Tumgik
#penghiburan
dinaest · 10 months
Text
Mengetahui bahwa adalah Engkau yang mengambil kehidupan, kematian menjadi sangat manis. 
Selama aku bersama-Mu, kematian bahkan lebih manis dibandingkan dengan kehidupan itu sendiri.” (Rumi 1207-1273 M)
 
Tentu, kematian tdklah manis dan memuaskan bagi kita yang ditinggalkan. Menerima kepergian seorang ayah dan juga suami adl hal menyengsarakan dalam kehidupan. Dan dalam waktu waktu ini keluarga yang ditinggalkan pak Jefry harus berupaya menerima keadaan dan kenyataan bahwa beliau sudah tidak ada lagi bersama dengan kita.
Belajar menerima kehendak Tuhan ini yang tidak mudah. Waktu Yohanes menuliskan penglihatan dari Allah ini, dia ada di penjaranya di pulau Patmos. Di depan, sengsara dan sepi menantinya. Dalam kacamata dunia, semua sudah hancur tak lagi bisa terpulihkan. Namun penglihatan Allah bicara hal berbeda pada Yohanes.
Allah akan menjadikan semuanya baru. Kata yang digunakan adalah kaino yang berarti sebuah keadaan yang luar biasa baik dr sebelumnya. Penglihatan dari Allah pada Yohanes mengingatkan kita bahwa Allah tidak pernah behenti bekerja untuk memulihkan dan membarui sekalipun melalui kematian.
Yohanes percaya bagaimana pun bentuknya semua orang yang percaya pada Allah dan taat akan merasakan kondisi tanpa ratap dan air mata. Ratap dan air mata itu sendiri bisa mendahului pemulihan. Saat ini ratap dan tangis itu ada. Dalam tangis anak dan istri. Dalam kehilangan. Dalam kenangan akan kakak yang kita kasihi. Dalam kesadaran bahwa dia memang tak sakit dan tak harus lagi bertanya banyak soal sakitnya tapi ya sudah gak bisa lagi kita pegang tubuhnya karena Allah telah mengambilnya.
Dalam iman, kita percaya kematian adalah suatu kenyataan yang akan kita masing masing alami. Kita tak bisa menolaknya. Meski kita pasti bernegosiasi dgn Allah kesiapan, sakit dan kapan kita mati. Tapi tetap Allah yang memiliki kedaulatan.
Dalam iman, kita percaya bahwa dalam tubuh yang debu dan abu ini, roh kita akan kembali kepadaNya. Beristirahat dan menuju kekekalan. Kita akan bersama Pemilik kita. Selama lamanya. Jadi kita bisa percaya dalam iman, pak Jefry pun kembali pada Sang Pemberi, Allah yang memberi dia bagi kita.
Dalam iman, suasana saat ini pun adl proses pembaruan Allah. Dalam jawaban akan doa, Allah membarui bapak dalam kehidupan kekal. Dia juga sedang bekerja merancang apa yang Dia pandang baik dalam hidup ibu Merty dan anak anak. Satu hal yang pasti, bapak pasti bangga dengan anak anak Michael dan Ariel sebagai buah hatinya yang membanggakan. Sehingga nama ananda berdua yang selalu dia sebut dalam doanya.
Kiranya semua yang ditinggalkan beliau, boleh menerima penentuan Tuhan dalam keyakinan iman bahwa Tuhan yang memiliki hidup manusia menyatakan kuasa dan kehendakNya. Meski keputusanNya kadang sulit dipahami. Bagaimana kita melepaskan kehidupan. Bagaimana memaknai tubuh yang sakit. Apakah Allah ttap bekerja dalam tubuh yang sakit? Tentu. Dia bekerja. Dalam kuasaNya. Dan ini pun jawabNya.
Allah sedang dan akan terus membarui dan memulihkan. Dia membarui dan memulihkan semua hati yang berduka dan bersedih. Dalam lara dan kepedihan. Dan kita yakin dalam iman pun perjumpaan kita dgn yang meninggal akan dibarui di sorga nanti. Mari menerima pemulihan Tuhan dan semoga dapat merasakan Dia yang menghiburkan.
0 notes
coretanly · 29 days
Text
Perlu
Banyak sadar itu harus buatku, karena kadang yang singgah hanya sekedar butuh penghiburan, sekedar ingin disuguhkan segelas teh atau kopi hangat dengan cemilannya, sekedar bercerita apa yang selama ini disimpannya sendiri, sekedar ingin teman berdiskusi atau bernostalgia, ya kadang hanya sekedar saja, sekedar singgah untuk bisa melanjutkan langkahnya kembali, jadi jangan pernah sesali sebab apa yang sudah dilakukan jelas sadar atas inginnya diri, dan itu bukan kebetulan yang selalu dianggap sebatas kebetulan tapi sudah Tuhan kehendaki begitu alur ceritanya
Repeated and will always repeat, such is life, karena hidup harus terus berjalan ke depan kan?. Melepaskan masa lalu sama seperti memberi kesempatan pada diri untuk menemui bahagia² yang baru, toh jelas sia-sia menggenggam yang sudah terlepas, apa lagi yang mau digenggam memangnya?
Ly
31 notes · View notes
haninditaas · 3 months
Text
Memaknai "Hari yang Buruk" dan Kesalahan dalam Hidup.
Baru-baru ini aku merasa down karena melakukan kesalahan di tempat kerja. Bukan bermaksud mencari pembenaran, tapi menurutku kesalahan itu adalah efek domino karena beban kerja yang cukup tinggi. Sehingga ada hal kecil tapi penting bagi pasienku yang luput dari perhatianku. Karena hal itu aku ditegur oleh senior. Ya, kuakui aku memang salah. Jleb, sih. Aku yang saat itu sedang berusaha "tetap hidup" hingga shift selesai, ternyata harus berkutat juga dengan rasa bersalah. Sampai rumah sudah larut tengah malam. Lelah hati, lelah fisik, lelah pikiran. Sudah tidak ada energi untuk nangis. Aku langsung terlelap.
