baik pendidikan tidak diberikan sama sekali jika pendidikan tersebut justru menjauhkan kaum muda dari bergumul dengan kalangan bawah. Semakin terdidik, justru semakin jauh dari rakyat yang sangat membutuhkan pertolongannya.
           Cinta dan Idealisme terhadap Indonesia seharusnya dapat menjadi landasan bagi kita semua berjuang demi kemaslahatan negara. Itu yang tidak banyak dimiliki oleh pemuda Indonesia kini, padahal kecintaan terhadap idealisme dan identitas seharusnya menjadi satu hal yang lekat dengan pemuda. Sementara pemuda-pemuda Indonesia kini cenderung acuh, sibuk dengan urusanya masing. Membanggakan hal-hal luar negeri, memandang inferior bangsa sendiri. Padahal itu sama saja memandang rendah diri sendiri bukan? Lucu sekali.
           Mangkunegara IV telah menulis tentang hal yang serupa, tentang cinta dan idealisme. Melalui tembang Dhandhanggula yang berjudul Serat Tripama. Tiga Suri Tauladan yang berkisah tentang cinta, kepahlawanan, dan idealisme.  Sebuah kisah tentang tiga tokoh pewayangan yang justru dari segi plot merupakan tokoh antagonis, atau setidaknya memiliki kesalahan yang mencitrakan seluruh hidupnya. Bambang Sumantri, seorang patih yang terkenal dengan sebutan Suwanda melesatkan panah ke leher adiknya sendiri, Sukrasana yang buruk rupa karena mengikutinya kemanapun dia pergi. Adipati Karna, lebih memilih membela Kurawa yang batil dibandingkan Pandawa yang benar sekaligus adik-adik sedarahnya. Kumbakarna, seorang raksasa adik dari Rahwana yang menghantam balatentara Rama yang hendak menyelamatkan Sinta. Itu yang akan kita dapatkan ketika membaca kebanyakan versi dari epos Ramayana dan Mahabharata.
           Namun Mangkunegara menawarkan perspektif berbeda, mencoba menampilkan suri tauladan yang bisa diambil dari tokoh-tokoh tersebut. Bambang Sumantri, tidak pernah sekalipun menolak tugas yang diberikan kepadanya. Karena keyakinan bahwa setiap tugas yang diembannya adalah sebuah kewajiban baginya sebagai warga negara sekaligus patih. Ketidakmampuannya dalam melaksanakan tugas akan membawa malapetaka kepada Kerajaan Maespati, sampai akhirnya Sumantri tewas ketika melawan Dasamuka. Adipati Karna berusaha untuk dapat membalaskan budinya terhadap Duryudana yang mengangkatnya sebagai kesatria. Bukan dia tidak tahu bahwa Kurawa itu batil, namun satu-satunya cara untuk menghancurkan Kurawa adalah dengan membawanya ke medan perang melawan Pandawa. Kumbakarna sangat menyesalkan sikap angkara murka Rahwana ketika menculik Sinta, namun panggilan jiwanya untuk mempertahankan tanah airnya yang tengah diserbu musuh menjadi landasan utamanya mengambil sisi melawan Rama yang berujung pada kematiannya.
           Ketiganya pahlawan di satu sisi, namun ketiganya juga pelaku kejahatan di sisi lain. Siapa peduli dengan itu, cinta dan idealisme mereka yang membawa mereka kepada titik yang tinggi dalam hidup mereka. Begitupun dengan Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Nasution, Soeharto, dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka bukan tanpa cacat, namun cinta dan idealisme mereka bagi Indonesia adalah hal yang membawa mereka kepada titik yang sangat tinggi, berkontribusi dan berkorban besar untuk negeri. Mari berhenti bermain aman dengan sekedar menjadi orang “baik” namun justru hanya bersembunyi dibalik argumen kalangan mayoritas. Dobraklah segala batasan yang ada untuk diberikan kepada Indonesia, bukan menjadi manusia konyol yang tidak punya cinta dan idealisme bahkan untuk negaranya sendiri.
0 notes
javieralonsocx9aaw · 7 years
Text
Hoy fue colocado el mascaron de proa en el velero para la armada Indonesia
” Kri Bima Suci” Subo algunos momentos de su instalación en el muelle de reparaciones en Bouzas del puerto de Vigo.
