Tumgik
#from winterludde
winterludde · 4 months
Text
The death of us
“Never attach a song to a certain person,” said a friend of mine. Cause when the relation with ‘that person’ is on the edge, the song that we’ve shared start to feel different. It doesn’t spark joy anymore.
But damn, i’ve made a whole lot playlist about him.
Lagi-lagi lagu yang sama aku setel ulang. Durasi yang cukup panjang dari lagu kebanyakan tak terdengar membosankan sama sekali. Mungkin karena aku juga menunggu balasan pesan darimu yang telah terkirim dari satu setengah jam yang lalu. Menyibukkan diri dengan pikiran tentang apa yang membuatmu begitu ragu untuk membuka pesanku padahal obrolan sebelumnya belum terputus semenit pun. Bahkan tak ada bosannya aku membuka dan menutup kembali kolom obrolan yang menampilkan foto profilmu. Teringat dengan jelas kapan dan dimana gambar itu di potret. Tampak dari belakang punggungmu yang tegap, menghadap karya lukisan yang dipamerkan di suatu galeri. Di fotomu hanya menampakkan sisi wajah kirimu. Di lokasi dan waktu yang sama, aku pun berpose tak jauh berbeda denganmu, hanya saja punyaku menunjukkan sisi wajah sebelah kanan. Senyumku mengembang teringat akan kita yang sepakat untuk menggunakannya sebagai foto profil. “Keep it lowkey,” katamu.
Lagi-lagi intro lagu yang sedari tadi ku setel kembali terputar. Aku ingat pesan yang kamu kirimkan padaku, “Lagu ini gak pernah absen dari playlist-ku,” dan setelahnya yang aku tau lagu yang sama juga aku tambahkan dalam daftar putar di aplikasi musik-ku sendiri. Bagi kita berdua yang sangat menyukai bagaimana seniman musik menulis lagunya, berbagi konsepsi tentang apa yang bisa diceritakan dalam secarik liriknya, saling mengklaim, “lagu ini buat kamu,” atau, “lagu ini kayak kita,” oh you don’t know how i love the way you refer the thing between us as one.
But we are not a thing. We didn’t even start something. Entah aku yang salah membaca sinyal atau dirimu yang memang tidak pernah mengirimkan apapun padaku untuk dipahami. We have shared so much in common, in a state that i thought you felt the same way.
Kata mereka, action speaks louder than words. Tapi apa gunanya segala macam perhatian jika tak pernah mengatakan apapun untuk memberikan penjelasan. Aku tidak mengerti dimana letak kesalahannya, aku yang terlalu menuntut atau kita yang tersesat dalam isyarat bahasa yang berbeda. Oh, mungkin benar adanya. We would never be something, karena kita berdua berbeda.
Maybe i should put the end of ‘whatever’ the thing between us. Apabila kamu memang menginginkan hal yang sama, aku tak akan merasa ragu dan bimbang. Seandainya kita memiliki perasaan yang sama, segala perlakuanmu padaku tidak akan membuatku bertanya-tanya. Jika saja dirimu memberikan kepastian atas segala hal yang tidak pasti diantara kita, aku tidak akan mundur.
3 notes · View notes
winterludde · 4 months
Text
To Build a Home
i always find solace coming home to my hometown, two hours road by train. the image of a house could send a delight to my heart on my headway there.
kemudian satu per satu gambaran tentang rumah muncul. bayangan akan dinginnya tempat tidurku sendiri apabila dibandingkan dengan yg biasa aku gunakan di kamar kos di tengah kota. masakan ibuku yg tidak pernah gagal membuatku terus melahapnya sampai habis tak tersisa. pelukan selamat datang dari ayahku dan obrolan hangat tentang hari-hariku merantau di luar kota. semua hal tentang rumah selalu menjadi tempat pulang yang paling aku nantikan setiap aku mendapatkan jatah liburku.
but i feel different going home this time.
perjalanan pulang di dalam kereta saat matahari bahkan belum menyempatkan diri untuk menyapa pagi. hawa dingin yang berembus membuatku memeluk tubuhku sendiri, ah, bahkan aku lupa membawa jaket tadi. pesan yang biasa aku kirimkan kepada orang tua ku tiap anak bungsunya ini akan pulang ke rumah, untuk kali ini tidak aku lakukan. it would be a surprise if i got home unexpectedly, but i will handle their confusion later. masih terlalu pagi untuk menghubungi salah satu dari mereka meskipun bisa aku tebak bahwa saat ini di rumah ibu sedang mengiris bumbu untuk dimasak dan ayah mendengarkan musik kerocong favoritnya. oh, i miss that already. now i feel hungry just the thought of a meal my mother might have prepared at home.