Selain itu, sehari sebelumnya aku juga mendapatkan tantangan menghadapi keluarga pasien yang mudah komplain dan emosian. Hari itu aku dibentak karena hal yang sepele. Deg. Lidahku kelu, kakiku tremor, aku berusaha menakar respon apa yang harus aku berikan. Berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis haha. Dan akhirnya aku berakhir dengan mendengar saja, mengiyakan, lalu pergi darinya. Setelahnya hingga di rumah aku menjadi banyak bengong, meski di hatiku rasanya ingin mengamuk juga.
Intinya, saat itu aku patah hati karena melewati hari yang buruk. Bila sedang down begitu, kepercayaan diriku jadi berkurang. Aku jadi mempertanyakan diriku sendiri, jadi was-was setiap kali bekerja. Meski ini bukan yang pertama kali dalam hidup, tapi tiap kali menghadapi masa down begini aku rasa memang selalu butuh ruang dan waktu lagi. Iya, begitulah.
Hari berlalu, aku jadi lebih mendalami doa-doaku sebelum shift dimulai. Aku benar-benar berharap agar shiftku dapat kulalui dengan lancar dan mampu kutangani. Hingga suatu hari di dinas malam, dini hari, ada pasien anak usia 1 tahun yang infusnya terlepas dan harus kupasang lagi.
Desclaimer dulu, menginfus memang hal yang biasa dilakukan bagi perawat. Tapi bukan berarti prosesnya selalu berjalan mudah, terlebih pada pasien-pasien anak yang pembuluh darahnya lebih kecil dan tipis. Ditambah anak sangat mungkin akan menangis dan "ngereog" saat dipasang infus. Kadang tidak langsung berhasil. Entah pecah atau tidak pas posisnya, hingga perlu dilakukan beberapa kali percobaan. Cukup takes time, sejujurnya.
Sebelumnya aku selalu ragu, karena pengalaman menginfusku baru sampai anak usia 2 atau 3 tahun paling kecil. Namun mau tidak mau aku harus menginfus pasienku yang berusia 1 tahun itu. Cukup degdegan. Aku yang masih berusaha berdamai dengan sisa-sisa rasa downku dihantui kekhawatiran tidak berhasil dalam percobaan pertama. Takut akhirnnya memberikan rasa trauma bagi si anak dan takut keluarganya akan komplain.
Akhirnya aku mencobanya. Ternyata berhasil. Alhamdulillah! Rasanya senang sekali. Kurasa moment itu juga sebagai penghiburan dari Allah ya :') Seakan Allah sedang mengelusku sambil mengatakan : "Lebih percaya diri yaa hambaKu, kamu tidak seburuk yang kamu kira".
Meleleh. Seneng. Hehe.
Hikmahnya..
Manakala menemui adanya kekurangan pada diri, termasuk kesalahan yang tidak sengaja kita lakukan, kadang kita langsung berpikir bahwa diri kita atau bahkan hidup kita terasa begitu buruk. Padahal, tidak juga.
Kekurangan dan kesalahan itu bukan untuk menjadikan kita terlihat buruk, melainkan semesta ingin mengajak kita untuk belajar. Entah itu agar kita lebih baik lagi dalam skill-skill terkait, atau agar kita menjadi pribadi yang lebih baik. Sebab di dalamnya ada proses mengatur prasangka, mengelola hati, dan menerima rasa.
Menjadi lebih bersabar dalam menata emosi, lebih percaya dengan diri sendiri, menumbuhkan prasangka baik terhadap ujian yang diberi.. Apapun itu, nyatanya selalu ada suatu pembelajaran yang bisa diambil, jika kita mau mencari.
Hidup pasti berputar. Tidak selamanya sedih. Tidak selamanya jatuh. Tidak selamanya terpuruk. Kita hanya perlu bersabar, sambil sedikit demi sedikit berikhtiar. Nantinya, insyaa Allah, akan ada hari dimana kita bisa tersenyum lagi.
10 notes · View notes
putriraha · 4 months
Text
Allah itu baik sekali, walaupun ibadah kita kadang lupa lupa atau bahkan sekedarnya. Allah masih memberi kesempatan kita, merasakan nikmat sehat, makan cukup, bisa bekerja menyambung hidup dan banyak kesempatan baik lainnya.
Pun, Allah membuat kita gagal pada salah satu pilihan hidup. Allah dengan canggihnya memberi kita penghiburan, dalam rupa rupa bentuknya. Entah mendapat lingkungan yang supportif, atau diganti dengan hal yang lebih baik. Meski sering terlambat kita sadari. Oh, seperti inikah maksudnya? Oh, beginikah akhirnya? Kita baru tertampar, saat hal itu benar benar terjadi dan begitu kita syukuri dengan sangat.
Pun, kita sering lalai, melakukan kesalahan, lewat waktu sholat, julid orang lain. Allah sangat lembut sekali dalam mengingatkan. Entah tiba tiba terantuk batu, uang kita tercuri, atau hal buruk lainnya. Begitu lembutnya Allah ingatkan, seolah tak sampai hati menegur kita dengan sangat kasar "hei, yang kamu lakukan itu salah, hei kamu itu jahat". Sampai kita betul betul menyadari, iyaya, apa yang aku lakukan itu salah. Tapi bagaimana kita mengingatkan orang lain? Mungkin terang terangan? Didepan banyak orang? Seolah layak semua orang tahu, dia salah dan kita benar? Sebutuh apa kita pada pengakuan atas benar dan salah atas suatu hal?