Bima Suci es un Dios terrible y de hecho eso significa  su nombre. En el poema épico Mahabharata, Bima es el segundo de los Pandavas de la mitología hinduista y es también denominado Bayusuta, y Bhimasena.  La historia cuenta que Bima fue arrojado en el río por Duryudana y acabó en el mar. Entonces Bima luchó con una serpientes que al parecer representa la lujuria de los seres humanos. El océano equivale a una ciencia. El Dios Bima debe derrotar su lujuria para obtener un conocimiento, que en definitiva, haría al hombre más cercano del Dios.
En todo ello se tuvo que inspirar el vigués José Molares para tallar la pieza que servirá de mascarón de proa del buque escuela homónimo, botado el pasado mes de octubre en los astilleros Freire. La factoría naval todavía trabaja en el buque.
(Fuentes Atlantico diario)
Hari ini ditempatkan boneka yang di atas kapal untuk Angkatan Laut Indonesia
“Kri Bima Suci” Saya naik beberapa saat instalasi di dermaga perbaikan di pelabuhan Bouzas Vigo.
Bima Suci adalah fakta Allah dan mengerikan yang berarti namanya. Dalam wiracarita Mahabharata, Bima adalah yang kedua dari mitologi Pandawa Hindu dan juga disebut Bayusuta dan Bhimasena. Cerita berlanjut bahwa Bima dilemparkan ke sungai oleh Duryudana dan berakhir pada bulan Maret Kemudian Bima berjuang ular yang tampaknya adalah nafsu manusia. laut adalah setara dengan ilmu. Allah Bima harus mengalahkan nafsunya untuk pengetahuan, yang pada akhirnya akan membuat Tuhan terdekat manusia.
Dalam semua ini harus menginspirasi Vigo José Molares untuk memotong bagian yang akan berfungsi sebagai boneka dari kapal sekolah senama, diluncurkan Oktober lalu di galangan kapal Freire. Pabrik angkatan laut masih bekerja di kapal.
Hoy fue colocado el mascaron de proa en el velero para la armada Indonesia. Hoy fue colocado el mascaron de proa en el velero para la armada Indonesia ” Kri Bima Suci” Subo algunos momentos de su instalación en el muelle de reparaciones en Bouzas del puerto de Vigo.
0 notes
fuckyeahdjiwo · 8 years
Text
:: Serat Tripama ::
Yasan ndalem Kandjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunagara IV
Dhandhanggula.
1. Yogyanira kang para prajurit, lamun bisa samya anuladha, kadya nguni caritane, andelira sang Prabu, Sasrabau ing Maespati, aran Patih Suwanda, lalabuhanipun, kang ginelung tri prakara, guna kaya purune kang den antepi, nuhoni trah utama.
(Yogyane (becike) para prajurit, kabeh bisa niru (nyonto) kaya dongengan jaman kuna, andel-andele sang Prabu Sasrabau ing negara Maespati, sing asmane Patih Suwanda. Lelabuhane (jasa) kang diantepi dening patih Suwanda marang negara digelung (diringkes, dipadukan) dadi siji yaiku: guna, kaya, purun, nuhoni (ngantepi) trahing wong utama.
2. Lire lalabuhan tri prakawis, guna bisa saneskareng karya, binudi dadi unggule, kaya sayektinipun, duk bantu prang Manggada nagri, amboyong putri domas, katur ratunipun, purune sampun tetela, aprang tandhing lan ditya Ngalengka aji, Suwanda mati ngrana.
(Tegese lelabuhan telung prakara yaiku : 1. guna, bisa mrantasi gawe supaya dadi unggul, 2. kaya : nalika paprangan negara Manggada, bisa mboyong putri dhomas, diaturake marang ratu, 3. purun : kekendale wis nyata nalika perang tandhing karo Dasamuka, ratu negara Ngalengka, patih Suwanda gugur ing madyaning paprangan.)
3. Wonten malih tuladhan prayogi, satriya gung nagari Ngalengka, sang Kumbakarna namane, tur iku warna diyu, suprandene nggayuh utami, duk awit prang Ngalengka, dennya darbe atur, mring raka amrih raharja, Dasamuka tan keguh ing atur yekti, de mung mungsuh wanara.
(Ana maneh conto sing prayoga (becik) yaiku satriya agung ing negara Ngalengka sing asmane Kumbakarna. Sanadyan wujude buta, parandene kepengin nggayuh kautaman. Nalika wiwit perang Ngalengka dheweke nduwe atur marang ingkang raka supaya Ngalengka tetep slamet (raharja). Dasamuka ora nggugu guneme Kumbakarna, jalaran mung mungsuh bala kethek.)