aku menyalakan ponsel dan menyadari bahwa daya baterainya hampir habis. i have a bad feeling for this. dengan ragu aku merogoh isi tas punggungku dan tidak menemukan benda yang aku cari di manapun. merasa begitu ceroboh dengan agenda pulang yang sangat mendadak dan baru terpikirkan ketika aku tidak menjumpai kantuk sama sekali sampai tengah malam tadi. saat kemudian menoleh ke sekitarku dan menemukan hampir semua penumpang terlelap di tempat duduknya. sangat tidak sopan membangunkan salah satu dari mereka dan menanyakan pinjaman pengisi daya untuk ponselku yg hampir sekarat ini. hembusan napas panjang keluar dari mulutku, tidak ada pilihan lain selain duduk termenung menikmati pemandangan fajar dari sisi jendela di sebelah kiri ku hingga sampai di stasiun pemberhentian di kota kelahiranku.
atau mungkin kesunyian pagi ini akan diisi oleh berisiknya isi kepalaku saat sebelum ponselku mati, sebuah pesan masuk terbaca sekilas olehku. dari seseorang yang menjadi alasan aku mengambil tiket kereta dengan pemberangkatan se-fajar ini secara mendadak.
from : him<3
hey, morning.
listen, i know it must be so sudden of me to propose to u last night.. just take ur time as much as u need. i understand.
semua orang di usiaku selalu menantikan sebuah pernikahan. they call it a dream wedding. i have attended to a lot of wedding parties by my old school friends, my family, my colleagues, the neighborhood. i even became a bridesmaid for my best friend's wedding. dan dalam semua ajang pernikahan itu yang aku temukan dari mereka adalah kegembiraan. antusiasme terhadap kehidupan berumah tangga bersama orang yang telah mereka pilih dengan berjanji akan selalu ada untuk satu sama lain, selamanya.
that's it. that part. i have to underline and put a quote of that word as a trigger for my runaway.
i witnessed the love life of my friends back then in my school days. people always had their romantic story lines about how they met their loved ones. they took a date several times, then made their relationship official and until that period of time, they took a step further into the very crucial moments. The Marriage. sure, i always feel happy for them. but to be frankly honest, i am a hopeless romantic myself. so sometimes i wonder, when is it my turn to get my cliche romance experience everyone has talked about? 
sekarang saat aku sadar bahwa mungkin aku telah mendapatkan that so called romantic love life, aku hampir menghancurkannya.
mungkin telah hancur sepenuhnya kemarin ketika aku membiarkan ucapan pria baik di sebelahku hanya disambut hembusan angin malam dengan percuma.
"i want to marry you."
that's not just an easy phrase to say to someone. he must have trusted me enough to say that, word by word, syllable per syllable. dan aku memiliki banyak pikiran dan pertanyaan untuk diriku sendiri.
jika orang lain yang berada di sisiku saat itu apa yang akan mereka lakukan? bagaimana harusnya respon yang pantas aku berikan? bagaimana dia bisa memutuskan untuk menjalani hidup berdampingan dengan seseorang? dan sialnya kenapa orang itu aku?
i know nothing but i know how to run. so that's what i did today.
jalan cinta romantis dan sebuah pernikahan mungkin berjalan bersisihan bagi orang lain. ketika dua insan memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius disertai komitmen dan janji, and the rest is there. But that things scared me the most. ada banyak keraguan untuk mempercayakan hidupku pada orang lain, i even doubt myself about how to take care of people around me.
"it's just me, not other people." he said with his soft tone and a reassuring gaze that he used to look at me. dia adalah seseorang yang selalu dekat, tak pernah menjadi orang lain dalam hidupku. he is always so caring and tender to me. mungkin disini hanya aku yang diuntungkan karena mendapat perlakuan sebaik ini dari pria yang tak pernah menuntut apapun dariku. and it feels like i'm the one who's craving for affection and sucks at expressing the same thing.
just like what taylor swift said, "i'm the problem, it's me." jika aku mengabaikan seluruh kegelisahanku dan mempercayakan diri sepenuhnya kepada dia, tanpa ragu aku akan menjawab lamaran mendadak darinya kemarin dengan benar. but trusting someone so much makes my mind run on so many "what ifs" situations that could dissapoint one of us. inti permasalahannya adalah, aku tidak percaya diri untuk bisa dipercaya orang lain.
setiap teman dan dan kerabat yang bertemu denganku selalu berharap agar aku bisa segera menikah. kata mereka, yang aku lakukan hanya membuang-buang waktu. kemudian masih banyak persuasi lain yang menyuruhku untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.
but i think i'm someone who is not built for marriage.