Yaa Allah, lembutkan hati kami untuk memaafkan perihal perihal itu. Lembutkan hati kami untuk mudah menerima hal hal yang sulit kita terima. Lembutkan hati kami untuk mau mengakui, kita tidak lebih sempurna dari siapapun dan apapun.
Yaa Allah jika rasa tinggi hati itu hadir kembali, sungguh peluk kami dengan maaf-Mu yang amat penuh. Dan berkenanlah tuntun kembali kami pada jalan yang Engkau ridhoi.
5 notes · View notes
teraitaw · 8 months
Text
"Once you stop learning, you start dying" -Albert Einstein
Sebelumnya, ketika aku merasa jenuh, bosan, atau hanya kelelahan bekerja, aku biasanya mencari penghiburan lewat travelling, atau sekedar membaca novel dan menonton drakor.
Namun beberapa waktu terakhir, penghiburan yang aku terapkan tidak lagi menghilangkan rasa sesak di pikiran.
Aku pernah mencoba juga untuk mencari pelarian lain yang menyenangkan seperti makan-makanan yang aku mau, mendengarkan musik, dancing workout, tapi itu hanya membuat perasaan nyaman sesaat, setelahnya pasti merasa penat lagi.
Menjalani rutinitas monoton setiap hari terasa memuakkan. Sampai ada di titik demotivasi kerja. Di titik itulah aku tahu bahwa ada "something wrong" dengan hidup yang ku jalani.
Waktu itu, aku sempat non aktif medsos sekian waktu hanya karena merasa bersalah dan insecure bersamaan melihat postingan orang lain.
Disaat stuck, burn out dan gak tahu harus melakukan apa, di beranda salah satu medsosku muncul program healling yang di repost oleh seorang penulis yang dahulu aku suka sekali bahasanya.
Dengan segenap kesadaran dan sisa keberanian yang ku punya saat itu, aku memutuskan untuk "healling sejenak"
Dan gotcha,
Aku menemukan diriku lagi disana. Aku menemukan keberanian lagi untuk berada diantara orang-orang.
Aku semakin tertarik untuk mengenal orang-orang luar biasa ini. Lalu beberapa waktu kemudian, di awal tahun 2024 ini, aku memutuskan mengikuti program pengembangan karirnya selama setahun.
Ternyata setelah mengikuti beberapa sesi sampai hari ini, aku jadi merefleksi diri, terutama beberapa tahun kebelakang ketika aku memutuskan berhenti belajar sesuatu yang sangat aku sukai sejak dulu hanya karena waktu itu tidak tahu arahnya kemana, dan tujuanku pada akhirnya apa.
Walaupun sebenarnya terlambat untuk memulai sekarang, para mentorku bilang,
"Harusnya sih kamu udah mulai dari kemaren-kemaren, tapi gapapa setidaknya paling lambat hari ini ya kamu mulai".
Artinya gak ada kata terlambat untuk memulai dan bealajr sesuatu. Dan harus selalu diingat bahwa ketika kita berhenti belajar, saat itu kita mulai sekarat.
Let's start the journey!
Tumblr media
6 notes · View notes
bulannyaindah · 11 months
Text
“This too shall pass”
Ada sebuah legenda tentang Raja dan seorang yang bijaksana. Dalam salah satu ceritanya, Raja melihat dalam mimpi sebuah cincin ajaib, yang bila dipakai oleh seorang yang putus asa akan menjadi bahagia, dan seorang yang khawatir akan selamat.
Keesokan paginya, ia memanggil tukang emas dan memerintahkannya untuk membuat cincin untuk dipakainya seperti dalam mimpi, sebagai obat bila sedang depresi. Tukang emas itu mengkhawatirkan nasibnya jika ia gagal mengikuti perintah raja. Dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan orang bijaksana. Orang yang bijaksana itu bertanya tentang kekhawatirannya. Tukang emas itu menceritakan tentang perintah raja yang aneh.
Orang yang bijak itu menghibur tukang emas dan mengatakan kepadanya, “Sangat mudah. Buatlah cincin emas biasa bagi raja. Lalu ukirlah dengan kata-kata “ini juga akan berlalu” pada cincin dan berikan kepada raja. Ketika ia membacanya dalam suasana hati yang tertekan, ia akan menjadi harapan dan bahagia, mengetahui bahwa masalah itu akan berlalu. Kemudian, ketika ia membacanya dalam suasana hati yang gembira, itu akan mengingatkannya bahwa kesenangan itu tidak tetap. Cincin itu akan mencerahkannya dan menghapus kegembiraannya.”
Tukang emas tua itu pun membuat cincin seperti yang disarankan oleh orang bijak itu dan memberikannya kepada Raja. Raja senang saat membaca pesan yang bermakna itu. Ia memberi imbalan yang wajar kepada tukang emas itu dan memuji kebijaksaan orang bijak tadi.
Kata-kata pada cincin itu memberikan penghiburan saat pikiran kita menjadi depresi dan pencerahan pada saat-saat membanggakan. Cincin itu bisa membuat orang sedih menjadi senang, dan sebaliknya.
Hidup ini singkat dan semua kekayaan duniawi serta kemewahan harus kita tinggalkan ketika kita mati. Mereka hanya memberikan sukacita sementara, dan kesenangan duniawi dapat menyebabkan penderitaan yang kekal di neraka.
5 notes · View notes
ramengir · 6 months
Text
Ramadhan hari 2
Beberapa tahun yll di bulan Ramadhan pernah men-cut off seseorang karena tujuan akhir kita kenalan ga jelas. Berdo'a semoga dipersatukan atau di berikan keikhlasan jika dipisahkan dan dapat jawabannya yang terakhir.