4. Kumbakarna kinen mangsah jurit, mring kang raka sira tan lenggana, nglungguhi kasatriyane, ing tekad datan purun, amung cipta labuh nagari, lan nolih yayah rena, myang leluhuripun, wus mukti aneng Ngalengka, mangke arsa rinusak ing bala kapi, punagi mati ngrana.
(Kumbakarna didhawuhi maju perang, ora mbantah jalaran nglungguhi (netepi) watak satriyane. Tekade ora gelem, mung mikir labuh negara, lan ngelingi bapak ibune sarta leluhure, sing wis mukti ana ing Ngalengka, saiki arep dirusak bala kethek. Luwih becik gugur ing paprangan.)
5. Yogya malih kinarya palupi, Suryaputra Narpati Ngawangga, lan Pandhawa tur kadange, len yayah tunggil ibu, suwita mring Sri Kurupati, aneng nagri Ngastina, kinarya gul-agul, manggala golonganing prang, Bratayuda ingadegken senapati, ngalaga ing Korawa.
(Ana maneh sing kena digawe patuladhan yaiku R. Suryaputra ratu ing negara Ngawangga. Karo Pandhawa isih sadulur seje bapa tunggal ibu. R. Suryaputra suwita marang Prabu Kurupati ing negara Ngastina. Didadekake manggalaning (panglima ) prajurit Ngastina nalika ing perang Bratayuda.)
6. Minungsuhken kadange pribadi, aprang tandhing lan sang Dananjaya, Sri Karna suka manahe, dene sira pikantuk, marga dennya arsa males-sih, ira sang Duryudana, marmanta kalangkung, dennya ngetog kasudiran, aprang rame Karna mati jinemparing, sumbaga wirotama.
(Dimungsuhake karo sedulure dhewe, yaiku R. Arjuna (Dananjaya). Prabu Karna seneng banget atine jalaran oleh dalan kanggo males kabecikane Prabu Duryudana. Mulane banget anggone ngetog kasudiran (kekendelan). Wusanane Karna gugur kena panah. Kondhang minangka prajurit kang utama).
7. Katri mangka sudarsaneng Jawi, pantes lamun sagung pra prawira, amirita sakadare, ing lalabuhanipun, aja kongsi mbuwang palupi, manawa tibeng nistha, ina esthinipun, sanadyan tekading buta, tan prabeda budi panduming dumadi, marsudi ing kotaman.
(Conto telu-telune mau minangka patuladhan tanah Jawa. Becik (pantes) yen sakabehe para perwira nuladha sakadare (sakuwasane). Aja nganti mbuwang conto, jalaran yen tibaning apes dadi ina. Sanadyan tekade buta, ora beda kalawan titah liya, nggolek kautaman.)
Werdining tembung :
yogyanira = becike, sebaiknya. koswa, tentara. kadya = lir, pindha, kaya, seperti. nguni = jaman biyen, dahulu kala. andelira = andel-andele , andalan. ginelung = diringkes, dipadukan. guna = kapinteran, kepandaian. kaya = bandha donya, kekayaan. purun = wani, gelem, keberanian. nuhoni = netepi, menepati. trah = turun, tedhak, keturunan lir = kaya, teges, makna, arti. saneskareng = saneskara + ing = samubarang, sakabehe, sembarang. binudi = budi + in = diupayakake, diusahakan. sayekti = sayektos, temene, sesungguhnya. duk = nalika, ketika. dhomas = 800. samas = 400. tetela = cetha, terang, jelas. ditya = buta, raseksa, diyu, wil, danawa, raksasa. ngrana = ing paprangan, palagan, pabaratan, medan perang. suprandene = parandene, sanajan darbe = duwe, mempunyai. raka = kakang, kakak. raharja = slamet, wilujeng, rahayu, rahajeng, selamat, sejahtera. de mung = dene mung , jalaran mung, hanya karena. wanara = kethek, kapi, rewanda, kera. kinen = ken + in = dikongkon, diutus, diperintah. mangsah jurit = maju perang, menuju ke medan laga. sira = dheweke, piyambakipun, panjenenganipun, dia. lenggana = nolak, mbantah, menolak. datan = tan, ora, tidak. labuh = berjuang. yayah rena = bapak ibu, ayah dan ibu. myang = lan, dan arsa = arep, ayun, apti, akan. punagi = sumpah. palupi = conto, sudarsana, tuladha, contoh. narpati = ratu, raja, katong, narapati, naradipati, narendra, raja. kadhang = sedulur, saudara. suwita = ngabdi, menghamba. kinarya = karya + in = digawe, dipakai. agul-agul = andel-andel, andalan. manggala = panglima manahe = atine, hatinya. pikantuk = oleh, mendapat. marmanta = marma + anta = sebabe, sebabnya. kasudiran = kekendelan, kasekten, kesaktian. jinemparing = jemparing + in = dipanah. sumbaga = kondhang, kaloka, kajanapriya, terkenal. wirotama = wira + utama = prajurit pinunjul, prajurit yang hebat. katri = katelu, ketiga. sudarsaneng = sudarsana + ing = conto. amirita = nirua, ikutilah. kongsi = nganti, sampai. dumadi = titah, makhluk. marsudi = ngupaya, nggoleki, berusaha. kotaman = ka+ utama+ an = keutamaan.