"i love you, ain't that enough?"
coba saja dia tau bahwa aku bisa mengucapkan itu ratusan hingga ribuan kali untuknya. kalimat sederhana yang manis tapi disaat bersamaan juga tidak berarti apapun. masihkah seseorang bisa memberikan kasih sayang bahkan seandainya tak sekalipun dihargai? apakah cinta itu masih terasa hangat walaupun tak pernah ada kejujuran dalam komunikasinya? pantaskah seseorang diberikan banyak afeksi jika ia tak pernah menunjukkan rasa peduli sama sekali? bisakah seseorang menerima sifat pasangannya yang temperamental, hanya dengan dasar rasa cinta saja? loving someone just the way they are is bullshit. what if someday he finds that i am a criminal or a mobster that hides a gun under my pillow? would he still choose to love me? no, i think he might dump me in a heartbeat.
so, love will never be enough for me to find a purpose in marriage.
pertanyaan demi pertanyaan terus berselancar dalam kepalaku selama aku merenung di dalam kereta, sampai depan pintu rumah dan disambut keterkejutan ibuku, hingga aku masuk ke kamarku. setelah memasang pengisi daya untuk ponsel, aku tetap membiarkannya dalam keadaan mati. takut jikalau mendapat pesan serupa dengan yang tidak sengaja aku baca tadi pagi.
sesungguhnya aku adalah orang yang berisik dan menyebalkan ketika seseorang telah mengenalku dekat. i tend to be childish too, coming from the trait of being the youngest child in my family. terkadang aku juga banyak mengatur dan mengambil kontrol. tapi aku juga bisa sangat tidak peduli dan membiarkan semua hal berjalan tanpa perlu diperhatikan secara mendalam. untuk beberapa hal bisa menjadi egois dan tidak mau mengalah. dan masih banyak lagi kelakuan cela dan rumpang yang bisa ditemukan dalam diri ini. mulanya hanya celetukan ibu saat mengejek aku yang masih susah membedakan rempah-rempah di dapur. "gimana mau jadi istri dan mantu yang baik kalo masih gak bisa ngapa-ngapain kayak gini?" katanya. dan dari situ semua keraguanku tentang kehidupan pernikahan dimulai. i don't have faith in me being able to marry someone. let alone to be a great wife that people have dreamed of. namun aku bisa bertanggung jawab dan dapat diandalkan, only for a work related. i can take care of myself just fine, living alone by myself. but the idea of someone having to depend his whole life on me... burdens me awfully.
segala keraguan dan kegelisahanku, all the insecurity of the marriage still haunts me until this day. isi kepalaku ramai, juga kadang menyedihkan untuk diungkapkan. satu pertanyaan besar yang tidak bisa aku temukan jawabannya adalah tentang alasan dia memilihku.
"you were my best friend before my lover so i find it easy to love you peacefully."
bagaimana kalau ternyata semua kenyamanan itu tidak nyata? bagaimana aku bisa percaya? apa kasih sayang akan terus ada bila aku tidak lagi bisa memusatkan perhatianku hanya padamu? jika aku berada dalam kondisi paling buruk, apakah kata selamanya dalam sebuah janji dan komitmen yang telah dibuat masih bisa diharapkan?
to : him <3
im sorry.
2 notes · View notes
winterludde · 5 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
im falling deep deep in love to you for the million times when you try to advise me that everything is untrue, but i don't trust you for that.
2 notes · View notes
winterludde · 4 years
Text
it is the matter of the heart.
hard to climb,
but handily to fall down.
they could give you the warm sunny dust but get cold like snow as soon as it breaks.
sometimes they are far,
far away you need all your time and close the distance to reach and hold.
but it can't hold so tight, cause the heart is not a hostage.
the matter of the heart
is very vulnerable, the more complex as it breaks, the harder to repair.
you can trip a heart if it leaves open.
but when it closes, you need a soft touch and patience.
Good luck with someone's else heart, but yours is also a matter of you from damage.
0 notes