Fast forward kemudian akhirnya menikah disaat ga berdoa soal jodoh, 7 tahun berlalu ga pernah doi sekalipun bilang i love you.
Belajar bahasa cinta sendirian dan belajar mencintai pasangan.
Lalu mulai mikir ketika denger kajian zaidul akbar, kita belum membiasakan ibadah ritual kita sebagai penghiburan atas masalah kita seperti halnya Rasulullah. Yha kalo ada masalah sih memang ibadah tuh kerasa banget karena butuh sama Allah tapi kalo jadi penghiburan tuh kek mana ya? Apa maksudnya saat shalat tuh jadi yang selalu ditunggu dan bisa berdu'an sama Allah gitu ya. Mau ada masalah atau ngga. Duh! Yang kayak gitu ibadah tuh jadi nikmat...
Semalam kebangun sambil teriak manggil suami karena mimpi aneh. Iya mimpinya berkaitan ama doi dan kebangun tuh karena denger suara doi manggil dalam mimpi dan mikir apal banget suara doi ya meski rupa ga keliatan.
Dalam pernikahan, cinta itu harus dipupuk ... beli pupuknya dimana ya yang bagus? Haha
Aku sering bilang kesepian dalam pernikahan karena suami introvert jadi pelariannya main hape terus aja scroll sampe bawah tapi tetep dikomplen juga karena main hape terus.heu
Ramadhan kali ini mau main hape cuman boleh 3 kali per satu jam. Lumayan nih hari k2 emosi rada stabil pas waktunya dah habis ya berarti stop.
Dan abis mimpi itu kepikiran perjalanan panjang pra dan pasca nikah banyak yang bisa disyukuri dan benahi diri.
Mari kita jalani hari hari selanjutnya dengan tawadhu...
3 notes · View notes
am1905pm · 2 years
Text
Percaya dan Yakin Semestinya Berdampingan [Moon Taeil]
Tumblr media
"untuk yang berjuang akan mimpinya seorang diri, bahkan tanpa dukungan dan tidak ditemani oleh mereka yang disebut paling dekat; orangtua." 
-  Pramudya adalah kamu di sisi lainnya dunia. selamat membaca! -
***
Mungkin ini sudah kali ke-sekian namaku diserukan. Dipuja oleh banyak mata dan diberi teriakan nyaring oleh suara-suara yang butuh penghiburan. Ini kali ke-sekian yang seharusnya menyenangkan dan juga membahagiakan. Nyatanya demikian, meski di beberapa kesempatan tidak selalu sampai ke relung.
Terlebih ketika lampu sudah dinyalakan, namun hingga di sudut terjauh pun tak kutemukan mereka letakkan tepuk, bahkan hanya untuk sekadar duduk.
"Udah siap?" suara itu mampir di telinga diiringi dengan tepukan halus di pundak, tepat setelah aku ubah pakaian yang penuh gemerlap, jadi kaus putih yang kembalikan aku selaiknya anak yang tengah teriakkan cita-cita paling mustahil.
"Siap nggak siap, tetep harus siap bukannya?"
"Pram Pram, nggak siapnya lo itu kapan sih? Gue serius penasaran. Udah salto bahkan ngapain juga itu suara masih aja sempurna, gimana caranya?" gelengan kepalanya membuat aku tertunduk berterima kasih, seolah pujian memang hal yang kerap ingin kudengar berulang-ulang.
Encore! Encore! Encore!
Seruan itu kembali mengisi gendang telingaku saat tanpa sengaja earphone kembali terlepas.
Satu hela napas mengalir lewat bibir yang sebentar lagi akan bubuhkan senyum, juga lagu paling terakhir, sebelum aku akhirnya kembali akan jadi si biasa yang tak pernah dibanggakan kedua orangtua.
Baru beberapa langkah aku menaiki tangga, setelah managerku mengusap punggung dan meyakinkan diri, sebuah teriakan menghentikan ketegangan yang sebetulnya menguasaiku diam-diam. "Mas Pram, tunggu!"
Aku menoleh. Rekah senyumnya membuatku meminta waktu sekejap agar yang lain biarkan ia mendekat. "Ada apa, Gendhis?"
"Aku bangga sama kamu! Mama Papaku juga bangga sama kamu, nanti aku teriak, 'aku tresna sama kamu' dari kerumunan penonton gapapa, ya?"
Binar matanya membuatku mau tak mau akhirnya menggelar tawa, "Boleh. Tapi emang nggak malu? Kamu emangnya di mana? Nggak gabung sama Mama Papa di VIP?"
"Enggak. Aku mau berdiri di dekat panggung aja. Aku mau teriak di tengah orang-orang, biar mereka tahu aku orang nomor satu yang sayang dan bangga sama kerja keras kamu hari ini."
"Hari ini aja?"
Ia daratkan satu kecupan di pipi kiriku seraya lirih berbisik, "Selamanya. Dari dulu sampai besok nanti akan selalu sayang dan bangga."
Belum sempat aku memberikan respon apa-apa, ia sudah lebih dulu berlari, usai membuat semua kembali tersenyum bahkan tertawa usai mendengarnya berteriak. "Nanti di tengah panggung jangan bengong lama-lama, keburu tirainya ditutup, kamu lupa masuk lagi."
Pagelaran kisah cinta kami usai sejenak setelah disaksikan mata-mata yang begitu paham akan keseharianku. Aku tersenyum, kali ini untuk diri agar melangkah yakin serta mantap menuju tengah, untuk kembali jadi pusat rotasi orang-orang walau sebentar.
Lampu-lampu dipadamkan. Denting musik yang mengalun menemani suara langkahku yang menghentikan semua teriak, hingga menyisakan deru napas yang bersahutan antar satu sama lain.