0 notes
thealphanotes-blog · 8 years
Text
Belajar Nulis (lagi?)
#30HariBercerita #Hari-1
Hello fellas!
HAPPY NEW YEAR !!!
Tumblr media
It's a new great year. 2016 just passed away, for this upcoming year I would like to wish a very great year for all of you.
Lama ga nulis nih setelah bulan Agustus kemarin. Sibuk, gegara masa budgeting yang terlampau kurang ajar di kantor baru. Hahaha. Sebenernya pengen nulis lama, tapi berhubung ini ada event beginian (#30HariBercerita) dan gw telat amat banget nulisnya. Which is sekarang udah tanggal 3. Ya gapapa deh gw kebutin mau nulis banyak kayanya.
Belajar Nulis (lagi?)
Pertama kali nulis kalau ga salah umur 3 tahunan, waktu itu diajarin Mama yang dengan sabarnya merhatiin tangan kecil ini corat coret sambil minta sogokan ayam goreng (yeay!) hahaha.
Tumblr media
Sebenernya minat nulis gw itu biasa-biasa aja, sampai.... Pas SMA ada guru yang pengen buat majalah sekolah (Bu Ina kalau ga salah namanya, HAI BU! Kalau baca tulisan ini saya yang dulu paling ganteng di sekolah!). Waktu itu diadain rekrutmen besar-besaran disekolah buat jadi pengurus, editor, chief, reporter, dan lainnya. Kalau ga salah saat itu sekitar 150an murid yang ikut, ane masih kelas 2 SMA. Saat itu kayanya ngerasa aneh juga anak jurusan IPA/IA-atau pokoknya itulah jurusan yang kalau mau UN stres minta ampun ngapalin rumus fisika yang akhir-akhir ini dibantah sama para _flat earthers _hahaha-ikut audisi jadi jurnalis sekolah.
Waktu itu disuruh nulis cerita apa aja yang pengen kita tulis, dan gw kalau ga salah inget nulis tentang roman (kayanya pengalaman pribadi HAHAHAHAAnjir). Singkat cerita, dari seleksi yang lumayan banyak gw kepilih jadi PemRed (Pemimpin Redaksi/Chief Editor) majalah sekolah, dan petualangan dengan tulis menulis gw pun dimulai saat gw menjabat.
Gatau Mau Diapain Ini Majalah Sekolah
Tumblr media
Awal menjabat bahkan gw gatau sama sekali gimana isi, konten, rubik, dll. BAHKAN PUISI AJA GA NGERTI GIMANA BISA ORANG BUAT BEGITU LOL.
Sebentar merenung, ane mutusin buat bilang kesemua anggota kalau suruh baca minimal 1 buku per minggu, buku apa aja, koran, majalah, apalah yang bisa digunain jadi referensi. Sebenernya dari kecil emang suka baca sih terutama sejarah sama biografi orang, kesannya kaya kita kebawa kemasa itu, ngerasain Soekarno lagi di pegangsaan, ngerasain Soedirman lagi di kemahnya sambil ngomongin strategi perang, bahkan ngerasain gimana Pandawa sama Kurawa perang pakai strategi masing-masing sampe Duryudana kalah sama Werkudara di pinggir sungai.
Hobi baca itu bagi gw yang dulu hidupnya pas-pasan adalah hobi mahal. Ya, beli buku di toko buku kaya begitu bisa abis sekitar Rp 200.000 kalau ikutin kepinginan. Alhasil gw cuma bisa baca dari buku pinjeman, buku perpus, atau numpang baca gratis di toko buku (BUKAN GW YANG NYOBEK PLASTIK SAMPULNYA!).
Tapi setelah lulus kuliah terus kerja, bangke-nya hidup di Jakarta adalah BUUUAAANNNNYYYYAAAAKKK BANGET penjual buku, dari toko buku gedongan sampe emperan di pinggir lampur merah. Awal-awal hidup disini rasanya hampir tiap bulan keluar Rp 500.000 cuman buat beli buku. Damn it! Tapi gw ga pernah sekalipun menyesal beli buku, bagi gw, sampai kapanpun, buku itu akan lebih berguna, dan gw yakin itu.
Setelah seneng baca buku, gw pengen nulis juga, gatel rasanya. Mulai dari nulis di buku (BUKAN DIARY YA ALLAH! BUKAN!), nulis di blog, nulis di sosmed, rasanya pengen konsisten tiap hari bisa nulis. Ah, konsisten, ngomong gampang, susah banget ngelakuinnya. 
NAH
Nah, mulai sekarang karena lagi senggang juga, diusahakan pengen merubah ketidak konsistenannya nih, doakan supaya rajin nulis, rajin olahraga, pandai menabung, dapet duit banyak. Yuk, nulis (lagi).
AMIN
Salam hangat,
@alphaalan
0 notes
nokhgondes · 7 years
Quote
Banowati... (sira ana ngendi, ora ngerti, mbok ya digoleki) Aswatama miling-miling angejangkung, mider-mider kaya sundari. (pindah ora pindah, pindo ora pindo, niga kaya kumbang angisep sarining kembang) Yen urip mung kelara-lara, trus gunaning apa ana swarga? (aduh, tulung, simbok, ana ngendi? sawangen iki ana wong kecemplung warih. glagepan datan bisa obah. pripun niki? tulung, aduh tulung, aduh biyung) Jenengku aswatama, bapakku Durna, ibuku Dewi Wilutama. Aku senapati sing ora nduweni bala. Uripe aku ora kaya wong priya, aku ora ana gunane. Kembang! (aduh, tulung, simbok ana ngendi?) Yen urip ora nduwe katresnan trus gunane apa sampeyan urip nang donya? Gunaning apa?! (ora aneng ati, mbokya digoleki) (pisan ora pisan, pindo ora pindo, niga kaya kumbang angisep sarining kembang) Jenengku Banowati, bojone Prabu Duryudana, aku tresnane mung karo Arjuna. Nadyan aku nduwe bojo Prabu Duryudana, aku ora jujur karo tresna sing tak duweni Banowati lan Aswatama, bocah bajang sing nggoleti urip nganggo cara dhewek-dhewek. Nyatane urip kuwi mung dhewekan. sampeyan urip nang donya lair nang donya mung dhewekan. sepi, semakin sepi dalam hati, entah kemana, biar ku bebas pergi jauh.
(swargi) Ki Slamet Gundono, 2000, dalam lakon Aswatama Nglandak project Kalasinema
1 note · View note
arkanhendra-blog-blog · 13 years
Video
youtube
Surat Untuk Banowati. 
-Alunan melodi mengalun dalam sepi. Teringat akan sang pujaan hati,sang Duryudana Raja Hastina Pemimpin para kurawa, pun menggoreskan pena. Sepucuk surat wasiat teruntuk yang terkasih. Banowati-
Teruntuk istriku, permaisuriku, Banowati. 
Dulu aku tak tahu dan tak habis pikir bagaimana penghianatanmu tidak mengubah besar rasa cintaku. Bahkan bagaimana mungkin aku yang perlambang kejahatan dan segala keburukan mau tunduk atasmu.
Banowati, aku tahu hanya tubuh yang bisa engkau persembahkan kepadaku. Karena jiwamu hanya bersamanya. Aku tahu ketika kelembutan yang engkau tunjukkan kau perlakukan lebih kepada yang lain. Dan dari matamu yang indah, kau tatap aku jauh dari tatapan memuja selain dia. 
Banowati, meski hanya dari tubuhmu aku merasakan cinta sepihak. Meski dari belaianmu kurasakan kasih tak sampai. Tapi kehadiranmu disampingku bernilai lebih dimataku. 
Jika engkau terima surat ini, mungkin gada sang Bima telah berhasil merontokkan tubuhku. Atau bahkan panah Arjuna -lelaki pilihanmu- telah mengoyak jantungku. 
Tapi tidak kenanganku atasmu Banowati, cinta pertama dan terakhirku. 
Tertanda,
Kakandamu yang bodoh karena cinta. Duryudana. 
27 notes · View notes