Pelan namun pasti, sinar-sinar itu mulai menyoroti aku yang sudah berdiri tepat pada poros panggung utama.
Selama beberapa menit pandanganku menyisir seluruh ruangan. Satu persatu insan di sana menyambutnya dengan sukacita, mengalirkan rasa percaya bahwa aku tidak pernah salah memilih dan memihak. Hingga akhirnya kedua netraku temui binar paling terang milik Gendhis, juga empat bola mata yang kupastikan tengah doakan kesuksesanku malam ini.
Doa dari mereka yang tidak membesarkan tapi beri kepercayaan dengan penuh. Yang nyatanya tak pernah kudapatkan dari dua sosok yang tak pernah sudi injakkan kakinya di tempat aku merasa hidup dan juga cukup.
Malam ini berbeda, lagu terakhir kali ini aku persembahkan untuk keduanya. Yang mungkin masih selipkan doa di antara sujudnya. Yang mungkin masih harapkan aku pulang di tiap pagi harapan kembali dilangitkan.
'Mas sudah sudah buktikan, Bu. Mas sudah buktikan kalau ini hidup yang akan selalu mau untuk Mas jalani, bahkan sampai nanti tua. Meski mungkin Ibu dan Ayah masih belum juga mau untuk percaya, tapi Mas akan selalu beri percaya dan yakin pada diri. Maaf tidak bisa jadi anak yang tunduk dan patuh pada pinta. Tapi malam ini Mas buktikan, jika percaya dan dukungan semestinya jadi milik yang katanya tercinta.' 
- FIN.
26 notes · View notes
garamterang · 11 months
Text
Menghadapi Lingkungan yang Buruk
Renungan Selasa, 31 Oktober 2023 Nas: Keluaran 1:8-14
Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf. Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: "Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan — jika terjadi peperangan — jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini." - Keluaran 1:8-10
"Di sini, negeri Mesir akhirnya menjadi tempat perbudakan, meskipun sampai saat itu negeri ini merupakan tempat perlindungan dan tempat kediaman yang menyenangkan bagi mereka. Perhatikanlah, tempat yang tadinya memuaskan bagi kita, bisa saja akan menjadi tempat penderitaan kita, dan hal itu bisa saja terbukti menjadi salib terberat bagi kita, padahal dahulu kita berkata tempat itu memberi kepada kita penghiburan. Adakalanya yang berbalik menjadi musuh besar kita justru orang-orang yang orangtuanya dahulu adalah sahabat-sahabat setia kita. Bahkan, orang-orang yang mengasihi kita mungkin saja berbalik dan membenci kita. Oleh sebab itu, berhentilah mengandalkan manusia, dan jangan berkata tentang tempat mana pun di dunia ini, Inilah tempat perhentian-Ku selama-lamanya." (MHC: Keluaran 1:8-14, Tafsiran SABDA).
Refleksi: Menghadapi lingkungan yang jahat adalah situasi yang paling tidak menyenangkan. Apa yang dihadapi umat Israel setelah berganti penguasa di Mesir yang tidak mengenal Yusuf, baik biografi dan sejarah kepahlawannya mengubah kebijakan dan perilakunya terhadap keturunan Yakub. Yang sebelumnya bersahabat kini menjadi musuh yang ingin menghancurkan. Situasi seperti ini bisa saja terjadi dalam hidup kita. Dalam keluarga kecil atau keluarga besar kita, bahkan bisa juga komunitas rohani atau lingkungan kerja kita. Mungkin di awal semuanya nampak baik, menyenangkan, bahkan kita merasa berada di surga dunia. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, orang-orang terdekat kita bisa memperlihatkan watak dan karakter aslinya. Tabiat dosa manusia selalu menjadi biang utama munculnya berbagai sikap buruk seperti: iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, dsb. Nasehat firman Tuhan sungguh menghibur kita, "Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur. (Luk. 6:44). Kita sendirilah yang harus introspeksi, pandang Yesus dan berusahalah mengasilkan buah yang baik, dan dapat dinikmati sesama di lingkungan terdekat kita, yaitu kasih. Imanuel ! (TWP)
2 notes · View notes
kikyamci · 2 years
Text
Allah
Tumblr media
Ba'da subuh, saya tertegun oleh panorama yang sangat indah. Jingga langit yang amat menawan ditemani daun pohon kelapa yang berdzikir. Hembusan angin semilir menguatkan kebesaran pencipta nya.
Selepas itu saya segera pumping. Mulai mengumpulkan stok ASIP untuk persiapan ramadhan nanti, supaya faiz tidak kekurangan susunya. Lalu bergegas masak bubur MPASI. Qadarullah beberapa hari belakangan faiz demam bapil. Sudah tiga hari faiz tidak makan bubur, hanya nenen saja. Hari ini alhamdulillah sudah lebih mendingan. Semoga sudah mau makan lagi. Meski saya harus menyiapkan mental kalau kalau bubur mpasinya malah terbuang, seperti yang sudah sudah.
Sejam kira-kira buburnya sudah matang tapi faiz masih nyenyak bobo. Akhirnya ditarok kulkas dulu sembari saya gosok baju yang sudah menggunung. Pukul 9 lewat faiz baru bangun wkwk alhamdulillah. Main sejenak sambil saya kukus bubur tadi. Menyiapkan segala perkakas. Saya sudah merencanakan mengajak faiz makan di teras rumah. Supaya lebih fresh dan lega melihat pemandangan luar.
Beberapa menit berjalan. Seperti biasa, faiz menutup mulutnya. Huuft, saya sengaja tidak memberi pancingan apapun. Hanya dudukan faiz di kursi makannya. Tanpa mainan atau buku bukunya. Saya ingin mengatur kembali feeding rulesnya yang sejak awal sudah berantakan.
Seperempat jam berlalu, hanya seuprit sekali yang bisa masuk mulutnya. Huffft tarik napas. Rasa-rasanya kelelahan yang teramat sangat dari mengandung, melahirkan, menyusui, hingga sekarang adalah masa mpasi-nya :". Hutang berat badan yang sudah 2 bulan harus dikejar, kekhwatiran faiz tidak terpenuhi gizinya diseribu hari pertama kehidupannya. Sering rasanya ingin menyerah. Tapi kalau saya menyerah, siapa lagi yang akan melakukannya?. Saya menatap buburnya, sesekali menatap faiz. Diam saja tanpa kata. Dalam dalam relung hati berucap, "Yaa Allah berilah rejeki nafsu makan untuk faiz. Hiburlah hati hamba ini yaa Allah".
Beberapa jenak, melihat faiz makan dari kejauhan datanglah tetangga seberang rumah. Beliau paruh baya, senang melihat faiz katanya. Mengobrol menemani saya menyuapi faiz. Disela mengobrol ibu itu berkata,
"Ndak apa yaa bunda, nanti faiz ini yang bawa bunda ke surga. Sabar aja ya bunda"
Tek. Saya terdiam. Mengamiini dari balik bilik hati. Allah.
Allah telah mengabulkan pinta saya sepersekian menit selepas saya meminta. Penghiburan yang teramat manis.
Allah, selalu punya cara indah mendengar dan memeluk hambaNya.
Terimakasih Allah, untuk subuh dan pagi ini. Untuk hari hari yang berlalu. Juga hari hari yang akan datang.
@kikyamci
9 notes · View notes
sajaksanda · 2 years
Text
Ada kekhawatiran saat tuan muda masuk alam bawah sadar, tanpa pamit anda pun datang dengan lancang, tidak sedang butuh penghiburan kala terdengar sayup suara tuan. Aku cukup dengan ketentuan yang ku rancang. Jangan membuka sandal atau bahkan sekadar memperbaiki di hadapan, sila bergeser dan pergi tanpa harus sampai jumpa dengan senyuman
`Sanda`
8 notes · View notes
deehwang · 1 year
Text
Sebagai pembaca, salah satu yang paling kuantisipasi dari buku-buku prosa berlatar sejarah atau based on true event adalah perspektif si penulis yang--baiknya kita sebut terjebak--meromantisasi tragedi, membuatnya seperti dibalut gula-gula, justru bagiku membuatnya jadi sama sekali tak menarik. Selama membaca buku Zoulfa Katouh, As Long As the Lemon Trees Grow, sejujurnya aku menemukan kecenderungan semacam itu; percintaan karakter utama, Salama Kassab, mengambil terlalu banyak tempat dari yang seharusnya. Tapi itu tak membuatku segera menutup buku, bukan karena alasan sentimental seperti mengakui hal semacam itu kadang dibutuhkan demi pembaca memahami bahwa berpegang pada cinta itu amat penting terutama saat kamu membenci kondisi yang terjadi di sekelilingmu, namun karena tak adil untuk menghakimi perjalanan asmara Salama, sebagaimana dipahami bahwa di buku ini ia masih 18 tahun--usia yang pernah kulewati yang apabila kuingat betul-betul setelah umur 30 tahun terasa amat asing dan menggelikan--dan bahwa ia dipaksa bertahan di satu negara konflik, dimana memiliki perbedaan pendapat terutama atas hak-hak demokrasi, sama saja dengan halalnya penghilangan akses hak asasi manusia itu sendiri.
Jadi, aku masih meneruskan bacaanku hingga tuntas.
Yang kusoroti, justru, realitas Salama sebagai tenaga medis--yang dipaksa untuk menjadi dokter, ahli bedah, sekaligus ahli farmasi bahkan sebelum pendidikannya itu selesai--sebagaimana aku mengakrabi dunia itu karena ibuku seorang perawat, dan menyuntikkan, sekali lagi penulis melakukannya dengan amat baik, atas efek apa yang bisa dialami psikis seseorang dalam menghadapi trauma. Kehadiran anak kecil yang mengatakan bahwa ia akan menyampaikan semua yang terjadi kepada Tuhan di detik-detik sebelum ia meninggal, kenyataan atas realitas Layla, serta bagaimana kebutuhan untuk bertahan hidup bisa memaksa seseorang melalaikan sisi kemanusiaan--sebagaimana Salama yang melakukan segala cara untuk mendapatkan tempat di kapal pelarian--adalah kejutan-kejutan yang membuatku puas. Tidak. Sejatinya sedari pembukaan ia sudah menyenangkan untuk kubaca, sekali pun kata menyenangkan itu terasa salah mengingat apa yang kubaca diangkat dari penderitaan saudara-saudara kita di Suriah.
Ketika kuceritakan pada Ibuku tentang buku ini, ia menguraikan pengalaman yang paling melekat di kepalanya, yakni saat ia pernah merawat pasien luka bakar derajat tiga, juga tentang perekrutan tenaga kesehatan di Kuwait dahulu, dimana ia mengundurkan diri karena bayang-bayang perang teluk 1 masih menyelimuti negara tersebut. Maka kupikir tidak semua orang punya kekuatan sebesar Salama dan tenaga medis sukarela di Suriah, yang tentu lebih dari pada menghadapi pasien dengan aroma daging yang gosong, sementara Ibuku bukan pula seorang pengecut, namun amat beruntung untuk memiliki pilihan karir yang tak perlu membuatnya membayangkan aroma lemon, sebagaimana Salama, sebagai apa yang digambarkannya sebagai satu-satunya penghiburan, tidak hanya sebagai pengalaman sensori tapi juga apa yang oleh semua orang Suriah jadikan tumpuan harapan.
Tumblr media
Buku bagus, plot yang bagus. 4,6/5. Karenanya aku mulai penasaran dengan puisi-puisi Nizar Qabbani--dan penulis-penulis lain yang menbahas kondisi timur tengah belakangan--di sela-sela melahap Whale-nya Cheon Myeong-Kwan.
.
4 notes · View notes
natanatanann · 1 year
Text
Terbangun dari tidur singkat post jaga, dengan hati berat.. kemudian muncul air mata di pelupuk. Sambil ngetik sambil mikir, airmata lelah kah? Tidak terimakah? Hehe
Perasaan jadi urusan masing2.. dan itu ngga akan pernah berubah menurutku. Semoga aku tumbuh jadi pribadi yg lebih baik dalam profesi ini..
Lelah tp bisa apa 🤣.. pilihan sendiri.. penghiburan terbaik keknya memang mendekat pada yg Maha memiliki. Kun faa ya kun
2 notes · View notes
himawariqurrotaaini · 2 years
Text
Tumblr media Tumblr media
Besok.
Pontianak. 14:02. 22032023.
Selain hari lahir, Ramadhan sungguh-sungguh adalah saat refleksi diri, atas apa yang hilang, datang, berubah, dalam waktu satu tahun terakhir.
Merugi jika kita lebih buruk daripada setahun yang lalu. Namun bukankah jika Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang masih memberi kita waktu, berarti masih ada kesempatan? Pujangga sering berkata, tak akan ada kesempatan kedua. Untuk beberapa hal yang terbatas, memang benar adanya. Namun untuk hal yang sungguh luas, dengan kuasa Pencipta, yakinlah bisa ada keajaiban di sana.
Di luar jendela kamar sekarang cuacanya mendung, bukan jenis cuaca kesukaan saya. Namun ternyata banyak sekali yang senang dengan cuaca sendu ini. Meneduhkan, katanya. Tak ada yang perlu diperdebatkan. Saya ambil titik tengahnya saja, bahwa selama masih ada hujan yang dicurahkan, masih ada rahmat dari Sang Pencipta, semoga sebagai tanda, kiamat belum esok datangnya (atas keterbatasan ilmu yang saya tahu, akan ada kemarau sepanjang 3 tahun sebelum kiamat, mohon saran perbaikan jika salah).
Teringat saya di jaman kecil, sehari sebelum Ramadhan, bersama Mama pergi ke makam Kakek yang tak pernah saya jumpai, meninggalnya 8 hari sebelum kelahiran saya. Al Fatihah. Sore yang berbau daun pandan yang diiris dari tanaman belakang rumah. Di sore hari, Nenek rahimahullah menggiling beras yang direndam kurang lebih satu malam, dijadikannya lulur dan membersihkan kepala dengan air mangir yang direndam air panas beberapa jam. Benar-benar membersihkan diri dengan cara yang spesial.
Sedikit air mata menetes ketika menulis ini, Mama pernah bilang, lahirnya saya adalah penghiburan untuk Nenek, yang sebenarnya tidak terlalu cakap mengasuh bayi, berjumpa saya setelah beberapa hari Kakek tiada. Masha Allah senangnya, ternyata saya memiliki arti yang sedalam itu.
Tumblr media
*kenangan hari raya idul fitri tahun 2012 kalau ndak salah. Saya rasa kita semua setuju, Ibu (dan Ibunya Ibu) adalah laksana bunga tercantik yang kita tahu.
Di bulan Ramadhan tidak ada lauk yang istimewa. Selama makannya bersama-sama, rasanya menyenangkan. Favorit saya adalah telur dadar buatan Nenek dan sayur bening sawi. Saya ingat lagi, jaman TK dan SD permulaan dulu, susah sekali bangun sahur. Makan malas-malasan hingga pukul 6 pagi. Mendekati waktu berbuka, ada bermacam jenis kue yang Nenek buat sendiri, mulai dari klepon hingga kolak yang tak pernah ada duanya, Nenek akan mencincang cincau juga, minuman yang tak pernah bosan ia minum. Dulu saya tak suka kue-kue tradisional manis itu, sekarang rasanya sungguh rindu. Akhirnya secara sadar, tahun lalu saya belajar membuat lumpur surga, kue tradisional sederhana yang hampir semua orang suka, baik dalam keadaan panas dan dingin. Setidaknya ada laaah kenangan tentang saya dalam kue lumpur surga itu. Hehe.
Ramadhan sungguh mengingatkan lagi atas apa yang sudah pergi dan benar-benar tidak kembali. Tahun 2017 tidak pernah terbayang ada Ramadhan selanjutnya yang tak ada Nenek lagi. Sejak tahun itu, jika ada teman baik yang orang terdekatnya pun meninggal, saya sampaikan, tak apa jika saat Ramadhan dan hari raya merasa luka kehilangan itu basah lagi, mungkin hampir semua orang mengalaminya. Setiap tahun diingatkan lagi, dengan kenangan bersama orang tersayang yang berpulang, inilah menjadi semangat kita untuk mendoakannya terus, bersedekah mengatasnamakan namanya, serta memperbaiki diri lagi dan lagi, agar Allah berkenan mempertemukan kita di firdaus-Nya. Aaamiin allahumma aaamiin.
Kesempatan yang inshaAllah malam ini akan datang, semoga tidak kita sia-siakan. Waktu istimewa yang hanya datang dalam 1 bulan, semoga penuh kita rasa dan perjuangkan. Ada catatan doa yang panjang, beserta penuh harap agar semua dosa dihapuskan, pada akhirnya doa panjang itu menjadi kalimat pendek mengharap agar ditunjukkan Allah takdir terbaik, serta ikhlas menerima dan siap menjalaninya.
4 notes · View notes
bersuara · 1 year
Text
Ada satu pertanyaan yang bersemayam dalam pikiran Puan, jika masa muda yang ia punya tidak bisa dihabiskan dengan berkumpul bersama teman, healing ke tempat menyejukkan, menonton konser penyanyi kesukaan, apakah akan membuat seorang Puan merasa tidak menikmati hidup yang ia hadapi? Apa sumber kebahagiaan hanya seputar hal menyenangkan yang bisa didapatkan jika memutuskan untuk keluar?
Pertanyaan disambut penghiburan. Hidup terlihat hidup bukan karena alasan yang hampir sama dengan manusia lainnya. Puan masih bisa menikmati hidup dengan alasan yang ia punya. Toh melihat semesta hanya dari balik jendela tidak sama sekali buruk. Puan hanya perlu waktu yang tepat untuk keluar dari cangkangnya.
- 8 Mei 2023
3 notes · View notes
mutiarafirdaus · 1 year
Text
Harapan Hari Kelimabelas
Aku ada disebelahnya ketika bocah itu melemparkan botol yang isinya setengah air dari tangga di lantai dua masjid yang tinggi ke lantai dasar. Jedak!
Kakak kakak Panitia dibawah sontak melihat ke atas dengan mimik kesal dan bingung, aku yang sedang bertengger di pinggir tangga berkoordinasi dengan adik via HP ikut reflek berbalik ke bocah yang malah cengengesan dengan teman temannya.
"Hei, tidak boleh lempar lempar seperti itu ya, bahaya!" Seruku, tak digubris oleh anak itu.
Tidak konsentrasi karena sedang berkoordinasi via call, ditambah anaknya yang malah loncat kesana kemari membuat aku mengabaikan dulu kejadian tersebut.
Tetiba Kakak Panitia laki laki berjalan dengan mimik wajah seram ke arah kami dari lantai bawah. Posisi kami saat itu di tangga.
"Siapa yang tadi lempar?!"
Reflek tanganku menunjuk anak itu. Tetiba Kakak Panitia menarik tangan anak itu, memojokkannya di lantai tangga dengan pose seperti memiting di tengah tengah orang yang lalu lalang.
"Kamu tau gak, nggak boleh buang sampah sembarangan?! Kamu ikut ke bawah buat minta maaf! Mau minta maaf atau kamu pulang aja! Kamu laki laki kan?! Kenapa diem aja?!"
Beruntun dan terus menerus Kakak Panitia itu memojokkan si anak dan mengintervensinya dengan kata kata.
Setengah gerah aku melihat aksi Kakak Panitia itu, memang yang dilakukan anak itu salah dan berbahaya, tapi usianya belum juga genap 5 tahun sepertinya, dan aku terpikir bagaimana jika dia trauma terhadap masjid tersebab didepan umum dipermalukan seperti itu?
Tapi melihat raut wajah Kakak Panitia laki laki yang seram itu, aku juga tidak berani mendekat, dia bukan anak asrama atau anak kampus yang bisa bebas kuteriaki untuk menghentikan aksinya. Dan harga dirinya pasti akan tersinggung ketika aku tiba tiba menyerobot aksinya untuk meminta berhenti.
Dengan aneka pikiran yang berseliweran, aku melangkah menuju lantai tiga masjid. Duduk dan sibuk merutuki diri, kenapa tidak mengajak anak kecil tadi bicara baik baik dan memberi tahunya tentang konsekuensi dari kelakuannya tadi? Sehingga dia tidak usah diperlakukan seperti itu oleh Kakak Panitia laki laki di tengah jalan.
Nyatanya kepedulian terhadap anak anak yang kumiliki masih sangat jauh dibandingkan Torey Hayden, tokoh panutan yang aksinya kuikuti lewat tulisan di buku bukunya. Andai Torey yang disana, apa yang dilakukannya?
Mungkin Torey akan mengajak anak itu ke pojokan berdua dan berbincang dengan lembut, bertanya penyebab apa anak tersebut melakukan aksi tadi, menjelaskan dengan sederhana aksi berbahaya yang dilakukan, memberikan semangat atas keikutsertaan anak itu di kegiatan masjid (tapi Torey bukan orang Islam 🤣) atau hal lainnya yang bisa menggerakkan anak tersebut minta maaf kepada para Kakak Panitia dibawah dengan kesadaran bukan karena takut akan tekanan, dan anak tadi sendirian, kedua temannya meninggalkannya ketika dia masih dimarahi.
Tapi jika dipikir lagi, kita tidak tahu lingkungan seperti apa yang membentuk anak tadi sampai berani sekali melemparkan botol berisi setengah air ke bawah yang disana berlalu lalang orang orang, alhamdulillahnya tidak kena kepala siapapun :"
Atau apakah memang tak ada yang mengajarkannya untuk berperilaku santun, apakah dimarahi didepan umum dengan dipiting tadi membuatnya kapok dan instropeksi atau malah ketakutan dan terkenang terus sampai besar nanti.
Apakah kakaknya menyesal telah melakukan aksi reaktif seperti tadi? Apakah anak itu akan menceritakan malam yang menegangkan ini kepada orangtuanya dengan mengharapkan penghiburan? Apakah memang harus diperlakukan seperti itu untuk kesalahan yang dilakukan anak tersebut?
Malam ini masjid cukup riuh, tapi isi kepalaku lebih riuh mengingat kejadian tadi.
Allah, tolong jadikan kami orang orang yang selalu menyayangi hambaMu dan ajarkan kami bagaimana mendidik dengan baik jika bertemu dengan momen yang tetiba seperti tadi :""
#RamadhanPenuhHarapan!
3 notes · View notes